Anda di halaman 1dari 12

TUGAS VCLASS PSIKOLOGI PERKEMBANGAN 2

DOSEN PENGAMPU : SRI NURHAYATI

NAMA : ILHAM ALLE PRAKOSO


KELAS : 2PA34
NPM : 11521609

1. Tahapan perkembangan PIAGET


Jean Piaget mempunyai teori tentang tahapan perkembangan intelaktual
menurut dia perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir logis
dari masa bayi hingga dewasa, teori ini mempunyai 4 tahapan, yaitu :

a. Tahap sensori-motor : 0-1,5 tahun


b. Tahap pra-operasional : 1,5 – 6 tahun
c. Tahap operasional konkrit : 6 – 12 tahun
d. Tahap operasional formal : 12 tahun ke atas

a. Tahap sensori-motor
Sepanjang tahap ini mulai dari lahir hingga berusia dua tahun, bayi belajar
tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka melalui indera mereka yang
sedang berkembang dan melalui aktivitas motor. Aktivitas kognitif
terpusat pada aspek alat indra (sensori) dan gerak (motor), artinya dalam
peringkat ini, anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan
dengan melalui alat drianya dan pergerakannya.
b. Tahap pra-operasional
Pada tingkat ini, anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam
menghadapi
berbagai hal diluar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai
sistem yang
teroganisasikan. Anak sudah dapat memahami realitas di lingkungan
dengan menggunakan tanda –tanda dan simbol. Cara berpikir anak pada
pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis.

c. Tahap operasional konkrit


Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran
logika atau operasi, tetapi hanya untuk objek fisik yang ada saat ini.
Dalam tahap ini, anak telah hilang kecenderungan terhadap animism dan
articialisme. Egosentrisnya berkurang dan kemampuannya dalam tugas-
tugas konservasi menjadi lebih baik. Namun, tanpa objek fisik di hadapan
mereka, anak-anak pada tahap operasional kongkrit masih mengalami
kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.

d. Tahap operasional formal


Pada umur 12 tahun keatas, timbul periode operasi baru. Periode ini anak
dapat menggunakan operasi-operasi konkritnya untuk membentuk operasi
yang lebih kompleks. ( Matt Jarvis, 2011:111). Kemajuan pada anak
selama periode ini ialah ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda
atau peristiwa konkrit, ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak.
Anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan tidak
dibingungkan oleh sisi argumen dan karena itu disebut operasional formal.

2. Tahapan perkembangan ERIK ERIKSON


Teori erik menekankan adanya delapahn tahapan perkembangan
sepanjang rentan kehidupan. Pada masing-masing tahapan terdapat krisis
pribadi yang berbeda-beda. Untuk itu, pada tiap tahapan juga terdapat
pembelajaan utama (virtue) apabila mampu melewati krisis tsb. 8 tahapan
nya yaitu :
a. Membangun kepercayaan (trust vs mistrust).
b. Membangan otonomi (autnomy vs shame and doubt).
c. Berinisiatif vs rasa bersalah (initiative vs guilt).
d. Merasa mampu (industry vs inferiority).
e. Membangun identitas (identity vs confusion).
f. Menjalin kedekatan (intimacy vs isolation).
g. Dewasa (generativity vs stagnation).
h. Kematangan (integrity vs depasir).

a. Membangun kepercayaan
Sejak lahir bayi hingga usia 18 bulan merupakan tahap awal
perkembangan kepribadian anak. Bayi belajar untuk mempercayai orang
lain, terutama orang yang mengasuhnya. Jika bayi merasa diperhatikan
dengan baik, Ia akan mengembangkan rasa percaya pada orang lain dan
merasa aman. Sebaliknya, saat bayi merasa diabaikan, ia mungkin merasa
sulit untuk mempercayai orang lain, curiga, hingga cemas. Situasi ini
dapat menyebabkan perkembangan rasa takut di masa mendatang.

