Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Faktor kesuksesan seorang anak di masa depan ditentukan oleh bagaimana
perkembangan seluruh aspek dirinya, yaitu perkembangan fisik,
kognitif/intelektual, emosi, dan spiritual yang berkembang secara optimal.
Walaupun secara garis beras garis hidup manusia ditentukan oleh kedua faktor,
yaitu faktor hereditas dan lingkungan tetapi akan lebih mudah untuk
berkonsentrasi kepada faktor lingkungan karena secara langsung memiliki
konseksuensi parktis pada pola pengasuhan dan pendidikan anak. Sementara,
faktor hereditas cukup untuk kajian awal tentang potensi dasar sesroang dan
untuk menelusuri berbagai faktor hereditas yang negatif.
Pengaruh Faktor hereditas pada manusia berhenti sesaat setelah peristiwa
konsepsi terjadi. Setelah itu, faktor lingkunganlah yang secara dominan dan
aktual mempengaruhi seluruh aspek kemanusiaa. Faktor hereditas hanya memberi
modal dasar saja. Berbagai penelitian menyatakan bahwa perkembangan manusia
sudah dimulai pada masa prenatal tidak hanya aspek fisik tetapi aspek-aspek
lainnya seperti kognitif, emosi, dan bahkan spiritual. Hal ini tentunya dalam
batasanbatasan tertentu sesuai dengan kondisi janin atau dapat dikatakan sebagai
pembentukan karakter dasar. Seperti emosi janin dan setelah besar nanti ternyata
dipengaruhi oleh kondisi emosi sang ibu. Perkembangan ini akan terus berlanjut
sampai lahir dan besar nanti yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan berupa pola
pengasuhan dan pendidikan.
Salah satu aspek perkembangan yang selalu menjadi fokus perhatian adalah
perkembangan kognitif anak dengan tidak mengabaikan aspek perkembangan
lainnya. Perkembangan kognitif dianggap penting karena sering dikaitkan dengan
kecerdasan anak. Perkembangan kognitif yang normal mengindikasikan
berkembangnya kecerdasan anak. Sementara perkembangan kognitif berlaku
sejak awal kelahiran atau bahkan semenjak prenatal, aspek lain seperti emosi dan

1
spiritual mengalami perkembangan yang pesat sesudahnya walaupun dasar-
dasarnya telah mulai dididikkan sejak dini. Perkembangan kognitif adalah salah
satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian
(pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana
individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya (Desmita, 2006 : 103).
Sementara menurut Chaplin (2001, Desmita, 2006 : 103), dijelaskan bahwa
kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenal, termasuk
di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka,
membayangkan, memperkirakan, menduga dan menilai.
Secara tradisional, kognisi sering dipertentangkan dengan konasi (kemauan)
dan dengan afeksi (perasaan). Sementara perkembangan kognitif dianggap
sebagai penentu kecerdasan intelektual anak, kemampuan kognitif terus
berkembang seiring dengan proses pendidikan serta juga dipengaruhi oleh faktor
perkembangan fisik terutama otak secara biologis.
Perkembangan selanjutnya berkaitan dengan kognitif adalah bagaimana
mengelola atau mengatur kemampuan kognitif tersebut dalam merespon situasi
atau permasalahan. Tentunya, aspekaspek kognitif tidak dapat berjalan sendiri
secara terpisah tetapi perlu dikendalikan atau diatur sehingga jika seseorang akan
menggunakan kemampuan kognitifnya maka perlu kemampuan untuk
menentukan dan pengatur aktivitas kognitif apa yang akan digunakan. Oleh
karena itu, sesorang harus memiliki kesadaran tentang kemampuan berpikirnya
sendiri serta mampu untuk mengaturnya. Para ahli mengatakan kemampuan ini
disebut dengan metakognitif.
Saat ini, kajian tentang metakognitif telah berkembang bahkan telah
diterapkan dalam pembelajaran seperti matamatika dan bahasa. Misalnya, dalam
memecahkan masalah matematika, siswa perlu memiliki kemampuan
metakognitif untuk mengatur strategi pemecahan masalah, sedangkan dalam
pembelajaran bahasa adalah siswa harus memiliki kemampuan metakognitif
dalam membaca buku. Hal yang menarik untuk diungkap dalam makalah ini

