Anda di halaman 1dari 6

METODE PENGEMBANGAN KOGNITIF

1. PENTINGNYA PERKEMBANGAN KOGNITIF


Pada dasarnya pengembangan kognitif dimaksudkan agar anak mampu melakukan
eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui panca inderanya. Dengan pengetahuan yang
diperolehnya, anak akan dapat melangsungkan hidupnya dan menjadi manusia utuh sesuai
dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan yang harus memberdayakan apa yang ada di dunia
ini untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Proses kognisi meliputi berbagai aspek, seperti persepsi, ingatan, pikiran, simbol,
penalaran dan pemecahan masalah. Berdasarkan pendapat piaget, maka pentingnya guru
mengembangkan kemampuan kognitif pada anak sebagai berikut.
a. Agar anak mampu mengembangkan daya persepsinya berdasarkan apa yang ia lihat, dengar
dan rasakan sehingga anak akan memiliki pemahaman yang utuh dan komprehensif.
b. Agar anak mampu melatih ingatannya terhadap semua peristiwa dan kejadian yang pernah
dialaminya.
c. Agar anak mampu mengembangkan pemikiran-pemikirannya dalam rangka
menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya.
d. Agar anak memahami berbagai simbol-simbol yang tersebar di lingkungan sekitarnya.
e. Agar anak mampu melakukan penalaran-penalaran baik yang terjadi melalui proses
alamiah (spontan) ataupun melalui proses ilmiah (percobaan)
f. Agar anak mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapinya sehingga pada akhirnya
ia akan menjadi individu yang mampu menolong dirinya sendiri.

Melalui pengembangan kognitif, fungsi piker dapat digunakan dengan cepat dan tepat dalam
mengatasi suatu situasi untuk memecahkan suatu masalah.

2. TAHAPAN PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET


Hasil dari perkembangan kognitif diatas, menurut Piaget adalah individu-individu yang
mengalami empat tahapan perkembangan. Memahami dunia yang berbeda membuat tahapan
yang satu lebih berkembang dibandingkan yang lain. Kognisi secara kualitatif berbeda pada
satu tahapan dibandingkan tahapan yang lain. Dengan kata lain, cara anak-anak berpikir dalam
satu tahapan berbeda dengan cara mereka berpikir pada tahapan yang lain (Mooney, 2006).
Tahapan perkembangan kognitif piaget, secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut.
a. Tahap Sensorimotor
Pada tahapan ini, perkembangan mental ditandai dengan kemajuan yang besar dalam
kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensi melalui gerakan-
gerakan dan tindakan fisik-motorik, oleh karena itu disebut “sensorimotor”.
Contoh :
“Bayi memperoleh pengetahuan tentang dunia dari tindakan-tindakan fisik yang mereka
lakukan. Bayi mengkoordinasi pengalaman-pengalaman sensorik dengan tindakan-
tindakan fisik. Seorang bayi berkembang dari tindakan refleksif, instingsif pada saat
kelahiran hingga berkembangnya pemikiran simbiolik awal pada akhir tahapan ini.”
b. Tahap Pra-Operasional
Periode penantian yang nyaman untuk menuju tahapan berikutnya, yakni pemikiran
operasional konkret. Pra-operasional menekankan bahwa anak pada tahap ini belum
berpikir secara operasional atau belum menunjukkan suatu operasi. Operasi adalah
perangkat tindakan terinternalisasi yang memungkinkan anak melakukan secara mental
apa yang telah dilakukan secara fisik sebelumnya.
Contoh :
“Anak mulai menggunakan gambaran-gambaran mental untuk memahami dunianya.
Pemikiran-pemikiran simbiolik, yang direfleksikan dalam penggunakan kata-kata dan
gambar-gambar mulai digunakan dalam penggambaran mental, yang melampaui
hubungan informasi sensorik dengan tindakan fisik. Akan tetapi, ada beberapa
hambatan dalam pemikiran anak pada tahapan ini, seperti Egosentrisme dan
sentralisasi.”
c. Tahap Operasional Konkret
Tahap operasional konkret berlangsung di usia 7 sampai 11 Tahun. Pada masa ini anak
dapat menggunakan operasi mental untuk memecahkan masalah konkret (actual). Anak –
anak dapat berpikir lebih logis daripada sebelumnya, karena pada saat ini anak dapat
mengambil berbagai aspek dari situasi tersebut ke dalam pertimbangan.
Contoh :
“Anak mampu berpikir logis mengenai kejadian-kejadian konkret, memahami konsep
percakapan, mengorganisasikan objek menjadi kelas – kelas hierarki (klasifikasi) dan
menempatkan objek-objek dalam urutan yang teratur (serialisasi)”
d. Tahap Operasional Formal
“at the formal operation stage, the adolescent reason much like a scientist searching for
solution in the laboratory” (Berk, 2003). Tahapan ini muncul di usia 11 hingga 15 Tahun
dan merupakan tahapan teori piaget yang terakhir. Individu bergerak melalui pengalaman-
pengalaman konkret dan berpikir dalam cara-cara yang abstrak dan logis. Dalam
menyelesaikan persoalan, para pemikir formal ini akan lebih sistematis dan menggunakan
pikiran logis.
Contoh :
“Remaja berpikir secara lebih abstrak, idealis dan logis (hipotesis-deduktif)”

