Anda di halaman 1dari 14

Lawrence Kohlberg menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada

penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Kohlberg sampai pada pandangannya setelah
20 tahun melakukan wawancara yang unik dengan anak-anak.

Dalam wawancara, anak-anak diberikan serangkaian cerita dimana tokoh-tokohnya menghadapi


dilema-dilema moral. Bagaimana anak-anak dalam penyikapi setiap cerita yang dilakukan oleh
masing-masing tokoh dalam cerita yang disampaikan oleh kohlberg. Berikut ini adalah salah satu
cerita dilema Kohlberg yang paling populer:

Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus. Ada suatu obat
yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis radium yang baru-
baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Biaya membuat obat ini sangat
mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya sepuluh kali lipat lebih mahal dari pembuatan
obat tersebut. Untuk pembuatan satu dosis kecil obat ia membayar 200 dolar dan menjualnya
2000 dolar. Suami pasien perempuan, Heinz, pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk
meminjam uang, tetapi ia hanya bisa mengumpulkan 1000 dolar atau hanya setengah dari harga
obat tersebut. Ia memberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker
bersedia menjual obatnya lebih murah atau memperbolehkannya membayar setengahnya
kemudian. Tetapi sang apoteker berkata, “Tidak, aku menemukan obat, dan aku harus
mendapatkan uang dari obat itu.” Heinz menjadi nekat dan membongkar toko obat itu untuk
mencuri obat bagi istrinya.

Cerita ini adalah salah satu dari sebelas cerita yang dikembangkan oleh Kohlberg untuk
menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Setelah membaca cerita, anak-anak menjadi
responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema moral. Haruskah Heinz mencuri
obat? Apakah mencuri obat tersebut benar atau salah? Mengapa? Apakah tugas suami untuk
mencuri obat bagi istrinya kalau ia tidak mendapatkannya dengan cara lain? Apakah apoteker
memiliki hak  untuk mengenakan harga semahal itu walaupun tidak ada suatu aturan hukum
yang membatasi harga? Mengapa atau mengapa tidak?

Berdasarkan penalaran di atas kohlberg kemudian merumuskan tiga tingkat perkembangan


moral, yang masing-masing tahap ditandai oleh dua tahap. Konsep kunci dari teori Kohlberg,
ialah internalisasi, yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara
eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.

Tingkat Satu: Penalaran Prakonvensional

Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral
Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, penalaran
moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman ekternal.

Tahap 1 : Orientasi hukuman dan ketaatan ialah tahap pertama dalam teori perkembangan moral
Kohlberg. Pada tahap ini perkembangan moral didasarkan atas hukuman. Anak-anak taat karena
orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
Tahap 2: Individualisme dan tujuan adalah tahap kedua dari teori ini. Pada tahap ini penalaran
moral didasarkan pada imbalan dan kepentingan diri sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin
taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang benar adalah apa
yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.

Tingkat Dua: Penalaran Konvensional

Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan
moral Kohlberg. Internalisasi individu pada tahap ini adalah menengah. Seorang mentaati
standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati standar-standar (internal) orang
lain, seperti orangtua atau masyarakat.

Tahap 3: Norma-norma interpersonal, pada tahap ini seseorang menghargai kebenaran,


kepedulian, dan kesetiaan pada orang lain sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral.
Anak anak sering mengadopsi standar-standar moral orangtuanya pada tahap ini, sambil
mengharapkan dihargai oelh orangtuanya sebagai seorang perempuan yang baik atau laki-laki
yang baik.

Tahap 4: Moralitas sistem sosial. Pada tahap ini, pertimbangan moral didasarkan atas
pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.

Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional

Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg.
Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-
standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan
kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.

Tahap 5: Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual, pada tahap ini seseorang mengalami
bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari
satu orang ke orang lain. Seseorang menyadari hukum penting bagi masyarakat, tetapi nilai-nilai
seperti kebebasan lebih penting dari pada hukum.

