Ketika berbicara tentang ABH, maka hal yang menjadi perhatian adalah anak sebagai pelaku.
Untuk memahami mengapa anak bisa sampai melakukan tindak kejahatan, maka harus dipahami
tentang bagaimana cara anak berpikir dan berperilaku sehingga pertanyaan tentang sejauh mana
mereka paham akan perbuatan mereka dan dapat bertanggung jawab atas perbuatan mereka
serta jenis hukuman atau rehabilitasi seperti apa yang sesuai dengan jenis kejahatan mereka.
Selain anak sebagai pelaku, anak juga dapat bertindak sebagai saksi dan korban. Bagaimana cara
yang terbaik untuk mewawancarai anak, tingkat kepercayaan akan kesaksian anak, serta dampak
jangka panjang dari trauma masa kecil seperti perundungan baik fisik maupun seksual pada anak,
menjadi suatu hal yang penting untuk dipahami sehingga tercapai keadilan bagi pelaku dan
korban.
Remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja dipenuhi
dengan resiko yang berdampak pada perkembangan mereka, namun juga memiliki potensi
terhadap pertumbuhan dan perkembangan secara fisik, kognitif, dan psikososial.
A. Perkembangan Kognitif
Ada beberapa aspek yang dapat menunjukkan kematangan fungsi kognitif dari remaja.
Walaupun cara berpikir remaja masih kurang matang dalam beberapa hal, mereka sudah
mampu untuk berpikir secara abstrak dan memiliki penilaian moral yang kompleks, serta
mereka juga sudah mulai mampu untuk melakukan perencanaan masa depan dengan
lebih realistis.
B. Perkembangan Psikososial
1. Perkembangan Psikososial menurut Erik Erikson
Dalam setiap tahap perkembangannya, anak akan menghadapi tantangan
perkembangan yang harus ia selesaikan. Tantangan-tantangan yang tidak mampu
diatasi oleh anak berakibat pada kesulitan anak untuk beradaptasi dan masalah
emosional yang akan tercermin pada perilakunya. Menurut teori perkembangan
psikososial Erik Erikson (dalam Bjorklun dan Blasi, 2012), ada 8 tantangan yang harus
diselesaikan oleh manusia selama hidupnya, dan 5 diantaranya dihadapi selama
masa kanak-kanak dan remaja:
Sebagai kelompok, keluarga yang sehat memiliki beberapa karakteristik yang sama.
Keluarga yang sukses, bahagia, dan kuat memiliki keseimbangan dalam berbagai hal.
Keluarga paham tentang isu apa yang harus menjadi perhatian dan bagaimana
menangani isu-isu tersebut. Secara umum, keluarga yang sehat akan memaksimalkan
berbagai faktor yang diinteraksikan secara kompleks namun dengan cara yang positif.
Diana Baumrind meneliti tipe-tipe pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dan
menemukan terdapat 3 jenis pola asuh yaitu: authoritarian, authoritative dan
permissive. Kemudian Maccoby & Martin menambahkan satu jenis pola asuh lagi
dengan pola asuh uninvolved/ neglectful.
Anak belajar untuk melakukan hal-hal baru dengan cara mengamati lingkungannya. Bandura
yakin, bahwa observasi memberikan jalan pada anak untuk belajar tanpa harus melakukan
perilaku apapun. Bandura yakin bahwa pembelajaran melalui observasi lebih efisien daripada
belajar melalui pengalaman langsung. Dengan mengobservasi orang lain, anak tidak perlu
mengalami berbagai respons yang dapat berakibat pada hukuman atau tanpa menghasilkan
penguatan sama sekali (Feist & Feist, 2009)
Contoh:
Anak-anak mengobservasi karakter yang ada di televisi dan mengulang apa yang dilihat atau
didengarnya, mereka tidak perlu melakukan perilaku yang acak, berharap perilaku tersebut akan
diberikan pernghargaan.
Elemen inti dari pembelajaran melalui observasi adalah modeling, yang difasilitasi dengan
mengobservasi aktivitas yang tepat, melalui pengkodean dengan benar dari peristiwa tersebut
sebangai representasi di dalam ingatan, melakukan perilaku tersebut secara aktual, dan
termotivasi dengan cukup
Pembelajaran melalui modeling meliputi menambahi atau mengurangi suatu perilaku yang
diobservasi dan mengeneralisasi dari satu observasi ke observasi yang lainnya. Dengan kata lain,
modeling meliputi proses kognitif dan bukan sekedar melakukan imitasi.
Faktor yang menentukan apakah seseorang akan belajar dari seorang model dalam suatu situasi:
1. Karakteristik model sangat penting
Anak lebih mungkin mengikuti orang yang memiliki status tinggi daripada yang memiliki
status rendah, yang kompeten daripada yang tidak kompeten, dan yang memiliki kekuatan
daripada yang tidak. Orang lain (baik teman sebaya maupun orang dewasa) yang
dianggap memiliki pengaruh terhadap lingkungannya akan cenderung diikuti dan ditiru,
terlepas dari benar atau tidaknya perilaku yang ditunjukkan.
2. Karakteristik dari yang melakukan observasi
Anak-anak yang tidak mempunyai status, kemampuan, atau kekuatan, lebih mungkin
untuk melakukan modeling. Anak-anak melakukan modeling lebih banyak daripada orang
dewasa dalam proses mengakuisisi perilaku baru.
3. Konsekuensi dari perilaku yang ditiru
Semakin besar nilai yang ditaruh seseorang yang melakukan observasi pada suatu
perilaku, lebih memungkinkan untuk orang tersebut untuk mengambil perilaku tersebut.
Ketika suatu perilaku dilihat memiliki dampak yang cukup besar (misalnya, mendapat
penghormatan atau dikagumi oleh orang lain), maka perilaku tersebut memiliki peluang
yang besar untuk ditiru oleh anak.
2. Representasi
Agar sebuah observasi dapat mengarahkan pada pola respon yang baru, pola tersebut
harus direpresentasikan secara simbolis di dalam ingatan. Representasi simbolik tidak
perlu dalam bentuk verbal, karena beberapa observasi dipertahankan dalam bentuk
gambaran dan dapat dimunculkan tanpa adanya model secara fisik. Hal ini menyebabkan
pemberitaan-pemberitaan mengenai suatu peristiwa tetap dapat mempengaruhi proses
pembelajaran pada diri anak walaupun anak tidak melihat secara langsung peristiwa
tersebut.
3. Produksi perilaku
Setelah memperhatikan seorang model dan mempertahankan apa yang telah diobservasi,
kemudian kita memproduksi perilaku tersebut.
4. Motivasi
Pembelajaran melalui observasi paling efektif terjadi apabila pihak yang belajar termotivasi
untuk melakukan perilaku yang ditiru. Ketika anak yang biasa-biasa saja percaya bahwa
ketika ia melakukan perilaku tertentu akan dapat meningkatkan statusnya, maka
kemungkinan perilaku tersebut akan benar-benar dilakukan relatif lebih besar.
III. Sumber-Sumber
Materi - Bjorklun & Blasi (2012). Child and Adolescent Development:
an Integrated Approach. Belmont: Wadsworth, Cengage
Learning.
- Feist & Feist (2009). Theories of Personality 7th Ed
International Edition. New York: McGraw-Hill International
- Gladding (2002). Family therapy: history, theory, and
practice. Columbus: Merril Prentice Hall.
- Papalia, Olds & Feldman (2014). Experiencing Human
Development. New York: McGraw-Hill International
- Roesch, Zapf & Hart (2010). Forensic Psychology and Law.
New Jersey: John Wiley & Sons