Anda di halaman 1dari 7

Tahap perkembangan moral Kohlberg

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang
berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence
Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago
berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya
akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral.[1] Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958
[2]
yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari
Kohlberg.

Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis,
mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan
dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget,[3] yang menyatakan
bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif.[4]

Tahapan-tahapan
Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan:
pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Mengikuti persyaratan yang
dikemukakan Piaget untuk suatu Teori perkembangan kognitif, adalah sangat jarang terjadi
kemunduran dalam tahapan-tahapan ini. Walaupun demikian, tidak ada suatu fungsi yang berada
dalam tahapan tertinggi sepanjang waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk melompati suatu
tahapan; setiap tahap memiliki perspektif yang baru dan diperlukan, dan lebih komprehensif,
beragam, dan terintegrasi dibanding tahap sebelumnya.[10][11]

Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi minat pribadi
( Apa untungnya buat saya?)
Tingkat 2 (Konvensional)
3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas
( Sikap anak baik)
4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial
( Moralitas hukum dan aturan)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
5. Orientasi kontrak sosial
6. Prinsip etika universal
( Principled conscience)

Pra-Konvensional

Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang
dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini.Seseorang yang berada dalam tingkat
pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya
langsung.Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral,
dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.

Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari
tindakan mereka yang dirasakan sendiri.Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara
moral bila orang yang melakukannya dihukum.Semakin keras hukuman diberikan dianggap
semakin salah tindakan itu.[12] Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain
berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.

Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan
dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada
kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap
kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu.”[4]
Dalam tahap dua perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat
intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda
dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan
diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat
relatif secara moral.

Konvensional

Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa.Orang di tahapan
ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan
harapan masyarakat.Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam
perkembangan moral.

Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial.

Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal
tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya.

Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut,[4] karena telah
mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut.

Dalam tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial
karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat
lebih dari sekadar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan
masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi.
Pasca-Konvensional

Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima dan
enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitas yang terpisah
dari masyarakat kini menjadi semakin jelas.Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif
masyarakat.Akibat ‘hakekat diri mendahului orang lain’ ini membuat tingkatan pasca-
konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.

Dalam tahap lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-
nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak.

Dalam tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika
universal.Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga
menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil.

Contoh dilema moral yang digunakan


Kohlberg menyusun Wawancara Keputusan Moral dalam disertasi aslinya pada tahun 1958.[2]
Selama kurang lebih 45 menit dalam wawancara semi-terstruktur yang direkam, pewawancara
menggunakan dilema-dilema moral untuk menentukan penalaran moral tahapan mana yang
digunakan partisipan.

Dilemanya berupa ceritera fiksi pendek yang menggambarkan situasi yang mengharuskan
seseorang membuat keputusan moral.

Dilema Heinz

Salah satu dilema yang digunakan Kohlberg dalam penelitian awalnya adalah dilema apoteker:
Heinz Mencuri Obat di Eropa.[5]

Seorang perempuan sudah hampir meninggal dunia akibat semacam kanker.Ada suatu obat yang
menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat itu adalah semacam radium yang baru saja
ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Obat itu mahal ongkos pembuatannya,
tetapi si apoteker menjualnya sepuluh kali lipat ongkos pembuatannya tersebut.Ia membayar
$200 untuk radium tersebut dan menjualnya $2.000 untuk satu dosis kecil obat tersebut. Suami
dari perempuan yang sakit, Heinz, pergi ke setiap orang yang dia kenal untuk meminjam uang,
tapi ia cuma memperoleh $1.000, setengah dari harga obat seharusnya. Ia berceritera kepada
apoteker bahwa isterinya sudah sekarat dan memintanya untuk dapat menjual obat dengan lebih
murah atau memperbolehkan dia melunasinya di kemudian hari. Tetapi si apoteker mengatakan:
“Tidak, saya yang menemukan obat itu dan saya akan mencari uang dari obat itu.” Heinz
menjadi putus asa dan membongkar apotek tersebut untuk mencuri obat demi istrinya.

Haruskah Heinz membongkar apotek itu untuk mencuri obat bagi isterinya?Mengapa?[5]
Dari sudut pandang teoretis, apa yang menurut partisipan perlu dilakukan oleh Heinz tidaklah
penting. Teori Kohlberg berpendapat bahwa justifikasi yang diberikan oleh partisipanlah yang
signifikan, bentuk dari repon mereka.[7]

Teori Perkembangan Lawrence Kohlberg

Lawrence Kohlberg dilahirkan pada 25 Oktober1927 di Bronxville, New York, Amerika Serikat
dan meninggal 19 Januari1987 pada umur 59 tahun. Beliau berasal dari sebuah keluarga
berada.Beliau belajar di Akademi Philips, sebuah pusat pengajian terkenal.Beliau mendaftar
ke Universiti Chicago pada tahun 1948 dan telah memperoleh gelaran sarjana dalam psikologi
dalam waktu hanya satu tahun.Beliau bunuh diri dengan menenggelamkan dirinya di Lautan
Atlantik akibat tekanan dan penderitaan penyakit yang merebak pada masa itu. 

Kohlberg terkenal dengan teori perkembangan moralnya melalui kajian yang telah dijalankan
di Pusat Havard untuk Pendidikan Moral.Teori yang dikemukakan oleh beliau ialah lanjutan
daripada Teori Jean Piaget. Menurut Kolhberg, pada tahap perkembangan tertentu, kanak-
kanak akan mempelajari apa yang betul dan apa yang salah. Dia juga akan memperaktikkan
kebaikan, kejujuran, kesetiaan, kepatuhan dan pelbagai jenis aspek moral yang lain,
walaupun beliau tidak mengetahui maksud moral yang sebenar. 