Tahap 6: Prinsip-prinsip etis universal, pada tahap ini seseorang telah mengembangkan suatu
standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang universal. Bila menghadapi konflik
secara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu
mungkin melibatkan resiko pribadi.
TEORI PERKEMBANGAN MORAL
MENURUT KOHLBERG
May 29, 2010 by Rofiah

A. Makna Perkembangan Moral


Perkembangan sosial merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang
anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak
masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan merupakan suatu proses pembentukan social self
(pribadi dalam masyarakat), yakni pembentukan pribadi dalam keluarga, bangsa dan budaya.
Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral, sebab perilaku
moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang
siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila menguasai pemikiran
norma perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran norma perilaku moral yang
diperlukan.

Seperti dalam proses perkembangan yang lannya, proses perkembangan sosial dan moral selalu
berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat
bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah,
keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat
menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma
moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam dunia psikologi belajar terdapat aneka ragam mazhab (aliran pemikiran) yang
berhubungan dengan perkembangan moral. Diantara ragam mazhab perkembangan sosial ini
paling menonjol dan layak dijadikan rujukan adalah :
1. Aliran teori cognitive Psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg.
2. Aliran teori Social Learning dengan tokoh utama Albert. Bandura dan R.H Walters.
Pada tokoh-tokoh psikologi tersebut telah banyak melakukan penelitia yang mana pada
penelitiannya setiap tahapan perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan
perkembangan perilaku moral yaitu perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat. Salah satu teori perkembangan moral adalah teori menurut Kohlberg.

B. Teori Perkembangan Moral Menurut Kohlberg.


Menurut teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama
pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Dalam Teori Kohlberg mendasarkan
teori perkembangan moral pada prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget. Menurut Kohlberg
sampai pada pandangannya setelah 20 tahun melakukan wawancara yang unik dengan anak-
anak. Dalam wawancara , anak-anak diberi serangkaian cerita dimana tokoh-tokohnya
menghadapi dilema-dilema moral. Berikut ini ialah dilema Kohlberg yang paling populer:
” Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus. Ada satu obat
yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis radium yang baru-
baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Biaya membuat obat ini sangat
mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya 10X lebih mahal dari biaya pembuatan obat
tersebut. Untuk pembuatan 1 dosis obat ia membayar $ 200 dan menjualnya $2.000. Suami
pasien perempuan, Heinz pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam uang, tetapi ia
hanya dapat mengumpulkan $1.000 atau hanya setengah dari harga obat. Ia memberitahu
apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker bersedia menjual obatnya
lebih murah atau membolehkannya membayar setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker
berkata ”tidak, aku menemukan obat, dan aku harus mendapatkan uang dari obat itu.” Heinz
menjadi nekat dan membongkar toko obat itu untuk mencuri obat bagi istrinya.”

Cerita ini adalah salah satu dari 11 cerita yang dikembangkan oleh Kohlberg untuk
menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Setelah membaca cerita, anak-anak yang menjadi
responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema moral. Haruskah Heinz mencuri
obat? Apakah mencuri obat tersebut benar atau salah? Pataskah suami yang baik itu mencuri?
Dll. Berdasarkan penalaran-penalaran yang diberikan oleh responden dalam merespon dilema
moral ini dan dilema moral lain. Dengan adanya cerita di atas menurut Kohlberg menyimpulkan
terdapat 3 tingkat perkembangan moral, yang masing-masing ditandai oleh 2 tahap.
Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg , ialah
internalisasi yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal
menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.
Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg terdapat 3 tingkat dan 6
tahap pada masing-masing tingkat terdapat 2 tahap diantaranya sebagai berikut :

Tingkat Satu : Penalaran Prakonvensional.


Penalaran Prakonvensional adalah : tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral
Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral- penalaran
moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Dengan kata lain aturan
dikontrol oleh orang lain (eksternal) dan tingkah laku yang baik akan mendapat hadiah dan
tingkah laku yang buruk mendapatkan hukuman.

Tahap I. Orientasi hukuman dan ketaatan


Yaitu : tahap pertama yang mana pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas hukuman dan
anak taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat.

Tahap II. Individualisme dan tujuan


Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah)dan kepentingan sendiri. Anak-
anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat.
Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.