3. PRINSIP DASAR PERKEMBANGAN KOGNITIF VYGOTSKY


Vygotsky mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dan latar sosial-
budaya dan sejarahnya. Artinya, untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara
menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal-
usul tindakan sadarnya dan dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya (Mool and
Greenberg, 1990). Peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang berasal dari kehidupan sosial
atau kelompoknya dan bukan dari individu itu sendiri. Interaksi sosial demikian antara lain
berkaitan erat dengan aktivitas-aktivitas dan bahasa yang dipergunakan. Kunci utama untuk
memahami proses-proses sosial dan psikologis manusia adalah tanda-tanda atau lambang yang
berfungsi sebagai mediator (Wertsch, 1990). Tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut
merupakan produk dari lingkungan sosiokultural dimana seseorang berada.
Vygotsky membuat dua kerangka dasar yang menjadi prinsip dalam memahami aspek
psikologis pendidikan anak. Kedua prinsip yang dimaksud adalah:
a. Anak Membangun berbagai Pengetahuan
Vygotsky meyakini bahwa anak-anak menyusun pengetahuan mereka sendiri secara
aktif dan tidak secara pasif menghasilkan berbagai pengetahuan tersebut. Menurut
Vygotsky, susunan kognitif selalu melibatkan perantara lingkungan sosial yang dipengaruhi
oleh pengalaman interaksi sosial pada masa yang lampau.
b. Perkembangan Kognitif Tidak dapat Dipisahkan dari Konteks Sosial
Menurut Vygotsky, konteks sosial mempengaruhi cara belajar seseorang tentang sikap
dan kepercayaan. Konteks sosial menghasilkan proses kognitif yang juga merupakan bagian
dari proses perkembangan. Konteks sosial mencakup lingkungan sosial di sekitar anak yang
juga merupakan segala sesuatu yang berada di sekitar anak yang secara langsung maupun
tidak langsung dipengaruhi oleh budaya dari lingkungan tersebut. Konteks sosial terdiri atas
beberapa tingkatan sebagai berikut.
1) Tingkatan interaksi perantara di mana setiap anak melakukan interaksi pada
2) Tingkatan struktural yang mencakup struktur-struktur sosial yang berpengaruh pada
anak-anak seperti keluarga dan sekolah.
3) Tingkatan sosial dan budaya secara umum yang mencakup ciri-ciri masyarakat seperti
bahasa, sister numerik dan penggunaan teknologi.

Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seiring


dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer, sedangkan dimensi
individualnya bersifat derivatif atau merupakan turunan dan bersifat sekunder (Palincsar,
Wertsch dan Tulviste, dalam Supratiknya, 2002). Artinya bahwa pengetahuan dan
perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini tidak
berari bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga
menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya.