Teori perkembangan Lawrence Kohlberg berfokus kepada peringkat-peringkat perkembangan


moral dalam setiap individu.Lawrence Kohlberg menekankan bahawa individu berbeza
membuat penaakulan tentang pendedahan dan dan perkembangan moral masing-masing. 

Peringkat perkembangan moral bersifat hierarki, berstruktur, bersistematik, dan tidak


berbalik.Apabila individu berada pada peringkat yang lebih tinggi bermakna dia telah melalui
peringkat moral yang lebih rendah. Cara seseorang menganalisa menginterpretasikan serta 
membuat keputusan merupakan perkara yang sangat penting dalam perkembangan moral
secara keseluruhannya. 

Tahap yang paling bawah dalam penakulan moral ialah tahap Pra-Konvensional. Pada tahap ini
perlakuan dinilai berdasarkan ganjaran dan hukuman yang akan diterima akibat perlakuan
tersebut. Dalam tahap ini terdapat dua peringkat iaitu peringkat orientasi kepatuhan dan
hukuman dan peringkat orientasi jangkaan individu. 

Peringkat pertama ialah orientasi kepatuhan dan hukuman. Peringkat ini boleh dilihat pada
kanak-kanak yang berumur 4 tahun di mana penilaian oleh kanak-kanak ini bergantung kepada
kesan fizikal yang akan dikenakan ke atas mereka. Kepatuhan kanak-kanak kepada orang
dewasa adalah untuk mengelakkan dendaan. Mereka belum mempunyai kebolehan untuk
menilai sesuatu dari segi tujuan tetapi lebih tertumpu kepada akibat yang akan diterima.
Mereka tidak dapat membezakan apa yang betul atau salah merujuk kepada harapan
masyarakat. 

Peringkat kedua ialah orientasi ganjaran peribadi. Peringkat ini lebih menumpukan kepada
kehendak dan perasaan sendiri. Sesuatu perkara itu dinilai baik atau jahat adalah berdasarkan
penilaian terhadap kesan ke atas mereka. Ini bermakna apa yang dapat memuaskan hati atau
menggembirakan mereka itulah yang dianggap baik dan sebaliknya. Prinsip keadilan bagi
mereka ialah sekiranya perkara atau insiden itu berlaku kepada kedua-dua belah pihak.
Sebagai contoh jika Ahmad dicubit oleh Arif, jadi untuk berlaku adil Ahmad dibolehkan
mencubit Arif. 

Tahap pertengahan di dalam teori perkembangan moral Kohlberg ialah tahap Konvensional.
Dalam tahap ini, inividu sudah mula mengaplikasi peraturan berdasarkan sesuatu yang telah
ditetapkan oleh ibubapa, guru dan komuniti. Tahap ini mengandungi dua peringkat iaitu
orientasi perlakuan baik dan akur kepada sistem sosial. 
Peringkat ketiga ialah orientasi perlakuan baik. Pada peringkat ini, ciri utama yang
ditunjukkan ialah kecenderungan untuk menolong atau lebih dikenali dengan sifat alturistik.
Menolong orang lain yang berada dalam kesusahan atau menyiapkan kerja dianggap sesuatu
yang baik. Individu pada tahap ini menolong orang supaya beliau dianggap sebagai orang yang
baik. Gelaran budak baik ini penting kerana sikap ini diutamakan dalam kumpulan rakan
sebaya. 

Peringkat keempat ialah akur kepada sisitem sosial dan etika peraturan. Pada peringkat ini
kita dapat lihat dari segi penghormatan seseorang individu itu kepada undang-undang sedia
ada. Individu pada peringkat ini menghormati undang-undang di atas rasa keyakinan beliau
terhadap undang-undang yang ada dan sanggup pula memperjuangkannya. Kohlberg
berpendapat seseorang yang berada pada peringkat ini menilai nyawa itu sebagai sesuatu
yang kudus atau suci. Ramai remaja dan orang dewasa bertindak berdasarkan pemikiran moral
peringkat ini. 

Tahap penaakulan moral yang paling tinggi dalam perkembangan moral Kohlberg ialah Pos-
Konvensional. Pada tahap ini individu mula meneroka pilihan, memilih alternatif-alternatif
lain dalam penaakulan moral. Mereka mula mempunyai kod moral dan etika yang tersendiri.
Dua peringkat yang terdapat pada tahap ini ialah etika kontrak sosial dan hak individu dari
etika prinsip sejagat. 

Peringkat kelima ialah etik kontrak sosial dan hak individu. Pada peringkat ini, persoalan
seperti hak individu, maruah, keadilan, persetujuan serta tanggungjawab bersama menjadi
isu yang dititikberatkan. Tingkah laku moral adalah berteraskan kepada kepentingan sosial
dan perjuangan ke arah kedaulatan masyarakat. Individu pada peringkat ini menghormati
undang-undang tetapi percaya bahawa undang-undang perlu diubah suai untuk kesejahteraan
umat atau manusia. 

Peringkat keenam ialah etika prinsip sejagat. Pada peringkat ini individu menunjukkan ciri-ciri
tingkah laku moral berasaskan kesedaran kendiri yang meletakkan nyawa manusia, keadilan
dan maruah pada peringkat tertinggi. Kohlberg menyatakan bahawa individu pada peringkat
ini melanggar undang-undang bukan kerana tidak menghormatinya tetapi disebabkan oleh
rasa tanggungjawab dari segi prinsip etika hak-hak kemanusiaan. Mereka juga sanggup
menerima hukuman di atas kesalahan yang dilakukan dengan rela kerana menghormati
undang-undang yang telah ditetapkan. 

Anda mungkin juga menyukai