Anda di halaman 1dari 44

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Dosen Pengampu: Dyan Falasifa Tsani,M.Pd

CORNELIA DEFFI SAPUTRI

2208056090

PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG


2023

A. TEORI PIAGET
Jean Piaget lahir pada tahun 1989 di Neuchatel, Swiss. Ibunya adalah individu yang
dinamis, cerdas, dan religius, dan ayahnya adalah seorang profesor yang berspesialisasi
dalam sejarah abad pertengahan. Sebagai anak muda, Piaget sangat menyukai alam, dia
lebih suka mengamati burung, ikan, dan makhluk di alam. Oleh karena itu, dia sangat
terinspirasi oleh ilustrasi sains di sekolah. Dia menerbitkan esai pertamanya tentang burung
pipit albino di majalah Loodusteauds ketika dia berusia 10 tahun. Piaget juga mulai
mempelajari moluska dan menulis sejumlah esai tentangnya. Karena keterampilan
menulisnya yang baik, ia mendapat pekerjaan sebagai kurator moluska di Museum Sejarah
Alam Jenewa ketika ia berusia 15 tahun. Karena dia harus menyelesaikan sekolah
menengah, dia menolak tawaran itu.. (Paul, 2006)

Pada tahun 1916, Piaget memperoleh gelar sarjana biologi dari Universitas Neuchatel.
Pada usia 21 tahun, ia menyelesaikan tesis tentang moluska dan meraih gelar doktor dalam
bidang filsafat. Setelah menyelesaikan pendidikan formalnya, Piaget memutuskan untuk
belajar psikologi di Zurich.Pada tahun 1919 dia meninggalkan Zurich dan pergi ke Paris.
Selama dua tahun ia tinggal di Universitas Sorbonne dan mempelajari psikologi klinis,
logika, dan epistemologi. Studinya yang mendalam tentang filsafat meyakinkannya bahwa
perlunya pemikiran yang murni spekulatif dilengkapi dengan pendekatan faktual.. (Abdi,
Syahri, & Fitriany, 2011)

Dia belajar biologi untuk waktu yang lama dan semakin tertarik padanya. Belakangan, ia
mengalihkan perhatiannya pada perkembangan intelektual- termasuk tahapan perkembangan
anak-dan menjadi pengaruh signifikan pada konsep kognitif perkembangan kepribadian.
Piaget, ahli biologi yang paling terkenal dengan pekerjaannya sebagai psikolog anak yang
mempelajari perkembangan intelektual, menghabiskan ribuan jam mengamati anak-anak
bermain dan bertanya tentang perilaku dan emosi mereka. Dia berfokus pada bagaimana
anak-anak belajar, berbicara, berpikir, membuat keputusan, dan akhirnya membentuk
penilaian moral daripada mengembangkan teori sosialisasi yang komprehensif. Dia pertama
kali memeriksa anak-anaknya yang lahir pada tahun 1925, 1927, dan 1931 dengan istrinya,
Valentine Catenay, yang dinikahinya pada tahun 1923. Temuan mereka dipublikasikan di
bab-bab tahap sensorimotor buku The Origins of Intelligence in Children dan The
Construction of Realitas pada Anak. Menurut pendapat ahli biologi (Ibda, 2015), ia memiliki
bakat atau talenta tertentu untuk memanipulasi benda- benda di lingkungannya sejak ia
masih kecil. Fungsi ini, yang berupa fungsi sensor motor, masih sangat sederhana. Anak-
anak menggunakan skema, asimilasi, akomodasi, organisasi, dan keseimbangan dalam
pemahaman aktif. 2008 Santorock). Menurut skema Piaget, otak anak-anak yang sedang
berkembang menghasilkan skemata ketika mereka berusaha memahami dunia. Informasi
diatur melalui operasi mental atau representasi. Ketika seseorang menambahkan informasi
baru ke skema pengetahuan yang ada, ini disebut asimilasi, pemahaman mereka tentang data
baru.

Tahap - Tahap Teori Piaget


1. Tahapan sensiromotor (usia 0-2 tahun)
Semboyan untuk kemajuan mental tahap ini adalah jalannya "decentration" yang
bermaksud bahwa pada usia ini anak tidak memisahkan dirinya dari keadaannya saat ini.
(setiono, 2009)Pada tahap nyata ini, anak bergerak dari aktivitas refleks alami saat
memasuki dunia ke awal penalaran yang representatif.Anak-anak yang baru lahir
mengumpulkan pemahaman tentang dunia melalui perencanaan pertemuan taktil dengan
kegiatan aktual. (Desmita, 2010)Anak memiliki refleks alami dan selanjutnya
kecenderungan untuk menyelidiki realitasnya.Akibatnya, sampai sekarang kapasitas anak
sangat terbatas pada perkembangan refleks dan selanjutnya kelimanya
mendeteksi.Kemudian, pada titik itu, perkembangan refleks terbentuk menjadi
kecenderungan.Pada awal perbaikan mental anak muda ini. Anak-anak muda. tidak dapat
mempertimbangkan kebutuhan, kebutuhan atau kepentingan orang lain sehingga sampai
sekarang anak itu egosentris. Pada usia delapan belas tahun, anak muda itu sekarang siap
untuk membuat gambar dalam suatu item dan kemampuan artikel tersebut dapat dikenali
olehnya. Jadi anak-anak memiliki pilihan untuk melihat hubungan di antara kesempatan
dan dapat menyadari individu mana yang terdekat dan mana yang orang yang tidak
dikenal.
2. Tahapan praoperasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia anak mulai 2-7 tahun maka anak merasa terlepas dari kenyataan bahwa
masih sangat dibatasi. Anak-anak juga telah memasuki iklim sosial. Sifat dari tahap ini
adalah bahwa anak muda mulai memiliki pilihan untuk memanfaatkan tugas-tugas mental
yang tidak biasa dan tidak cukup. Anak-anak muda juga masih didelegasikan egosentris
karena mereka hanya siap untuk memikirkan hal-hal sesuai dengan perspektif mereka
sendiri dan mengalami masalah melihat sesuai dengan perspektif orang lain. Dia telah
memesan objek menggunakan satu elemen, misalnya, mengumpulkan item merah
meskipun faktanya memiliki bentuk alternatif. (Amelia, 2020) .
Pada tahap ini, anak muda mulai menyapa dunia dengan kata-kata dan gambar
Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya ekspansi dalam penalaran simbolik
dan melewati hubungan data nyata dan aktivitas aktual. Ini digambarkan oleh kualitas yang
menyertainya: a) Pemikiran transduktif, atau setidaknya, perspektif yang tidak induktif
atau rasional namun tidak rasional b) Ketidakjelasan keadaan dan hasil logis koneksi,
artinya, anak muda merasakan koneksi kausal secara tidak masuk akal c) Animisme,
artinya, mengharapkan bahwa semua item hidup sebagai dirinya sendiri d) Artifisialisme,
artinya, keyakinan bahwa semua yang ada di iklim memiliki semangat seperti manusia. e)
Cara anak-anak berpikir pada tingkat ini tidak sistematis, terputus, dan konyol., yaitu, anak
membuat keputusan tentang sesuatu mengingat apa yang dia lihat atau dengar f) Percobaan
mental misalnya anak berusaha untuk secara efektif menemukan solusi untuk masalah yang
dia hadapi g) Sentrasi, atau setidaknya, anak berkonsentrasi pada sesuatu yang umumnya
menarik dan mengabaikan kualitas yang berbeda h) Egosentrisme, yaitu, anak itu melihat
alam semesta dari keadaannya saat ini seperti yang ditunjukkan oleh kehendaknya. (ibda,
2015)
3. Tahap operasi konkrit (concrete operational)
Fase substansial dari prosedur medis terjadi pada rentang usia 7-11 tahun. Pada
tahap ini sebenarnya anak akan berpikir secara bijaksana sehubungan dengan peristiwa-
peristiwa substansial dan mengurutkan objek ke dalam berbagai struktur. Kapasitas untuk
mengkarakterisasi sesuatu seperti sekarang ada, namun belum memiliki pilihan untuk
mengurus masalah unik.Kegiatan substansial adalah kegiatan mental reversibel yang
berhubungan dengan barang-barang substansial yang asli.Tugas substansial memungkinkan
anak untuk mengatur beberapa atribut, jadi daripada hanya memusatkan perhatian pada satu
item berkualitas.Pada tingkat opersional substansial, anak- anak dapat secara intelektual
mencapai sesuatu yang sebelumnya tidak ada siapa pun yang bisa melakukannya kecuali
mereka dapat melakukannya dengan tulus, dan mereka dapat membalikkan aktivitas
substansial tersebut. Apa yang signifikan terhadap kapasitas tahap fungsional substansial
adalah pengelompokan atau partisi sesuatu ke dalam berbagai sub-wilayah dan mencari tahu
koneksi. (Mu'min, 2013)fase ini diawali dengan fase desentralisasi bertahap pada anak yang
berumur tujuh tahun. Sebagian besar anak-anak dapat mengikuti ingatan tentang ukuran,
panjang atau jumlah item cairan. Tanda memori yang disimpan di sini adalah kemungkinan
bahwa satu jumlah akan berlanjut seperti sebelumnya terlepas dari apakah penampilan
luarnya tampak berubah. Jika Anda menunjukkan 4 kelereng dalam wadah dan sebarkan di
lantai, maka pertimbangan anak yang saat ini berada pada tahap praopersional akan terpaku
pada penyebaran kelereng dan akan menerima bahwa jumlahnya telah bertambah. Berlari
melawan norma, anak-anak muda yang telah berada pada fase opersional substansial akan
dengan cepat menyadari bahwa jumlah kelereng tetap 4.
Pada usia 7 tahun atau 8 tahun, seorang anak akan menumbuhkan kapasitas untuk
menyimpan ingatan akan substansi. Dengan asumsi Anda mengambil bumi yang terlihat
seperti bola dan setelah itu menghancurkannya atau Anda memecahnya menjadi sepuluh
bola yang lebih sederhana, ia harus menyadari bahwa itu semua adalah lumpur yang belum
berubah. Pada umur 9 tahun atau 10 tahun, kapasitas terakhir untuk menahan ingatan mulai
dipertajam, misalnya memori ruangan. Pada fase ini, seorang anak muda juga mencari cara
untuk melakukan pengaturan dan pengurutan. Ilustrasi persidangan Piagetian dengan cara
seperti itu adalah: meminta agar anak muda mengetahui hubungan antar kelas. Seperti,
mengetahui apakah siswa dapat menyortir, seorang pendidik dapat meletakkan 8 batang
dengan berbagai panjang di atas meja.Instruktur kemudian meminta agar siswa mengurutkan
bilah berdasarkan panjangnya.
4. Tahap operasi formal (formal operational)
Fase konvensional dari prosedur medis adalah dalam lingkup usia 11 tahun-
dewasa. Pada tahap ini disebut pubertas. Kaum muda berpikir dengan cara yang lebih
teoretis, konsisten, dan lebih penuh harapan. Selain mampu mengekstraksi, sarjana
fungsional formal juga dapat meromantisasi dan berhenti sejenak untuk memikirkan hasil
potensial. Pada tahap ini, anak mulai menyelesaikan kontemplasi spekulatif karakteristik
ideal yang mereka butuhkan dalam diri mereka sendiri dan orang lain. Gagasan fungsional
formal juga menyatakan bahwa anak dapat menumbuhkan spekulasi logis tentang
bagaimana menangani masalah secara metodis dan sampai pada resolusi. (Marinda, Teori
Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan Problematikanya Pada Anak Usia Sekolah Dasar,
2020)

Kelebihan Teori
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-temanya.

