Anda di halaman 1dari 8

Nama : Shinta Arsita Sari

Prodi/Semester : PGMI / VI

Mata Kuliah : Psikologi Perkembangan Anak

Tugas Resume

1. Karakter Anak
Definisi yang diberikan pakar psikologi tentang karakter anak sebagai berikut:

a. Allport menyatakan bahwa “character is personality eveluated, and personality


is character devaluated” (Allport, 1937). Allport beranggapan bahwa watak
(character) dan kepribadian (personality)adalah satu dan sama akan tetapi di
pandang dari segi yang berlainan; kalau orang bermaksud hendak mengenakan
norma-norma jadi mengadakan penilaian. Maka lebih tepat dipergunakan
istilah “watak”dan kalau orang tidak memberikan penilaian, jadi
menggambarkan apa adanya, maka dipakai istilah kepribadian.
b. Abin Syamsuddin Makmun mengatakan bahwa karakter adalah satu aspek dari
kepribadian, dimana karakter adalah konsekuen tindakannya dalam mematuhi
etika perilaku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendidikan
atau pendapat.
Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa karakter adalah gambaran tingkah
laku atau prilaku seseorang yang dinilai dengan norma-norma dalam masyarakat.
Pengertian karakter anak adalah gambaran tingkah laku anak yang dapat dinilai dari
norma-norma dalam lingkungan masyarakat.
Secara umum, karakter anak terbagi menjadi tiga. Karakter anak yang baik
dan mudah, anak yang tengah-tengah, dan anak yang sulit.
1. Pertama, anak yang mudah. Makna mudah pada karakter anak ini adalah
mudah diarahkan, dikasih tahu, memahami perintah, bergaul dengan
temannya, dan mewujudkan perilaku dari apa yang diketahuinya. Biasanya
anak seperti ini memiliki keberanian dan terbuka. Anak berkarakter mudah
lebih cenderung aktif dan tidak mengalami kesulitan dalam beradaptasi. Kalau
tidak diperhatikan secara persuasif, akan menjadi bumerang bagikeberania
2. Kedua, anak yang tengah-tengah. Anak tersebut tidak terlalu berani, tidak pula
penakut. Kalau lingkungannya memberikan kepercayaan kepadanya, dia akan
dapat menjadi anak yang sangat pemberani. Sebaliknya, kalau lingkungannya
menolak karakternya, bisa jadi dia menjadi anak yang sangat penakut. Tugas
orang tua adalah memberikan waktu dan pengarahan secukupnya sebagai
pemanasan menuju karakter yang diinginkannya.
3. Ketiga, anak yang sulit. Anak ini sangat sulit beradaptasi. Untuk dapat
berteman dengan anak yang baru dikenalnya, dibutuhkan waktu yang lama.
Anak sulit juga tidak menuruti apa yang disampaikan orang tuanya, dia
mengalami disconecting. Orang tua menginginkan anaknya berbuat baik,
tetapi dia justru melawan dan tidak mendengarkan apa yang disampaikan.
Penyebab anak mempunyai perilaku sulit adalah kurangnya keberanian dan
belum dibiasakan bersosialisasi dengan lingkungan. Bisa jadi faktor keturunan
juga mempunyai peran yang kuat dalam membentuk perilaku anak seperti ini.
2. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif anak ini biasanya akan mengacu pada tahapan


kemampuan anak dalam mendapatkan pengetahuan, mulai dari pengalaman dan
informasi yang mereka peroleh. Singkat kata, perkembangan motorik tersebut
berhubungan dengan proses mengingat pengambilan keputusan dan juga pemecahan
masalah. Proses kognitif anak mempunyai karakteristiknya sendiri, yakni:

1. Bisa berkembang dari waktu ke waktu.


2. Bisa berkembang dalam menanggapi lingkungan.
3. Diperbarui dengan paparan informasi baru.

Menurut teori perkembangan kognitif Jean Piaget menunjukkan bahwa


kecerdasan akan berubah seiring dengan pertumbuhan anak. Perkembangan kognitif
anak tak hanya tentang mendapatkan pengetahuan, anak juga harus mengembangkan
atau membangun mental mereka. Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan
berfikir logis dari masa bayi hingga dewasa, menurut Piaget perkembangan yang
berlangsung melalui empat tahap, yaitu:

1. Tahap Sensorimotor (usia 0 – 2 tahun)

Sepanjang tahap ini mulai dari lahir hingga berusia dua tahun, bayi belajar
tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka melalui indera mereka yang sedang
berkembang dan melalui aktivitas motor. Aktivitas kognitif terpusat pada aspek alat
indria (sensori) dan gerak (motor), artinya dalam peringkat ini, anak hanya mampu
melakukan pengenalan lingkungan dengan melalui alat drianya dan pergerakannya. 2.

