Anda di halaman 1dari 6

Nama : Alan Gunawan

Nim : 41032161191025
Semester : II (Dua)
Prodi : PPKN
Mata Kuliah : Pendidikan Nilai dan Moral

1.teori perkembangan menurut Kohlberg

Perkembangan Moral Kohlberg

Perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan


perberkembangannya secara bertahap. Kohlberg menggunakan ceritera-ceritera tentang
dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan
bertindak  bila berada dalam persoalan moral yang sama. Dilema moral dalam penelitian
Kohlberg yang paling populer adalah Dilema Heinz.

Dilema Heinz

Salah satu dilema yang digunakan Kohlberg dalam penelitian awalnya adalah dilema
apoteker: Heinz Mencuri Obat di Eropa.

“Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus. Ada
satu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis radium
yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Biaya membuat obat
ini sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya 10X lebih mahal dari biaya
pembuatan obat tersebut. Untuk pembuatan 1 dosis obat ia membayar $200 dan menjualnya
$2.000. Suami pasien perempuan, Heinz pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam
uang, tetapi ia hanya dapat mengumpulkan $1.000 atau hanya setengah dari harga obat. Ia
memberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker bersedia
menjual obatnya lebih murah atau membolehkannya membayar setengahnya kemudian.
Tetapi sang apoteker berkata ”Tidak, aku menemukan obat, dan aku harus mendapatkan uang
dari obat itu.” Heinz menjadi nekat dan membongkar toko obat itu untuk mencuri obat bagi
istrinya.”
Respon dari cerita moral tersebut, yang menjadi dasar bagi Kohlberg menemukan
tahapan-tahapan moral dalam tingkatan-tingkatan tertentu. Konsep kunci untuk memahami
perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg, ialah internalisasi yakni perubahan
perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang
dikendalikan secara internal.

Tahapan Perkembangan Moral Kohlberg

Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam tiga


tingkatan, yaitu pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.

1. Pra-Konvensional

Pada tingkat ini, individu tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral.


Penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Dengan kata
lain aturan dikontrol oleh orang lain (eksternal) dan tingkah laku yang baik akan mendapat
hadiah dan tingkah laku yang buruk mendapatkan hukuman. Ada dua tahap dalam tingkatan
pra konvensional, yaitu

Tahap I. Orientasi hukuman dan ketaatan


Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas hukuman dan individu taat karena orang lain
menuntut mereka untuk taat.

Tahap II. Individualisme dan tujuan.


Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah) dan kepentingan sendiri.
Individu taat bila mereka ingin taat dan yang paling baik untuk kepentingan mereka adalah
taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan
hadiah.
2. Konvensional

Individu di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan


membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional
terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.

Tahap III. Individu memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau
menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut
merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba
menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut.

Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi
konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti
rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan
otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini.

Tahap IV. Pada tahap ini penalaran moral didasarkan pada kepatuhan akan
hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi
dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekadar kebutuhan akan
penerimaan individual seperti dalam tahap tiga tetapi kebutuhan masyarakat harus melebihi
kebutuhan pribadi.  Bila seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral, sehingga
celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari
yang baik. Hukum harus ditaati oleh semua orang.

3. Pasca-Konvensional

Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari
tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah
entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus
dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat “hakekat diri mendahului orang lain” ini
membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.
Pada tahapan ini individu berusaha mendapatkan perumusan nilai-nilai moral dan berusaha
merumuskan prinsip-prinsip yang sah.
Tahap V. Pada tahap ini disebut sebagai Keputusan Moral Berdasarkan Hukum atau
Legalitas (Sosial contract orientation). Benar salahnya suatu tindakan didasarkan atas hak-
hak individu dan norma-norma yang sudah teruji dimasyarakat. Disadari bahwa nilai-nilai
yang bersifat relatif, maka perlu ada usaha untuk mencapai suatu konsensus bersama.

Tahap VI. Pada tahap ini sering disebut Kata Hati atau Nurani Menentukan Apa Yang
Benar (The universal ethical principle orientation) Benar salahnya tindakan ditentukan oleh
keputusan suara nurani hati. Sesuai dengan prinsip prinsip etis yang bersifat abstrak. Pada
intinya prinsip etis itu adalah prinsip keadilan, kesamaan hak, hak asasi, hormat pada harkat
( nilai ) manusia sebagai pribadi. individu bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena
ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya.