Kelemahan Teori
1. Menyatakan bahwa teori Piaget tidak mampu menjelaskan struktur, proses dan fungsi
kognitif dengan jelas.
2. Tidak adanya kebenaran wujud dari empat tingkat perkembangan kognitif yang
direkomendasikan oleh Piaget (Gelman dan Baillargeon, 1983). Dapat dikatakan masa
anak-anak melalui setiap tingkat perkembangan kognitif berbasis set operasi yang
khusus, maka saat anak tersebut berhasil memahirkan set operasi tertentu, mereka
seharusnya juga dapat menyelesaikan semua masalah yang membutuhkan set operasi
yang sama. Misalnya, ketika anak menunjukkan kemampuan konservasi yaitu yang
terdapat pada tahap operasi konkrit, maka berdasarkan teori Piaget, dia seharusnya dapat
menunjukkan kemampuan konservasi dalam angka dan berat pada waktu yang sama.
Namun, dalam penelitian yang dilakukan oleh Klausmeier dan Sipple (1982)
menunjukkan kondisi yang berbeda di mana anak-anak selalu menunjukkan kemampuan
konservasi berat lebih lewat dari konservasi angka. Kondisi ini adalah bertentangan
dengan teori Piaget.
3. Dari segi metodologi ini, metode klinis yang digunakan dalam penelitian Piaget di mana
penelitian dengan metode klinis sulit untuk diulang. Jadi, kesahihannya adalah
diragukan. Pengkritiknya juga menuduh Piaget membuat generalisasi dari sampel-
sampel yang ukurannya terlalu kecil dan tidak memenuhi standar.
B. TEORI BRUNER
Jerome S. Bruner (1915) adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli
psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik.
Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar, dan
berpikir. Dalam mempelajari manusia, la menganggap manusia se- bagai pemproses,
pemikir, dan pencipta informasi (dalam Wilis Dahar, 1988:118).
Jerome S. Bruner dalam teorinya (dalam Suherman E., 2003:43) menya- takan
bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada
konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok baha- san yang diajarkan,
di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan
mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam ba- han yang sedang dibicarakan,
anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi
yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat
anak.
Bruner, melalui teorinya itu (dalam Suherman E., 2003), mengungkapkan bahwa
dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda
(alat peraga). Melalui alat peraga yang ditelitinya itu, anak akan melihat langsung
bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang
diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan
keterangan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
Dengan memanipulasi alat-alat peraga, siswa dapat belajar melalui keakti- fannya.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bruner (dalam Suwarsono, 2002:25), belajar
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia un- muk menemukan hal-hal
baru di luar (melebihi) informasi yang diberikan pada dirinya. Sebagai contoh, seorang
siswa yang mempelajari bilangan prima akan bisa menemukan berbagai hal yang penting
dan menarik tentang bilangan prima, sekalipun pada awal mula guru hanya memberikan
sedikit informasi tentang bilangan prima kepada siswa tersebut. Teori Bruner tentang
kegiatan manusia tidak terkait dengan umur atau tahap perkembangan (berbeda dengan
Teori Pia- get).
Jarome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih
berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktural-struktural
yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan di samping hubungan yang terkait
antara konsep-konsep dan struktur-struktur.
Bruner, dalam teorinya, mengungkapkan bahwa dalam proses belajar siswa sebaiknya
diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Dengan alat peraga
tersebut, siswa dapat melihat langsung bagaimana keteraturan serta pola yang terdapat
dalam benda yang sedang diperhatikannya. Keteraturan tersebut kemudian oleh siswa
dihubungkan dengan keteraturan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajar siswa melewati 3 tahap, yaitu :
a. Tahap Enaktif Dalam tahap ini siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek.
b. Tahap Ikonik Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan siswa berhubungan dengan
mental, yang merupkan gambaran dari objrk-objrk yang dimanipulsinya. Anak tidak
langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif.
c. Tahap Simbolik Dalam tahap ini siswa memanipulasi sombol-simbol atau lambang-
lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek pada tahap
sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa
ketergantungan terhadap objek real.
Teorema Teorema Cara Belajar Dan Mengajar Matematika Menurut Bruner
Dari hasil pengamatan Bruner ke sekolah-sekolah diperoleh beberapa kesimpulan yang
melahirkan dalil-dalil. Di antaranya dalil penyusunan (constructive theorem). Dalil
kekontrasan, dalil keanekaragaman (contras and variation theorem), dan dalil pengaitan
(connective theorem).
1) Dalil Penyusunan (konstruksi)
Dalil ini menyatakan bahwa siswa, selalu ingin mempunyai kemampuan dalam hal
menguasai konsep, teorema, definisi dan semacamnya, untuk itu siswa harus dialtih
melakukan penyusunan representasinya. Untuk melekatkan ide atau definisi tertentu dalam
pikiran siswa, harus menguasai konsep dengan mencobanya dan melakukan sendiri. Dengan
demikian, konsep yag dilakuakn dengan jalan memperlihatkan representasi konsep tersebut,
maka siswa akan lebih memahaminya.
Apabila dalam proses perumusan dan penyusunan ide-ide tersebut disertai bantuan
benda-benda konkret, maka siswa akan lebih mudah mengingat ide-ide yang dipelajarinya
itu. Dalam tahap ini siswa akan memperoleh penguatan yang diakibatkan interaksinya
dengan benda-benda konkret yang dimanipulasinya. Memori seperti ini bukan sebagai akibat
penguatan. Dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya dalam tahap awal pemahaman
konsep diperlukan aktiivitasaktivitas konkret yang mengantar siswa kepada pengertian
konsep.
2) Dalil Notasi
Dalil notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep, notasi memegang peranan
penting. Notasi yang digunakan dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus
disesuaikan dengan tahap perkembangan mentala siswa. Sebagai contoh notasi untuk
menyatakan fungsi :
F(x) = 3x – 2
Kita menggunakan notasi
0 = (3x x ∆) – 2
Bagi siswa yang mempelajari konsep fungsi lebih lanjut diberikan notasi fungsi.
{(x,y) |y = 3x – 2, x y € R)
Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling
sederhana sampai yang paling sulit. Penyajian seperi ini dalam matematika merupakan
pendekatan spiral.

3) Dalil Pengkontrasan dan Keanekaragaman


Dalam dalil ini dinyatakan bahwa pengontasan dan keanekaragaman sangat penting
dalam melakuakan pengubahan konsep matematika dari konsep konkret ke konsep yang
lebih abstrak diperlukan contoh-contoh yang banyak, sehingga siswa mampu mengetahui
karakteristik konsep tersebut. Konsep yang diterangkan dengan contoh dan bukan contoh
adalah salah satu cara pengkontrasan. Melalui cara ini siswaakan memahami arti dan
karakteristik konsep yang diberikan tersebut. Sebagai contoh, untuk menjelaskan pengertian
persegi panjang, disertai juga kemungkinan jajaran genjang dan segi empat lainnya selain
persegi panjang.
Keanekaragaman juga membantu siswa dalam memahami konsep yang disajikan, dan
hal ini dapat memberikan belajar bermakna bagi siswa. Misalnya, untuk memperjelas
pengertian bilangan prima siswa perlu diberi sontoh yang sifatnya keanekaragaman. Selain
itu perlu juga diberikan contoh-contoh bilangan ganjil tyang termasuk bilangan prima dan
yang tidak.

4) Teori Pengaitan (konektivitas)


Dalam dalil ini dinyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep dengan konsep
lainnya terdapat hubungan yang erat, bukan dari segi isi saja, namun juga dari segi rumus-
rumus yang digunakan. Misalnya konsep dalilPhytaghoras diperlukan untuk menentukan
tripel Phytagoras atau pembuktian rumus kuadratis dalam trigonometri.
Kelebihan Teori Bruner
1. Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna.
2. Pengetahuan yang diperoleh si belajar akan tertinggal lama dan mudah diingat.
3. 4Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan
dalam belajar agar si belajar dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima.
4. Transfer dapat ditingkatkan di mana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh si belajar
daripada disajikan dalam bentuk jadi.
5. Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan
motivasi belajar.
6. Meningkatkan penalaran si belajar dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.