b. Membangun otonomi
Pada tahap kedua, bayi sudah tumbuh menjadi anak-anak dengan
kemampuan pengendalian diri yang lebih besar. Anak-anak menjadi
mandiri. Fase otonomi vs rasa malu dan ragu dan ragu ini cukup krusial.
Hasil akhir dari proses ini terkait keinginan atau kemauan. Jika berhasil,
anak akan memiliki kendali atas dirinya. Jika gagal, anak akan merasa
malu dan penuh keraguan.

c. Berinisiatif vs rasa bersalah


Anak mulai mengembangkan inisiatif. Mereka cenderung banyak bertanya
dan mencoba hal-hal baru di sekitar mereka. Jika rasa tahu ini ingin
dipupuk, anak bisa mengembangkan kepercayaan diri untuk mengambil
inisiatif. Sebaliknya, apabila anak sering dilarang atu di kritik sehingga
rasa ingin tahunya tak terpenuhi, maka anak akan tumbuh dengan
perasaan takut, ragu, dan tidak memiliki rasa percaya diri untuk
mengambil keputusan.

d. Merasa mampu
Melalu interaksi sosial, anak mulai merasa bangga saat sukses melakukan
sesuatu. pada usia sekolah, mereka harus menghadapi tantangan sosial dan
akademik. Dalem fase ini, mereka yang berhasil melewatinya akan merasa
kompeten dan akhirnya membentuk kepercayaan diri. Sementara yang
gagal, tumbuh dengan kepercayaan diri yang rendah dan jadi kurang bisa
menghargai diri sendiri.

e. Membangun identitas
Konflik identitas dan kebingungan peran terjadi pada usia remaja. Ini akan
mempengaruhi kehidupanya di masa depan. seorang remaja mungkin akan
mencoba peran yang berbeda untuk menemukan yang paling cocok. Jika
berhasil, ia akan mampu mempertahankan identitasnya secara konsisten.
Jika gagal, seorang remaja bisa mengalamin kriris identitas dan bingung
akan masa depan yang ia inginkan. Selain itu, kegagalan bisa saja
menimbulkan keraguan tentang kemampuan diri sendiri.

f. Menjalin kedekatan
Pada tahap psikososial ini, manusia berfokus pada pengembangan
hubungan dekatb dan penuh kasih dengan orang lain. Pada tahap ini kita
akan mulai mengenal pacaran, pernikahan, membangun keliuarga, dan
persahabatan. Ketika hubungan cinta dengan orang lain berhasil, ia akan
mengalami cinta dan menikmati keintiman (hubunga yang sangat dekat).
Sementara yang gagal akan merasa terisolasi.
g. Dewasa
Di tahap dewasa ini, anda akan berfokus pada kontibusi kepada masyrakat
dan generasi berikutnya, termasuk membesarkan anak. Anda yang
berhasil akan merasa berguna karena bisa berkontibusi pada masa depan
masyrakat. Jika gagal, anda akan merasa tidak berkontribusi apa-apa
untuk dunia. Akhirnya, anda akan merasa stagnan dan merasa tidak
produktif.

h. Kematangan
Pada tahap ini, anda akan mereflesikan apa yang telah dilakukan saat
menjalani masa muda. Jika puas dengan pencapain anda, maka anda akan
merasa cukup. Akan tetapi, saat tidak puas, anda akan merasa menyesal
dan putus asa. Hasil akhir dari tahap psikososial ini adalah kebijaksanaan.

3. Tahap penalaran moral KOHLBERG

Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg


menunjukkan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran
yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan
nilai kebudayaan. Tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas
spontan pada anak-anak. Sementara Kohlberg lebih menekankan
penalaran moral sebagai konstruk. Istilah konstruk serupa dengan konsep
akan tetapi ada perbedaan. Konsep mengekspresikan suatu bentuk
abstraksi melalui generalisasi dari suatu yang spesifik. Perkembangan
moral anak terbentuk melalui fase-fase atau periode-periode seperti
halnya perkembangan aspek-aspek lainya. Tiap fase perkembangan
mempunyai cirri-ciri moralitas yang telah dapat dicapai oleh anak,
sekalipun dalam hal ini tidak ada perbedaan atas batas-batas yang jelas
dan lebih bergantung pada setiap individu dari pada norma-norma
umunya yang terjadi pada anak-anak. Tahap-tahap perkembangan
penalaran moral dibagi menjadi 3 tingkat, yang terdiri dari
prakonvensional, konvensional, dan pascakonvensional. Tiga tingkat
tersebut kemudian dibagi atas enam tahap.

