Anda di halaman 1dari 16

PANDANGAN PSIKOLOGI KOGNITIF

Oleh Ana Maria Noviana (20214001)

Mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Semester 7


Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Ma’arif Ciamis

A. PENDAHULUAN
Setiap manusia memiliki tingkatan kognitif yang berbeda satu sama
lain. Seperti tingkat kognitif seorang anak akan berbeda dengan tingkat
kognitif orang dewasa. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor,
seperti pengalaman atau gen yang dibawa sejak lahir. Tingkat kognitif
seseorang akan berkembang sepanjang masa pertumbuhan dan
perkembangan. Kajian mengenai perkembangan kognitif selalu berhubungan
erat dengan psikologi. Maka datanglah sebuah sub-ilmu yang bernama
psikologi kognitif yang membahas mengenai kognitif dan bagian-bagiannya.
Psikologi kognitif merupakan pendekatan psikologi yang memusatkan
perhatian pada cara merasakan, mengolah, menyimpan, dan merespons
informasi. Psikologi kognitif merupakan suatu bidang studi yang berdiri
sendiri, sekaligus sebuah pendekatan untuk semua bidang psikologi.
Psikologi kognitif sangat diperhatikan dalam dunia pendidikan, bidang ilmu
tersebut dijadikan sebagai landasan dalam menciptakan teori-teori belajar.
Seperti teori kognitivisme, teori tersebut merupakan teori yang mengatakan
bahwa sisi kognitif seorang anak didik sangat mempengaruhi proses
pembelajaran.
Teori-teori mengenai kognitif tersebut banyak dikaji oleh tokoh-tokoh
terkemuka, sepeti Jean Piaget, Jerome Bruner, Robert M. Gagne. Tokoh-
tokoh tersebut memiliki konsep kognitif yang berbeda satu sama lain. nya
yang akan dibahas dalam makalah ini.

1
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Kognitif
Muhibbin (2005:65) dalam Nurhadi (2020:80) menyatakan bahwa
“Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang mempunyai persamaan
dengan “knowing” yang berarti mengetahui. Dalam arti luas kognitif atau
kognisi ialah perolehan, penataan, penggunaan pengetahuan. Sedangkan
menurut Abdurrahman dan Rusli (2015) yang dikutip oleh Basyir, dkk.
(2022:91-92) bahwa “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang
berarti pengertian atau mengerti.
Menurut Nova Ardy Miani (2014) yang dikutip oleh Izzuddin
dalam jurnalnya (2021:544) bahwa kognitif diartikan juga sebagai
kemampuan belajar dan berfikir kecerdasan, yaitu kemampuan anak
mempelajari keterampilan dan konsep baru, keterampilan anak
memahami fenomena yang terjadi di lingkungannya, serta kolaborasi dari
daya ingat dan keterampilan dalam menyelesaikan soal-soal sederhana.
Kemampuan kognitif ini berkembang secara terus menerus sejalan
dengan pertumbuhan fisik dan saraf-saraf pada susunan saraf (Jamaris,
2006).
Pengertian kognitif lain adalah proses yang terjadi secara internal
di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang berpikir.
Dalam perkembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi
populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum
yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku
mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan,
memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan,
memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Kognitif juga didefinisikan sebagai perkembangan pola pikir yang
bermakna dari seorang individu sehingga ia memiliki pemahaman,
penalaran, pengetahuan dan juga pengertian. Seorang anak memiliki
pikiran yang mulai aktif sejak lahir dan akan terus berkembang sepanjang