2
adalah bagaimana perkembangan metakognitif anak serta perannya terhadap
kemampuan belajar anak. Selama ini, kemampuan metakognitif dianggap baru
dapat dikuasai oleh orang yang dewasa tetapi ternyata sudah dapat dimiliki oleh
seorang anak walaupun dalam bentuk yang sederhana. Berdasarkan hal ini maka
makalah ini ditulis untuk mengungkap lebih lanjut tentang perkembangan
metakognitif anak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan perkembangan kognitif ?
2. Apa yang di maksud dengan keterampilan metakognisi dan apa saja
keterampilan metakognisinya ?
3. Bagaimana cara mengembangkan keterampilan metakognisi peserta
didik ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pejelasan dan pentingnya perkembangan kognitif bagi
peserta didik.
2. Mengetahui tentang keterampian metakognisi dan berbagai jenis
keterampilan meta kognisi yang dimiliki peserta didik.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan kognitif

Kognitivisme merupakan pendekatan teoritis untuk memahami perilaku manusia


melalui pemahaman akivitas-aktivitas pikiran dengan menggunakan metode
kuantitatif dan positivistik. Psikologi kognitif adalah salah satu cabang dari psikologi
yang menggunakan pendekatan kognitif untuk memahami perilaku manusia.
Pemahaman aktivitas-aktivitas pikiran untuk memahami perilaku tersebut mencakup
menerima, mempersepsi, mengingat, memikirkan, mengeluarkan dan menggunakan
dalam menyelsaikan persoalan. Psikologi kognitif mulai berkembang pada abad
terakhir sebagai bentuk protes terhadap teori perilaku yang cenderung mekanistis dan
sangat mementingkan lingkunan.

Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia yang


berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang
berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Sementara menurut Chaplin (2001, Desmita, 2006 : 103), dijelaskan bahwa kognisi
adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenal, termasuk di dalamnya
mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan,
memperkirakan, menduga dan menilai. Secara tradisional, kognisi sering
dipertentangkan dengan konasi (kemauan) dan dengan afeksi (perasaan). Kognitif
adalah sebuah istilah yang digunakan psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas
mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan
informasi yang memungkinakn seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan
masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang
berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,

4
membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. (Desmita,
2006 :103).

Perkembangan kognitif berlangsung sejak masa bayi walaupun potensi-potensi


terutama secara biologis sudah dimulai semenjak masa prenatal. Piaget (Desmita,
2006 : 104) meyakini nahwa pemikiran seoarang anak berkembang melalui
serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Kemampuan bagi
melalui tahap-tahap tersebut bersumber dari tekanan biologis untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan melalui asimilasi dan akomodasi serta adanya
pengorganisasian struktur berpikir. Pada masa bayi (0 – 2 tahun), Piaget
menyebutnya tahap sensori motorik sementara masa anakanak awal (2 – 7 tahun)
adalah tahap pre operasional dan anak-anak akhir ( 7 – 12 tahun) disebut tahap
operasional konkrit. Adapun setelah itu adalah atahap formal operasional. Menurut
Desmita (2006 : 107), pandangan-pandangan kontemporer seperti teori pemrosesan
informasi tentang perkembangan kognitif berbeda dengan Piaget sebagai
pendahulunya. Kalau Piaget meyakini bahwa perkembangan kognitif bayi baru
tercapai pada pertengahan tahun kedua, maka para pakar psikologi pemrosesan
informasi percaya bahwa perkembangan kognitif, seperti kemampuan dalam
memberikan perhatian, mencipatakan simbolisasi, meniru, dan kemampuan
konseptual, telah dimiliki oleh bayi.

Perkembangan kognitif masa bayi kemudian berlanjut sampai dewasa dengan


sesuai dengan tahapan menurut Piaget dengan kualitas yang berbeda. Seiring dengan
meningkatnya kemampuan anak untuk mengeksplorasi lingkungan, karena bertambah
besarnya koordinasi dan pengendalian motorik ysng disertsi dengsn meningkatnya
kemampuan untuk bertanya dengan menggunakan kata-kata dan dapat dimengerti
oleh orang lain, maka dunia imajinasi anak-anak pra sekolah terus bekerja, dan daya
serap mentalnya tentang dunia makin meningkat. Peningkatan pengertian anak
tentang orang, benda dan situasi baru diasosiasikan dengan arti-arti yang telah

5
dipelajari semasa bayi. Seiring dengan masuknya anak ke sekolah, maka kemampuan
kognitifnya turut mengalami perkembangan pesat. Karena dengan masuk kesekolah,
berarti dunia dan minat anak bertambah luas, dan dengan meluasnya minat maka
bertambah pula pengertian tentang manusia dan objek-objek yang sebelumnya kurang
berarti bagi anak. Kalau pada masa sebelumnya daya pikir anak masih bersifat
imajinatif dan egosentris, pada usia sekolah dasar ini daya pikir anak berkembang ke
arah konkrit, rasional dan objektif. Anak mencapai tahap stadium belajar.