a. penalaran prakonvensional

menurut Kohlberg adalah tingkatan terendah dalam teori perkembangan


moral. Pada tingkatan ini individu belum memperlihatkan adanya
internalisasi dari nilai-nilai moral, penalaran moral dikontrol oleh hadiah
dan hukuman eksternal.

 Tahap 1. Moralitas heteronom (heteronom morality), adalah orientasi


pada hukuman dan rasa hormat yang tidak dipersoalkan terhadap
kekuasaan yang lebih tinggi. Akibat fisik tindakan, terlepas arti atau nilai
manusiawinya menentukan sifat baik dan sifat buruk dari tindakan itu.
Sebagai contoh, anak-anak berfikir bahwa mereka harus mentaati orang
dewasa karena orang dewasa mengatakan mereka harus taat.
 Tahap 2. Individualism, tujuan instrumental, dan pertukaran
(individualism,instrumental purpose, and exchange), adalah tahap kedua
dari perkembangan moral prakonvensional. Perbuatan yang benar adalah
perbuatan yang secara instrumental memuaskan kebutuhan individu
sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang lain. Hubungan antar
manusia dipandang sebagai hubungan timbal balik, unsur kewajaran dan
persamaan pembagian. Orang bersikap ramah kepada orang lain supaya
orang lain juga bersikap manis kepada kita.

b. Penalaran Konvensional

menurut Kohlberg adalah penalaran tingkat kedua atau menengah dalam


teori perkembangan. Internalisasi yang dilakukan bersifat menengah.
Individu –individu mengikuti standart-standart tertentu (internal), namun
standart-standart itu ditetapkan oleh orang lain (eksternal),
misalnya oleh orang tua atau pemerintah.

 Tahap 3. Orientasi “anak manis”. Perilaku yang baik adalah perilaku


yang menyenangkan atau yang membantu orang lain dan yang disetujui
oleh mereka. Ditahap ini anak-anak yang sekarang memasuki usia
remaja melihat moralitas lebih dari pada hanya urusan-urusan sederhana.
Mereka percaya manusia mestinya hidup menurut harapan keluarga dan
komunitas dan bertindak dengan cara cara yang baik. Tingkah laku yang
baik berarti memiliki motif dan perasaan antar pribadi yang baik seperti
kasih, empati, rasa percaya dan kepedulian pada orang lain. Seperti
sudah disebutkan sebelumnya terdapat kemiripan ketiga tahapan pertama
Kohlberg dan dua tahapan Piaget. Pada mereka terdapat suatu pergeseran
dari kepatuhan tak bersyarat menuju pandangan yang relativistic dan
kepedulian akan motif motif yang baik. Namun bedanya, menurut
Kohlberg pergeseran ini terjadi dalam tiga tahapan, bukan dua.
 Tahap 4. Moralitas sistem sosial (social system morality) Orientasi
terhadap otoritas, peraturan yang pasti dan pemeliharaan tata aturan
sosial. Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas, memperlihatkan
rasa hormat terhadap otoritas dan pemeliharaan tata aturan sosial tertentu
demi tata aturan itu sendiri. Orang mendapatkan rasa hormat dengan
berperilaku menurut kewajibanya. Dalam tahap ini penilaian moral
didasarkan pada pemahaman mengenai keteraturan sosial hokum,
keadilan dan tugas. Contohnya, remaja berpikir agar komunitas dapat
bekerja secara efektif, maka komunitas perlu dilindungi oleh hukum
yang ditaati oleh para anggotanya.