Tingkat Dua : Penalaran Konvensional


Penalaran Konvensional merupakan suatu tingkat internalisasi individual menengah dimana
seseorang tersebut menaati stándar-stándar (Internal)tertentu, tetapi mereka tidak menaati
stándar-stándar orang lain (eksternal)seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.
Tahap III. Norma-norma Interpersonal
Yaitu : dimana seseorang menghargai kebenaran, keperdulian dan kesetiaan kepada orang lain
sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Seorang anak mengharapkan dihargai oleh
orang tuanya sebagai yang terbaik.
Tingkat IV. Moralitas Sistem Sosial
Yaitu : dimana suatu pertimbangan itu didasarkan atas pemahaman atuyran sosial, hukum-
hukum, keadilan, dan kewajiban.
Tingkat Tiga : Penalaran Pascakonvensional
Yaitu : Suatu pemikiran tingkat tinggi dimana moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak
didasarkan pada standar-standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral
alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode.

Tahap V. Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual


Yaitu : nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari
satu orang ke orang lain.

Tahap VI. Prinsip-prinsip Etis Universal


Yaitu : seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak
manusia universal. Dalam artian bila sseorang itu menghadapi konflik antara hukum dan suara
hati, seseorang akan mengikuti suara hati.

Pada perkembangan moral menurut Kohlberg menekankan dan yakin bahwa dalam ketentuan
diatas terjadi dalam suatu urutan berkaitan dengan usia. Pada masa usia sebelum 9 tahun anak
cenderung pada prakonvensional. Pada masa awal remaja cenderung pada konvensional dan pada
awal masa dewasa cenderung pada pascakonvensional. Demikian hasil teori perkembangan
moral menurut kohlberg dalam psikologi umum.
Ketika kita khususkan dalam memandang teori perkembangan moral dari sisi pendidikan pada
peserta didik yang dikembangkan pada lingkungan sekolah maka terdapat 3 tingkat dan 6 tahap
yaitu :

Tingkat Satu : Moralitas Prakonvensional


Yaitu : ketika manusia berada dalam fase perkembangan prayuwana mulai dari usia 4-10 tahun
yang belum menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.Yang man dimasa ini anak
masih belum menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.

Pada tingkat pertama ini terdapat 2 tahap yaitu :


Tahap 1. Orientasi kepatuhan dan hukuman.
Adalah penalaran moral yang yang didasarkan atas hukuman dan anak-anak taat karena orang-
orang dewasa menuntut mereka untuk taat. Dengan kata lain sangat memperhatikan ketaatan dan
hukum. Dalam konsep moral menurut Kohlberg ini anak menentukan keburukan perilaku
berdasarkan tingkat hukuman akibat keburukan tersebut. Sedangkan perilaku baik akan
dihubungkan dengan penghindaran dari hukuman.

Tahap 2. Memperhatikan Pemuasan kebutuhan.


Yang bermakna perilaku baik dihubungkan dengan pemuasan keinginan dan kebutuhan sendiri
tanpa mempertimbangkan kebutuhan orang lain.

Tingkat Dua : Moralitas Konvensional


Yaitu ketika manusia menjelang dan mulai memasuki fase perkembangan yuwana pada usia 10-
13 tahun yang sudah menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.

Pada Tingkat II ini terdapat 2 tahap yaitu :


Tahap 3. Memperhatikan Citra Anak yang Baik
· Maksudnya : anak dan remaja berperilaku sesuai dengan aturan dan patokan moral agar dapat
memperoleh persetujuan orang dewasa, bukan untuk menghindari hukuman.
· Semua perbuatan baik dan buruk dinilai berdasarkan tujuannya, jadi ada perkembangan
kesadaran terhadap perlunya aturan. Dalam hal ini terdapat pada pendidikan anak.
Pada tahap 3 ini disebut juga dengan Norma-Norma Interpernasional ialah : dimana seseorang
menghargai kebenaran, keperdulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan
pertimbangan-pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi standar-standar moral orang
tuanya sambil mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagi seorang anak yang baik.
Tahap 4. Memperhatikan Hukum dan Peraturan.
· Anak dan remaja memiliki sikap yang pasti terhadap wewenang dan aturan.
· Hukum harus ditaati oleh semua orang.