Kekurangan Teori Bruner


1. Teori belajar ini menuntut peserta didik untuk memiliki kesiapan dan kematangan
mental. Peserta didik harus berani dan berkeinginan mengetahuai keadaan disekitarnya.
Jika tidak memiliki keberanian dan keinginan tentu proses belajar akan gagal.
2. Teori belajar seperti ini memakan waktu cukup lama dan kalau kurang terpimpin atau
kurang terarah dapat menyebabkan kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.
C. TEORI DIENES
Robert Zoltan Pal Dienes (Zoltan Paul Dienes) lahir pada 1916 di Budapest. Hungaria
dan pindah ke Inggris ketika dia berusia 16 tahun. Z.P. Dienes memulai pendidikannya di
Darlington Hall School, Inggris dan lulus pada tahun 1934. Gelar Bachelor didapatkan dari
University of London pada tahun 1937 sedangkan gelar Ph. D. didapatkan di universitas
yang sama pada tahun 1939. Dia mengembangkan bidang barudalam Psikoma tematik
(psikologi pembelajaran matematika).
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada
cara-cara pengajaran terhadap siswa-siswa. Dasar teorinya bertumpu pada Piaget, dan
pengembangannya diorientasikan pada siswa-siswa, sedemikian rupa sehingga sistem yang
dikembangkannya itu menarik bagi siswa yang mempelajarinya.
Dienes (dalam Ruseffendi, 1992) berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat
dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara
struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan hubungan di antara struktur-struktur.
Seperti halnya dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip
dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan
baik. Ini mengandung arti bahwa jika benda-benda atau objek-objek dalam bentuk
permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran
matematika.
Perkembangan konsep matematika menurut Dienes (dalam Resnick, 1981) dapat dicapai
melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian kegiatan belajar dari kongkret
ke simbolik. Tahap belajar adalah interaksi yang direncanakan antara yang satu segmen
struktur pengetahuan dan belajar aktif, yang dilakukan melalui media matematika yang
disain secara khusus. Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi
matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara kongkret dan lebih
membimbing dan menajamkanpengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan
bahwa objek-objek kongkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting
dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Menurut Dienes (dalam
Ruseffendi, 1992:125-127), konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam
tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi tahap, yaitu Dienes
berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur
memisahkan hubungan-hubungan di antara studi tentang struktur –struktur dan
mengkategorikan hubungan-hubungan di antara strukturstruktur. Dienes mengemukakan
bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang
konkret akan dapat difahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa jika benda-benda tau
objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik
dalam pengajaran matematika.
Dalam teori yang dikemukakannya, Dienes menyatakan bahwa konsepkonsep
matematika dakan berhasil bila dipelajari dalam tahp-tahp tertentu. Dalam konsepnya itu
Dienes membagi tahp-tahap belajar dalam 6 tahap, yaitu
1. Permainan bebas (free play)
Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktivitasnya tidak berstruktur dan
tidak diarahkan. Aktivitas ini memungkinkan siswa mengadakan percobaan dan
mengutak atik (memanipulasi) benda-benda konkret dan abstrak dari unsur-unsur yang
sedang dipelajarinya itu.
2. Permainan yang disertai aturan (games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan
keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam
konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah
memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah dengan melalui permainan siswa diajak untuk
mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu.
3. Permainan kesamaan sifat (searching for comunities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-
sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari
kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan memstrantlasikan
kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah
sifat-sifat bstrak yang ada dalam permainan semula.
4. Representasi (representation)
Representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis.
Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil
menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi yang dihadapinya itu.
Representasi yang diperboleh ini bersifat abstrak. Dengan demikian telah mengarah pada
pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang
sedang dipelajari
5. Simbolisasi (simbolitation)
Simbolasi temasuk tahap belajar yang membutuhkan kemampuan merumuskan
representasi dari setiap konsep dengan menggunakan symbol matematika atau melalui
perumusan verbal.
6. Formalisasi (formalitation)
Formalisasi merupakan tahap ini siswa-siswa dituntut untuk menurutkan sifat-sifat
konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa
yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus
mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut.

Kelebihan Teori Dienes


1. Dengan menggunakan benda-benda konkret, siswa dapat lebih konsep
2. Susunan belajar akan lebih hidup. menyenangkan, dan tidak membosankan.
3. Dominasi guru berkurang dan siswa lebih aktif.
4. Konsep yang lebih dipahami dapat lebih mengakar karena siswa membuktikannya sendiri.
5. Dengan banyaknya contoh yang dilakukan melalui permainan, siswa dapat menerapkan
kedalam situasi yang lain,

Kekurangan Teori Dienes


1. Tidak semua materi dapat menggunakan teori belajar Dienes, karena teori ini lebih
mengarah kepermainan.
2. Tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama.
3. Bila pengajar tidak memiliki kemampuan mengarahkan siswa maka siswa cenderung
hanya bermain tanpa berusaha memahami konsep. Blok Dienes adalah salah satu alat
peraga yang dapat digunakan menanamkan konsep penjumlahan, pengurangan,
perkalian, maupun pembagian. Alat peraga ini cukup efektif untuk siswa SD kelas
rendah, sebab anak bisa bereksplorasi dan menemukan sendiri konsep yang harus
dikuasai, sehingga belajar menjadi lebih menyenangkan bagi anak.
Blok Dienes adalah salah satu alat peraga yang dapat digunakan menanamkan konsep
penjumlahan, pengurangan, perkalian maupun pembagian. Alat peraga ini cukup efektif
untuk siswa SD kelas rendah, sebab anak bisa bereksplorasi dan menemukan sendiri konsep
yang harus dikuasai. sehingga belajar menjadi lebih menyenangkan bagi anak.

D. TEORI VYGOTSKY
Lev Semyonovich Vygotsky lahir pada tahun 1896 di kota Orsha Rusia, dari
keluarga kelas menengah keturunan Yahudi. Setelah menyelesaikan pendidikannya di
Gymnasium, Vygotsky memperoleh beasiswa untuk studi hukum di Universitas Negeri
Moskow. Namun perhatian pemuda cemerlang, bersemangat, dan penuh rasa ingin tahu
ini meluas ke bidang-bidang lain, seperti psikologi, filsafat, kritik seni, sastra, dan bahkan
kedokteran (Solso, 1991:383). Penelitiannya sebagian besar di bidang-bidang linguistik,
bahasa, dan psikologi (Taylor, 1993:4). Vygotsky melakukan banyak penelitian mengenai
proses berpikir anak antara tahun 1920 – 1934 (Ormrod, 1995:179). Dalam pengantar
buku The Collected Works of L. S. Vygotsky (1987), Bruner mengemukakan bahwa
Vygotsky bukan hanya seorang ahli psikologi, tetapi juga teoretisi kebudayaan. Bagi
Vygotsky, teori pendidikan adalah teori tentang transmisi kebudayaan dan juga teori
tentang perkembangan (Taylor, 1993:4). Selama hidupnya Vygotsky mendapat tekanan
yang begitu besar dari pemegang kekuasaan dan para penganut ideologi politik di Rusia
untuk mengadaptasi dan mengembangkan teorinya. Setelah dia meninggal pada usia yang
masih dibilang sangat muda (38 tahun), pada tahun 1934 akibat menderita penyakit
tuberculosis (TBC), barulah seluruh ide dan teorinya diterima oleh pemerintah dan tetap
dianut dan dipelajari oleh mahasiswanya. Kepeloporannya dalam meletakkan dasar
tentang psikologi perkembangan telah banyak mempengaruhi pendidikan di Rusia yang
kemudian teorinya berkembang dan dikenal luas di seluruh dunia hingga saat ini. Berkat
karyanya yang luar biasa di bidang psikologi, bangsa Rusia menjulukinya “Mozartnya
psikologi” (Solso, 1991:383).
Dalam masa hidupnya yang sangat singkat tetapi sangat produktif itu, Vygotsky
menghasilkan banyak teori psikologi mengenai perkembangan intelektual (Confrey,
1995:38). Gagasan-gagasan orisinal Vygotsky ini tertuang dalam dua bukunya yang
terkenal yang terbit pada tahun 1934 dalam bahasa Rusia, yaitu Mind in Society dan
Thought and Language. Teori-teori itu antara lain menyangkut: peranan interaksi sosial
dalam perkembangan kognitif, dialektika pikiran dan bahasa, perkembangan konsep, dan
daerah perkembangan terdekat (zone of proximal development). Artikel ini membahas
dua di antara teori-teori Vygotsky itu, yaitu peranan interaksi sosial dan daerah
perkembangan terdekat (zone of proximal development), beserta implikasinya dalam
pembelajaran Matematika.
Ada beberapa asumsi yang diutarakan oleh vygotsky ini yang menjadi inti
pandangan darinya yaitu
1) Keahlian kognitif dapat dipahami apabila di teliti dan di tafsirkan secara berkaitan
dengan asal usulnya dan perubahan dari bentuk awal ke bentuk selanjutnya;
2) Kemampuan dalam memperoleh pengetahuan baru dengan kata, bahasa, yang
berfungsi sebagai alat berpikir untuk membantu mentransformasi aktivitas mental;
3) Kemampuan kognitif berasal dari hubungan timbal balik sosial dan dipengaruhi olch
kultur.

Teori Belajar Lev Vygotsky


1. Zone of Proximal Development (ZPD) sesuatu yang belum bisa anak kerjakan dalam
arti anak merasa kesulitan dalam mengerjakan sesuatu dan memerlukan bantuan
orang lain atau orang yang lebih dewasa dalam menyelesaikan masalah tersebut.
2. Scafolding, pembelajaran sosial yang menyediakan banyak sekali dukungan kepada
seorang anak selama tahap pembelajaran berlangsung dan kemudian di lepaskan
untuk melihat kompetensi anak mampu atau tidak nya tanpa bantuan.
3. Bahasa dan Pemikiran, bahasa merupkan salah satu penyampaian atau
menyampaikan sebagai komunikasi sosial tetapi bahasa juga untuk menyelesaikan
tugasnya dan bahasa juga sebagai monitor perilaku mereka sendiri. Anak harus
mampu berkomunikasi dengan bahasanya sendiri sebelum mereka dapat
memfokuskan ke dalam pikiran-pikiran mereka sendiri,
4. Pembelajaran kerjasama, teori ini sangat mendukung anak-anak untuk kerjasama
dalam hal pemecahan masalah yang mereka hadapi.;
5. Saling memberi contoh, Dalam hal ini, sangat memungkinkan bagi guru untuk
melakukan pendekatan pembelajaran secara kontekstual (Contextual Teaching
Learning) pendekatan ini akan membantu guru dalam menghubungkan materi
pembelajaran dengan situasi dunia nyata atau fakta yang sesungguhnya terjadiyang
akhirnya mendorong siswa dalam membuat hubungan pembelajaran yang mereka
miliki dan penerepannya dengan kehidupan sehari-hari.

