Anda di halaman 1dari 46

MODUL PRAKTIKUM

BLOK KEPERAWATAN ANAK I


SEMESTER IV REGULER PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN


TAHUN AKADEMIK 2017 – 2018
MODUL PRAKTIKUM
BLOK KEPERAWATAN ANAK I
SEMESTER IV REGULER PRODI S1 KEPERAWATAN

Kurikulum ini Ditetapkan Berdasarkan SK Ketua

Nomor : SK.56a/K-AK/STIKKU/VIII/2017

Tanggal : 4 September 2017

Berlaku Mulai Tahun Akademik : 2017 - 2018

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2018
MODUL PRAKTIKUM
BLOK KEPERAWATAN ANAK I
TAHUN 2018

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

Modul Praktikum ini Disusun Berdasarkan Kurikulum Inti Pendidikan Ners Indonesia

Masa Berlaku s.d Tahun 2020


Tim Penyusun :

Ns. Nanang Saprudin, S.Kep., M.Kep


Ns. Lia Mulyati, S.Kep., M.Kep
Ns. Neneng Aria Nengsih, S.Kep.,M.Kep
Ns. Yana Hendriana, S.Kep., M.Kep

Kuningan, September 2017


Mengetahui

Ketua STIKKU Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Abdal Rohim, S.Kp., M.H Ns. Nanang Saprudin, S.Kep., M.Kep


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan karunianya kami bisa
menyelesaikan modul praktikum Blok Keperawatan Anak I ini dengan baik dan tepat waktu.
Sebelumnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungannya dalam pembuatan panduan ini terutamanya untuk Ketua STIKKU dan Ketua Prodi S1
Keperawatan.
Panduan ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa dalam menunjang proses pembelajaran
khususnya pengalaman klinik dilapangan. Panduan ini berisikan pedoman praktikum yang merupakan
capaian pembelajaran psikomotor mahasiswa selama mengikuti proses pembelajaran. Sebagai
sambutan terakhir, penulis mengharapkan semoga panduan ini bermanfaat guna meningkatkan proses
pembelajaran. Penulis juga meminta saran dan kritik yang membangun guna perbaikan kualitas
panduan praktik lapangan berikutnya. Atas segala perhatiannya, penulis mengucapkan banyak terima
kasih.