c. Penalaran Pascakonvensional

adalah tingkat tertinggi dalam teori perkembangan moral menurut


Kohlberg. Pada tingkat ini moralitas sepenuhnya diinternalisasikan dan
tidak didasarkan pada standar standar orang lain. Individu mengenali
kembali alternatif pelajaran pelajaran moral, mengeksplorasi pilihan-
pilihanya dan kemudian menentukan aturan-aturan moral personalnya.
Tingkat ini terdiri dari dua tahap yaitu:

 Tahap 5. Kontrak sosial atau kegunaan dan hak-hak individu pada tahap
ini individu bernalar bahwa berbagai nilai, hak dan prinsip perlu
melandasi atau melampaui hokum. Seseorang mengevaluasi validitas
dari hokum yang ada, dan sistem sosial dapat dinilai menurut sejauh
mana system sosial tersebut menjamin dan melindungi hak-hak dan
nilai-nilai individu.
 Tahap 6. Prinsip etika universal menurut Kohlberg dalam tahap ini
seseorang mengembangkan sebuah standart moral berdasarkan hak-hak
manusia universal. Ketika dihadapkan pada sebuah konflik antara hokum
dan suara hati, seseorang bernalar bahwa suara hati sebaiknya diikuti,
meskipun keputusanya mungkin memiliki risiko.

4. Tipe status identitas JAMES E MARCIA

Menurut james marcia identitas diri merujuk kepada pengorganisasian


atau pengaturan dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan dan
keyakinan-keyakinan ke dalam citra diri secara konsisten yang meliputi
kemampuan memilih dan mengambil keputusan baik menyangkut
pekerjaan, orientasi, identitas seksual dan filsafat hidup. Dan marcia juga
menyebutkan bahwa proses pembentukan identitas diri dapat dilihat dari
dua elemen penting, yaitu usaha untuk mencari informasi serta
pemahaman mendalam mengenai informasi tersebut, hal ini disebut
dengan eksplorasi (exploration), dan upaya untuk melaksanakan pilihan
yang telah ia buat, hal ini disebut sebagai komitmen (commitment).
James meyakini bahwa teori perkembangan identitas mengandung empat
status identitas, yaitu: difusi identitas (identity diffusion), membuka
identitas (identity foreclosure), moratorium identitas (identity
moratorium), dan pencapaian dalam identitas (identity achievement).

a. Identity diffusion
Identity diffusion atau difusi identitas merupakan istilah bagi remaja
yang memiliki tingkat eksplorasi dan komitmen yang sangat rendah.
Remaja tidak memiliki keinginan untuk mencari informasi yang
diperlukan sehingga tidak dapat membandingkan satu opsi dengan opsi
yang lain, individu juga akan merasa kesulitan dalam membuat
keputusan secara mandiri. Status identitas diffusion pada remaja
menandakan bentuk ketidakpedulian dan ketidaktertarikan terhadap arah
hidupnya ssehingga sangat mudah terbawa arus oleh faktor eksternal.
b. Identity moratorium
Identity moratorium terbentuk dari hasil eksplorasi yang cukup baik,
akan tetapi tidak didukung dengan komitmen sehingga remaja kurang
teguh dalam mempertahankan pilihan yang telah ia buat dan mudah
goyah jika terdapat pilihan atau alternatif lain yang baru dieksplorasi.
Remaja dalam kategori identitas moratorium berada ditengah-tengah
krisis namun tidak mampu membuat komitmen secara mandiri, ia harus
dibantu oleh orangtua atau faktor eksternal lainnya dalam membuat
suatu keputusan.

c. Identity foreclosure
Identity foreclosure adalah istilah yang digunakan untuk remaja yang
telah melakukan eksplorasi namun tidak secara maksimal. Remaja tidak
mencari informasi secara penuh dan cenderung malas untuk mencari
alternatif-alternatif lain dari suatu pilihan. Pilihan yang ia buat tidak
melalui pemahaman yang lengkap, namun ia mampu berkomitmen
dengan suatu pilihan yang telah ia tentukan dan tidak tergoyahkan oleh
alternatif baru yang ia temukan. Status identitas foreclosure pada remaja
menggambarkan penggunaan nilai, tujuan, cita-cita dan keyakinan yang
diambil langsung dari orangtua ataupun figur lain yang berpengaruh
tanpa adanya pengalaman atau hal kritis yang dialami olehnya.