2
pertumbuhannya. Perkembangan kognitif anak dapat dilihat dari apa yang
mereka lakukan yang didorong rasa ingin tahu yang tinggi (Izzuddin,
2021:545). Perkembangan kognitif berhubungan dengan kemampuan
berpikir (thinking), memecahkan masalah (problem solving), mengambil
keputusan (decision making), kecerdasan (intelligence), bakat (optitude)
(Soutelle, 2015).
2. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
Menurut Susanto (2011:59) dalam Nurhaliza dkk. (2021:75-76)
terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif,
yakni sebagai berikut:
a. Faktor hereditas/keturunan
Bahwa manusia lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu
yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Dikatakan pula bahwa
taraf intelegensi sudah ditentukan sejak lahir. Para psikolog Lehrer
1999, Lindzey 1993, dan Spuhier 1995 berpendapat bahwa taraf
intelegensi 75-80% merupakan warisan atau keturunan.
b. Faktor lingkungan
Perkembangan manusia sangatlah ditentukan oleh
lingkungannya. Untuk mengembangkan taraf intelegensi sangatlah
ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari
lingkungan hidupnya
c. Faktor kematangan
Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan matang jika
telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Kematangan berhubungan erat dengan usia kronologis (usia
kalender).
d. Faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. Pembentukan tidak
sengaja (pengaruh alam sekitar) sehingga manusia berbuat inteligen

3
karena untuk mempertahankan hidup ataupun dalam bentuk
penyesuaian.
e. Faktor minat dan bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan
merupakan dorongan untuk berbuat giat dan lebih baik lagi. Adapun
bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang
masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat
seseorang akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya artinya
seseorang yang memiliki bakat tertentu, maka semakin mudah dan
cepat mempelajari.
f. Faktor kebebasan
Kebebasan yaitu keleluasaan manusia untuk berfikir divergen
(menyebar) yang berarti bahwa manusia dapat memilih metode-
metode tertentu dalam memecahkan masalah-masalah, juga bebas
dalam memilih masalah sesuai kebutuhan.
3. Teori-Teori Psikologi Kognitif
a. Teori Kognitif Jean Piaget
1) Biografi Singkat Jean Piaget
Piaget adalah seorang psikologi Swiss yang hidup tahun 1896
sampai 1980 teorinya memberikan banyak konsep utama dalam
psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan
konsep kecerdasan, yang bagi Piaget berarti kemampuan untuk secara
lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis
dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini
membahas munculnya dan diperolehnya skema tentang bagaimana
seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan
perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam
merepresentasikan informasi secara mental (Daud, dkk, 2021:61).
Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif dari
1929-1980 tidak seperti ahli-ahli psikologis sebelumnya, Piaget
menyatakan cara berpikir anak-anak berbeda bukan hanya kurang

4
matang dibandingkan orang dewasa karena kalah pengetahuan, tetapi
juga berbeda secara kualitatif artinya cara anak-anak berpikir tidak
sama dengan orang dewasa. Tatkala dikemukakan pertama kali oleh
Piaget, teori ini sangat radikal tetapi saat ini secara umum sudah
diterima dalam psikologi perkembangan kognitif (Jaarvis, 2021:5).
Pada tanggal 16 september 1980 Piaget meninggal di umur 84
tahun di Kota Jenewa yang tidak jauh dari Neuchatel tempat
kelahirannya. Tokoh yang masih tetap produktif sampai akhir
hayatnya ini adalah seorang tokoh yang sangat penting dalam
psikologi perkembangan (Marinda, 2020:121).
2) Proses Perkembangan Kognitif
Menurut Santrock dalam bukunya berjudul, “Perkembangan
Anak” yang diterjemahkan oleh Penerbit Erlangga, tahun 2007:245-
246. Bahwa terdapat proses-proses dalam pembangunan pengetahuan
diantaranya:
a) Skema
Dalam teori Piaget, skema adalah aksi atau representasi
mental yang mengorganisasikan pengetahuan. Secara sederhana
skema ini berupa pemahaman yang ada.
b) Asimilasi
Asimilasi adalah konsep Piaget mengenai penggabungan
informasi baru ke dalam pengetahuan yang ada atau skema.
c) Akomodasi
Akomodasi adalah konsep Piaget mengenai pembentukan
skema agar sesuai dengan informasi dan pengetahuan baru.
d) Organisasi
Organisasi adalah konsep Piaget mengenai
pengelompokan perilaku terisolasi dan menjadi sistem kognitif
pada tingkat lebih tinggi yang berfungsi lancar.