Kuningan, 15 Oktober 2017

Penulis

Tim Tutor KBK Semester IV


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
TERAPI BERMAIN PADA ANAK
A. Pendahuluan
1. Definisi Bermain
Bermain merupakan cara ilmiah bagi seorang anak untuk mengungkapkan konflik yang ada dalam
dirinya yang pada awalnya anak belum sadar bahwa dirinya sedang mengalami konflik (Mille B.F, 1983 dikutip
dalam Sukarmin, 2009).
Wong, 2008 mengemukan bahwa bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk
memperoleh kesenangan/kepuasan. Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan
sosial. Selain itu, bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak akan
berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat
dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara.
Bermain adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena bermain
sama dengan bekerja pada orang dewasa, yang dapat menurunkan stres anak, sebagai media yang baik bagi
anak untuk belajar berkomunikasi dengan lingkungan, belajar mengenal dunia sekitar kehidupannya, dan penting
untuk meningkatkan kesejateraan mental sosial anak (Supartini, 2004).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah bentuk kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan oleh anak dalam rangka mengembangkan kemampuan dirinya baik fisik, intelektual, emosional maupun
sosialnya untuk mencapai kesejehteraan psikosoasial anak.
2. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan sosial,
perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral, dan juga sebagai terapi.
a. Perkembangan sensorik-motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensorik motorik merupakan komponen terbesar yang
digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot. Dalam hal ini, permainan
akan membantu perkembangan gerak halus dan pergerakan kasar anak dengan cara memainkan suatu
obyek yang sekiranya anak merasa senang. Misalnya orang tua memainkan pensil di depan anak, pada
tahap awal anak akan melirik benda yang ada di depannya, jika dia tertarik maka dia akan berespon dan
berusaha untuk meraih/mengambil pensil dari genggaman orang tuanya.
b. Perkembangan intelektual
Pada saat bermain, anak melkukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada
dilingkungann sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran dan membedakan objek. Pada saat
bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan,
kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya
melalui eksplorasi alat mainannya dan mencapai kemampuan ini anak menggunakan daya pikir dan
imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin
terlatih kemampuan intelektualnya.
c. Perkembangan kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya ke dalam objek
dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Dalam mengembangkan kreativitas anak dalam bermain dapat
dilakukan dengan sendiri atau secara bersama. Misalnya, beikan anak balok yang banyak dan biarkan dia
menyusun balok-balok itu untuk membuat bentuk apa saja sesuai dengan keinginan anak, kemudian
tanyakan pada anak benda apa yang telah ia buat.
d. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan anak berinteraksi dengan lingkungannya.
Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermai dengan orang lain akan
membantu anak untuk mengambangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah dari hubungan
tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami
bahasa lawan bicara, dan belajar tentang nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama
pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia todler dan prasekolah adalah tahapan
awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya di luar lingkungan keluarga.
e. Kesadaran diri (self awareness)
Dengan bermain, anak akan sadar dengan kemampuannya sendiri, kelemahannya dan tingkah
laku terhadap orang lain. Jika anak berperan sebagai pemimpin dan dirinya merasa tidak mampu untuk
memimpin, maka dengan senang hati dia akan memberikan peran pemimpin tadi kepada teman yang lainnya.
f. Perkembangan moral
Perkembangan ini dapat diperoleh dari orang tuanya dan orang lain yang ada disekitar anak.
Untuk itu tugas orang tua untuk mengajari anak agar mempunyai moral yang baik.
g. Komunikasi
Bermain merupakan alat komunikasi terutama pada anak yang masih belum dapat menyatakan
perasaannya secara verbal. Misalnya, anak menggambar dua anak kecil perempuan (mungkin si anak ingin
mempunyai adik perempuan), anak melempar sendok /garpu saat makan (mungkin dia tidak suka dengan
makanannya) dan sebagainya.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
Ada lima faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain pada anak, yaitu:
a. Tahap perkembangan anak
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak yaitu sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Setiap tahapan perkembangan anak mempunyai potensi/keterbatasan dalam
permainan yang dilakukan. Anak umur 3 tahun alat permainannya berbeda dengan anak yang berumur 5
tahun karena pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Dengan demikiian, orang tua dan perawat harus mengetahui dan memberikan jenis permainan yang tepat
untuk setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Status kesehatan anak
Untuk pada anak yang sedang sakit, kemampuan psikomotor/kognitifnya akan mengalami
penurunan sehingga ada saat dimana anak tidak memiliki keinginan untuk bermain. Untuk itu orang tua dan
perawat harus jeli dalam memilihkan permaian yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain
pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit.
c. Jenis kelamin
Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam kaitannya dengan permainan anak.
Dalam melaksanakan aktivitas bermain tidak dapat membedakan jenis kelamin antara laki-laki maupun anak
perempuan. Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau perempuan untuk
mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas dan kemampuan sosial anak.
Akan tetapi, ada pendapat lain yang menyakini bahwa permainan adalah salah satu alat untuk
membantu anak mengenal identitasi diri sehingga sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan
untuk digunakan oleh anak laki-laki. Hal ini dilatarbelakangi oleh alasan adanya tuntutan perilaku yang
berbeda antara anak laki-laki dan perempuan dan hal ini dipelajari melalui media permainan.
d. Lingkungan
Lingkungan tempat bermain juga mempunyai pengaruh besar dalam mencapai
perkembangan anak yang optimal. Lingkungan yang penuh kasih sayang dan fasilitas yang cukup dalam
membentuk rangsangan, membuat dampak yang besar dalam meningkatkan taraf kecerdasan anak.
Stimulasi lingkungan yang baik akan menyebabkan penambahan ketebalan korteks otak, jumlah sinaps
dan penambahan pembuluh kapiler di otak (Hardjadinata, 2009).
e. Alat permainan
Alat permainan yang digunakan harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak.
Orang tua hendaknya memperhatikan hal ini, sehingga alat permainan yang diberikan dapat berfungsi
dengan benar. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa alat permainan tersebut harus aman dan mempunyai
unsur edukatif bagi anak.
4. Karakteristik dan Tujuan Bermain Sesuai Tahap Perkembangan
Menurut Wong (2008), bermain ditekankan atau diutamakan pada aspek fisik, meskipun demikian
hubungan sosial tidak dapat diabaikan. Bermain diawali dari yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
Dengan demikian Wong mengklasifikasikan bermain berdasarkan karakteristik isi dan karakteristik
sosial.Berdasarkan isinya, bermain dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
a. Social affective play
Merupakan permainan yang menunjukan adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan
antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari
hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya atau dengan orang lain. Permainan yang biasa
dilakukan adalah “ci luk ba”, berbicara dan memberi tangan untuk digenggam oleh bayi sambil
tersenyum/tertawa (Wong, 2008).
b. Sense pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak yang
diperoleh dari lingkungan, seperti lampu, warna, rasa, bau, dan tekstur. Kesenangan timbul karena
seringnya memegang alat permainan (air, pasir, makanan). Ciri khas permainan ini adalah anak akan
semakin lama semakin asyik bermain sehingga sukar dihentikan (Erfandi, 2009).
c. Unocupied behavior
Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupted behaviour), dimana anak pada saat
tertentu sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau
apa saja yang ada di sekelilingnya yang digunakannya sebagai alat permainan (Supartini, 2004).
d. Skill play
Permainanketerampilan (skill play) akan meningkatkan keterampilan anak, khususnya motorik
kasar dan halus, seperti memegang, memanipulasi, dan melatih untuk mengulangi kegiatan permainan
tersebut berkali-kali (Wong, 2008).

Berdasarkan karakteristik sosial, bermain merupakan interaksi antara anak dan orang dewasa yang
dipengaruhi oleh usia anak. Pada tahun-tahun pertama, anak lebih suka bermain sendiri. Tipe bermain berdasarkan
karakteristik sosial diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Onlooker play
Perrmainan dengan mengamati teman-temannya bermain.
b. Solitary play
Anak bermain sendiri walaupun disekitarnya ada orang lain. Misalnya pada bayi dan toddler,
mereka akan asyik dengan mainannya sendiri tanpa menghiraukan orang-orang yang ada disekitarnya.
c. Parallel play
Anak bermain dengan kelompoknya. Pada masing-masing anak mempunyai mainan yang sama
tetapi tidak ada interaksi diantara mereka. Mereka tidak ketergantungan antara satu dan lainnya. Misalnya,
masing-masing anak punya bola, maka dia akan bermain dengan bolanya sendiri tanpa menghiraukan bola
temannya. Biasanya terjadi pada usia toddler dan pre school.
d. Associative play
Anak bermain bersama dengan kelompoknya dalam suatu aktivitas yang sama tetapi masih
belum terorganisir. Tidak ada pembagian tugas, mereka bermain sesuai keinginannya. Misalnya, anak
bermain hujan-hujanan di teras rumah, berlari-lari dan sebagainya.
e. Couperative play
Anak bermain secara bersama-sama dan permainan sudah terorganisir dan terencana, telah
disertakan peraturan dalam bermain. Misalnya, anak bermain kartu, petak umpet dan sebagainya.