Implikasi Teori Vygotsky terhadap Pembelajaran Matematika


Teori Vygotsky mengenai peranan interaksi sosial dan daerah perkembangan
terdekat (zone of proximum development) mempunyai beberapa implikasi terhadap
pembelajaran Matematika.
Pembelajaran Matematika bertujuan untuk mengembangkan
kemampuankemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif siswa dalam bermatematika
(doing mathematics). Oleh karena itu landasan sosial bagi pembelajaran Matematika
merupakan suatu keharusan. Implikasi teori Vygotsky ini diperkuat dengan posisi filsafat
konstruktivisme sosial yang berkeyakinan bahwa pengetahuan Matematika suatu
bentukan (konstruksi) secara sosial (Ernest, 1991:42). Jadi pentingnya interaksi sosial
dalam pembelajaran Matematika merupakan imperatif dari dua arah: dari segi psikologis
siswa yang belajar dan dari segi bahan Matematika yang dipelajari. Mengingat
proses belajar mula-mula berlangsung pada taraf sosial, maka proses pembelajaran
Matematika di kelas hendaknya bersifat interaktif, baik antara siswa dan guru maupun
antar siswa. Interaksi ini mengarah sampai kepada terjadinya intersubjektivitas, yakni
kecocokan di kedua belah pihak yang memungkinkan keduanya mampu mengerti,
memeriksa, bernegosiasi, dan saling memanfaatkan sudut pandang pihak lain.
Di samping kegiatan interaktif, guru Matematika di kelas perlu juga menyediakan
kesempatan secukupnya bagi siswa untuk mengalami internalisasi. Agar tersedia
kesempatan untuk internalisasi pada diri siswa, guru tidak boleh tergesa-gesa dalam
memfasilitasi kegiatan pembelajaran dan perlu memberikan jeda waktu di sela-sela
kesatuan-kesatuan kegiatan di kelas. Selain itu guru disarankan untuk:
a. Peka terhadap pengetahuan yang mungkin diberikan siswa dalam situasi belajar.
b. Mengusahakan pemecahan masalah interaktif sebagai panduan bagi belajar siswa.
c. Menyajikan beberapa masalah yang menantang.
d. Mendorong, menggali, dan menerima penyelesaian dan strategi yang berbeda.
e. Mengusahakan agar siswa menerangkan dan memberikan alasan bagi pendapat mereka
(Jones & Thornton, 1993:19).
Interaksi sosial dalam pembelajaran Matematika jangan hanya dibatasi dalam
bentuk kegiatan interaktif di kelas, tetapi juga mencakup interaksi siswa dengan konteks
sosial budaya yang dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari. Pembelajaran Matematika
di kelas perlu menghadirkan masalah-masalah kontekstual tersebut, karena kegiatan yang
melibatkan masalah-masalah ini menjadi bermakna secara sosial bagi siswa. Bahkan
dalam pendekatan pendidikan Matematika realistik, masalah kontekstual semacam itu
dijadikan titik pangkal (starting point) bagi proses pembelajaran Matematika.
Pelajaran Matematika di sekolah bersifat hierarkis. Jadi dalam mempelajari suatu
bahan diperlukan penguasaan siswa akan bahan-bahan prasyarat itu. Tugas guru adalah
menciptakan suatu lingkungan pembelajaran interaktif dan memberikan tuntunan bagi
para siswa dalam ZPD (DPT) masing-masing, sehingga mereka masing-masing dapat
mencapai taraf kemampuan potensial. Situasi yang terjadi di lapangan secara empiris
tidaklah sederhana. Tidak setiap siswa telah menguasai bahan prasyarat dengan baik, atau
para siswa menguasai tetapi dengan kualitas penguasaan yang beraneka ragam. Jadi ada
siswa yang belum mencapai taraf kemampuan aktual atau taraf kemampuan aktual yang
dicapai masing-masing siswa tidak sama. Ini berarti, ZPD (DPT) mereka berbedabeda,
yang berimplikasi pada perlunya variasi tuntunan dan lingkungan belajar interaktif.
Tuntunan yang diberikan guru Matematika untuk membawa seorang siswa dari
taraf kemampuan aktual ke taraf kemampuan potensialnya paling baik memanfaatkan
pengalaman belajar yang telah dimiliki siswa itu pada taraf kemampuan aktualnya,
karena hal ini paling bermakna bagi yang bersangkutan. Termasuk di sini adalah
pengetahuan informal anak yang telah diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa
menyelesaikan masalah kontekstual dengan menggunakan pengetahuan informal yang
bersangkutan. Dari sini guru memberikan tuntunan, agar secara bertahap siswa
membangun sendiri modelmodel penyelesaian yang makin lama makin bersifat formal,
sampai akhirnya menjadi model matematik yang dimaksud.
ZPD (DPT) sifatnya sangat khas untuk setiap individu. Kekhasan ini timbul
karena variasi jarak antara taraf kemampuan aktual dan taraf kemampuan potensial. Hal
ini semakin menegaskan perlunya perhatian guru Matematika terhadap para siswa secara
individual. Di lain pihak, ZPD (DPT) juga memperlihatkan peranan teman sebaya yang
lebih mampu bagi proses belajar siswa. Segi ini memberikan dukungan bagi pentingnya
pembelajaran Matematika secara kolaboratif. Dengan demikian, kelas dengan siswa yang
bervariasi kemampuan matematikanya masih perlu dipertahankan, tetapi seiring dengan
itu perhatian individual tetap diperlukan.

Kelebihan dari Teori Vygotsky


a. Berfikir Dalam proses membina pengetahuan baru, siswa berfikir, untuk
menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputusan.
b. Paham Oleh karena siswa terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru,
mereka akan lebih paham dan boleh mengaplikasikanya dalam semuasimasi.
c. Ingat Oleh karena siswa terlibat secara langsung dengan aktif. mereka akan
mengingat lebih lama semua konsep yang telah mereka pelajari. Melalui pendekatan
ini siswa membina sendiri kepahaman mereka. Dengan ini, mereka akan lebih yakin
menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
d. Kemahiran sosial. Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi dengan teman atau
guru dalam membina pengetahuan baru.
e. Senang. Oleh karena siswa terlibat secara terus menerus mereka paham, ingat. yakin
dan berinteraksi dengan sehat, maka mereka akan merasa lebih senangbelajar dalam
membina pengetahuan baru
f. Mengurangi kesenjangan antar siswa.
g. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah. h. Memberikan
kesempatan yang lebih pada siswa untuk saling berinteraksi.
h.
Kekurangan dari Teori Vygotsky
a. Teori ini terbatas pada perilaku yang tampak, proses-proses belajar yang kurang
tampak sukar diamati secara langsun g.
b. alam proses pembelajaran, peran guru sebagai pendidik kurang begitu mendukung,
cakupan makna yang dipelajari lebih luas dan sulit dipahami.

E. TEORI POLYA
Polya layak disebut matematikawan paling berpengaruh pada abad 20. Riset
mendasar yang dilakukan pada bidang analisis kompleks. fisika matematikal, teori
probabilitas, geometri dan kombinatorik banyak memberi sumbangsih bagi
perkembangan matematika. Sebagai seorang guru yang piawai, minat mengajar dan
antusiasme tinggi tidak pernah hilang sampai akhir hayatnya. Semasa di Zurich, karya-
karya di bidang matematika sangat beragam dan produktif. Tahun 1918, mengarang
makalah tentang deret, teori bilangan, sistem voting dan kombinatorik. Tahun berikutnya,
menambah dengan topik-topik seperti astronomi dan probabilitas. Meskipun pikiran
sepenuhnya ditumpahkan untuk topik-topik di atas, namun Polya mampu membuat hasil
mengesankan pada fungsi-fungsi integral.

Tahun 1933, Polya kembali mendapatkan Rockefeller Fellowship dan kali ini dia
pergi ke Princeton. Saat di Amerika, Polya diundang oleh Blichfeldt untuk mengunjungi
Stanford yang menarik minatnya. Kembali ke Zurich pada tahun 1940, namun situasi di
Eropa menjelang perang dunia II, memaksa Polya kembali ke Amerika. Bekerja di
universitas Brown dan Smith College selama 2 tahun, sebelum menerima undangan dari
Stanford yang diterimanya dengan senang hati. Sebelum meninggalkan Eropa, Polya
sempat mengarang buku How to Solve It yang ditulis dalam bahasa Jerman. Setelah
mencoba menawarkan ke berbagai penerbit akhirnya dialihbahasakan ke dalam bahasa
Inggris sebelum diterbitkan oleh Princeton. Buku ini ternyata menjadi buku best seller
yang terjual lebih dari 1 juta copy dan kelak dialihbahasakan ke dalam 17 bahasa. Buku
ini berisikan metode-metode sistematis guna menemukan solusi atas masalah yang
dihadapi dan memungkinkan seseorang menemukan pemecahannya sendiri karena
memang sudah ada dan dapat dicari.
Pengertian dan Ciri-ciri Teori Belajar Polya dalam Pembelajaran Matematika

Newell dan Simon menulis bahwa, Seseorang dihadapkan dengan masalah ketika
menginginkan suatu dialog dan tidak tahu dengan serangkaian tindakan apa yang harus
lakukan untuk mendapatkannya.
Polya mendefinisikan problem solvingsebagai pencarian beberapa tindakan yang
tepat untuk mencapai tujuan yang jelas dipahami, tetapi tidak segera dicapai. Dimana
tidak ada kesulitan, maka tidak ada masalah. Menurut Michaelis adalah aktivitas atau
proses yang dilakukan untuk individu mencari solusi akan suatu masalah. Adapun
menurut Fisher problem solvingadalah suatu proses dimana anak dapat belajar untuk
menggunakan pengetahuan mereka, berdasarkan konsep proses keterampilan yang ada
pada diri anak. Keterampilan yang harus dimiliki anak adalah kritis, kreatif dalam proses
strategis seperti mengamati, perancangan, pengambilan keputusan, kerjasama kelompok,
pengungkapan pendapat, menerapkan proses mengevaluasi solusi.
Dari beberapa pemyataan tersebut dapat dikatakan Problem solving sebagai
rangkaian tindakan yang tepat digunakan untuk mencapai tujuan. Untuk memperoleh
kemampuan dalam pemecahan masalah, seseorang harusmemiliki banyak pengalaman
dalam memecahkan berbagai masalah. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa
anak yang diberi banyak latihan memiliki nilai lebih tinggi dalam tes problem
solvingdibandingkan anak yang lebih sedikit latihannya.
Problem solving adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan masalah
menjadikan sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis proses disintesis dalam,
usaha mencari pemecahan atau jawabannya masalah oleh siswa. Jadi ini memberikan
tekanan pada terselesaikannya suatu masalah secara menalar. problem solvingdapat
berlangsung bila seseorang dihadapkan suatu persoalan pada yang didalamnya terdapat
sejumlah jawaban kemungkinan. Upaya menemukan jawaban itu kemungkinan
merupakan suatu proses pemecahan masalah.
Prosesnya dapat berlangsung melalui suatu diskusi, atau suatu penemuan melaui
pengumpulan data, diperoleh baik dari percobaan (eksperimen) atau data dari lapangan.
Belajar problem solving dapat berlangsung proses belajar dalam, yang berkaitan ilmu-
ilmu dengan sosial, ilmu-ilmu kealaman, maupun dalam, matematika. Oleh sebab bentuk
belajar ini menekankan pada penemuan pemecahan masalah, maka pembelajaran
bertujuan membentuk kemampuan yang memecahkan masalah, lebih menekankan
penyajian bahan pada dalam, bentuk masalah penyajian yang menuntut proses penemuan
pemecahan masalah.
Problem solving menekankan pada kegiatan belajar siswa yang yang optimal
bersifat, dalam, upaya pemecahan menemukan jawaban atau terhadap suatu
permasalahan semacam ini memungkinkan belajar siswa mencapai pemahaman terhadap
apa yang tinggi yang dipelajari. Disamping itu, proses belajar menekankan prinsip-
prinsip pada berpikir ilmiah, yang bersifat kritis proses analitis. Dengan demikian,
diharapkan menguasai siswapun prosedur melakukan penemuan ilmiah, proses mampu
melakukan proses berpikir analitis.

Ciri-ciri utama problem solvingadalah sebagai berikut:

1. Suatu pengajuan pertanyaan atau masalah


2. Memusatkan keterkaitan antardisiplin
3. Menghasilkankaryakerjasama proses peragaan.

Strategi atau Teknik Teori Belajar Polya dalam Pembelajaran Matematika

Menurut Polya beberapa strategi dalam pemecahan masalah antara lain:

1. Mencoba-coba

Strategi ini biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalah
(trial and error). Proses mencoba-coba ini tidak akan selalu berhasil, adakalanya gagal. Proses
mencoba-coba dengan menggunakan suatu analisis yang tajam sangat dibutuhkan pada
penggunaan strategi ini.