4. Aktivitas yang dapat dirancang guru dalam ruangan kelas tersebut diantaranya adalah:
a. Balok Bangunan (Block building)
Bangunan balok bertujuan membimbing pengaturan atau pengendalian din, perencanaan dan
koordinasi berbagai peranan pada anak-anak prasekolah serta memberikan sarana yang
memperlihatkan ungkapan s dan manipulasi konkret. Ketika anak membuat bangunan balok
secara bersam sama, mereka tidak menyadari bahwa telah melakukan aktivitas berbagai
prosedur atau tahapan kerja:
1) Menyatukan sebuah rencana
a) Semua anak didorong untuk menguraikan apa yang mereka rencanakan.
b) Rencana tersebut dapat diubah atau digantikan agar lebih baik, anak-anak
merundingkan apa yang akan mereka bangun.
c) Menyusun balok dapat dirancang untuk aktivitas bersama dengan peraturan-
peraturan khusus yang disetujui oleh anak-anak atau atas saran dari guru.
2) Mendorong anak bekerja dalam sebuah struktur bersama
Dengan bermain balok bersama, anak belajar mengatur sesama teman mengatur diri
mereka sendiri, dan membahas ide-ide mereka. Jika suat kerja sama yang alami dengan
membangun balok telah dilakukan, guru kemudian akan memunculkan perkembangan
kemampuan kogninf dengan mengajak anak-anak untuk membangun sebuah struktur
yang kemudian dapat dibuat dengan kriteria tertentu seperti "cukup besar untuk sebuah
mainan gajah" atau "cukup luas untuk sebuah rumah bagi seekor binatang"
3) Pemetaan (mapping)
Pemetaan dan perencanaan menunjukkan kemampuan berpikir simbolik
mengembangkan kemampuan bahasa anak serta bertindak sebagai mediator eksternal.
Pemetaan dan perencanaan dapat dikerjakan secara bersama pada berbagai aktivitas
sehingga kemampuan berpikir dan bahasa lebih meningkat dan terstruktur.
4) Penyusunan pola (making pattern)
Penyusunan pola tidak hanya mengembangkan kemampuan anak-anak memahami
hubungan yang mendasari antara berbagai objek, tetapi juga menunjukkan secara praktis
penggunaan simbol-simbol untuk mengungkapkan berbagai hubungan itu. Anak-anak
seharusnya dapat mengungkapkan berbagai jenis perbedaan pola-pola balok yang dibuat.
b. Permainan Dramatik (Dramatic Play)
Permainan dramatik merupakan suatu kegiatan mengungkapkan seluruh fungsi mental
tinggi, pengendalian diri dan berbagai fungsi simbolik. Pada saat anak menampilkan tingkat
mental tinggi pada ZPD selama bermain sering kali menunjukkan tema-tema, cerita dan
gerakan yang merupakan wujud perkembangan Anak-anak dapat mendorong dan
mengartikulasikan hal-hal yang akan mereka kerjakan pada permainan sebelum mereka
memulainya.
c. Menyampaikan Cerita (Story Telling)
Menyampaikan cerita biasanya memberikan keuntungan dalam mengembangkan
bahasa dan kreativitas untuk mendorong perkembangan ketajaman ingatan, berpikir logis
dan pengendalian diri. Ketika anak-anak menyampaikan cerita yang dibuatnya, mereka
secara tidak mutlak bebas dari pilihan episode. Cerita yang dibuatnya seharusnya
menunjukkan kepekaan pada orang lain. Melalui cara ini, pengungkapan cerita sejalan
dengan permainan terutama untuk menunjukkan tingkah laku yang spontan dan tingkah laku
yang penah dengan pertimbangan.
d. Penulisan Jurnal (Journal Writing)
Penulisan jurnal merupakan suatu kegiatan yang memiliki banyak makna dalam
membantu anak-anak menguasai pembicaraan secara tertulis dan memberikan makna untuk
belajar keterampilan pemahaman secara khusus seperti bunyi koresponden surat. Penulisan
jurnal memungkinkan anak melakukan komunikasi dengan orang lain melalui berbagai
ungkapan secara tertulis.

Anda mungkin juga menyukai