2. Tahap pra-operasional (usia 2 -7 tahun)

Pada tingkat ini, anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam


menghadapi berbagai hal diluar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai
sistem yang teroganisasikan. Anak sudah dapat memahami realitas di lingkungan
dengan menggunakan tanda –tanda dan simbol. Cara berpikir anak pada
pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidaperting.

3. Tahap Operasional Konkrit (usia 7 – 11 tahun)

Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran
logika atau operasi, tetapi hanya untuk objek fisik yang ada saat ini. Egosentrisnya
berkurang dan kemampuannya dalam tugas-tugas konservasi menjadi lebih baik.
Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap operasional
kongkrit masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas
logika.

4. Tahap Operasional Formal (usia 11 – 16 tahun)

Pada umur 12 tahun keatas, timbul periode operasi baru. Periode ini anak
dapat menggunakan operasi-operasi konkritnya untuk membentuk operasi yang
lebih kompleks. Kemajuan pada anak selama periode ini ialah ia tidak perlu
berpikir dengan pertolongan benda atau peristiwa konkrit, ia mempunyai
kemampuan untuk berpikir abstrak. Anak-anak sudah mampu memahami bentuk
argumen dan tidak dibingungkan oleh sisi argumen dan karena itu disebut
operasional formal.
3. Teori Behaviorisme

Dalam teori belajar behaviorisme, belajar diartikan sebagai perubahan tingkah


laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Perilaku yang dimaksud
adalah perilaku yang ditekankan pada aspek-aspek yang lebih mekanistis, serta
perilaku diukur dari hal yang dapat diamati. Teori belajar behaviorisme menekankan
kepada perkembangan perilaku yang dihasilkan dari adanya stimulus dari luar diri
yang menyebabkan dihasilkannya respon dari dalam diri sebagai tindakan jawaban
atas stimulus atau rangsangan yang ada.

Dalam memberikan respon, terdapat kecenderungan yang berbeda dari setiap


peserta didik. Ketika peserta didik menunjukan respon yang baik atau sesuai dengan
yang diharapkan maka pendidik akan cenderung memberikan imbalan, dan
sebaliknya ketika peserta didik menunjukan respon yang kurang baik atau tidak sesuai
maka pendidik akan memberikan suatu hukuman agar respon yang tidak diinginkan
segera diperbaiki oleh peserta didik dan akan muncul respon yang berbeda dan lebih
tepat ketika diberikan stimulus yang sama di lain waktu.

Dalam mencerna stimulus, peserta didik tidak semena-mena dalam


memberikan respon, terkadang atau bahkan sangat diperlikan penguatan agar peserta
diidk semakin terdorong untuk memberikan respon yang baik dan sesuai dengan apa
yang diharapkan.

2. Karakteristik Teori Belajar Behaviorisme

1. unsur-unsur atau bagian-bagian yang kecil


2. Bersifat mekanistis
3. Menekankan pada peranan lingkungan
4. Mementingkan pembentukan reaksi atau respon dari suatu stimulus
5. Menekankan pentingnya latihan
6. Pemecahan masalah dengan trial and error

4. Robert Kegan

Kegan menyarankan bahwa ketika bayi tumbuh menjadi dewasa, mereka secara
progresif mengembangkan apresiasi yang lebih objektif dan akurat dari dunia sosial yang
mereka huni. Mereka melakukan ini dengan maju melalui lima atau lebih keadaan atau
periode perkembangan yang dia beri label sebagai berikut:
 Inkorporatif
 Impulsif
 Imperial
 Antarpribadi
 Kelembagaan
Pada awalnya, bayi semuanya subyektif dan sama sekali tidak menghargai apa pun
yang obyektif, dan karenanya tidak memiliki kesadaran diri yang nyata. Artinya, pada
awalnya, bayi memiliki sedikit ide bagaimana menafsirkan sesuatu, dan satu-satunya
perspektif yang mereka miliki untuk menafsirkan sesuatu adalah perspektif mereka sendiri
yang hampir tidak berkembang. Mereka dapat mengenali wajah orang tua dan sejenisnya,
tetapi pengenalan semacam ini tidak boleh disamakan dengan bayi yang dapat menghargai
bahwa orang tua adalah makhluk yang terpisah dengan kebutuhannya sendiri. Pengenalan
kunci ini tidak terjadi selama bertahun-tahun. Kegan menggambarkan periode paling awal ini
sebagai :