2. Membuat diagram

Strategi ini berkait dengan pembuatan gambar untuk mempermudah memahami masalah
dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya. Dengan strategi ini, hal-hal
yang diketahui tidak sekedar dibayangkan namun dapat dituangkan ke atas kertas.

3. Mencobakan pada soal yang lebih sederhana

Strategi ini berkait dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan
lebih sederhana, sehingga gambaran umum penyelesaian masalah akan lebih mudah dianalisis
dan akan lebih mudah ditemukan.

4. Membuat tabel
Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan pikiran,
sehingga segala sesuatunya tidak hanya dibayangkan saja.

5. Menemukan pola

Strategi ini berkait dengan pencarian keteraturan-keteraturan. Keteraturan yang sudah


diperoleh akan lebih memudahkan untuk menemukan penyelesaian masalahnya.

6. Memecah tujuan

Strategi ini berkait dengan pemecahan tujuan umum yang hendak dicapai. Tujuan pada
bagian ini dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang sebenarnya.

7. Memperhitungkan setiap kemungkinan

Strategi ini berkait dengan penggunaan aturan- aturan yang dibuat sendiri oleh para
pelaku selama proses pemecahan masalah berlangsung sehingga dapat dipastikan tidak akan ada
satu alternatif yang terabaikan.

8. Berpikir logis

Strategi ini berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun penarikan kesimpulan yang
sah atau valid dari berbagai informasi atau data yang ada.

9. Bergerak dari belakang

Dalam strategi ini proses penyelesaian masalah dimulai dari apa yang ditanyakan,
bergerak menuju apa yang diketahui. Melalui proses tersebut dianalisis untuk dicapai pemecahan
masalahnya.

10. Mengabaikan hal yang tidak mungkin

Dalam strategi ini setelah memahami masalah dengan merumuskan apa yang diketahui
dan apa yang ditanyakan. Bila ditemukan hal yang tidak berhubungan dengan apa yang diketahui
dan apa ditanyakan sebaiknya diabaikan

Kelebihan dan kekurangan Teori Belajar Polya dalam Pembelajaran Matematika

1. Problem solvingmerupakan pemecahan masalahyang bagus untuk memahami pelajaran.


2. Dapat meningatkan aktifitas siswa dalam pembelajaran.
3. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa
menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.
4. Metode ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif,
menyeluruh, dan membiasakan untuk berani thingking out of the box (berfikir lain
daripada yang lain) karena dalam proses belajarnya siswa banyak melakukan mental
dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan
masalah.
5. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka
miliki dalam dunia kehidupan sehari.

6. Problem solving ini perlu dibiasakan pada diri siswa sebab kenyataan hidup manusia
pada hakekatnya memerlukan keahlian ini untuk memecahkan secara cerdas serangkaian
masalah yang dia hadapi.

Kelemahan teori belajar polya dalam pembelajaran matematika

1. Kurangnya kesiapan guru dalam proses untuk berkolaborasi memecahkan masalah.


2. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini membutuhkan waktu yang
lama dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain.
3. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya tidak sesuai dengan tingkat berpikir
siswa, tingkat sekolahan dan kelasnya.
4. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari
guru menjadi berakar dengan banyak berfikir memecahkan permasalahan sendiri atau
kelompok yang kadang- kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan
kesulitan tersendiri bagi siswa.
5. Kalau di dalam kelompok kemampuan anggotanya heterogen, maka siswa yang pandai
akan mendominasi diskusi sedangkan siswa yang kurang pandai menjadi pasif sebagai
pendengar saja
F. TEORI GAGNE
Robert Gagne yang memiliki nama lengkap Robert Milis Gagne, ia dilahirkan
pada tanggal 21 Agustus 1916 di di North Andover, Massachusetts dan meninggal pada
tanggal 28 April tahun 2002. Setelah lulus dari SMA, Gagne melanjutkan pendidikan di
Yale University Pada tahun 1937 Gagne mendapat gelar B.A dari Yale University,
kemudian dia melanjutkan studinya di Brown University dan mendapat gelar Ph.D di
bidang psikologi pada tahun 1940.

Robert Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan Amerika yang


terkenal dengan penemuanya berupa The Condition Of Learning. la profesor psikologi
dan pendidikan di Connecticut College untuk Perempuan (1940-1949). Pennsylvania
State University (1945-1946), Princeton (1958-1962), dan University of California di
Berkeley (1966-1969), dan profesor di Departemen Penelitian Pendidikan di Florida State
Umversity di Tallahassee dimmilai pada tahun 1969. Ia juga menjabat sebagai direktur
penelitian untuk Angkatan Udara (1949-1958) di Lackland, Texas, dan Lowry, Colorado.
Dia bekerja sebagai konsultan untuk Departemen Pertahanan (1958-1961), dan ke
Amerika Serikat Kantor Pendidikan (1964-1966). Selain itu ia menjabat sebagai direktur
penelitian di Institut Penelitian Amerika di Pittsburgh (1962-1965)
Teori yang dikemukakan oleh Gagne tergolong ke dalam psikologi tingkah laku
atau psikologi stimulus respon. Menurut Gagne (dalam Dahar, 1988), belajar merupakan
proses yang memungkinkan manusia mengubah tingkah laku secara permanen,
sedemikian sehingga perubahan yang sama tidak akan terjadi pada keadaan yang baru.
Selain itu, Gagne mengemukakan kematangan tidak diperoleh melalui belajar, karena
perubahan tingkah laku yang terjadi merupakan akibat dari pertumbuhan struktur pada
diri manusia tersebut.
Dengan demikian belajar terjadi bila individu merespon terhadap stimulus yang
datangnya dari luar, sedangkan kematangan datangnya memang dari dalam diri orang itu.
Perubahan tingkah laku yang tetap sebagai hasil belajar harus terjadi bila orang tersebut
berinteraksi dengan lingkungan.
Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi yang menggunakan matematika
sebagai medium untuk implementasi dan menguji teori belajarnya. Menurut gagne objek
matematika terdiri dari dua, yaitu ;
- Objek langsung yang meliputi fakta, operasi , konsep dan prinsif
- Objek tak langsung yang meliputi kemampuan menyelidiki, memecahkan masalah,
disiplin diri, bersikap positif dan tahu bagaimana semestinya belajar.
Fase-fase belajar Terdapat 8 fase belajar menurut gagne:
a. Fase motivasi (motivatim phase)
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan, bahwa
belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa
informasi akan memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan, akan
berguna bagi mereka atau dapat menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih
baik.
b. Fase Pengenalan (apperehending phase)
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu
kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi. Misalnya, siswa memperhatikan aspek-
aspek yang relevan tentang apa yang ditunjukkan guru, atau tentang ciri-ciri utama dari
suatu bangun datar. Guru dapat memfokuskan perhatian terhadap informasi yang penting,
misalnya dengan berkata: “Perhatikan kedua bangun yang Ibu katakan, apakah ada
perbedaannya”. Terhadap bahan-bahan tertulis dapat juga melakukan demikian dengan
menggaris-bawahi kata, atau kalimat tertentu, atau dengan memberikan garis besarnya
untuk setiap bab.
c. Fase Perolehan (acquisition phase)
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima
pelajaran. Informasi yang disajikan, sudah dikemukakan dalam bab-bab terdahulu, bahwa
informasi tidak langsung disimpan dalam memori. Informasi itu diubah menjadi bentuk
yang bermakna yang dihubungkan dengan informasi yang telah ada dalam memori siswa.
Siswa dapat membentuk gambaran-gambaran mental dari informasi itu, atau membentuk
asosiasiasosiasi antara informasi baru dan informasi lama. Guru dapat memperlancar
proses ini dengan penggunaan pengaturan-pengaturan awal (Ausubel. 1963), dengan
membiarkan para siswa melihat atau memanipulasi benda-benda, atau dengan
menunjukkan hubunganhubungan antara informasi baru dan pengetahuan sebelumnya.
d. Fase Retensi (retentim phase)
Informasi yang baru diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke
memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal),
praktek (practice), elaborasi atau lain-lainnya.
e. Fase Pemanggilan (recall)
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori
jangka panjang. Jadi bagian penting dalam belajar ialah belajar memperoleh hubungan
dengan apa yang telah kita pelajari, untuk memanggil (recall) informasi yang telah
dipelajarisebelumnya. Hubungan dengan informasi ditolong oleh organisasi materi yang
diatur dengan baik dengan mengelompokkan menjadi kategori-kategori atau konsep-
konsep, lebih mudah dipanggil daripada materi yang disajikan tidak teratur.
Pemanggilan juga dapat ditolong, dengan memperhatikan kaitan-kaitan antara konsep-
konsep, khususnya antara informasi baru dan pengetahuan sebelumnya.
f. Fase Generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks
dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer informasi pada situasi-
situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat ditolong dengan meminta
para siswa menggunakan keterampilan-keterampilan berhitung baru untuk memecahkan
masalahmasalah nyata, setelah mempelajari pemuaian zat, mereka dapat menjelaskan
mengapa botol yang berisi penuh dengan air dan tertutup, menjadi retak dalam lemari es.
g. Fase Penampilan
Para siswa harus memperlihatkan, bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui
penampilan yang tampak. Misalnya, setelah mempelajari bagaimana menggunakan busur
derajat dalam pelajaran matematika, para siswa dapat mengukur besar sudut. Setelah
mempelajari penjumlahan bilangan bulat, siswa dapat menjumlahkan dua bilangan yang
disebutkan oleh temannya.
h. Fase Umpan Balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka, yang
menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.
Umpan balik ini dapat memberikan reinforsemen pada mereka untuk penampilan yang
berhasil.
TIPE TIPE BELAJAR
1. Belajar Isyarat ( Signal Learning)
Belajar isyarat merupakan proses belajar melalui pengalaman-pengalaman menerima
suatu isyarat tertentu untuk melakukan tindakan tertentu. Misalnya ada “Aba-aba siap”
merupakan isyarat untuk mengambil sikap tertentu, tersenyum merupakan isyarat
perasaan senang.
2. Belajar melalui stimulus-respon ( Stimulus-response learning)
Belajar stimulus-respon (S-R), merupakan belajar atau respon tertentu yang diakibatkan
oleh suatu stimulus tertentu. Melalui pengalaman yang berulangulang dengan stimulus
tertentu sesorang akan memberikan respon yang cepat sebagai akibat stimulus tersebut.
3. Rantai atau rangkaian (Chaining) Chaining atau rangkaian, terbentuk dari hubungan
beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi. Misalnya :
Pulang kantor, ganti baju, makan, istirahat.
4. Asosiasi verbal (Verbal association)
Mengenal suatu bentuk-bentuk tertentu dan menghubungkan bentuk-bentuk rangkaian
verbal tertentu. Misalnya : seseorang mengenal bentuk geometris, bujur sangkar, jajaran
genjang, bola dlsbnya. Lalu merangkai itu menajdi suatu pengetahuan geometris,
sehingga seseorang dapat mengenal bola yang bulat, kotak yang bujur sangkar.
5. Belajar diskriminasi ( Discrimination learning)
Belajar diskriminasi adalah dapat membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya,
dapat membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya walaupun bentuk
manusia hampir sama, dapat membedakan merk sepedamotor satu dengan yang lainnya
walaupun bentuknya sama. Kemampuan diskriminasi ini tidak terlepas dari jaringan,
kadang-kadang jika jaringan yang terlalu besar dapat mengakibatkan interferensi atau
tidak mampu membedakan.
6. Belajar konsep (Concept learning) Belajar konsep mungkin karena kesanggupan manusia
untuk mengadakan representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan
bahasa. Mungkin juga binatang bisa melakukan tetapi sangat terbatas, manusia dapat
melakukan tanpa terbatas berkat bahasa dan kemampuan mengabstraksi. Dengan
menguasai konsep ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu
misalnya : warna, bentuk, jumlah dllnya
7. Belajar aturan (Rule learning) Belajar model ini banyak diterapkan di sekolah, banyak
aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang yang telah mengenyam pendidikan.
Misalnya : angin berembus dari tekanan tinggi ke tekanan rendah, 1 + 1 = 2 dan lainnya.
Suatu aturan dapat diberikan contoh-contoh yang konkrit.
8. memecahkan masalah (Problem solving) Memecahkan masalah merupakan suatu
pekerjaan yang biasa yang dilakukan manusia. Setiap hari dia melakukan problem solving
bayak sekali. Untuk memecahkan masalah dia harus memiliki aturan-aturan atau
pengetahuan dan pengalaman, melalui pengetahuan aturan-aturan inilah dia dapat
melakukan keputusan untuk memecahkan suatu persoalan. Seseorang harus memiliki
konsep-konsep, aturan-aturan dan memiliki “sets” untuk memecahkannya dan suatu
strategi untuk memberikan arah kepada pemikirannya agar ia produktif.
Kelebihan dari teori gagne