B. Prosedur Pelaksanaan Terapi Bermain


NO SOP TERAPI BERMAIN

1 Tujuan 1) Meminimalisir tindakan perawatan yang traumatis


2) Mengurangi kecemasan
3) Membantu mempercepat penyembuhan
4) Sebagai fasilitas komunikasi
5) Persiapan untuk hospitalisasi atau surgery
6) Sarana untuk mengekspresikan perasaan
2 Persiapan Persiapan Peralatan
1) Rancangan program bermain yang lengkap dan sistematis
2) Alat bermain sesuai dengan umur/jenis kelamin dan tujuan
Persiapan Pasien
1) Pasien dan keluarga diberitahu tujuan bermain
2) Melakukan kontrak waktu
3) Tidak ngantuk
4) Tidak rewel
5) Keadaan umum mulai membaik
6) Pasien bisa dengan tiduran atau duduk, sesuai kondisi klien
3 Prosedur Pelaksanaan Tahap Pra Interaksi
1) Melakukan kontrak waktu
2) Mengecek kesiapan anak (tidak ngantuk, tidak rewel, keadaan umum
membaik/kondisi yang memungkinkan)
3) Menyiapkan alat
Tahap Orientasi
1) Memberikan salam kepada pasien dan menyapa nama
2) Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3) Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan
Tahap Kerja
1) Memberi petunjuk pada anak cara bermain
2) Mempersilahkan anak untuk melakukan permainan sendiri atau dibantu.
3) Memotivasi keterlibatan klien dan keluarga.
4) Memberi pujian pada anak bila dapat melakukan.
5) Mengobservasi emosi, hubungan inter-personal, psikomotor anak saat
bermain.
6) Meminta anak menceritakan apa yang dilakukan/dibuatnya.
7) Menanyakan perasaan anak setelah bermain.
8) Menanyakan perasaan dan pendapat keluarga tentang permainan yang
telah dilakukan.
Tahap Terminasi
1) Melakukan evaluasi sesuai dengan tujuan
2) Berpamitan dengan pasien.
3) Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula.
4) Mencuci tangan.
Dokumentasi
Mencatat jenis permainan dan respon pasien serta keluarga dan kegiatan
dalam lembar catatan keperawatan dan kesimpulan hasil bermain meliputi
emosional, hubungan inter-personal, psikomotor dan anjuran untuk anak dan
keluarga.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


PEMBERIAN IMUNISASI

A. Pendahuluan
1. Definis Imunisasi
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi
atau anak sehingga terhindar dari penyakit (DepKes, 2000). Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran
bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.
Imunitas atau kekebalan terdiri atas imunitas pasif, yaitu tubuh tidak membentuk imunitas, tetapi
menerima imunitas. Sedangkan pada imunitas aktif, tubuh membentuk kekebalan sendiri.
Pentingnya imunisasi didasarkan pada latar belakang bahwa pada awal kehidupan, anak belum
mempunyai kekebalan sendiri (humoral), hanya imunoglobulin G yang didapatnya dari ibu. Setelah usia 2 sampai
3 tahun, anak akan membentuk imunoglobulin G sendiri. Sedangkan untuk imunoglobulin A dan M sejak lahir
mulai diproduksi dan dengan bertambahnya usia anak maka semakin meningkat produksinya. Dengan demikian,
pada tahun pertama anak perlu mendapatkan kekebalan yang didapat melalui pemberian imunisasi.
2. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
Depkes (2000) menetapkan baahwa ada tujuh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu
tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, poliomielitis, campak dan hepatitis.
a. Tuberkulosis
Sampai saat ini dibeberapa negara, tuberkulosis masih merupakan penyebab kematian. Penyakit
ini disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang masyarakat dengan kelas
sosial ekonomi rendah, karena umumnya masyarakat ini mengalami gangguan nutrisi sehingga daya tahan
tubuh rendah dan tinggal di pemukiman yang padat dan tidak sehat sehingga mudah terjadi penularan
penyakit. Apabila seorang anak terkena tuberkulosis, organ tubuh yang akan terkena adalah paru-paru,
kelenjar, kulit, tulang, sendi dan selaput otak. Cara penularannya adalah melalui droplet atau percikan air
ludah, dan reservoarnya adalah manusia.
Imunisasi yang dapat mencegah penyakit tuberkulosis adalah denag imunisasi BCG. Ada
kesulitan untuk menilai dampak imunisasi BCG terhadap angka kejadian tuberkulosis karena banyaknya
faktor yang mempengaruhi seperti pemukiman yang padat dan tidak sehat serta banyaknya sumber
penularan di masyarakat yang tidak mendapatkan pengobatan yang tepat. Walaupun demikian, dampak
vaksinasi BCG paling tidak apabila terkena penyakit akan lebih ringan sehingga dapat menurunkan angka
kematian atau kecatatan akibat penyakit ini.
b. Difteri
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh corynebacterium dyptheriae tipe gravis, milis dan intermedius
yang menular melalui percikan ludah yang tercemar. Anak yang terinfeksi difteri akan menunjukkan gejala
ringan samapi berat. Gejala ringan dapat berupa peradangan membran pada rongga hidung dan gejala berat
apabila terjadi obstruksi jalan nafas karena infeksi yang mengenai laring, saluran nafas bagian atas, tonsil
dan kelenjar sekitar leher membengkak (bull neck). Kematian dapat terjadi apabila terjadi komplikasi gagal
jantung dan obstruksi jalan nafas yang tidak dapat tertangani.
Imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit ini adalah DPT pada anak di bawah satu
tahun (imunisasi dasar) dan DT pada anak kelas I dan VI SD (booster).
c. Pertusis
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh bordetella pertusis dengan penularan melalui droplet.
Masyarakat awam mengenal penyakit ini dengan istilah batuk rejan atau batuk 100 hari. Bahaya dari pertusis
adalah pneumonia yang dapat menimbulkan kematian. Gejala awal berupa batuk pilek, kemudian setelah hari
ke-10 bauk bertambah berat dan sering kali disertai muntah. Untuk itu, imunisasi DPT adalah satu cara untuk
pencegahan dari penyakit ini yang dapat dilakukan karena kekebalan dari ibu tidak bersifat protektif (Depkes,
2000).
d. Tetanus
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh mycobacterium tetani yang berbentuk spora yang dapat
masuk ke tubuh melalui luka terbuka dan berkembang biak secara anaerobik dan membentuk toksin. Tetanus
yang khas terjadi pada usia anak adalah tetanus neonatorum. Tetanus neonatorum dapat menimbulkan
kematian karena terjadi kejang, sianosi dan henti nafas. Reservoar tetanus ini adalah kotaran hewan atau
tanah yang terkontaminasi dengan kotoran hewan dan manusia. Gejala awal yang ditunjukkan adalah
bernafas dengan mulut menucu dan bayi tidak mau menyusu. Kekebalan pada penyakit ini hanya diperoleh
dengan imunisasi atau vaksinasi lengkap karena riwayat penyakit tetanus tidak menyebabkan kekebalan
pada anak. Imunisasi diberikan tidak hanya DPT pada anak, tetapi juga imunisasi TT pada calon pengantin
(TT laten), TT pada ibu hamil yang diberikan saat antenatal care (ANC), dan DT pada anak sekolah dasar I
dan VI.
e. Poliomielitis
Sesuai dengan namanya, penyebab infeksi ini adalah virus polio tipe 1,2 dan 3 yang menyerang
mielin atau serabut otot. Gejala awal tidak jelas, dapat timbul gejala demam ringan dan infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA), kemudian timbul gejala paralisis yang bersifat flaksid yang mengenai sekelompok
serabut otot sehingga timbul kelumpuhan. Kelumpuhan dapat terjadi pada anggota tubuh, saluran nafas dan
otot menelan. Penularan penyakit ini adalah melalui droplet atau fekal, dan reservoirnya adalah manusia
yang menderita polio. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dengan menggunakan
vaksinasi polio bahkan dapat eradikasi dengan cangkupan polio 100%.
f. Campak
Penyebab penyakit infeksi ini adalah virus morbili yang menular melalui droplet. Gejala awal
ditunjukan dengan adanya kemerahan yang mulai timbul pada bagian belakang telinga, dahi, dan menjalar ke
wajah dan anggota tubuh lainnya. Selain itu, timbul gejala seperti flu yang disertai mata berair dan
kemerahan (konjungtivitis). Setelah 3-4 hari, kemerahan mulai hilang dan berubah menjadi kehitaman yang
akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila sembuh, kulit akan tampak seperti bersisik.
Imunisasi campak diberikan pada anak usia 9 bulan dengan rasional kekebalan dari ibu terhadap
penyakit campak berangsur akan hilang sampai usia 9 bulan. Komplikasi yang harus dicegah adalah otitis
media, konjungtivitis berat, enteritis dan pneumonia terutama pada anak dengan status gizi buruk.
g. Hepatitis B
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh virus hepatitis tipe B yang menyerang kelompok risiko secara
vertikal, yaitu bayi dan ibu pengidap. Sedangkan secara horizontal tenaga medis dan paramedis, pecandu
narkotika, pasien hemodialisis, pekerja laboratorium, pemakai jasa atau petugas akupuntur. Gejala yang
dapat muncul tidak khas, seperti anoreksia, mual, dan kadang-kadang ikterik. Sejak tahun 1992, vaksin
hepatitis B menjadi bagian dari program di Indonesia walaupun belum merataa di semua provinsi dapat
menjalankannya karena harga vaksin yang cukup mahal sehingga dilakukan secara bertahap. Imunisasi
hepatitis B diberikan pada bayi 0-11 bulan dengan maksud untuk memutus mata rantai penularan dari ibu ke
bayi.
3. Cara dan Waktu Pemberian Imunisasi
Vaksin Dosis Cara Pemberian Usia Pemberian
BCG 0,05 cc Intrakutan tepat di insersio muskulus deltoideus 0 bulan
kanan
DPT 0,5 cc Intramuskular DPT I : 2 bulan
DPT II : 3 bulan
DPT III : 4 bulan
Polio 2 tetes Diteteskan ke mulut Polio I : 2 bulan
Polio II : 3 bulan
Polio III : 4 bulan
Polio IV : 9 bulan
Campak 0,5 cc Subkutan, biasanya di lengan kiri atas 9 bulan