B. Keterampilan Meta Kognisi Peserta didik

Metakognisi merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada tahun
1976 dan menimbulkan banyak perdebatan pada pendefisiannya. Hal ini berakibat
bahwa metakognisi tidak selalu sama didalam berbagai macam bidang penelitian
psikologi, dan juga tidak dapat diterapkan pada satu bidang psikologi saja. Namun
demikian, pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh para peneliti bidang
psikologi, pada umumnya memberikan penekanan pada kesadaran berpikir seseorang
tentang proses berpikirnya sendiri (Flavel, 1976).

Anderson & Kathwohl (2001) menyatakan bahwa metakognisi adalah


pengetahuan tentang kognisi, secara umum sama dengan kesadaran dan pengetahuan
tentang kognisi diri seseorang. Karena itu dapat dikatakan bahwa metakognisi
merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui.
Sedang strategi metakognisi merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran
mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang berlaku sehingga bila kesadaran ini
terwujud, maka akan timbul keterampilan metakognitif di mana seseorang dapat
mengawal pikirannya dengan merancang, memantau dan menilai apa yang
dipelajarinya.

Van Hount-Woltes (2006) setuju bahwa keterampilan metakognitif berisi


kegiatan di fase orientasi, penyesuaian pemantauan, perencanaan, evaluasi dan
refleksi. Penelitian sebelumnya juga mewakili banyak kategori ini disimpulkan oleh

6
Veenman dkk (1997), ada tiga tahap penting selama proses kontrol metakognitif
yaitu: perencanaan, monitoring dan evaluasi. Sejalan dengan penelitian sebelumnya,
Hong (1999) mengacu pada aktivitas metakognitif terdiri dari tindakan seperti
perencanaan atau penetapan tujuan dan pemantauan solusi. Minnaert dan Janssen
(1999) dalam studinya yang menggunakan kuesioner dengan pertanyaan metakognitif
mengacu pada kegiatan di tahap penetapan tujuan, orientasi, perencanaan,
pemantauan, pengujian, mendiagnosa, evaluasi dan refleksi. Malpass dkk (1999)
mendefinisikan metakognisi sebagai konsistensi kesadaran yang terdiri dari,
perencanaan, evaluasi, dan pemantauan.
Desoete (2001) menyatakan bahwa metakognisi memiliki tiga komponen
pada penyelesaian masalah fisika dalam pembelajaran, yaitu: (a) pengetahuan
metakognitif, (b) keterampilan metakognitif, dan (c) kepercayaan metakognitif.
Namun belakangan ini, perbedaan paling umum dalam metakognisi adalah
memisahkan pengetahuan metakognitif dari keterampilan metakognitif. Pengetahuan
metakognitif mengacu kepada pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan
pengetahuan kondisional seseorang pada penyelesaian masalah. Sedangkan
keterampilan metakognitif mengacu kepada keterampilan perencanaan (planning
skills), keterampilan monitroring (monitoring skills), keterampilan
evaluasi (evaluation skills) dan keterampilan prediksi (prediction skills) ( Wall K
et,al., 2009 ).
Menurut Brown (1980), keterampilan metakognitif dapat dilihat sebagai
pengontrolan orang-orang yang memiliki lebih dari proses kognitif mereka sendiri.
Sejumlah besar data telah terakumulasi pada empat keterampilan metakognitif yaitu:
prediksi, perencanaan, pemantauan, dan evaluasi (Lucangeli & Cornoldi, 1997).
Dalam fisika, prediksi mengacu pada kegiatan yang bertujuan untuk membedakan
latihan yang sulit dan yang mudah. Perencanaan melibatkan analisis latihan,
mengambil relevan domain spesifik pengetahuan keterampilan dan sekuensing
pemecahan masalah yang strategis. Pemantauan ini terkait dengan pertanyaan seperti