1. Mendorong guru untuk merencanakan pembelajaran


Teori Gagne mendorong guru untuk merencanakan pembelajaran yang akan
dilakukan. Sehingga pembelajaran menjadi lebih terarah dan terstruktur. Selain itu agar
suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi sebaik mungkin. Dimana inti dari kegiatan
pembelajaran adalah menyajikan ciri-ci stimulis memberikan pedoman belajar,
memunculkan kinerja dan memberikan tanggapan dan umpan balik.

2. Memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan kebiasaan


Teori Gagne sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan
prakrik dan kebiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan spontanitas
kelenturan reflek, dan daya tahan, menurut gagne rancangan pembelajaran untuk
keterampilan yang kompleks menyajikan peristiwa pembelajaran untuk urutan
keterampilan yang ada dalam prosedur dan hirarki belajar.

3. Cocok untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang
dewasa.
Menyajikan stimulus bisa dilakukan dengan cara gun menyajikan materi
pembelajaran secara menarik dan menantang. Sehingga siswa merasa tertarik untuk
mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung. Hal ini dapat dilakukan langsung bagi
siswa pendidikan dasar

4. Dapat dikendalikan
Mulai dari identifikasi kapabilitas yang akan dipelajari, analisis tugas atas tujuan,
pemilihan peristiwa pembelajaran yang cocok, semua dapat disusun Sehingga
pembelajaran yang diinginkan dapat dikendalikan guru agar mendapatkan hasil yang
maksimal. Pada teori ini, analisis tugas merupakan kunci bagi pengajaran yang efektif.
Untuk mengajarkan tugas apapun. paling tidak guru harus memastikan bahwa semua
komponen yang diperlukan telah dipelajari, yaitu bisa jadi mensyaratkan pengajaran-
pengajaran setiap komponen pembelajaran.
Kekurangan teori Gagne

1. Tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal


2. Keaktifan berfikir dan berkreasi setiap siswa berbeda, sehingga pembelajaran akan
terhambat untuk siswa yang berfikinya lamban.
3. Proses internal yang tidak dapat di amati secara langsung.
G. TEORI AUSUBEL
David Paul Ausubel (1918-2008) merupakan salah seorang ahli psikologi
Amerika. Ausubel dilahirkan pada 25 Oktober 1918 dan dibesarkan di Brooklyn, New
York. Beliau mendapat pendidikan di University of Pennsylvania dan mendapat ijazah
kehormatan pada tahun 1939 dalam bidang psikologi. Kemudian Ausubel menamatkan
pelajarannya di sekolah perubatan di Universitas Middlesex. Beliau juga telah berkhidmat
dengan jabatan pertahanan US Public Health Service, dan telah memperolehi M.A dan
Ph.D dalam Psikologi Perkembangan dari Universitas Columbia pada 1950. Pada 1973,
Ausubel membuat keputusan untuk pensiun dari bidang akademik dan mulai latihan
psikiatri. Sepanjang menjalani latihan psikaitri, Ausubel telah menghasilkan berbagai
judul buku dan artikel tentang psikiatri dan jurnal psikologikal. Pada tahun 1976, beliau
telah dianugerahi Penghargaan Thorndike untuk "Kontribusi Psikologi terhadap
Pendidikan Distinguished" oleh American Psychological Association. Pada umur 75
tahun, Ausubel pensiun dari bidang professional dan melibatkan diri sepenuhnya dalam
penulisan dan telah menghasilkan empat buah buku yang terkenal.
David Ausubel banyak mencurahkan perhatiannya pada pentingnya
mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna (meaningful
learning) dan belajar verbal yang dikenal dengan expository learning. Pandangan Ausubel
tentang belajar ini sangat bertentangan dengan ahli psikologi kognitif lainnya, yaitu
Bruner dan Piaget.
Menurut Ausubel, pada dasarnya orang memperoleh pengetahuan melalui
penerimaan, bukan melalui penemuan. Konsep-konsep, prinsip, dan ide-ide yang
disajikan pada siswa akan diterima oleh siswa. Dapat juga konsep ini ditemukan sendiri
oleh siswa. (Gagne/Berliner, 322). Suatu konsep mempunyai arti bila sama dengan ide
yang telah dimiliki, yang ada dalam struktur kognitifnya. Agar konsep¬konsep yang
diajarkan berarti, harus ada sesuatu di dalam kesadaran siswa yang bisa disamakan.
Sesuatu itu adalah "struktur kognitif'.
1. Klasifikasi Belajar Menurut Ausubel
a. Klasifikasi Belajar dalam Dimensi
1) Dimensi – 1 Tentang cara penyajian informasi atau materi kepada siswa.
Dimensi ini meliputi belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam
bentuk final dan belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri
sebagian atau seluruh materi yang diajarkan.
2) Dimensi – 2 tentang cara siswa mengkaitkan materi yang diberikan dengan struktur
kognitif yang telah dimilikinya.
Jika siswa dapat menghubungkan atau mengkaitkan informasi itu pada
pengetahuan yang telah dimilikinya maka dikatakan terjadi belajar bermakna. Tetapi jika
siswa menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkan pada konsep yang telah ada
dalam struktur kognitifnya maka dikatakan terjadi belajar hafalan.
b. Klasifikasi Belajar berdasarkan cara siswa menerima pelajaran
1) Belajar Bermakna (Meaningfull Learning)
Belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik
disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta
didikitu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognifitif yang dimilikinya.
Sehingga peserta didik menjadi kuat ingatannya dan transfe belajarnya mudah dicapai.
Struktur kognitif dapat berupa fakta-fakta, konsep- konsep maupun generalisasi yang
telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa.
2) Belajar Menghafal (Rote Learning)
Bila struktur kognitif yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada maka
informasi baru tersebut harus dipelajari secara menghafal. Belajar menghafal ini perlu
bila 14 seseoarang memperoleh informasi baru dalam dunia pengetahuan yang sama
sekali tidak berhubungan dengan apa yang ia ketahiu sebelumnya.
c. Klasifikasi belajar berdasarkan cara menyajikan materi
1) Penerimaan
a) Belajar menerima yang bermakna
Informasi yang telah tersusun secara logis di sajikan kepada peserta didik dalam
bentuk final/ akhir, peserta didik kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu
dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik akanmempelajari akarakar
persamaan kuadrat. Pengajar mempersiapkan bahan- bahan yang akan diberikan yang
susunannya diatur sedemikian rupa sehingga materi persamaan kuadrat tersebut dengan
mudah tertanam kedalam konsep persamaan yang sudah dimiliki peserta didik. Karena
pengertian persamaan lebih inklusif dari pada persamaan kuadrat, materi persamaan
tersebut dapat dipelajari peserta didik secarabermakna.
b) Belajar menerima yang tidak bermakna
Dari setiap tipe bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam bentuk final.
Peserta didik tersebut kemudian menghafalkannya. Bahan yang disajikan tadi tanpa
memperhatikan pengetahuan yang dimiliki peserta didik.
2) Penemuan
a) Belajar dengan penemuan yang bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik. Peserta
didik itu kemudian menghubungkan pngetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif
yang dimiliki. Misalnya peserta didik diminta menemukan sifat- sifat suatu bujur 15
sangkar. Dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki, seperti sifat-sifat persegi
panjang, peserta didik dapat menemukan sendiri sifat- sifat bujur sangkar tersebut.
b) Belajar dengan penemuan tidak bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik, kemudian
ia menghafalnya. Misalnya, peserta didik menemukan sifat- sifat bujur sangkar tanpa
bekal pengetahuan sifat- sifat geometri yang berkaitan dengan segiempat dengan
sifatsiafatnya, yaitu dengan penggaris dan jangka. Dengan alat- alat ini diketemukan
sifatsifat bujur sangkar dan kemudian dihafalkan
Prinsip dalam teori belajar Ausubel (langkah-langkah menerapkan teori
Ausubel dalam mengajar)
1) Advance Organizer Advance Organizer
mengarahkan para siswa ke materi yang akan dipelajari dan mengingatkan siswa
pada materi sebelumnya yang dapat digunakan dalam membantu menanamkan
pengetahuan baru. Advance Organizer dapat dianggap merupakan suatu pertolongan
mental dan disajikan sebelum materi baru (Dahar, 1988: 144).
2) Diferensiasi Progresif
Selama belajar bermakna berlangsung perlu terjadi pengembangan konsep dari
umum ke khusus. Dengan strategi ini guru mengajarkan konsep mulai dari konsep
yang paling inklusif, kemudian kurang inklusif dan selanjutnya hal-hal yang khusus
seperti contoh contoh setiap konsep. Sehubungan dengan ini dikatakan Sulaiman
(1988:203) bahwa diferensiasi progresif adalah cara mengembangkan pokok bahasan
melalui penguraian bahan secara heirarkis sehingga setiap bagian dapat dipelajari
secara terpisah dari satu kesatuan yang besar.
3) Belajar Superordinat
Belajar superordinat dapat terjadi apabila konsep-konsep yang telah dipelajari
sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas.
Dinyatakan 18 Dahar, (1988:148) bahwa belajar superorninat tidak dapat terjadi
disekolah, sebab sebagian besar guru-guru dan buku-buku teks mulai dengan konsep-
konsep yang lebih inklusif.
4) Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi Integratif)
Menurut Ausubel (Dahar, 1988: 148), selain urutan menurut diferensiasi progresif
yang harus diperhatikan dalam mengajar, juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-
konsep baru dihubungkan dengan konsep-konsep yang superordinat. Guru harus
memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan
dipertentangkan dengan arti - arti sebelumnya yang lebih sempit dan bagaimana
konsep-konsep yang tingkatannya lebih tinggi mengambil arti baru. Untuk mencapai
penyesuaian integratif, materi pelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa hingga
dapat digerakkan hierarki- heirarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi
disajikan. Guru dapat mulai dengan konsep - konsep yang paling umum, tetapi perlu
diperlihatkan keterkaitan konsep-konsep subordinat dan kemudian bergerak kembali
melalui contoh-contoh ke arti- arti baru bagi konsep-konsep yang tingkatannya lebih
tinggi.
8 langkah pembelajaran dalam menerapkan teori belajar bermakna Ausubel
1) Menentukan tujuan pembelajaran
2) Mengukur kesiapan siswa
3) Memilih materi pembelajaran dan mengatur dalam penyajian konsep
4) Mengidentifikasi prinsif-prinsif yang harus dikuasai peserta didik dari materi
pembelajaran
5) Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang seharusnya
dipelajari
6) Menggunakan “advance organizer” dengan cara memberikan rangkuman dilanjutkan
dengan keterkaitan antara materi.
7) Mengajar siswa dengan pemahaman konsep 8) Mengevaluasi hasil belajar (Prasetyo
Irawan, 1996)
Aplikasi Teori David P. Ausubel dalam Pembelajaran Matematika
a. Mempelajari konsep Pitagoras tentang segitiga siku-siku, mungkin bentuk akhir
c 2 = b 2+a2 sudah disajikan, tetapi jika siswa memahami rumus itu selalu dikaitkan
dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku akan lebih bermakna.
Contoh soal:
Sebuah tangga yang panjangnya 5 m bersandar pada batang tiang listrik. Jarak ujung
bawah tangga terhadap pangkal tiang listrik 3 m. Berapa tinggi ujung atas tangga dari
permukaan tanah?