d. Identity achievement
Identity achievement atau pencapaian identitas adalah istilah yang
digunakan untuk remaja yang sudah berhasil menggali dan
mempertimbangkan segala informasi penting baginya sehingga ia
mampu membuat keputusan secara tepat dan cermat. Individu dalam
kategori identity achievement juga mampu menunjukkan kesetian
terhadap suatu pilihan yang telah ia buat.

5. Model rentang kehidupan perkembangan kognitif K. Warner Schaie

Menurut K. Warner Schaie perkembangan kognitif melihat pengunaan


intelek yang berkembang dalam suatu konteks sosial, seputar beberapa
tujuan yang muncul di berbagai tahap kehidupan. Tujuan ini dimulai dari
perolehan informasi dan keterampilan yang perlu diketahui ke integrasi
praktis dari pengetahuan dan keterampilan tersebut. Tahap
perkembangan kognitif pada orang dewasa menurut W. K.Schaie
tersebut yaitu:

a. Tahap pemerolehan (acquisitive stage)-> kanak kanak dan remaja.

b. Tahap pencapaian (achieve stage) -> remaja akhir/awal 20 thn –


awal 30 thn.
c. Tahap tanggung jawab (responsible stage) -> akhir thn 30 – awal 60
thn.
d. Tahap eksekutif (executive stage) -> 30–40 thn – paruh baya.
e. Tahap reorganisasional (reorganizational stage) -> akhir paruh
baya – awal lansia.
f. Tahap reintegrasi (reintegrative stage) -> lansia.
g. Tahap penciptaan warisan (legacy-creating stage)  -> lansia.

Penjelasanya :

a. Tahap pemerolehan (acquisitive stage)-> kanak kanak dan remaja.

Tahap ini adalah fase dimana anak dan remaja mempelajari suatu
informasi dan keterampilan namun sebagian besar melakukan dengan
sekedar mendapatkannya sebagai persiapan untuk keterlibatan di dalam
susunan masyarakat. Individu dewasa awal mendapatkannya melalui
jalur pendidikan yang juga menjadi bagian dari proses perkembangan
kognitif remaja. Tugas individu dalam fase ini adalah untuk
mendapatkan keahlian, pengetahuan dan intelektualitas.

b. Tahap pencapaian (achieve stage) -> remaja akhir/awal 20 thn –


awal 30 thn.

Tahap perkembangan kognitif pada orang dewasa muda  yang berarti


mereka menggunakan pengetahuan untuk mendapatkan keahlian dan
kemandirian sebagai tujuan pribadinya. Ini adalah masa pencapaian
prestasi individu, dimana mulai memiliki kemampuan untuk
mempraktekkan semua potensi intelektual, bakat dan minat, pengetahuan
dan juga keterampilan yang dimiliki dan diperoleh pada tahap
sebelumnya di dunia karir, membangun keluarga.

c. Tahap tanggung jawab (responsible stage) -> akhir thn 30 – awal 60


thn.

Orang-orang pada usia paruh baya menggunakan pikiran mereka untuk


memecahkan masalah praktis yang berhubungan dengan tanggung jawab
terhadap orang lain, seperti anggota keluarga dan karyawan.
d. Tahap eksekutif (executive stage) -> 30–40 thn – paruh baya.

Ini adalah masa dimana dewasa paruh baya atau dewasa tengah mulai
menghadapi banyak tingkat hubungan yang kompleks dan mulai
bertanggung jawab terhadap kehidupan sosialnya. Biasanya individu
tersebut telah mencapai puncak karirnya sehingga memiliki pekerjaan
yang mapan, termasuk peran dan tanggung jawab yang lebih besar
daripada sebelumnya dalam organisasi yang telah dirintis sejak masa
dewasa muda.

e. Tahap reorganisasional (reorganizational stage) -> akhir paruh


baya – awal lansia.