7
"Apakah saya telah mengikuti rencana saya?" "Apakah ini rencana kerja"? "Apakah
saya harus menggunakan kertas dan pensil untuk memecahkan masalah?" Dan
sebagainya. Sedangkan dalam evaluasi menilai sendiri jawaban dan proses
mendapatkan jawaban.
Keterampilan-keterampilan metakognisis yaitu :
1)        Keterampilan perencanaan (planning skills)
Perencanaan merupakan keterampilan yang mengutamakan proses sistematis
dan berfikir dalam  pemecahan masalah, yang bertujuan adanya solusi dalam suatu
pilihan. Keterampilan perencanaan tidak hanya membantu untuk menciptakan solusi
tapi juga membantu untuk lebih memahami permasalahan itu sendiri. Jadi sebuah
usulan lebih diutamakan dibanding informasi awal. Proses perencanaan menggiring
kita untuk berfikir kembali atau merangkai masalah kembali. Ungkapan tersebut 
memberikan gambaran yang jelas bahwa sulit untuk menghindarkan diri dari
masalah, karena masalah telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
kehidupan, baik kehidupan sosial, maupun kehidupan profesional. Untuk itulah
penguasaan atas metode pemecahan masalah menjadi sangat penting agar terhindar
dari tindakan Jump to conclusion, yaitu proses penarikan kesimpulan terhadap suatu
masalah tanpa melalui proses analisa masalah secara benar, serta didukung oleh
bukti-bukti atau informasi yang akurat Hamalik (2002).
Aqib (2003), mengungkapkan bahwa
perencanaan dapat membantu dalam memahami masalah yang kompleks menjadi
lebih sederhana. Keberhasilan suatu kegiatan sangat ditentukan oleh perencanaannya.
Apabila perencanaan suatu kegiatan dirancang dengan baik, maka kegiatan akan
mudah dilaksanakan, terarah, serta terkendali. Demikian pula halnya dengan proses
belajar mengajar, agar pelaksanaan proses tersebut berjalan dengan baik maka
diperlukan perencanaan pembelajaran yang baik pula. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
dengan adanya keterampilan perencanaan maka suatu proses pemecahan masalah
akan mendapatkan hasil yang lebih baik.

8
2)        Keterampilan monitoring (monitoring skill)
Monitoring merupakan pemantauan yang dapat dijelaskan sebagai kesadaran
(awareness) tentang apa yang ingin diketahui, pemantauan berkadar tingkat tinggi
dilakukan agar dapat membuat pengukuran melalui waktu yang menunjukkan
pergerakan ke arah tujuan atau menjauh dari itu. Monitoring akan memberikan
informasi tentang status dan kecenderungan bahwa pengukuran dan evaluasi yang
diselesaikan berulang dari waktu ke waktu. Monitoring umumnya dilakukan untuk
tujuan tertentu, diantaranya adalah untuk memeriksa terhadap proses atau untuk
mengevaluasi kondisi (Arikunto, 2004).
Monitoring menyediakan data dasar untuk menjawab permasalahan,
sedangkan evaluasi adalah memposisikan data-data tersebut agar dapat digunakan
dan diharapkan memberikan nilai tambah. Namun tanpa monitoring, evaluasi tidak
dapat dilakukan karena tidak memiliki data dasar untuk dilakukan analisis, dan
dikhawatirkan akan mengakibatkan spekulasi, oleh karena itu monitoring dan
evaluasi harus berjalan seiring.
Keterampilan monitoring adalah keterampilan dalam proses pengumpulan
dan analisis informasi (berdasarkan indikator yg ditetapkan) secara sistematis
dan berkelanjut tentang kegiatan belajar sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi
untuk penyempurnaan kegiatan selanjutnya.  Mulyasa (2006) menyebutkan tujuan
monitoring yaitu untuk:  (1) mengkaji apakah kegiatan-kegiatan yang  dilaksanakan
telah sesuai dengan rencana, (2) mengidentifikasi  masalah yang timbul agar langsung
dapat diatasi, (3) melakukan penilaian apakah pola yang digunakan sudah tepat untuk
mencapai tujuan pembelajaran, (4) mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan
untuk memperoleh ukuran    kemajuan, (5) menyesuaikan kegiatan dengan
lingkungan yang berubah, tanpa menyimpang dari tujuan.