5m
B 3m C

Jawab :
AB2 = AC2 – BC22
AB = √ AC2 – BC2
AB = √52 – 32
AB = √25 – 9
AB = √16 AB = 4 m
b. Sifat Asosiatif pada Perkalian
Contoh soal :
Andi mempunyai 2 kotak mainan. Setiap kotak diisi 3 bungkus kelereng. Setiap
bungkus berisi 4 butir kelereng. Berapa jumlah kelereng Andi?
Jawab :
Cara pertama menghitung banyak bungkus.
Kemudian, hasilnya dikalikan banyak kelereng tiap bungkus.
Banyak bungkus × banyak kelereng tiap bungkus = (3 bungkus + 3 bungkus) × 4 butir
= (3 + 3) × 4
= (2 × 3) × 4 = 24 butir
c. Dalam belajar program linier, siswa yang belajar bermakna bisa mengkaitkannya
dengan materi menggambar grafik fungsi linear dan menyelesaikan pertidaksamaan
linear serta mampu menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan
program linier. Dan sebaliknya apabila tidak bermakna, maka siswa tidak bisa
mengkaitkannya dengan materi sebelumnya dan tidak mampu mengaplikasikannya.
Contoh soal :
Lia ingin membuat puding buah dan es buah. Untuk membuat puding buah, ia
membutuhkan 3 kg mangga dan 2 kg melon. Sedangkan untuk membuat es buah, ia
membutuhkan 1 kg mangga dan 4 kg melon. Lia memiliki persediaan 11 kg mangga
dan 14 kg melon. Buatlah model matematika dari persoalan tersebut.
Jawab :
Misalkan : x = banyaknya pudding buah
y = banyaknya es buah
3x + y ≤ 11 … pers. 1)2x
+ 4y ≤ 14 … pers. 2)x ≥
0 … pers. 3)
y ≥0 … pers. 2)
d. Pertidaksamaan Kuadrat
Contoh soal :
x 2 + 4x +5 > 0 jawab :
x 2 + 4x +5 = 0
(x + 5) (x – 1) = 0
x = -5 atau x = 1

Y=(X+5) (X-1)
X -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2
Y 7 0 -5 -8 -9 -8 -5 0 7

Himpunan penyelesaiannya = {𝑥 |𝑥 < −5 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 > 1, 𝑥 £ 𝑅}

Kelebihan dan Kelemahan Teori David P. Ausubel


a. Kelebihan
1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.
2. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya
untuk materi pelajaran yang mirip.
3. Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip
walaupun telah terjadi lupa.
b. Kelemahan
1. Informasi yang dipelajari secara hafalan tidak lama diingat.
2. Jika peserta didik berkeinginan untuk mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan hal
yang satu dengan hal yang lain yang sudah diketahuinya maka baik proses maupun
hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan tidak akan bermakna
sama sekali baginya. 25 D. Belajar menurut Gagne Teori yang dikemukakan oleh G
H. TEORI THORNDIKE
Salah satu tokoh pengusung teroi belajar behavioristik ini adalah Edward Lee
Thorndike (1874 – 1949). Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R).
Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat, sedangkan respon adalah
sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang (Burhanuddin,
2008)
Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and
connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu
teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang
memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan
sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan. Teori Throndike disebut
juga teori penyerapan yang menghubungkan antara stimulus dan respon yang dikenal
dengan “teori connectionism”. Teori ini menekankan kepada siswa untuk banyak berlatih
dan mencoba ( trial and error).
Ciri-ciri belajar trial and error
a. Ada motif pendorong aktivitas
b. Ada berbagai respon terhadap situasi
c. Ada eliminasi respon-respon yang gagal atau salah
d. Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.

Hukum-Hukum yang digunakan Edward Lee Thorndike


a. Hukum kesiapan (the law of readiness)
1) Agar proses belajar mencapai hasil yang sebaik-baiknya,maka diperlukan adanya
kesiapan dari organisme untukmelakukan belajar. Apabila individu sudah siap
untukmelakukan suatu tingkah laku, maka pelaksanaantingkah laku tersebut memberi
atau mendatangkankepuasan.
2) Bila seseorang sudah siap melakukan suatu tingkahlaku, tetapi tingkah laku tersebut
tidak dilaksanakanmaka akan menimbulkan kekecewaan baginya,sehingga
menyebabkan dilakukannya tingkah laku lainuntuk mengurangi kekecewaannya.
3) Apabila seseorang belum siap melakukan suatu tingkahlaku, tetapi ia terpaksa
melakukannya, maka akanmenimbulkan ketidakpuasan.
4) Apabila seseorang belum siap melakukan suatu tingkahlaku, dan menunda untuk
melakukan tingkah lakutersebut, maka akan menimbulkan kepuasan.

b. Hukum Latihan (the law of exercise)


1) Hukum penggunaan; prinsip hukum ini adalahhubungan antara stilumus dan respons
yang akanmenjadi semakin kuat jika sering digunakannya.
2) Hukum tidak ada penggunaan; prinsip hukum ini adalahhubungan antara stimulus
dan respons yang akanmelemah jika tidak diikuti dengan pengulangan (latihan).

c. Hukum Akibat (the law of effect)