Hepatitis B 0,5 cc Intramuskular pada paha bagian luar HB0 : 0 bulan


HB1 : 2 bulan
HB2 : 3 bulan
HB3 : 4 bulan

4. Hal-Hal Penting yang Harus Diperhatikan dalam Pemberian Imunisasi


Apapun imunisasi yang akan diberikan, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan perawat,
yaitu sebagai berikut:
a. Orang tua anak harus ditanyakan aspek berikut:
1) Status kesehatan anak saat ini, apakah dalam kondisi sehat atau sakit.
2) Pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yang pernah didapat sebelumnya.
3) Penyakit yang dialami di masa lalu dan sekarang.
b. Orang tua harus mengerti tentang hal-hal yang berkaaitan dengan penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi terlebih dahulu sebelum menerima imunisasi (informed consent). Pengertian mencakup jekup jenis
imunisasi, alasan diimunisasi, manfaat imunisasi dan efek sampingnya.
c. Catatan imunisasi yang lalu (apabila sudah pernah mendapat imunisasi sebelumnya).
d. Pendidikan kesehatan untuk orang tua. Pemberian imunisasi pada anak harus didasari pada adanya
pemahaman yang baik dari orang tua tentang imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit. Perawat harus
memberikan pendidikan kesehatan ini sebelum imunisasi diberikan pada anak. Gali pemahaman orang tua
tentang imunisasi anak. Gunakan pertanyaan terbuka untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya tentang
pemahaman orang tua berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan anak melalui pencegahan penyakit dengan
imunisasi agar dapat memberikan pemahaman yang tepat. Pada akhirnya diharapkan adanya kesadaran
orang tua untuk memelihara kesehatan anak sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
anak.
e. Kontraindikasi pemberian imunisasi. Ada beberapa kondisi yang menjadi pertimbangan untuk tidak
memberikan imunisasi pada anak yang :
1) Flu berat atau panas tinggi denagn penyebab yang serius.
2) Perubahan pada sistem imun yang tidak dapat menerima vaksin virus hidup.
3) Sedang dalam pemberian obat-obat yang menekan sistem imun, seperti sitostatika, transfusi darah dan
imunoglobulin.
4) Riwayat alergi terhadap pemberian vaksin sebelumnya seperti pertusis.