Individu-individu yang memasuki usia pensiun mengatur ulang


kehidupan dan energi intelektual mereka disekitar pengejaran-pengejaran
yang bermakna yang merupakan pekerjaan-pekerjaan yang diberi upah.

f. Tahap reintegrasi (reintegrative stage) -> lansia.

Dewasa yang lebih tua, yang mungkin melepaskan keterlibatan sosial


tertentunya dan yang fungsi kognitifnya mungkin terbatasi oleh
perubahan biologis, sering kali lebih selektif dalam memilih tugas yang
mereka upayakan. Mereka berfokus pada tujuan kegiatan mereka dan
berkonsentrasi pada tugas-tugas yang paling bermakna bagi mereka.

g. Tahap penciptaan warisan (legacy-creating stage)  -> lansia.

Mendekati akhir hidup, ketika reintegrasi telah utuh (atau sedang


berjalan), orang-orang lanjut usia mungkin membuat instruksi untuk
menentukan kepemilihan dari barang-barang mereka, merencanakan
pengaturan pemakaman, dan menyampaikan sejarah secara lisan, atau
menulis cerita hidup mereka sebagai warisan bagi orang-orang yang
mereka cintai. Tugas-tugas ini melibatkan pelatihan kompetensi kognitif
dalam konteks sosial dan emosional.

6. Level perkembangan moral Carol Gilligan

Carol gilligan memilik teori sendiri atas perkembangan moral yang mana
teori ini hasil kritik dari teori gurunya yaitu lawrance kohlberg, dimana
menurut carol dalam In Different Voice memaparkan tahapan
perkembangan moral perempuan yang dianggapnya tidak bisa
disamakan dengan laki-laki. Sedangkan menurut lawrance bahwa
perkembangan moral anak laki-laki membuat anak laki-laki lebih dewasa
daripada anak perempuan.
Gilligan memulai studi dan mempertanyakan kembali tentang
perkembangan perempuan karena kurangnya perhatian terutama riset
dibidang psikologi terhadap perempuan dan remaja perempuan. Gilligan
menemukan suatu perasaan mendalam dari kesakitan dan keputusan
yang melingkupi yang tidak berkaitan dengan apa yang ingin mereka
kemukakan. Berdasarkan penelitiannya, Gilligan menemukan bahwa
perempuan lebih menekanan aspek relasi (hubungan) dibandingkan laki-
laki. Dari temuan inilah Gilligan membuat kerangka kerja tentang ‘suara
yang berbeda’, hal ini juga mengubah perbindangan dalam moral.
Dari kasus tersebut carol berpendapat bahwa penalaran moral di bedakan
dengan dua persepektif yang mengorganisasikan pikiran dengan cara
yang berbeda-beda: pada laki-laki, definisi moral ada dalm istilah
keadilan (justice), sedangkan perempuan, mendefiniskan moral bukan
dalam istilah, hak,namun lebih banyak pada istilah tanggung jawab
(responsibility) dan kepedulian (care). Karena perempuan
mengidentifikasikan dirinya melalui koneksi
(hubungan) dan takut akan pemisahan (separation), sementara laki-laki
mengidentifikasikan diri melalui pemisahan dan takut akan hubungan.
Perempuan lebih sensitif terhadap kebutuhan orang lain yang dapat
menjadi kelemahan. Perempuan melihat moralitas dalam istilah
kepedulian, tanggung jawab dan hubungan, sedangkan laki-laki melihat
moralitas dalam hak-hak mereka tanpa mengganggu hak orang lain.
perempuan tidak hanya menetapkan dirinya dekat dengan hubungan
kemanusiaan namun juga menilai dirinya memiliki kemampuan untuk
peduli. Peduli berarti aktifitas hubungan, memperhatikan dan
bertanggung jawab atas kebutuhan, mempedulikan dunia dengan cara
berhubungan sehingga tak satupun tertinggal sendirian. Kematangan
moral bagi perempuan adalah kemampuan untuk menyeimbangkan
kepeduliannya pada orang lain dan kepeduliannya pada diri sendiri.
Peremuan menjelaskan moralitas moralitas sebagi suatu ketegangan
konstan antara menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dan
sekaligus sebagai suatu keseluruhan entitas diri dan mereka melihat
kemampuan untuk hidup dengan ketegangan merupakan suatu sumber
karakter dan kekuatan moral. Sehingga carold mengemukakan urutan
perkembangan moral menjadi 3 tingkat dan 2 transisi yang berorientasi
kepedulian sebagai berikut :

