A. Pengertian Moral
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin “Mores” yang artinya tata cara dalam
kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan (Gunarsa, 1986). Moral merupakan kaidah
norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam hubungan dengan
kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang
ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai
anggota sosial (Rogers, 1985). Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya
kehidupan yang damai penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan. Moralitas
merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai, atau
prinsip moral.
Tokoh yang paling dikenal dengan pengkajian perkembangan moral adalah
Lawrence E. Kohlberg (1955). Berdasarkan disertasinya yang berjudul The
Development of Modes of Moral Thinking and Choice in the Years 10 to 16, dia
melakukan penelitian empiris lintas kelompok usia tentang cara pertimbangan moral
terhadap 75 orang anak dan remaja yang berasal dari daerah Chicago. Anak-anak
dibagi dalam tiga kelompok usia, yaitu usia 10 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun. Dalam
pandangan Kohlberg, serta pandangan Jean Piaget salah seorang yang sanagt
dikaguminya bahwa berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tampak bahwa anak-
anak dan remaja menafsirkan segala tindakan dan perilaku mereka sesuai dengan
struktur mental mereka sendiri dan menilai hubungan sosial dan adil tidaknya
perbuatan tertentu, baik atau buruk, seiring dengan tingkat perkembangan atau strutur
moral mereka.
a. Tingkat Prakonvensional
Aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral masih ditafsirkan oleh
individu atau anak berdasarkan akibat fisik yang akan diterimanya, baik
berupa yang menyakitkan atau kenikmatan.
Pada tahap ini, anak mengenal baik-buruk, benar-salah suatu perbuatan
dari sudut konsekuensi (dampak/akibat) menyenangkan (ganjaran), atau
menyakiti (hukuman) secara fisik, atau enak tidaknya akibat perbuatan
yang diterima.
Memiliki 2 tahap sebagai berikut.
1. Orientasi hukuman dan kepatuhan
Anak menilai baik-buruk, atau benar-salah dari sudut dampak (hukuman atau
ganjaran) yang diterimanya dari yang mempunyai otoritas, baik orangtua
maupun orang dewasa lainnya. Disini anak mematuhi aturan orangtua agar
terhindar dari hukuman.
2. Orientasi relativitas instrumental
Perubahan yang baik atau benar adalah yang berfungsi sebagai instrumen
(alat) untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan diri. Dalam hal ini, hubungan
dengan oranglain dipandang sebagai hubungan orang di pasar (hubungan jual-
beli). Dalam melakukan atau memberikan ssuatu kepada orang lain, bukan
rasa terimakasih atau sebagai curahan kasih sayang, tetapi bersifat pamrih
(ingin mendapat balasan) seperti “Jika kamu memberiku, maka aku akan
memberimu”.