5
e) Penyeimbangan atau (equilibration)
Equilibration adalah mekanisme yang diajukan Piaget
untuk menjelaskan cara anak berpindah dari satu tahapan berpikir
ke tahap berikutnya. Perpindahan terjadi ketika anak mengalami
konflik kognitif atau ketidakseimbangan atau disequilibrium
dalam usaha memahami. Akhirnya anak menyelesaikan konflik
dan mencapai keseimbangan atau equilibrium pikiran.
3) Tahapan-Tahapan Perkembangan Jean Piaget
a) Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Tahap sensorimotor berlangsung dari kelahiran sampai
kira-kira umur 2 tahun. Dalam tahapan ini bayi membentuk
pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan
pengalaman-pengalaman sensorik (seperti melihat dan
mendengar) dengan tindakan fisik, motorik -oleh karena itu
disebut sensorimotor. Pada tahapan awal ini bayi yang baru lahir
hanya memiliki pola perilaku refleks. Pada akhir tahapan
sensorimotor anak berusia 2 tahun mampu menghasilkan pola-
pola sensorimotor yang kompleks dan menggunakan simbol-
simbol primitif (Santrock, 2007:245). Terdapat enam sub tahap
dan tahap sensorimotor perkembangan kognitif dari Piaget
(Daud, 2020:62):
⮚ Sub tahap 1 (lahir - 1 bulan) Bayi melatih refleks yang dibawa
sejak lahir dan membentuk beberapa kontrol melalui hal
tersebut mereka tidak mengkoordinasikan informasi yang
diperoleh indera dan tidak berusaha meraih objek yang mereka
lihat.
⮚ Sub tahap 2 (sekitar 1 - 4 bulan) Bayi belajar untuk mengulang
perilaku menyenangkan yang muncul pada satu kesempatan
seperti menghisap jempol. Bayi juga mulai beralih menuju
sumber suara, mengkoordinasi jenis yang berbeda dari
informasi sensoris.

6
⮚ Sub tahap 3 (sekitar 4 - 8 bulan) Bayi secara intens mengulangi
aksi tidak hanya dengan tujuan itu sendiri, tetapi untuk
mendapatkan hasil di balik tubuh bayi itu sendiri. Contoh bayi
akan mengulang menggoyang gemerincing untuk mendengar
suaranya atau bersuara ketika muncul wajah yang dikenali.
⮚ Sub tahap 4 (sekitar 8 - 12 bulan) Bayi belajar untuk
menyimpulkan dari pengalaman masa lalu untuk memecahkan
masalah yang baru mereka akan merangkak untuk
mendapatkan sesuatu yang baru yang diinginkan.
⮚ Sub tahap 5 (sekitar 12 - 18 bulan) Bayi mulai bereksperimen
dengan perilaku yang baru untuk melihat apa yang akan terjadi
ketika mereka mulai berjalan mereka akan lebih mudah
mengeksplorasi lingkungan.
⮚ Sub tahap 6 (sekitar 18 - 2 tahun) Sub tahap ini adalah
perpindahan menuju tahap pra-operasional dari anak usia dini.
Mereka memiliki kemampuan representasi yaitu kapasitas
menyimpan gambaran mental, simbol, atau objek dan
kejadian-kejadian. Tahap ini berhubungan terutama dengan
tahapan awal kreativitas.
b) Tahap Pra-operasional (2-7 tahun)
Pada tahap pra operasional terdapat label “pra” yang
menekankan bahwa anak tersebut belum menunjukkan suatu
operasi yaitu tindakan-tindakan internalisasi yang
memampukan anak melakukan secara mental apa yang
sebelumnya hanya dapat mereka lakukan secara fisik. Dalam
tahap ini anak mulai mempresentasikan dunia mereka dengan
kata-kata, bayangan dan gambar-gambar (Daud, 2020:63).
Pemikiran pra-operasional dapat dibagi menjadi sub tahapan
berikut ini:

7
⮚ Sub tahapan fungsi simbolik
Sub tahapan pertama dari pemikiran pra-operasional
muncul sekitar usia 2 - 4 tahun. Pada tahap ini anak meraih
kemampuan untuk mewakili objek yang tak terlihat secara
mental. Namun meski anak-anak membuat kemajuan yang
unik, namun pemikiran mereka masih memiliki batasan
diantaranya: Egosentrisme merupakan ciri penting dari
pemikiran pra-operasional yang berupa ketidakmampuan
membedakan perspektif sendiri dengan orang lain.
Animisme bagian dari pikiran pra operasional berupa
keyakinan bahwa objek tak hidup memiliki kualitas hidup
dan mampu bertindak (Santrock, 2007:252)
⮚ Sub tahapan pemikiran intuitif
Tahapan ini muncul sekitar usia 4 sampai 7 tahun
anak mulai mempraktikkan penalaran primitif dan ingin
mengetahui jawaban dari berbagai pertanyaan (Santrock,
2007:253).
⮚ Sentralisasi dan batasan-batasan pemikiran praoperasional
Suatu keterbatasan pemikiran pra-operasional adalah
sentralisasi yakni pemusatan perhatian pada suatu
karakteristik dan pengambilan karakteristik lain.
Sentralisasi paling jelas dibuktikan dalam kurangnya
konservasi, Yaitu kesadaran bahwa perubahan penampilan
suatu objek tidak mengubah hakikat dasarnya (Santrock,
2007:254).
c) Tahapan Operasional Konkret (7 – 11 tahun)
Tahapan operasional konkret yang berlangsung kira-
kira usia 7 sampai 11 tahun adalah tahapan ketiga dalam teori
Piaget. Pada tahapan ini pemikiran logis menggantikan
pemikiran intuitif asalkan pemikiran tersebut dapat
diaplikasikan menjadi contoh-contoh yang konkret dan

8
spesifik. Contohnya para pemikir operasional konkret tidak
dapat membayangkan langkah-langkah penting untuk
melengkapi persamaan aljabar yang terlalu abstrak bagi
perkembangan pemikiran tahapan ini. Anak-anak pada
tahapan ini dapat menunjukkan operasi-operasi konkrit yang
merupakan tindakan mental dua arah (reservable) terhadap
objek-objek riil dan konkret (Santrock, 2007:255).
d) Tahapan Operasional Formal (11 tahun ke atas)
Tahapan operasional formal yang muncul antara usia 11
hingga 15 tahun adalah tahapan teori Piaget yang keempat dan
terakhir. Dalam tahapan ini individu bergerak melalui
pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir dalam cara-cara
yang abstrak dan lebih logis. Sebagai bagian dari kemampuan
berpikir abstrak mereka mengembangkan gambaran-
gambaran tentang situasi-situasi ideal, mereka mungkin
berpikir seperti apa orang tua yang ideal dan membandingkan
orang tua mereka dengan standar ideal mereka. Mereka mulai
menyukai gambaran tentang masa depan dan membayangkan
akan jadi apa mereka kelak. Dalam menyelesaikan persoalan
para pemikir formal ini akan lebih sistematis dan
menggunakan pemikiran logis (Santrock, 2007:257).
4) Penerapan Teori Jean Piaget
Teori Jean piaget nyatanya sudah popular dalam dunia
pendidikan, berikut ini merupakan penerapan dari teori Kognitif
dari Jean Piaget:
a) Gunakan pendekatan konstruktif.
Piaget menekankan bahwa anak-anak belajar baik ketika
mereka aktif dan mencari solusi secara mandiri. Piaget
melawan metode-metode pengajaran yang memperlakukan
anak secara pasif.