Tingkat Tiga : Moralitas Pascakonvensional


Yaitu ketika manusia telah memasuki fase perkembangan yuwana dan pascayuwana dari mulai
usia 13 tahun ke atas yang memandang moral lebih dari sekadar kesepakatan tradisi sosial.
Dalam artian disini mematuhi peraturan yang tanpa syarat dan moral itu sendiri adalah nilai yang
harus dipakai dalam segala situasi.

Pada perkembangan moral di tingkat 3 terdapat 2 tahap yaitu :


Tahap 5. Memperhatikan Hak Perseorangan.
· Maksudnya dalam dunia pendidikan itu lebih baiknya adalah remaja dan dewasa mengartikan
perilaku baik dengan hak pribadi sesuai dengan aturan ddan patokan sosial.
· Perubahan hukum dengan aturan dapat diterima jika ditentukan untuk mencapai hal-hal yang
paling baik.
· Pelanggaran hukum dengan aturan dapat terjadi karena alsan-alasan tertentu.

Tahap 6. Memperhatikan Prinsip-Prinsip Etika


· Maksudnya : Keputusan mengenai perilaku-pwerilaku sosial berdasarkan atas prinsip-prinsip
moral, pribadi yang bersumber dari hukum universal yang selaras dengan kebaikan umum dan
kepentingan orang lain.
· Keyakinan terhadap moral pribadi dan nilai-nilai tetap melekat meskipun sewaktu-waktu
berlawanan dengan hukum yang dibuat untuk menetapkan aturan sosial. Contoh : Seorang suami
yang tidak punya uang boleh jadi akan mencuri obat untuk menyelamatkan nyawa istrinya
dengan keyakinan bahwa melestarikan kehidupan manusia merupakan kewajiban moral yang
lebih tinggi daripada mencuri itu sendiri.
B.     KOHLBERG

Kohlberg menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran


moral dan berkembang secara bertahap. Kohlberg sampai pada pandangannya setelah 20 tahun
melakukan wawancara yang unik dengan anak-anak. Dalam wawancara, anak-anak diberi
serangkaian cerita di mana tokoh-tokohnya menghadapi dilema-dilema moral. Setelah membaca
cerita, anak-anak yang menjadi responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema
moral.

Berdasarkan penalaran-penalaran yang diberikan oleh responden dalam merespons dilema


moral, Kohlberg percaya terdapat tiga tingkat perkembangan moral, yang setiap tingkatnya
ditandai oleh dua tahap. Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori
Kohlberg, ialah internalisasi (internalization), yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang
dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.

Tingkat Satu: Penalaran Prakonvensional

Penalaran prakonvensional (preconventional reasoning) adalah tingkat yang paling rendah


dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan
internalisasi nilai-nilai moral – penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan
hukuman eksternal.

Tahap 1

Orientasi hukuman dan ketaatan (punishment and obedience orientation) ialah tahap
pertama dalam teori perkembangan moral Kohlberg.
Pada tahap ini, penalaran moral didasarkan atas hukuman. Anak-anak taat karena orang
dewasa menuntut mereka untuk taat.

Tahap 2

Individualisme dan tujuan (individualism and purpose) ialah tahap kedua dalam teori
perkembangan moral Kohlberg.

Pada tahap ini, penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah) dan kepentingan sendiri.
Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah
taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan
hadiah.

Tingkat Dua: Penalaran Konvensional

Penalaran konvensional (conventional reasoning) ialah tingkat kedua atau tingkat


menengah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, internalisasi individual
ialah menengah. Seseorang menaati standar-standar  (internal) tertentu, tetapi mereka tidak
menaati standar-standar orang lain (eksternal), seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.

Tahap 3
Norma-norma interpersonal (interpersonal norms) ialah tahap ketiga dalam teori
perkembangan moral Kohlberg.

Pada tahap ini, seseorang menghargai kebenaran, keperdulian, dan kesetiaan kepada orang
lain sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi standar-
standar moral orangtuanya pada tahap ini, sambil mengharapkan dihargai oleh orangtuanya
sebagai seorang "perempuan yang baik" atau seorang "laki-laki yang baik".

Tahap 4

Moralitas sistem sosial (social system morality) ialah tahap keempat dalam teori
perkembangan moral Kohlberg.