Hukum ini berbunyi “hubungan antar stimulus danrespons diperkuat apabila
akibatnya memuaskan dan akanmelemah apabila akibatnya tidak memuaskan”.
Suatuperbuatan yang menyebabkan kesenangan atau kepuasancenderung untuk diulang,
sebaliknya apabila tidakmenyenangkan akan cenderung dihentikan.
Aplikasi Teori Thorndike dalam Pembelajaran Matematika
a. Guru harus tahu, bahwa siswa lebih minat belajar ketikamereka merasa berkebutuhan
dan berkepentingan padapelajaran tersebut. maka guru harus memastikan
bahwakegiatan belajar tersebut penting bagi siswa.
b. Kesiapan merupakan prasyarat untuk belajar, karena itu guru disarankan untuk
mempertimbangkan kemampuanmental atau kognitif peserta didik ketika
merencanakankurikulum atau isi instruksional.
c. Guru harus menyadari fakta bahwa siswa ingin mengulangi tindakan yang mereka
terima sebagai hal positif. Olehkarena itu, guru harus selalu menggunakan berbagai
strategimotivasi untuk mempertahankan minat belajar siswa dikelas.
d. Guru harus selalu meghadirkan bahan secara logis dan carayang lebih koheren. Ini
adalah cara utama menangkap danmempertahankan kepentingan peserta didik dalam
kegiatanpedagogis.
e. Guru harus mempertimbangkan penggunaan hukumansebagai pilihan terakhir dalam
mengurangi perilaku yangtidak diinginkan di kelasnya. Ini disebabkan hukuman tidak
bisa benar-benar mengatasi masalah dan itu akan membuatsiswa menjadi lebih keras
di kelas.Guru harus menyadaripentingnya latihan atau praktek dalam proses
pembelajaran.
Penerapan dalam pembelajaran matematika dari Teori Thorndike sebagai berikut.
a. Sebelum memulai proses belajar mengajar, pendidik harus memastikan siswanya siap
mengikuti pembelajarantersebut. Jadi setidaknya ada aktivitas yang dapat
menarikperhatian siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
b. Pembelajaran yang diberikan sebaiknya berupapembelajaran yang kontinu, hal ini
dimaksudkan agarmateri lampau dapat tetap diingat oleh siswa.
c. Dalam proses belajar, pendidik hendaknya menyampaikanmateri matematika dengan
cara yang menyenangkan,contoh dan soal latihan yang diberikan tingkat
kesulitannyabertahap, dari yang mudah sampai yang sulit. Hal ini agarsiswa mampu
menyerap materi yang diberikan.
d. Pengulangan terhadap penyampaian materi dan latihan,dapat membantu siswa
mengingat materi terkait lebih lama.
e. Supaya peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran,proses harus bertahap dari
yang sederhana hingga yangkompleks.
f. Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus segeradiberi hadiah, dan yang
belum baik harus segera diperbaiki.
g. Dalam belajar, motivasi tidak begitu penting, karenaperilaku peserta didik terutama
ditentukan olehpenghargaan eksternal dan bukan oleh intrinsic motivation.Yang lebih
penting dari ini ialah adanya respon yang benarterhadap stimulus.
h. Materi yang diberikan kepada peserta didik harus adamanfaatnya untuk kehidupan
anak kelak setelah darisekolah.
Keunggulan - keunggulan dalam penerapan teori belajar throndike
a. Teori ini sering juga disebut dengan teori trial dan error dalam teori ini orang bias
menguasai hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya sehingga orang akan
terbiasa berpikir dan terbiasa mengembangkan pikirannya.
b. Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, anak
didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya
system pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
Kelemahan – Kelemahan dalam penerapan teori belajar throndike
c. Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka disamakan
dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia yang otomatis, tetapi tidak 9
selalu bahwa tingkah laku manusia itu dapat dipengaruhi secara trial and error. Trial
and error tidak berlaku mutlak bagi manusia.
d. Memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon.
Sehingga yang dipentingkan dalam belajar ialah memperkuat asosiasi tersebut dengan
latihan-latihan, atau ulangan-ulangan yang terus-menerus.
e. Karena belajar berlangsung secara mekanistis, maka pengertian tidak dipandangnya
sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan pengertian sebagai
unsur yang pokok dalam belajar.
I. TEORI BELAJAR VAN HIELE
Pierre Marie Van Hiele dan Dina Van Hiele-Geldof dalam disertasi terpisah di Universitas
Utrecht pada tahun 1957, adalah orang yang pertama kali mengembangkan teori
pembelajaran Van Hiele. Teori ini menjelaskan mengenai perkembangan berpikir siswa
dalam belajar geometri. Dalam teori pembelajaran Van Hicle, mereka berpendapat bahwa
dalam mempelajari geometri para siswa mengalami perkembangan kemampuan berpikir
melalui tahap-tahap tertentu. Teori pembelajaran Van Hiele telah diakui secara internasional.
Fitur yang paling menonjol dari teori pembelajaran Van hiele tersebut adalah hierarki
lima tingkat dari cara dalam pemahaman ide-ide ruang. Tiap tingkatan menggambarkan
proses pemikiran yang diterapkan dalam konteks geometri. Tingkatan-tingkatan tersebut
menjelaskan tentang bagaimana berpikir dan jenis ide-ide geometri apa yang dipikirkan,
bukannya berapa banyak pengetahuan yang dimiliki. Perbedaan yang signifikan dari satu
level ke level berikutnya adalah objek-objek pikiran apa yang mampu dipikirkan secara
geometris.
Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele
(1964), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental siswa dalam geometri.
Menurut van Hiele, tiga unsure utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, amteri
pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara terpadu akan dapat
meningkatkan kemampuan berpikir siswa kepada tingkatan berpikir yang lebih tinggi.
Teori Belajar Van Hiele
1. Tahap Pengenalan
Pada tahap ini siswa hanya baru mengenal bangun-bangun geometri seperti bola,
kubus, segitiga, persegi dan bangun-bangun geometri lainnya. Seandainya kita hadapkan
dengan sejumlah bangun-bangun geornetri, anak dapat memilih dan menunjukkan bentuk
segitiga. Pada tahap pengenalan anak belum dapat menyebutkan sifat-sifat dari bangun-
bangungeometri yang dikenalnya sifat-sifat dari bangun-bangun geometri yang dikenalnya
itu. Sehingga bila kita ajukan pertanyaan seperti "apakah pada sebuah persegipanjang, sisi-
sisi yang berhadapan panjangnya sama?", "apakah pada suatu persegipanjang kedua
diagonalnya sama panjang?". Untuk hal ini, siswa tidak akan bisa menjawabnya. Guru harus
memahami betul karakter anak pada tahap pengenalan, jangan sampai, anak diajarkan sifat-
sifat bangun-bangun geometri tersebut, karena anak akan menerimanya melalui hafalan
bukan
dengan pengertian.
2. Tahap Analisis
Bila pada tahap pengenalan anak belum mengenal sifat-sifat dari bangunbangun
geometri, tidak demikian pada tahap Analisis. Pada tahap ini anak sudah dapat memahami
sifat-sifat dari bangun-bangun geometri. Pada tahap ini anak sudah mengenal sifat-sifat
bangun geometri, seperti pada sebuah kubus banyak sisinya ada 6 buah, sedangkan banyak
rusuknya ada 12. Seandainya kita tanyakan apakah kubus itu balok?, maka anak pada tahap
ini belum bisa menjawab pertanyaan tersebut karena anak pada tahap ini belum memahami
hubungan antara balok dan kubus. Anak pada tahap analisis belum mampu mengetahui
hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.
3. Tahap Pengurutan
Pada tahap ini pemahaman siswa terhadap geometri lebih meningkat lagi dari
sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun geometri beserta sifatsifatnya, maka pada
tahap ini anak sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun
geometri dengan bangun geometri lainnya. Anak yang berada pada tahap ini sudah
memahami pengurutan bangun-bangun geometri. Misalnya, siswa sudah mengetahui
jajargenjang itu trapesium, belah ketupat adalah layang-layang, kubus itu adalah balok. Pada
tahap ini anak sudah mulai mampu untuk melakukan penarikan kesimpulan secara deduktif,
tetapi masih pada tahap awal artinya belum berkembang baik. Karena masih pada tahap awal
siswa masih belum mampu memberikan alasan yang rinci
ketika ditanya mengapa kedua diagonal persegi panjang itu sama, mengapa kedua diagonal
pada persegi saling tegak lurus.
4. Tahap Deduksi
Pada tahap ini anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara
deduktif. Pengambilan kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal
yang bersifat khusus. Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif.
Matematika, dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan kesimpulan,
membuktikan teorema dan lain-lain dilakukan dengan cara deduktif. Sebagai contoh untuk
menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang adalah 360o secara deduktif
dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu
dengan memotong-motong sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian setelah itu
ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360° belum tuntas
dan belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya mencari nilai
yang paling dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, mungkin saja dapat keliru dalam
mengukur sudut-sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara deduktif
merupakan cara yang tepat dalam pembuktian pada matematika. Anak pada tahap ini telah
mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur
yang didefinisikan, aksioma atau problem, dan teorema. Anak pada tahap ini belum
memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif. Oleh karena itu, anak pada tahap ini belum
dapat menjawab pertanyaan “mengapa sesuatu itu disajikan teorema atau dalil.”
5. Tahap Keakuratan
Tahap terakhir dari perkembangan kognitif anak dalam memahami
geometri adalah tahap keakuratan. Pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya
ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Anak pada tahap ini
sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam matematika kita
tahu bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap
tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang
kompleks dan rumit. Oleh karena itu, jarang atau hanya sedikit sekali anak yang sampai
pada tahap berpikir ini sekalipun anak tersebut sudah berada di tingkat SMA.
Karakteristik Teori Belajar Van Hiele

Menurut Sunardi (2012:41), Teori van Hiele memiliki beberapa karakteristik


1) Belajar adalah proses yang tidak kontinu. Ini berarti terdapat loncatan dalam kurva
belajar yang memperlihatkan adanya celah yang secara kualitatif membedakan tingkat
berpikir. Siswa yang telah mencapai suatu tingkat, dia tetap pada tingkat itu untuk
sewaktu-waktu dan seolah-olah menjadi matang. Dengan demikian tidak akan banyak
berarti apabila memberikan sajian kegiatan yang lebih tinggi dari tingkat yang dimiliki
siswa, fuys, dkk. (dalam Sunardi, 2012:41).
2) Tingkatan van Hiele bersifat hierarkhis dan sekuensial. Bagi siswa, untuk mencapai
tingkat yang lebih tinggi dia harus menguasai sebagian besar tingkat sebelumnya.
Kecepatan untuk berpindah dari suatu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi lebih banyak
bergantung pada isi dan metode pembelajaran dibandingkan umur atau kematangan
biologisnya, van Hiele (dalam Sunardi. 2012:41). Hal ini didukung dengan temuan
Clements, dkk. (dalam Sunardi, 2012:41) pengalaman geometri merupakan faktor utama
yang mempengaruhi peningkatan tingkat berpikir. Aktivitas-aktivitas yang
memungkinkan siswa mengeksplorasi, berbicara dann berinteraksi dengan materi pada
tingkat berikutnya merupakan kesempatan terbaik untuk meningkatkan tingkatan
berpikir siswa.
3) Konsep yang secara implisit dipahami pada suatu tingkat menjadi eksplisit pada tingkat
berikutnya. Misalnya pada tingkat visualisasi siswa mengenal bangun berdasarkan sifat
bangun utuh, tetapi pada tingkat analisis bangun tersebut dianalisis sehingga sifat-sifat
serta komponennya ditemukan.
4) Setiap tingkatan mempunyai simbol bahasa sendiri-sendiri dan sistem yang mengkaitkan
simbol-simbol itu. Siswa tidak mudah mengerti penjelasan gurunya apabila guru
berbicara pada tingkat yang lebih tinggi dari tingkat siswa, Fuys, dkk. (dalam Sunardi,
2012:42).

Kelebihan dalam model pembelajaran Van Hiele


1. Kemampuan pemahaman belajar siswa lebih baik.
2. Kemampuan komunikasi matematika siswa lebih baik.
3. Bersifat instrinsik dan ekstrinsik, yakni objek yang masih kurang jelas akan menjadi
obyek yang jelas pada tahap berikutnya. Sehingga model pembelajaran Van Hiele
mempunyai kelebihan yang dapat memberikan pemahaman dan komunikasi siswa dalam
mencapai hasil belajar yang baik dan tujuan yang diinginkan dalam pembelajaran.

Kelemahan dalam model pembelajaran Van Hiele


1. Seorang siswa tidak dapat berjalan lancar pada suatu tingkat dalam pembelajaran yang
diberikan tanpa penguasaan konsep pada tingkat sebelumnya yang memungkinkan siswa
untuk berpikir secara intuitif di setiap tingkat terdahulu.
2. Apabila tingkat pemikiran siswa lebih rendah dari bahasa pengajarannya, maka ia tidak
akan memahami pengajaran tersebut.
3. Teori-teori yang dikemukakan oleh Van Hiele memang lebih sempit dibandingkan teori-
teori yang dikemukakan Piaget dan Dienes, karena ia hanya mengkhususkan pada
pembelajaran geometri saja. Dari penjabaran kelemahan model pembelajaran di atas dapat
disimpulkan bahwa disamping memiliki kelebihan, model pembelajaran Van Hiele juga
mempunyai kelemahan. Jadi guru harus mampu menekan atau mempersempit munculnya
peluang dari kelemahan tersebut. Sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang
maksimal sesuai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
DAFTAR PUSAKA

Anda mungkin juga menyukai