a. Tingkat 1 : orientasi of individual surivival (memfokuskan ada apa


yang terbaik untuk dirinya)
b. Transisi 1 : dari selfishness ke responsibility (memenntingkan diri
sendiri ke tanggung jawab)
c. Tingkat 2 : goodness as self sacrifice ( memfokuskan konsekuensi
tindakan pada kebutuhan orang lain)
d. Transisi 2 : dari goodness ke truth (kebaikan ke kebenaran)
e. Tingkat 3 : Morality of Nonviolence ( memfokuskan pada
perintah/keputusan tentang apakah hal yang dilakukan
membahayakan atau tidak membahayakan orang lain, termasuk
diri sendiri)

Penjelasan nya :
a. Tingkat 1 : orientasi of individual surivival (memfokuskan ada apa
yang terbaik untuk dirinya)

perhatian awal mengenai kepedulian pada diri sendiri pada apa yang
praktis dan terbaik baginya untuk menjamin kelangsungan hidup diikuti
oleh tahap peralihan, pada tingkat ini ada penilaian egois.

b. Transisi 1 : dari selfishness ke responsibility (memenntingkan diri


sendiri ke tanggung jawab)

Perempuan menyadari hubungan nya dengan orang lain dan berfikir


tentang pemahaman mengenai bertanggung jawab dengan apa sehubungan
orang lain (termasuk bayinya yang belum lahir) dan dirinya sendiri.

c. Tingkat 2 : goodness as self sacrifice ( memfokuskan konsekuensi


tindakan pada kebutuhan orang lain)

Kebijakan konvensional feminime medikte untuk mengorbankan harapan


seorang perempuan demi apa yang orang lain inginkan darinya dan
pikirkan tentang dirinya. Ia menganggap dirinya bertanggung jawab atas
pilihanya. Ia berada dalam posisi bergantung pada orang lain, posisi
dimana usaha tidak langsungnya untuk mengendalikan seringkali malah
menjadi manipulasi, kadang dengan menggunakan rasa bersalah.

d. Transisi 2 : dari goodness ke truth (kebaikan ke kebenaran)

Perempuan menilai keputsan-keputusanya tidak berdasarkan pada


bagaimana orang lain akan bereaksi tapi berdasarkan intesinya dan
konsekuensi dan tindakanya. Ia mengembangkan penilain baru yang
mempertimbangkan kebutuhanya sendiri sambil juga kebutuhan orang
lain. ia ingin menjadi baik dan bertanggung jawab terhadap orang lain
tetapi juga ingin menjadi jujur dengan bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri. Kelangsungan hidup menjadi ke khawatiran utama.

e. Tingkat 3 : Morality of Nonviolence ( memfokuskan pada


perintah/keputusan tentang apakah hal yang dilakukan
membahayakan atau tidak membahayakan orang lain, termasuk diri
sendiri)

Dengan mengangkat aturan untuk tidak menyakiti orang lain (termasuk


dirinya sendiri) menjadi prinsip yang melandasi seluruh penilain dan
tindakan moral, perempuan membangun kesetaraan moral antara dirinya
dan orang lain kemudian mampu menanggung beban tanggung jawab atas
dilema moral.

Anda mungkin juga menyukai