3)        Keterampilan evaluasi (evaluation skills)

9
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan
masalah kinerja untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja itu
sendiri.  Keterampilan evaluasi  sangat diperlukan oleh peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran. Adapun  tujuan dari keterampilan evaluasi adalah  untuk mendapatkan
informasi dan menarik pelajaran dari pengalaman dari kegiatan  yang baru selesai
dilaksanakan, maupun yang sudah berfungsi sebagai umpan balik bagi pengambilan
keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian
pembelajaran selanjutnya (Sukmadinata, 2004).
Arikunto (2006), menyatakan bahwa pentingnya evaluasi adalah untuk:
(1) memperlihatkan keberhasilan atau kegagalan dari kegiatan, (2) menunjukkan di
mana dan bagaimana perlu dilakukan perubahan-perubahan, (3) menentukan
bagaimana kekuatan atau potensi dapat ditingkatkan, (4)  memberikan informasi
untuk membuat perencanaan dan pengambilan keputusan, (5) membantu untuk dapat
melihat konteks dengan lebih luas serta implikasinya terhadap kinerja peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran.

4)        Keterampilan prediksi (prediction skills)


Prediksi adalah ramalan tentang kejadian yang dapat diamati diwaktu yang
akan datang. Prediksi didasarkan pada observasi yang cermat dan inferensi tentang
hubungan antara beberapa kejadian yang telah diobservasi. Perbedaan inferensi dan
prediksi yaitu: inferensi harus didukung oleh fakta hasil observasi, sedangkan
prediksi dilakukan dengan meramalkan apa yang akan terjadi kemudian berdasarkan
data pada saat pengamatan dilakukan  (Rustaman, 2003).
Pada keterampilan ini peserta didik diajak untuk melibatkan
pengetahuan yang sudah diperolehnya dahulu untuk digabungkan dengan informasi
yang diperoleh dari teks yang dibaca untuk kemudian digunakan dalam
mengimajinasikan kemungkinan yang akan terjadi berdasar atas gabungan informasi

10
yang sudah dimilikinya. Setidaknya peserta didik diharapkan dapat membuat dugaan
tentang topik dari paragraf selanjutnya.
Keterampilan metakognitif melibatkan pengetahuan dan kesadaran
seseorang tentang aktivitas kognitifnya sendiriatau segala sesuatu yang berhubungan
dengan aktivitas kognitifnya (Livingston, 1997; Schoenfeld, 1992; dan Sukarnan,
2005). Dengan demikian, aktivitas kognitif seseorang seperti perencanaan,
monitoring, dan mengevaluasi penyelesaian suatu tugas tertentu merupakan
keterampilan metakognitif secara alami.

Moore (2004) menyatakan bahwa:


“Metacognition refers to the understanding of knowledge, an understanding
that can be reflected in either effective use or overt description of the knowledge in
question. It is clear in the research data that any definition should describe two
distinct yet compensatory competencies: 1) awareness about what it is that is known
(knowledge of cognition) and 2) how to regulate the system effectively (regulation of
cognition). The research literature reflects on overall acceptance of “knowledge of
cognition.” It includes declarative, procedural, and conditional knowledge, and
“regulation of cognition” includes planning, prediction, monitoring, testing,
revising, checking, and evaluating activities”.

“Metakognisi mengacu pada pemahaman seseorang tentang pengetahuannya,


sehingga pemahaman yang mendalam tentang pengetahuannya akan mencerminkan
penggunaannya yang efektif atau uraian yang jelas tentang pengetahuan yang
dipermasalahkan. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan kognisi adalah kesadaran
seseorang tentang apa yang sesungguhnya diketahuinya dan regulasi kognisi adalah
bagaimana seseorang mengatur aktivitas kognisinya secara efektif. Karena itu,
pengetahuan kognisi memuat pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional,
sedangkan regulasi kognisi mencakup kegiatan perencanaan, prediksi, monitoring

11
(pemantauan), pengujian, perbaikan (revisi), pengecekan (pemeriksaan), dan
evaluasi”.
Namun, masalah pembelajaran yang memberdayakan
keterampilan metakognitif belum banyak terungkap. Proses pembelajaran dan
pendidikan yang berkualitas terkait dengan kemampuan berpikir. Pembelajaran
selama ini belum membelajarkan peserta didik memiliki kemampuan berpikir untuk
menyadari apa yang telah dipelajari, memberdayakan peserta didik berpikir kreatif
dan antusias serta termotivasi untuk mengetahui objek belajarnya melalui pelibatan
aktif belajar, baik memecahkan masalah nyata dalam kehidupannya, maupun
merangsang peserta didik untuk selalu tanggap terhadap permasalahan yang ada di
lingkungan sekitarnya (Winarno, 2000).