Pada tahap ini, pertimbangan-pertimbangan didasarkan atas pemahaman aturan sosial,


hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.

Tingkat Tiga: Penalaran Pascakonvensional

Penalaran pascakonvensional ialah tingkat tertinggi dalam teori perkembangan moral


Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada
standar-standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki
pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.

Tahap 5

Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual (community rights versus individual rights)
ialah tahap kelima dalam teori perkembangan moral Kohlberg.
Pada tahap ini, seseorang memahami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat
relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang menyadari
bahwa hukum penting bagi masyarakat, tetapi juga mengetahui bahwa hukum dapat diubah.
Seseorang percaya bahwa beberapa nilai, seperti kebebasan, lebih penting daripada hukum.

Tahap 6

Prinsip-prinsip etis universal (universal ethical principles) ialah tahap keenam dan tertinggi
dalam teori perkembangan moral Kohlberg.

Pada tahap ini, seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada
hak-hak manusia yang universal. Bila menghadapi konflik antara hukum dan suara hati,
seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko
pribadi.

Kohlberg percaya bahwa ketiga tingkat dan keenam tahap tersebut terjadi dalam suatu
urutan dan berkaitan dengan usia:

      Sebelum usia 9 tahun, kebanyakan anak-anak berpikir tentang dilema moral dengan cara
yang prakonvensional.

      Pada awal masa remaja, mereka berpikir dengan cara-cara yang lebih konvensional.

      Pada awal masa dewasa, sejumlah kecil orang berpikir dengan cara-cara yang
pascakonvensional.

 
Pada suatu investigasi longitudinal 20 tahun, penggunaan tahap 1 dan 2 berkurang. Tahap 4,
yang tidak muncul sama sekali dalam penalaran moral anak berusia 10 tahun, tercermin dalam
62 persen penalaran moral manusia berusia 36 tahun. Tahap 5 tidak muncul sampai usia 20
hingga 22 tahun dan tidak pernah dialami lebih dari 10 persen individu.

Dengan demikian, tahap-tahap moral muncul agak kemudian dari yang dibayangkan semula
oleh Kohberg, dan tahap-tahap yang lebih tinggi, khususnya tahap 6, benar-benar sangat sulit
untuk dipahami. Baru-baru ini tahap 6 dibuang dari pedoman skor Kohlberg, meskipun masih
dianggap sebagai sesuatu yang penting secara teoretis dalam skema perkembangan moral
Kohlberg.

Kritik terhadap Kohlberg

Teori perkembangan moral Kohlberg yang provokatif tidak berlalu tanpa tantangan. Kritik
mencakup hubungan antara penalaran moral dan perilaku moral, kualitas penelitian,
pertimbangan yang memadai tentang peran kebudayaan dalam perkembangan moral, dan
pengabaian perspektif pengasuhan.

1.      Pemikiran Moral dan Perilaku Moral


Teori Kohlberg dikritik karenamemberi terlalu banyak penekanan pada penalaran moral
dan kurang memberi penekanan pada perilaku moral. Penalaran moral kadang-kadang dapat
menjadi tempat perlindungan bagi perilaku immoral. Seperti para penipu, koruptor, dan
pencuri mungkin mengetahui apa yang benar, tetapi masih melakukan apa yang salah.

2.      Kebudayaan dan Perkembangan Moral

Kritik lain terhadap pandangan Kohlberg ialah bahwa pandangan ini secara kebudayaan
bias. Suatu tinjauan penelitian terhadap perkembangan moral di 27 Negara menyimpulkan
bahwa penalaran moral lebih bersifat spesifik kebudayaan daripada yang dibayangkan oleh
Kohlberg dan bahwa sistem skor Kohlberg tidak mempertimbangkan penalaran moral tingkat
tinggi pada kelompok-kelompok kebudayaan tertentu. Penalaran moral lebih dibentuk oleh
nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan suatu kebudayaan daripada yang dinyatakan oleh
Kohlberg.