B. Prosedur Pemberian Imunisasi


NO SOP Pemberian Imunisasi

1 Tujuan Sebagai suatu upaya pencegahan terhadap penyakit (TB, campak, difteri,
pertusis, tetanus, poliomielitis dan hepatitis B)

2 Persiapan Persiapan Peralatan


1) Sarung tangan satu pasang
2) Spuit berikut jarumnya steril dengan ukuran sesuai kebutuhan
3) Bak instrumen
4) Kapas alkohol dalam kom
5) Perlak dan pengalas
6) Vaksin sesuaidengan kebutuhan (BCG, Polio, Campak, DPT, TD, HB)
7) Bengkok
8) Buku injeksi atau daftar obat
Persiapan Pasien
1) Klien tidak sedang mengalami penurunan status kesehatan
2) Tidak memiliki riwayat alergi terhadap pemberian vaksin sebelumnya jika
sebelumnya telah pernah diimunisasi
3) Tidak sedang menjalani terapi obat-obatan seperti golongan steroid,
transfusi darah dan imunoglobulin.
3 Prosedur Pelaksanaan Tahap Pra Interaksi
1) Melakukan verifikasi data tentang program pemberian imunisasi yang
akan dilakukan.
2) Mencuci tangan.
3) Menyiapkan vaksinimunisasi dengan mengecek jenis, dosis dan tanggal
kadaluarsa vaksin.
4) Memastikan kembali kesiapan pasien.
Tahap Orientasi
1) Memberikan salam kepada pasien dan keluarga.
2) Menjelaskan pada keluarga pasien tentang tujuan, manfaat dan
prosedur pemberian imunisasi.
3) Menjelaskan pada keluarga pasien tentang efek yang mungkin
ditimbulkan dari pemberian vaksin dan cara mengatasinya.
4) Menanyakan persetujuan keluarga pasien.
5) Melibatkan keluarga dalam pembrian imunisasi
Tahap Kerja
1) Mendekatkan alat didekat pasien.
2) Mencuci tangan
3) Menggunakan sarung tangan bersih.
4) Mengatur posisi pasien sesuai lokasi penyuntikan.
5) Memasang perlak dan pengalasnya.
6) Menentukan tempat penyuntikan dengan benar sesuai dengan jenis dan
imunisasinya.
7) Membebasakn daerah yang akan dinjeksi dari pakaian.
8) Desinfeksi permukaan kulit pada area penyuntikan dengan kapas
alkohol, melingkar dari arah dalam ke luar dan kapas alkohol dibuang
kebengkok.
9) Suntikkan vaksin dengan arah lubang jarum menghadap ke atas dengan
sudut 900 dari permukaan kulit pada area vastus lateralis (Hepatitis B
dan DPT) secara IM, sudut 45 0 dari permukaan kulit pada area deltoid
(campak) secara SC, dan sudut 150 dari permukaan kulit pada daerah
deltoid (BCG) secara IC.
10) Lakukan aspirasi terlebih dahulu (IM dan SC) untuk memastikan jarus
suntik tidak masuk ke pembuluh darah.
11) Masukkan vaksin secara perlahan-lahan.
12) Cabut jarum suntik dari area penusukkan dan tekan area penyuntikan
dengan kapas desinfektan, terkecuali imunisasi BCG cukup dengan
diusap secara perlahan.
13) Tempatkan spuit dalam bengkok.
14) Rapikan alat.
15) Cuci tangan.
Tahap Terminasi
1) Melakukan evaluasi respon pasien terhadap tindakan yang dilakukan.
2) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya.
3) Mengakhiri kegiatan dan berpamitan dengan pasien dan keluarga.
Dokumentasi
Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan ke dalam catatan keperawatan
dan buku imunisasi pasien.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENILAIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DAN PREMATUR BERDASARKAN DUBOWITZ SCORE

A. Definisi Bayi Berat Lahir Rendah dan Prematur


World Health Organization (WHO) pada tahun 1961 menyatakan bahwa semua bayi lahir yang berat badannya kurang
atau sama dengan 2500 gram disebut low birth weight infant (bayi berat lahir rendah).
Berdasarkan umur kehamilan atau masa gestasi, bayi baru lahir dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Preterm infant atau bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan tidak mencapai 37 minggu.
2. Tern infant atau bayi cukup bulan (matrure/aterm), yaitu bayi baru lahir pada umur kehamilan lebih daripada 37-42
minggu.
3. Post term infant atau bayi lebih bulan (posterm/postmature), yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan sesudah 42
minggu.
Berdasarkan pengelompokan tersebut, bayi berat badan lahir rendah dapat dikelompokan menjadi prematuritas murni
dan dismaturitas. Prematuritas murni, yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan
sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan (berat badan terletak antara persentil ke-10 sampai persentil ke-90
pada intrauterine growth curve Lubchenko). Sedangkan dismaturitas, yaitu bayi dengan berat badan kurang dari berat
badan ang seharusnya untuk usia kehamilan. Hal ini menunjukkan bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin.
Menurut WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke-37 (dihitung dari hari pertama
haid terakhir). The American Academy of Pediatric, mengambil batasan 38 minggu untuk menyebut prematur.
Bayi prematur atau bayi pre-term adalah bayi lahir dengan umur kehamilan 37 minggu tanpa memperhatikan berat
badan. Sebagian besar bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram adalah bayi prematur.

