Anda di halaman 1dari 5

Konsep Moral Secara Umum

Aldriana Amanda Shafira – 2006598364, PDK A

Proses sosialisasi antarindividu terjadi dengan melibatkan kemampuan


dalam bersikap, berkata, dan berprilaku berdasarkan prinsip dasar yang dimiliki
oleh pribadi masing-masing yang dianggap baik dan patut. Hal ini disebut juga
dengan moral. Moral adalah suatu dasar yang dimiliki seorang individu untuk
dapat berprilaku baik atau buruk yang didapat dari lingkungan seperti keluarga,
teman, dan guru atau ajaran agama. Kata moral sering disamakan dengan etika,
yang berasal dari kata ethos yang artinya kebiasaan. Moralitas biasanya mengacu
pada standar pribadi tentang apa yang benar dan salah dalam perilaku, karakter,
dan sikap. Moral berhubungan dengan hati nurani yang manifestasinya berupa
perasaan bersalah, malu, atau berupa harapan. Moral berpegang pada nilai sosial
dan norma di masyarakat (Berman, et al, 2016). Pada dasarnya, setiap individu
mutlak memiliki moral dalam bemasyarakat. Individu yang tidak memiliki moral,
disebut amoral.
Dalam hal ini, perawat harus membedakan antara moralitas dan hukum.
Hukum mencerminkan nilai-nilai moral masyarakat, dan mereka menawarkan
bimbingan dalam menentukan apa itu moral. Namun, suatu tindakan bisa legal
tetapi tidak moral. Misalnya, perintah untuk resusitasi penuh dari klien sekarat
adalah legal, tetapi orang masih bisa mempertanyakan apakah tindakan itu
bermoral. Di sisi lain tangan, suatu tindakan bisa bermoral tetapi ilegal. Misalnya,
jika seorang anak di rumah berhenti bernafas, adalah moral tetapi tidak legal
untuk melebihi kecepatan batasi saat berkendara ke rumah sakit. Aspek hukum
praktik keperawatan (Berman, et al., 2016).
Keluarga dan lingkungan terdekat, serta budaya yang dianut dapat menjadi
faktor pembentukan moral. Keluarga adalah kelompok kecil yang di dalamnya
terbina hubungan yang saling membutuhkan. Kebiasaan atau adat, sikap, prinsip,
dan didikan dari keluarga dapat menjadikan faktor pembentukan moral dalam diri
individu Perkembangan moral individu berjalan seiring dengan kehidupannya.
Tujuan pembentukan moral adalah untuk meningkatkan mutu kehidupan
bermasyarakat, meningkatkan kemampuan intelektual, melindungi hak asasi
manusia, dan mewujudkan lingkungan bermasyarakat yang harmonis dan
sejahtera.
Dalam prinsipnya, moral tidak secara instan berkembang dalam diri
individu, melainkan hal tersebut merupakan suatu stimulasi yang didapat dari
lingkungan masyarakatnya. Ketika seorang anak dilahirkan, anak tersebut belum
memiliki moral atau tidak membawa aspek moral, tetapi moral tersebut
berkembang dengan adanya internalisasi norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Seorang individu yang memiliki perkembangan moral ditandai
dengan perilaku, sikap, maupun perkataannya sudah sesuai dengan aturan yang
ada di masyarakat. Dengan kata lain, perkembangan moral berkaitan dengan
adaptasi individu dengan aturan atau kaidah yang ada dalam lingkungan
masyarakatnya.
Terdapat teori yang dikemukakan oleh salah satu ahli di bidang psikologi
yang tertarik dengan teori Piaget mengenai moral, yaitu Lawrence Kohlberg.
Menurut Kohlberg, terdapat enam tahap (stages) dalam perkembangan moral
dapat dikaitkan satu sama lain dalam tiga tingkatan (levels) demikian rupa
sehingga setiap tingkat meliputi dua tahap. Tiga tingkat tersebut meliputu, tingkat
prakonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat pascakonvensional. Dalam
penelitian Kohlberg subjek yang digunakan adalah pada anak-anak yang
berumur sekitar enam tahun.
I. Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat prakonvensional ini dapat dibedakan dalam dua tahap:
- Tahap 1 : Orientasi hukuman dan kepatuhan.
Pada tahap pertama dari tingkatan perkembangan moral yang
pertama, anak-anak mulai mengenali dan mengakui adanya aturan
yang dibuat untuk dapat membedakan hal yang baik dan buruk,