9
b) Menggunakan pembelajaran fasilitatif alih-alih pembelajaran
langsung.
Guru mendesain situasi-situasi yang membiarkan
muridnya belajar sambal bertindak. Situasi-situasi seperti ini
mengembangkan penalaran dan kreativitas murid.
c) Pertimbangkan pengetahuan anak dan tingkat pemikiran
mereka.
Murid tidak datang ke kelas dengan kepala kosong.
Mereka memiliki banyak pemahaman tentang dunia fisik dan
alam.
d) Gunakan penilaian yang berkesinambungan.
Perlu adanya penjelasan-penjelasan verbal dan tertulis
dari murid tentang pemikiran-pemikiran mereka untuk
digunakan sebagai evaluasi kemajuan mereka.
e) Tingkatkan kesehatan intelektual murid.
Bagi Piaget, pembelajaran anak seharusnya terjadi secara
alamiah. Anak tidak dipaksa untuk belajar terlalu banyak dan
terlalu dini dalam perkembangan mereka.
f) Ubahlah ruang kelas menjadi ruang eksplorasi dan penemuan.
Guru-guru menekankan pada eksplorasi dan penemuan
murid. Ruang kelas tidak didesain sebagaimana mestinya, dan
buku-buku tidak digunakan. Justeru, gurunya mengobservasi
minat murid dan mendesain pembelajaran sesuai minatnya.
b. Teori Kognitif Jerome Bruner
1) Biografi Singkat Jerome S. Bruner
Anidar (2017) dalam Sundari & Fauziati (2021:130)
menyatakan bahwa Bruner memiliki nama lengkap Jerome
Seymour Bruner seorang ahli psikologi yang mempunyai
kontribusi besar dalam teori belajar kognitif yang merupakan
peralihan dari teori behaviorisme. Pada tanggal 1 Oktober 1915
Bruner lahir di New York Amerika dan meninggal pada 5 Juni

10
2016 pada usia 101 tahun. Pada tahun 1939 mendapat gelar MA
dan 1941 mendapat gelar Ph.D di Harvard University (Arias
Gallegos, 2016). A Study in Thinking adalah karya Bruner dalam
mengawali kognitivisme (Nugroho, 2015). Bruner sebagai salah
satu tokoh utama dalam revolusi kognitivisme dan eksistensinya
bidang pendidikan berpengaruh besar pada proses pembelajaran.
2) Tahap Perkembangan Kognitif Menurut Bruner
Berbeda dengan Piaget, Bruner melihat perkembangan
kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner,
perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya
digunakan. Sehingga, perkembangan bahasa memberi pengaruh
besar dalam perkembangan kognitif (Nurhadi, 2020:86).
Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan
dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori,
definisi, dsb) melalui contoh-contoh yang menggambarkan
(mewakili) aturan yang menjadi sumber . Dari pendekatan ini
“belajar ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan). Siswa
diberikan suatu informasi umum dan diminta untuk mencari
contoh-contoh khusus dan konkrit. Menurut Bruner proses belajar
akan terjadi secara optimal jika pengetahuan yang dipelajarinya
melalui tiga tahap, yaitu:
a) Tahap Enaktif, yaitu suatu tahapan di mana anak secara
langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek
(Suherman, 2003:44). Menurut Nurhadi (2020:87) bahwa
tahap ini merupakan usaha/kegiatan untuk mengenali dan
memahami lingkungan dengan observasi, pengalaman
terhadap suatu realita.
b) Tahap Ikonik, yaitu kegiatan yang dilakukan anak
berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari

11
objek-objek yang dimanipulasi (Suherman, 2003:44). Menurut
Nurhadi (2020:87) bahwa tahap ini siswa melihat dunia
dengan melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
c) Tahap Simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran yang
didasarkan pada sistem berpikir abstrak. PEnyajian simbolis
menggunakan bahasa atau kata-kata (Dahar: 2011 78).
3) Penerapan Teori Jerome Bruner
Menurut pahliawandari dalam Nurhadi (2020:87) bahwa
penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan
adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat
diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi,
tetapi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka,
artinya menuntut adanya pengulangan-pengulangan. Cara belajar
yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami
konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat
dihasilkan suatu kesimpulan (Free Discovery Learning).
Keuntungan belajar menemukan (Free Discovery Learning):
1). Menimbulkan rasa ingin tahu siswa 2). Menimbulkan
keterampilan memecahkan masalahnya (Nurhadi, 2020:87).
c. Teori Kognitif Robert M. Gagne
1) Biografi Singkat Robert M. Gagne
Nama aslinya adalah Robert Mills Gagne, ia lahir pada 21
Agustus 1916 dan wafat pada 28 April 2002. IA lahir di Andover
Utara Massachusetts. Gagne merupakan seorang tokoh psikologi
yang mengembangkan teori belajar dan pengajaran. Walaupun
pada awal karirnya, dia adalah seorang behaviorist, namun
belakangan dia memusatkan perhatian pada pengaruh pemrosesan
informasi terhadap belajar dan memori kognitif. Dia juga dikenal
sebagai seorang psikolog eksperimental yang berkonsentrasi pada
belajar dan pengajaran.
2) Teori Pemrosesan Informasi dari Gagne