3.      Gender dan Perspektif Keperdulian

Carol Gilligan percaya bahwa teori perkembangan moral Kohlberg tidak mencerminkan
secara memadai relasi dan keperdulian terhadap manusia lain. Perspektif keadilan (justice
prespective) ialah suatu perspektif moral yang berfokus pada hak-hak individu; individu
berdiri sendiri dan bebas mengambil keputusan moral. Teori Kohlberg ialah suatu perspektif
keadilan. Sebaliknya, perspektif kepedulian (care perspective) ialah suatu perspektif moral
yang memandang manusia dari sudut keterkaitannya dengan manusia lain dan menekankan
komunikasi interpersonal, relasi dengan manusia lain, dan kepedulian terhadap orang lain.
Teori Gilligan ialah suatu perspektif kepedulian. Menurut Gilligan, Kohlberg kurang
memperhatikan perspektif kepedulian dalam perkembangan moral. Ia percaya bahwa hal ini
mungkin terjadi karena Kohlberg seorang laki-laki, karena kebanyakan penelitiannya adalah
dengan laki-laki daripada dengan perempuan, dan karena ia menggunakan respons laki-laki
sebagai suatu model bagi teorinya.
 

Altruisme

Altruisme ialah suatu minat yang tidak mementingkan diri sendiri dalam menolong
seseorang.

Timbal balik dan pertukaran (reciprocity and exchange) terlibat dalam altruisme. Timbal
balik ditemukan di seluruh dunia manusia. Timbal balik mendorong anak-anak untuk berbuat
baik kepada orang lain sebagaimana mereka mengharapkan orang lain berbuat yang sama kepada
mereka. Sentimen-sentimen manusia disarikan dalam timbal balik ini. Barangkali kepercayaan
adalah prinsip yang paling penting dalam jangka panjang dalam altruisme. Rasa bersalah dapat
muncul di permukaan kalau anak tidak membalas (melakukan timbal balik), dan kemarahan
dapat terjadi kalau seseorang tidak melakukan timbal balik. Tidak semua altruisme dimotivasi
oleh timbal balik dan pertukaran, tetapi interaksi dan reaksi dengan orang lain dapat menolong
kita memahami hakekat altruisme. Keadaan-keadaan yang paling mungkin melibatkan altruisme
ialah emosi yang empatis terhadap seseorang yang mengalami kebutuhan atau suatu relasi yang
erat antara dermawan dan penerima derma.

William Damon menggambarkan suatu urutan perkembangan altruisme anak-anak,


khususnya berbagi (sharing). Hingga usia 3 tahun, berbagi dilakukan karena alasan-alasan yang
nonempatis; pada kira-kira 4 tahun, kombinasi kesadaran empatis dan dukungan orang dewasa
menghasilkan suatu rasa kewajiban untuk berbagi; pada tahun-tahun awal sekolah dasar, anak-
anak mulai secara sungguh-sungguh memperlihatkan gagasan-gagasan yang lebih obyektif
tentang keadilan. Pada masa ini prinsip keadilan mulai dipahami; pada tahun-tahun pertengahan
dan akhir sekolah dasar, prinsip-prinsip prestasi dan kebajikan dipahami.

KESIMPULAN

                                                                                  
Perkembangan moral (moral development) berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.

Perspektif kognitif yang pertama dalam perkembangan moral dikemukakan oleh Jean
Piaget. Pandangan Piaget mengenai perkembangan moral pada anak-anak kecil ditandai dengan
heteronomous morality, tetapi pada usia 10 tahun mereka beralih ke tahap yang lebih tinggi,
yang disebut autonomous morality. Menurut Piaget, anak-anak yang lebih tua memperhitungkan
maksud-maksud individu, mereka percaya bahwa aturan-aturan dapat berubah, dan mereka sadar
bahwa hukuman tidak selalu menyertai suatu perbuatan yang salah.

Perspektif kognitif yang kedua dalam perkembangan moral dikemukakan oleh Lawrence
Kohlberg. Kohlberg menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan pada penalaran moral
dan berkembang secara bertahap. Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral,
khususnya teori Kohlberg ialah internalisasi (internalization); yakni perubahan perkembangan
dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara
internal.

Tags: teori, perkembangan mora


Prev: Psikologi Timur
Next: TEORI KOGNITIF SOSIAL DALAM DUNIA PENDIDIKAN ANAK

Anda mungkin juga menyukai