B. Prosedur Penilaian Dubowitz


Menurut Dubowitz, taksiran maturitas neonatus ditetapkan melalui penilaian 11 tanda fisik luar dan 10 tanda
neurologi. Adapun penilaian cara Dubowitz adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik fisik ekternal dinilai, kemudian diberi nilai sesuai dengan panduan, lalu nilai yang diperoleh dijumlah,
dan hasil penjumlahan ini disebut juga nilai E.
2. Karakteristik neurologis dinilai, kemudian diberi nilai sesuai dengan panduan, lalu nilai yang diperoleh dijumlah dan
hasil penjumlahan ini disebut juga nilai N.
3. Jumlah nilai karakteristik eksternal ditambah dengan jumlah nilai karakteristik neurologik (jumlah nilai E + jumlah
nilai N), hasil penjumlahan ini disebut angka perhitungan total.
4. Angka perhitungan total dimasukan dalam grafik umur kehamilan bayi menurut Dubowitz, lalu ditarik garis lurus ke
atas sampai pada garis miring yang terdapat di tengah-tengah grafik, kemudian ditarik garis ke samping kiri ke
arah patokan umur kehamilan dalam minggu, maka angka yang terdapat pada garis menunjukan kehamilan bayi
waktu dilahirkan menurut nilai Dubowitz.
Contoh Penilaian Dengan Dubowizt Score
STANDAR OPERASIONAL PELAKSANAAN PEMBERIAN SUCTION PADA ANAK

Prosedur khusus yang pertama adalah menghisap lendir pada bayi/anak melalui hidung dan atau mulut. Tujuannya
adalah sebagai acuan penatalaksanaan tindakan penghisapan lendir, mengeluarkan lendir, dan melonggarkan jalan napas.
Adapun prosedur kerja yang harus dilakukan meliputi persiapan alat, persiapan pasien dan langkah-langkah penghisapan
lendir bayi/anak. Secara detail, prosedurnya adalah sebagai berikut :
A. Persiapan Alat
Perangkat penghisap lendir meliputi beberapa hal berikut :
1. Mesin penghisap lendir (suction)
2. Selang penghisap lendir sesuai kebutuhan
3. Air matang untuk pembilas pada tempatnya (baskom)
4. Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam selang
5. Spatel/sundip lidah yang dibungkus dengan kain kasa
6. Sarung tangan
7. Bak instrumrn
8. Kasa
9. Bengkok
B. Persiapan Pasien Bayi/Anak
Untuk persiapan pasien, perawat harus melakukan hal-hal berikut :
1. Bila pasien sadar, siapkan dengan posisi setengah duduk
2. Bila pasien tidak sadar, posisi dimiringkan dan kepala ekstensi agar penghisap dapat berjalan lancar
C. Prosedur/Langkah-Langkah Kerja
Adapun langkah-langkah penghisapan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Jelaskan pada anak/keluarga dan inform consent
2. Alat didekatkan pada anak dan perawat cuci tangan
3. Perawat memakai sarung tangan
4. Anak disiapkan sesuai kondisi
5. Selang dipasang pada mesin penghisap lendir
6. Mesin penghisap lendir dihidupkan
7. Sebelum menghisap lendir pada anak, coba lebih dahulu untuk air bersih yang tersedia
8. Tekan lidah dengan spatel
9. Isap lendir pasien sampai selesai. Mesin/pesawat dimatikan
10.Bersihkan mulut pasien dengan kasa
11.Bersihkan selang dengan air dalam baskom
12.Selang direndam dalam cairan desinfektanvyang tersedia
13.Perawat mencuci tangan
14.Mencatat hasil dan melaporkan telah dilakukannya tindakan di inform consent
STANDAR OPERASIONAL PELAKSANAAN PEMBERIAN OKSIGEN PADA ANAK

Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologis menurut hierarki Maslow. Kebutuhan
oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen
dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang maka akan terjadi kerusakan pada
jaringan otak dan apabila hal tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka akan menimbulkan kematian.
Sistem yang berperan dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigen adalah sistem pernafasan, sistem persarafan
dan sistem kardiovaskuler. Terapi oksigen merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan cara memberikan oksigen
lembab pada pasien dengan tujuan memberikan oksigen ke dalam jaringan tubuh, mengatasi hipoksemia, menurunkan kerja
pernafasan, mengurangi kerja miokardium. Pada prosedur pemberian terapi oksigen, pada dasarnya hampir sama antara
dewasa dan anak – anak. Yang membedakan adalah apabila untuk anak-anak dengan menggunakan peralatan yang
berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran untuk dewasa. Pemberian terapi oksigen ini dapat dilakukan dengan 3
cara, yaitu : Kateter nasal, Kanula nasal, dan Masker Oksigen. Indikasi pemberian oksigen :

1. Pada kasus hipoksemia


a. Bayi dan anak – anak : PaO2< 60 mmHg atau SaO2< 90% (udara ruangan)
b. Neonatus : PaO2< 50 mmHg atau SaO2< 88%
2. Mencegah atau mengatasi hypoksia
3. Penurunan PaCO2 dengan gejala dan tanda-tanda hypoksia : dyspnea, tachypnea, gelisah, disorientasi, apatis,
kesadaran menurun.
4. Keadaan lain : gagal nafas akut, shock, keracunan CO2
A. Persiapan Alat
1. Tabung oksigen lengkap dengan humudifier dan flow meter
2. Kateter nasal, kanula nasal, atau masker oksigen
3. Vaselin atau jeli
4. Plester untuk fiksasi
5. Spatel
B. Prosedur Kerja
1. Kateter Nasal
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Cuci tangan
c. Atur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan, kemudian observasi humidifier dengan cara melihat adanya
gelembung air
d. Atur posisi klien pada posisi semi fowler
e. Ukur nasal kateter mulai dari lubang telinga sampai ke hidung dan berikan tanda.
f. Buka saluran udara dari tabung oksigen
g. Olesi dengan menggunakan vaselin atau jelly
h. Masukkan ke dalam hidung sampai batas yang telah ditentukan
i. Lakukan pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum dengan menekan lidah pasien meggunakan
spatel (apabila sudah masuk akan terlihat posisinya di belakang uvula)
j. Fiksasi kateter pada daerah hidung
k. Periksa nasal kateter setiap 6 – 8 jam sekali
l. Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respons klien
m. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
2. Kanula Nasal
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Cuci tangan
c. Atur aliran oksigen sesuai kebutuhan. Kemudian observasi humidifier pada tabung dengan adanya
gelembung air
d. Atur posisi klien pada posisi semi fowler
e. Pasang kanula nasal pada hidung dan atur posisi kanula sesuai kenyamanan klien
f. Periksa kanula tiap 6 – 8 jam
g. Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respons klien
h. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
3. Masker wajah
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Cuci tangan
c. Atur aliran oksigen sesuai kebutuhan. Kemudian observasi humidifier pada tabung dengan adanya
gelembung air
d. Atur posisi klien pada posisi semi fowler
e. Tempatkan masker oksigen di wajah klien, menutupi hidung dan mulut klien. Ikatkan elastic band melingkari
kepala klien sesuai kenyaman klien. Berikan alasan pada elastic band yang berada di belakang telinga dan di
atas tulang yang menonjol. Fungsi alas adalah untuk mencegah iritasi karena masker oksigen.
f. Periksa masker wajah tiap 6 – 8 jam
g. Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respons klien
h. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
STANDAR OPERASIONAL PELAKSANAAN PEMBERIAN NEBULIZER PADA ANAK