12
Menurut Yaumi (2012) dalam Zulfah & Mukhoiyaroh
(2022:149) menyebutkan bahwa Robert M. Gagne
mengembangkan teori pemrosesan informasi sebagai teori belajar.
Teori ini menggambarkan atau memodelkan proses-proses yang
terjadi di otak manusia saat memproses informasi. Menurut
Gagne, belajar adalah proses yang digerakkan oleh otak untuk
mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan mengambil
kembali pengetahuan. Sedangkan pengolahan informasi adalah
penerimaan, pengolahan, penyimpanan dan pengambilan
informasi. Teknologi pemrosesan informasi memeriksa, melacak,
dan menciptakan proses pemrosesan informasi pada anak-anak.
Proses perhatian, memori, dan penalaran semuanya diperlukan
untuk pemrosesan informasi yang efisien. Menurut teori
pemrosesan informasi, belajar sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan.
Menurut Gagne belajar dipandang sebagai proses
pengolahan informasi dalam otak manusia. Dalam pembelajaran
terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah
sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Salah
satu teori yang berasal dari psikolog kognitif adalah teori
pemrosesan informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne.
Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan
informasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan otak
manusia sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut (Nurhadi,
2020:88-89):
a) Reseptor (alat indera) : menerima rangsangan dari lingkungan
dan mengubahnya menjadi rangsangan neural, memberikan
simbol informasi yang diterimanya dan kemudian diteruskan.
b) Sensory register (penampungan kesan-kesan sensoris) : yang
terdapat pada saraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan
sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu

13
kebulatan perceptual. Informasi yang masuk sebagian masuk
ke dalam memori jangka pendek dan sebagian hilang dalam
sistem.
c) Short term memory ( memory jangka pendek ) : menampung
hasil pengolahan perseptual dan menyimpannya. Informasi
tertentu disimpan untuk menentukan maknanya. Memori
jangka pendek dikenal juga dengan informasi memori kerja,
kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpananya juga
pendek. Informasi dalam memori ini dapat ditransformasi
dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan ke
memori jangka panjang.
d) Long Term memory (memori jangka panjang) :menampung
hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek.
Informasi yang disimpan dalam jangka panjang, bertahan
lama, dan siap untuk dipakai kapan saja.
e) Response generator (pencipta respon) : menampung informasi
yang tersimpan dalam memori jangka panjang dan
mengubahnya menjadi reaksi jawaban.
3) Penerapan Teori Kognitif Gagne
Menurut Hutabarat, dkk. (2023:59-60) bahwa dalam proses
belajar, teori Gagne menerapkan empat fase utama, yakni:
⮚ Fase pengenalan ((Apprehending Phase)
Pada fase ini siswa memperhatikan stimulus tertentu
kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut
untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara.
⮚ Fase Perolehan (Acquisition Phase)
Pada fase ini siswa memperoleh pengetahuan baru (dapat
berupa fakta, keterampilan, konsep atau prinsip) dengan
menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan
sebelumnya. Dengan kata lain pada fase ini siswa membentuk
asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.