2. Teori perkembangan moral menurut john piaget

Menurut  John Piaget dalam teori perkembangan moral membagi menjadi dua tahap, yaitu:
Heteronomous Morality (usia 5 - 10 tahun) Pada tahap perkembangan moral ini, anak
memandang aturan-aturan sebagai otoritas yang dimiliki oleh Tuhan, orang tua dan guru yang
tidak dapat dirubah, dan harus dipatuhi dengan sebaik-baiknya. Dan Autonomous Morality
atau Morality of Cooperation (usia 10 tahun keatas) Moral tumbuh melalui kesadaran, bahwa
orang dapat memilih pandangan yang berbeda terhadap tindakan moral. Pengalaman ini akan
tumbuh menjadi dasar penilaian anak terhadap suatu tingkah laku. Dalam perkembangan
selanjutnya, anak berusaha mengatasi konflik dengan cara-cara yang paling menguntungkan,
dan mulai menggunakan standar keadilan terhadap orang lain. Intisari menurut Penulis :
Piaget memiliki 2 tahap dalam perkembangan moralnya yaitu Heteronomous yang berarti
moral itu tidak dapat diubah dan hanya dimiliki orang-orang yang lebih dewasa dari si anak,
dan Autonomous yang berarti si anak mulai sadar dengan adanya moral maka anak tersebut
dapat dinilai baik dan buruknya.
3. Teori perkembangan menurut john dewey

Tahapan Perkembangan Moral seseorang itu ada 3 fase, di antaranya adalah :

a. Fase Pre Moral atau Pre Convenstional; sikap dan perilaku manusia banyak
dilandasi
oleh impuls biologis  dan social
Contoh:
ketika seorang anak yang dibesarkan di lingkungan jalanan, jauh dari suasana
keharmonisan, sepi dari nuansa saling menghargai, dan hampa dari rasa persaudaraan.
kekerasan, persaingan, dan saling berebutlah yang menjadi pelajaran hidup sehari-hari
mereka. sikap dan kepribadian yang munculpun sungguh sangat menyedihkan.
Mereka banyak menampilkan sikap tidak sopan ketika meminta-minta di lampu
merah, tidak mengenal tatakrama kehidupan, dan hampir tidak mampu membedakan
perbuatan baik dan buruk.

b. Tingkat Konvensional; perkembangan moral manusia banyak didasari oleh sikap


kritis kelompoknya
Contoh:
ketika anak manusia telah mengalami pertambahan usia dan menemukan lingkungan
baru dalam kehidupannya maka, faktor lingkungan itupun sangat besar memberikan
pola dalam menentukan sikap dan perilakunya. Di sinilah kita sadari bahwa
lingkungan pendidikan sangat dibutuhkan pada tahapan ini. Lingkungan yang
kondusif dan edukatif, akan mampu memberi sumbangsih terbesar dalam mendasari
kehidupan anak selanjutnya. Namun sebaliknya, bila anak dibesarkan dilingkungan
yang negatif maka nilai-nilai negatif pun dengan sendirinya akan mewarnai kehidupan
anak itu sendiri.

c. Autonomous; perkembangan manusia banyak dilandaskan pada pola pikirnya sendiri

Pendidikan memiliki peran sangat strategis sebab tanpa landasan pendidikan, manusia
akan banyak dikendalikan oleh dorongan kebutuhan biologisnya belaka ketika hendak
menentukan segala sesuatu.
Contoh:

Pada Tahapan terakhir seorang manusia setelah melewati tahapan awal kehidupannya,
dilanjutkan dengan pertambahan usia yang dijalani dengan hidup di lingkungannya maka
manusia itu sendiri akan mampu menentukan berbagai pilihan sikap dan kepribadiannya
dengan dasar pola berpikirnya sendiri. Itulah tahapan kedewasaan manusia. Namun perlu
dicermati bahwa bila manusia itu dibesarkan dengan pengalaman hidup yang mengandung
nilai edukatif maka faktor edukatif itu akan mampu memberikan pengaruh positif dalam
menentukan berbagai tindakannya. Tetapi lain halnya dengan seseorang yang tidak
mengalami proses kehidupan edukatif maka besar kemungkinan bentuk kedewasaannya
hanya terlihat dari faktor usia belaka, sementara sikap dan perilakunya jauh dari makna
kedewasaannya itu sendiri.

Anak Taman Kanak-Kanak, secara teoritis berada pada fase pertama dan kedua. Oleh
sebab itu, seorang guru Taman Kanak-Kanak perlu memperhatikan kedua karakteristik
tahapan perkembangan moral tersebut.

Referensi:

1. Duska, Ronald .1982. Perkembangan Moral: Perkenalan dengan Piaget dan Kohlberg,


Terjemahan Dwija Atmaka. Yogyakarta: Kanisius.
2. Kusdwiratri. 1983. Teori Perkembangan Kognitif. Bandung: Fakultas
Psikologi Unpad.
3. Santrock, J. W. 2010. A topical approach to life-span development (5th ed.). Boston:
McGraw-Hill Higher Education.

Anda mungkin juga menyukai