Nebulizer adalah suatu alat yang bisa menyemburkan medikasi atau agens pelembab seperti agens bronkodilator atau
mukolitik menjadi partikel mikroskopik dan mengirimkannya ke dalam paru-paru ketika klien menghirup nafas. Nebulizer
biasanya diberikan pada klien dengan penyempitan jalan nafas atau bronkospasme. Nebulizer dapat menguapkan obat –
obat yang dapat dihirup.

A. Persiapan Alat
1. Nebulizer set
2. Obat sesuai indikasi
3. Kapas alkohol untuk membersihkan masker nebulizer
B. Prosedur Pelaksanaan
1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
4. Memberi salam kepada pasien/keluarga pasien
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
6. Menanyakan kesiapan pasien
C. Tahap Kerja
1. Jaga privacy klien
2. Mengatur posisi klien dalam posisi duduk
3. Dekatkan troly obat dan peralatan
4. Pastikan alat dalam kondisi baik
5. Bersihkan masker nebulizer dengan kapas alkohol
6. Masukkan obat sesuai dosis yang telah ditentukan dokter misalnya pentolin 1/3 ampul tiap 6 jam
7. Hubungkan nebulizer dengan kontak listrik
8. Hidupkan nebulizer dengan cara menekan tombol on
9. Pastikan uap keluar dari nebulizer
10. Pasangkan masker pada klien, jika klien berumur <1 tahun minta bantuan pada orang tua untuk mempertahankan
posisi masker. Sebaliknya pada anak – anak ajarkan dan motivasi untuk memegang sendiri masker dan bernafas
melalui mulut dengan cara ambil nafas lambat, dalam dan kemudian menahan nafas selama beberapa detik pada
akhir mengambil nafas
11. Melakukan evaluasi tindakan
12. Bermaitan dengan pasien dan keluarga
13. Mencuci tangan dan dokumentasi
STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP)
MEMASANG INFUS PADA ANAK

No ASPEK YANG DINILAI Nilai


1 2 3 4
PERSIAPAN ALAT
1. 1. Wing needle/abocath/jarum kupu-kupu (bersayap) dengan nomor yang sesuai
1. Infus set mikro
2. Cairan infus yang dibutuhkan bayi/anak
3. Kapas alkohol dalam tempatnya
4. Plester dan gunting
5. Spalk/bidai
6. Kasa gulung
7. Kasa steril dan betadine
8. Tourniquet
9. Perlak dan alasnya
10. Sarung tangan
11. Nierbeken
12. Standar infus
13. Baki dan alasnya
TAHAP PRE-INTERAKSI
2. Baca catatan keperawatan dan catatan medis klien
3. Siapkan alat-alat dan privasi ruangan
4. Cuci tangan
TAHAP ORIENTASI
5. Berikan salam, panggil nama klien
6. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan kepada klien/keluarga
TAHAP KERJA
7 Perawat cuci tangan
8. Menggantungkan cairan infus pada standar infuse
9. Membersihkan karet penutup botol cairan infus atau membuka tutup botol cairan infus
10. Menusukkan set infus ke dalam botol cairan infus kemudian ruang tetesan di isi setengah
11. Set/selang infus di isi cairan dan dikeluarkan udaranya
12. Menentukan lokasi yang akan dipasang infus lalu memakai hand scoon
13. Melakukan pembendungan daerah yang akan di pasang infus
14. Mencuci hamakan daerah/lokasi yang akan di pasang infus kemudian menusukkan wing
needlee/abokat ke dalam vena sedalam mungkin
15. Buka pembendung dan sambungkan wing needle dengan selang infus dan pengatur tetesan
dibuka
16. Memperhatikan ada/tidaknya pembengkakan
17. Daerah yang ditusuk diberi betadin dan ditutup dengan kasa steril kemudian wing needle
ditempelkan dengan plester
18. Pasang spalk/bidai dan dibalut dengan kasa gulung. Mengatur tetesan dalam satu menit
sesuai instruksi
19 Merapikan bayi/anak dan alat yang digunakan
20 Mencatat tanggal, jam pemberian cairan dan macam cairan
21 Mengobservasi reaksi bayi/anak
TAHAP TERMINASI
22 Evaluasi perasaan klien
23 Simpulkan hasil kegiatan
24 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
25 Bereskan alat-alat
26. Cuci tangan
DOKUMENTASI
27. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PEOSEDUR (SOP)
PEMBERIAN TRANFUSI DARAH PADA ANAK