14
⮚ Fase Penyimpanan (Storage Phase)
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari
memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat
terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal), praktek
(practice), elaborasi atau lain-lainnya. Sesuatu yang telah
dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat
digunakan bila diperlukan dan kemampuan baru yang telah
diperoleh dipertahankan atau diingat. Fase ini berhubungan
dengan ingatan dan kenangan.
⮚ Fase Pengungkapan Kembali (Retrieval Phase)
Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau
memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. Apa
yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dalam ingatan)
dengan maksud untuk digunakan (memecahkan masalah) bila
diperlukan, baik itu yang menyangkut fakta, keterampilan,
konsep, maupun prinsip. Jika kita akan menggunakan apa yang
disimpan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat
penyimpanan tersebut, dan inilah yang disebut dengan
pengungkapan kembali.
C. PENUTUP
Dapat disimpulkan dalam ilmu psikologi sering membahas
perkembangan kognitif. Kognitif sendiri merupakan perkembangan pola pikir
yang bermakna dari seorang individu sehingga ia memiliki pemahaman,
penalaran, pengetahuan dan juga pengertian. Kognitif seseorang dapat
berkembang seiring dengan pertubuhan diri seseorang, terdapat faktor yang
mempengaruhi perkembangan kognitif seperti faktor keturunan, lingkungan,
kematangan serta yang lainnya. Teori kognitif ini diulik oleh banyak tokoh,
seperti Jean Piaget dengan tahapan perkembangan kognitifnya yang
fenomenal, Jerome Bruner dan Robert M. Gagne. Konsep teori dari semua
tokoh tersebut dapat diaplikasikan dalam pembelajaran jika guru-guru
mampu memahaminya dengan betul. Maka penulis memberikan saran kepada

15
pembaca, khususnya mahasiswa PGMI yang merupakan calon guru. Untuk
senantiasa menambah wawasannya mengenai teori-teori psikologi,
khususnya yang membahas kognitivisme dalam pembelajaran.
D. REFERENSI
Basyir, dkk. (2022). Kontribusi Teori Belajar Kognitivisme David P. Ausubel
dan Robert M. Gagne dalam Proses Pembelajaran. Jurnal Pendidikan
Madrasah. Vol 7, No 1. Diakses pada 23 November 2023 Pukul 14:16
WIB.
Dahar, Ratna Wilis. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta:Erlangga.
Daud, Muh, dkk. (2020). Buku Ajar Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta:
Kencana.
Hutabarat, Dina Safira, dkk. (2023). Penerapan Teori Pembelajaran Robert
M.Gagne Pada Proses Belajar Matematika SMA. Tut Wuri
HAndayani: JUrnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Vol 2 No 2.
Diakses pada 24 November 2023. Pukul 18.30 WIB.
Izzuddin. (2021). Upaya Mengembangkan Kemampuan Kognitif Anak Usia
Dini Melalui Media Pembelajaran Sains. Jurnal Edukasi dan Sains. Vol
3, No 3.
Jaarvis, Matt. (2021). Psikologi Perkembangan Kognitif, Seri Teori
Psikologi. Bandung: Nusamedia.
Jamaris. (2006). Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Dini.
Jakarta:Grasindo.
Marinda, Leny. (2020). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan
Problematikanya pada Anak Usia Sekolah Dasar. An-Nisa: Journal
Article. Diakses pada 24 November 2023 Pukul 14:16 WIB.
Nurhadi. (2020). Teori Kognitivisme serta Aplikasinya dalam Pembelajaran.
Jurnal Edukasi dan Sains. Vol 2, No 1. Diakses pada 23 November 2023
Pukul 13:16 WIB.
Nurhaliza, Diana, dkk. (2021). Profil Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Di Kelas VII MTS Subulussalam Sayur Maincat Kecamatan Kotanopan
Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara. MUDABBIR: Journal
Research and Education Studies. Vol 1, No 1. Diakses pada 24
November 2023 Pukul 13:16 WIB.
Santrock, John, W. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta:Penerbit Erlangga.
Diterjemahkan oleh Penerbit Erlangga. Jilid 1.
Soutelle, Eleanor dkk. (2015). Personality, Resilience, Self-Regulation And
Cognitive Ability Relevant To Teacher Selection. Journal Of Teacher
Education, Vol 40. Diakses pada 23 November 2023 Pukul 14:16 WIB.
Suherman, Erman. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Sundari & Fauziati, Endang. (2021). Implikasi Teori Belajar Bruner dalam
Model Pembelajaran Kurikulum 2013. Jurnal Papeda: Vol 3, No 2.
Diakses pada 24 November 2023. Pukul 18.30 WIB.

16

Anda mungkin juga menyukai