Peningkatan keterampilan metakognitif secara signifikan merupakan efek


yang dihasilkan dari pembelajaran, baik pada diri peserta didik, lembaga maupun
masyarakat, karena itu perlu dipertimbangkan strategi pembelajaran yang berpotensi
untuk mengungkap keterampilam metakognitif. Kemampuan berpikir tingkat tinggi
dapat diberdayakan dengan memberdayakan keterampilan metakognitif.
Keterampilan metakognitif terkait strategi maupun pelatihan metakognitif dan dapat
dikembangkan melalui pembelajaran kooperatif. Salah satu pembelajaran kooperatif
yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan metakognitif peserta
didik adalah melalui model pembelajaran kooperatif tipe TAI.
Pada pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat dikembangkan keterampilan
metakognitif karena pada pembelajaran kooperatif terjadi komunikasi, di antara
anggota kelompok. Komunikasi di antara anggota kelompok kooperatif terjadi
dengan baik karena adanya keterampilan mental, adanya aturan kelompok, adanya
upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus
dicapai (Abdurrahman, 2003).
Pentingnya belajar fisika, selain mengkaji pengetahuan tentang fenomena-
fenomena alam, juga usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap,

12
keterampilan berpikir, serta meningkatkan keterampilan untuk menjalankan metode
penyelidikan ilmiah dalam bidang fisika melalui langkah-langkah metode ilmiah.
Berdasarkan karakteristik fisika dan fenomena-fenomena pembelajaran di sekolah
selama ini, ada banyak penyebab masalah proses dan hasil belajar peserta didik dalam
belajar fisika yang dirasa kurang optimal, salah satunya diduga berkaitan erat dengan
kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir yang penting bagi peserta didik adalah
kemampuan metakognitif, karena peserta didik mengetahui belajar secara sadar.
Sebaliknya, apabila peserta didik belajar dengan terpaksa agar dapat lulus
ujian dengan baik, hal ini berbeda maknanya bagi peserta didik. Peserta didik dapat
mencapai kondisi belajar secara sadar, menurut Vygotsky ditekankan pada
sosiokultural dalam pembelajaran, yakni interaksi sosial melalui dialog dan
komunikasi verbal. Pembelajaran yang menekankan pada sosiokultural adalah
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan
berpikir peserta didik (Smith,1984 dalam Corebima, 2006).
C. Pembelajatran Strategi Metakognitif
Strategi Metakognitif berkaitan dengan cara untuk meningkatkan kesadaran
tentang proses berpikir dan pembelajaran yang berlangsung. Apabila kesadaran itu
ada, seseorang dapat mengontrol pikirannya. Siswa dapat menggunakan strategi
metakognitif dalam pembelajaran meliputi tiga tahap berikuti, yaitu : merancang apa
yang hendak dipelajari; memantau perkembangan diri dalam belajar; dan menilai apa
yang dipelajari.
Strategi metakognitif dapat digunakan untuk setiap pembelajaran bidang studi
apapun. Hal ini penting untuk mengarahkan siswa agar bisa secara sadar mengontrol
proses berpikir dan pembelajaran yang dilakukan siswa. Dengan menggunakan
strategi metakognitif, siswa akan mampu mengontrol kelemahan diri dalam belajar
dan kemudian memperbaiki kelemahan tersebut ; siswa dapat menentukan cara
belajar yang tepat sesuai dengan kemampuannya sendiri ; siswa dapat menyelesaikan
masalah-masalah dalam belajar baik yang berkaitan dengan soal-soal yang diberikan