Incorporative . Rasa diri tidak berkembang pada titik waktu ini. Tidak ada diri untuk
dibicarakan karena belum ada perbedaan yang terjadi antara diri dan yang lain. Bagi bayi,
tidak ada alasan untuk mengajukan pertanyaan, "siapakah saya" karena pikiran bayi tidak
lebih dan tidak kurang dari pengalaman indranya saat ia bergerak. Dalam arti penting, bayi
tertanam dalam pengalaman inderanya dan tidak memiliki kesadaran lain.
Bayi banyak berlatih menggunakan indera dan refleks mereka dan dengan demikian
mengembangkan representasi mental dari refleks tersebut. Pada titik tertentu, bayi menyadari
bahwa ia memiliki refleks yang dapat ia gunakan dan indra yang dapat dialaminya. Refleks
dan sensasi adalah objek mental pertama; hal pertama yang dipahami sebagai komponen yang
berbeda dari diri. Rasa diri muncul dari pengetahuan bahwa ada hal-hal di dunia ini yang
bukan diri (seperti refleks dan indra); hal-hal yang bukan saya.

Impulsif , untuk menunjukkan bahwa anak sekarang tertanam dalam impuls – yaitu
hal-hal yang mengoordinasikan refleks . Perasaan diri pada tahap kehidupan ini akan merasa
nyaman mengatakan sesuatu seperti, "lapar", atau "mengantuk", sepenuhnya diidentikkan
dengan rasa lapar ini. Meskipun bayi sekarang sadar bahwa mereka dapat mengambil
tindakan untuk memenuhi kebutuhan, mereka masih belum jelas bahwa orang lain masih ada
sebagai makhluk mandiri. Dari perspektif pikiran Impulsif, orang tua hanyalah refleks lain
yang dapat dibawa untuk memuaskan impuls.

Imperial self. Anak sebagai "diktator kecil" lahir. Dalam diri impulsif sebelumnya,
diri secara harfiah tidak lebih dan tidak kurang dari sekumpulan kebutuhan. Belum ada orang
"di sana" yang memiliki kebutuhan tersebut. Kebutuhan sajalah semua yang ada. Saat
kesadaran terus meningkat, anak sekarang mulai menyadari bahwa "itu" adalah hal yang
paling dibutuhkan. Karena anak sekarang sadar bahwa
ia memiliki kebutuhan (bukannya kebutuhan), ia juga mulai menyadari bahwa ia dapat secara
sadar memanipulasi hal-hal untuk memenuhi kebutuhannya. Anak yang impulsif juga
mungkin manipulatif, tetapi dengan cara yang lebih tidak sadar. Anak kekaisaran belum
menyadari bahwa orang lain juga memiliki kebutuhan. Ia hanya mengetahui pada tahap ini
bahwa ia memiliki kebutuhan, dan ia tidak ragu untuk mengungkapkannya.

Interpersonal yang mengikuti selanjutnya dimulai dengan momen pertama ketika


anak memahami bahwa sebenarnya ada orang lain di dunia ini yang kebutuhannya perlu
diperhitungkan bersama dengan kebutuhan mereka sendiri. Apresiasi terhadap keberbedaan
orang lain muncul, seperti biasa melalui proses perluasan perspektif. Perspektif anak dalam
hal ini berkembang dari miliknya sendiri hanya untuk kemudian mencakup miliknya sendiri
dan orang-orang penting lainnya di sekitarnya. Pemahaman anak yang semakin canggih
tentang gagasan bahwa orang memiliki kebutuhan itu sendirilah yang menyebabkan
terjadinya lompatan.

Institusional mencatat bahwa pada periode ini, ide anak tentang diri menjadi sesuatu
yang untuk pertama kalinya dapat dideskripsikan dalam nilai-nilai yang dilembagakan,
seperti kejujuran.

Anda mungkin juga menyukai