dan jika peraturan yang telah ditetapkan dilanggar, akan
mendapatkan konsekuensi berupa hukuman. Dengan demikian,
pada tahap ini, anak berusaha menganggap peraturan tersebut
adalah suatu hal yang mutlak untuk dipatuhi. Salah satu faktor
yang mempengaruhi anak dalam mematuhi peraturan adalah
ketakutannya melanggar dan hukuman yang didapat.
.
- Tahap 2 : Individualisme dan pertukaran
Pada tahap ini, individu mulai mengenali kebutuhan individu
dalam melakukan suatu tindakan. Tindakan yang dilakukan
bergantung kepada kepentingan yang dimiliki. Dalam tahap ini,
individu dapat melanggar peraturan atau mematuhinya – hal
tersebut berkaitan dengan kepentingan yang dilakukan – tindakan
yang diambil dapat berakibat pada penerimaan hukuman yang telah
ditetapkan
II. Tingkat Konvensional
Tingkat ini oleh Kohlberg disebut “konvensional” karena pada tingkat
ini berfokus pada pemenuhan ekspektasi keluarga, kelompok, dan
dengan melakukan sesuatu yang bernilai baik dan patut. Dalam
sikapnya, anak tidak hanya menyesuaikan diri dengan harapan
orang-orang tertentu atau dengan ketertiban sosial, tetapi juga
memberikan justifikasi terhadap ketertiban yang berlaku. Singkatnya,
anak dapat mengidentifikasi diri dengan kelompok sosialnya beserta
norma yang berlaku di masyarakat. Tingkat konvesional ini juga
terbagi menjadi 2 tahap, yaitu:
- Tahap 3 : Hubungan antar pribadi yang baik. Karena sikap anak
dalam tahap ini adalah berfokus pada pemenuhan ekspektasi
keluarga dan kelompok masyarakat, anak akan cenderung
melakukan tindakan yang menyenangkan hati orang, yaitu dengan
berprilaku baik.
- Tahap 4 : Memelihara tatanan sosial. Dalam tahap keempat ini,
anak mulai memahami aturan dan norma yang ada di masyarakat.
Anak akan berusaha berprilaku sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan dan dibenarkan menurut pandangan masyarakat.
III. Tingkat Pascakonvensional
Menurut Kohlberg, tingkatan ini disebut dengan tingkat otonom.
Dalam tingkatan ini, seorang individu berusaha mendefinisikan nilai
dan prinsip atas dirinya sendiri, terlepas dari adanya peraturan dan
harapan kelompok atau orang lain. Tingkat ketiga ini pun
mempunyai dua tahap:
- Tahap 5 : Kontrak social dan hak individual.
Pada tahap ini, seorang individu mulai memahami pentingnya
mematuhi peraturan dan hokum yang berlaku – bertanggung jawab
untuk mempertimbangkan bahwa tindakan yang dilakukannya akan
berdampak besar bagi banyak orang. Di samping apa yang
disetujui dengan cara demokratis, baik buruknya tergantung pada
nilai-nilai dan pendapat-pendapat pribadi..
- Tahap 6 : Orientasi prinsip universal.
Pada tahap ini, seorang individu memiliki pengaturan terhadap
tindakan berdasarkan pandangan moral yang berlaku yang
didasarkan pada hati nurani.
Moral adalah standar pribadi tentang apa yang benar dan salah dalam
bersikap, bertindak, dan berucap (Berman, et al., 2016). Pembentukan moral pada
tiap individu dipengaruhi oleh faktor keluarga dan lingkungan masyarakat, serta
budaya yang berlaku dalam lingkungannya. Pembentukan kesadaran moral pada
anak sejak dini memberikan dampak yang sangat besar dalam dirinya. Oleh
karena itu, anak yang diberikan didikan dalam lingkungan yang mendukung dan
positif dapat mewujudkan pembentukan tanggung jawab yang tinggi.
Referensi
Berman, A., Snyder, S. J., & Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals
of Nursing: Concept, Process, and Practice (10th ed.). New Jersey:
Pearson Education.

Potters, P., Hall, A., Perry, A., & Stockert, P. (2017). Fundamentals of Nursing
(9th Edition). St. Louis: Elsevier Health Science.
(PDF) "TAHAP PERKEMBANGAN KESADARAN MORAL MENURUT
LAWRENCE KOHLBERG". Available from:
https://www.researchgate.net/publication/339078344_TAHAP_PERKEM
BANGAN_KESADARAN_MORAL_MENURUT_LAWRENCE_KOHL
BERG [accessed Nov 16 2021].

Anda mungkin juga menyukai