13
oleh guru atau masalah-masalah yang timbul berkaitan dengan proses pembelajaran ;
dan siswa dapat memahami sejauhmana keberhasilan yang telah ia capai dalam
belajar.
Strategi metakognitif dapat juga diajarkan kepada siswa untuk digunakan dalam
memecahkan masalah dalam bentuk soal-soal matematika. Strategi metakognitif
dapat digunakan siswa dalam proses pemecahan masalah, yaitu : memahami masalah,
merencanakan strategi pemecahan, menggunakan/ menarapkan strategi yang telah
direncanakan dan menilai hasil pekerjaan. Pembelajaran strategi metakognitif
dapat dilakukan secara infusi dalam proses pembelajaran sehingga strategi
metakognitif tidak menjadi materi khusus yang diajarkan. Guru dapat meingkatkan
kemampuan strategi metakognitif dalam pembelajaran.
Beberapa kemampuan strategi metakognitif siswa yang dapat dibiasakan
berdasarkan modul yang dibuat oleh Pusat Perkembangan Kurikulum Malaysia
(2001), yaitu :
1. merancang/mempersiapkan kegiatan belajar sendiri;
2. bertanya pada diri sendiri misalnya sebelum, ketika dan setelah membaca buku;
3. berfikir terlebih dahulu secara sadar sebelum melakukan sesuatu;
4. menilai dua jenis kegiatan untuk menentukan mana yang terbaik;
5. mengetahui tingkah laku yang terbaik karena melalui pujian guru atau
temannya;
6. menghindari mengatakan “saya tidak bisa”;
7. menggunakan strategi metakognitif dalam belajar dengan bantuan guru melalui
pengarahan dalam bentuk pertanyaan seperti “apa yang ingin Anda katakan
adalah ...” ;
8. siswa semangat dalam belajar dan dalam melakukan suatu kegiatan melalui
pujian guru;
9. berbicara dengan baik dan benar dimana guru menjelaskan tentang pernyataan
mana yang benar atau yang salah serta bagaimana implikasinya;

14
10. bermain peran dalam belajar untuk melatih siswa berfikir dan berindak sesuai
dengan perannya;
11. mencatat jurnal tentang kegatan sendiri; dan
12. berprilaku yang baik dan bertindak benar melalui teladan dari guru

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan kognitif pada peserta didik merupakan suatu pembahasan yang
cukup penting bagi pegajar maupun orang tua. Perkembangan kognitif pada anak
merupakan kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan
melakukan penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk dalam proses psikologi
yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya.
Perkembangan kognitif mempengaruhi keterampilan metakognisi. metakognisi
merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui.
Sedang strategi metakognisi merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran
mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang berlaku sehingga bila kesadaran ini
terwujud, maka akan timbul keterampilan metakognitif di mana seseorang dapat
mengawal pikirannya dengan merancang, memantau dan menilai apa yang
dipelajarinya. Contoh Beberapa keterampilan meta kognisi yang didimiliki siswa
yaitu keterampilan evaluasi, monitoring dan sebagainya.

15
Kemampuan metakognitif ini sangat berperan dalam kegiatan belajar, misalnya
aktivitas memecahkan masalah pada pembelajaran matematika serta aktivitas
membaca dalam pembelajaran bahasa.

Siswa dapat menggunakan strategi metakognitif dalam pembelajaran meliputi tiga


tahap berikuti, yaitu : merancang apa yang hendak dipelajari; memantau
perkembangan diri dalam belajar; dan menilai apa yang dipelajari. Strategi
metakognitif dapat digunakan untuk setiap pembelajaran bidang studi apapun. Hal ini
penting untuk mengarahkan siswa agar bisa secara sadar mengontrol proses berpikir
dan pembelajaran yang dilakukan siswa.

Untuk meningkatkan kemampuan metakognitif siswa, guru dapat merancang


pembelajaran berkaitan dengan kemampuan metakognitif tetapi secara infusi dalam
pembelajaran atau bukan merupakan pembelajaran yang terpisah.

B. Saran

Diharapkan kepada peserta didik dan pengajar maupun orang tua agar dapat ikut
berpartisipasi dalam memahami tentang perkembangan kognitif dan keterampilan
metakognisi anak. Dan juga peran serta dari guru/ pendidik dan juga pemerintah.

16
Daftar Pustaka

Winkel, W.S.(2004). Pasikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.

Ling, Jonathan & Jonathan Catling. (2012). Psikologi Kognitif.Terj. Jakarta:


Penetbit Erlangga
Solso, Robert L, dkk. (2007). Psikologi Kognitif. Jakaera: Penerbit Erlangga.
Sumanto, (2014). Psikologii Umum. Yogyakarta: Center of academic publishing
service
Perkembangan Kognitif, pdf. (online)

17

Anda mungkin juga menyukai