PENGERTIAN
Tranfusi darah merupakan tindakan yang dilakukan bagi klien yang memerlukan darah dan atau produk darah
dengan memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan set tranfusi.cairan melalui intravena (infus). Nutrisi bagi klien
yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi per oral atau adanya gangguan fungsi menelan, Tindakan ini dilakukan
dengan didahului pemasangan pipa lambung.
TUJUAN
1. Meningkatkan volumen darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma, atau perdarahan).
2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien anemia berat.
3. Memberikan komponen selular tertentu sebagai terapi sulih (misalnya, faktor pembekuan untuk membantu mengontrol
perdarahan pada pasien hemofilia).
INDIKASI
Pasien dengan kadar hemoglibin di bawah 7 gr/dl
TAHAP PRE INTERAKSI
1. Membaca program tindakan
2. Menyiapkan alat
a. Standar infus
b. Cairan steril sesuai instruksi
c. Tranfusi set steril
d. IV kateter sesuai ukuran
e. Bidai atau ( k/p pada anak )
f. Perlak dan pengalas
g. Tourniquet
h. Instrumens steril ( pinset, gunting dan com )
i. Kapas alkohol
j. Bengkok
k. Tempt sampah
l. Kasa steril
m. Sarung tangan
n. Salf antibiotik
o. Plester
p. Darah atau plasma
q. Obat antihistamin
r. Tensimeter dan termometer
s. Formulir observasikhusus dan alat tulis
3. Memasang sampiran
4. Mencuci tangan
5. Mendekatkan alat kepasien
TAHAP ORIENTASI
1. Memberi salam
2. Menanyakan adanay keluhan
3. Menjelaskan prosedur tindakan kepasien atau keluarga
4. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya
TAHAP KERJA
1. Menggunakan sarung tangan
2. Mengukur tanda vital
3. Membebaskan lengan pasien dari baju
4. Meletakan perlak dan pengalas di bawah lwngan pasien
5. Menyiapkan larutan NaCl 0,9 % dengan tranfusi set
6. Memasang infus NaCl 0,9 %
7. Mengatasi tetesan tetap lancar
8. Memastikan tidak ada udara didalam selang infus
9. Mengontrol kembali darah yang akan diberikan kembali kepada pasien
a. Wanita
b. Identitas
c. Jenis dan golongan darah
d. Nomor kantong darah
e. Tanggal kadaluarsa
f. Hasil cross test dan jumlah darah
10. Mengganti cairan NaCl 0,9 % dengan darah setelah 15 menit
11. Mengatur tetesan darah
TAHAP TERMINASI
1. Mengganti adanya reaksi transfusi dan komplikasi
2. Mengevaluasi perasaan pasien
3. Menyimpulkan hasil kegiatan
4. Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
5. Mengakhiri kegiatan
6. Merapikan alat
7. Melepas sarung tangan
8. Mencuci tangan
9. Mengukur tanda vital tiap 5 menit untuk 15 menit pertama, tiap 15 menit untuk jam berikutnya dan tiap 1 jam sampai
dengan tranfusi selesai
DOKUMENTASI
Mendokumentasikan setiap tindakan
1. Waktu pemberian
2. Dosis
3. Jenis transfusi yang diberikan
4. Reaksi transfusi atau komplikasi.
STANDAR OPERASIONAL PEOSEDUR (SOP)
WASH OUT PADA ANAK DAN BAYI

PENGERTIAN
Merupakan salah satu prosedur dengan cara memasukan cairan kedalam colon untuk mengeluarkan feses atau
membersihkan colon.
TUJUAN
1. Merangsang peristaltik usus
2. Membersihkan usus (persiapan operasi)
3. Untuk pengobatan dan pemeriksaan diagnostik
KEBIJAKAN
Indikasi
a. Pasien morbus hirchprung
b. Pasien yang akan dioperasi ; psa, pultrough
c. Persiapan diagnostik – colon in loop, barium fullthrough, intra venous pyelografi (ivp)
d. Pasien obstipasi
ALAT DAN BAHAN
1. Cairan hangat nacl 0,9% dengan jumlah :
a. Pada infant : 120-240 cc
b. Anak kecil : 240-360 cc
c. Adolesence : 480-780 cc
(wealey and wong, 1989)
2. Spuit 50-6- cc CT
3. Selang kanula rectie dengan ukuran :
a. Infant dan todler : 10-12 fr
b. Adolesence : 22 fr
4. Perlak dan kain pengalas
5. Vaseline atau jelly
6. Sarung tangan
7. Pispot
8. Air untuk cebok/kapas cebok
9. Tissue
10. Celemek/barakshort
11. Kom untuk tempat nacl 0,9%
12. Format dokumentasi
13. Selimut
14. Sampiran bila diperlukan

PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Pengkajian
a. Cek perencanaan keperawatan
b. Kaji ulang perlunya tindakan wash out
c. Kaji kemampuan kerjasama klien
2. Perencanaan
a. Cuci tangan
b. Persiapan alat yang dibutuhkan
c. Persiapan pasien
1) Berikan informasi pada anak dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
2) Jaga privacy klien dengan menutup tirai atau memasang sampiran
3. Implementasi
a. Siapkan alat dan dekatkan kepada pasien
b. Pakai celemek/barakshort
c. Pasang perlak dan kain pengalas
d. Atur posisi pasien (terlentang jika pasien dipasang kolostomi, infant dan anak kecil posisi dorsal recumbent atau
supine dengan lutut fleksi. Pada anak yang cukup besar posisi sim dengan lutut kanan fleksi.
e. Pasang selimut, kemudian buka celana pasien
f. Pasang pispot
g. Pakai sarung tangan
h. Tuang nacl 0,9% hangat kedalam kom
i. Ambil cairan dengan menggunakan spuit
j. Siapkan kanul dan lumasi ujungnya dengan vaseline atau jelly
k. Tangan kiri membuka anus, tangan kanan memasukkan kanul ke dalam anus 5-7,5 cm pada anak dan 2,5-3,75 cm
pada bayi. (anak dengan kolostomi, kanul dimasukkan kedalam lubang colostomy)
l. Anak disuruh untuk napas dalam
m. Tahan kanul 5 sampai 10 menit
n. Biarkan cairan keluar kembali dan ditampung
o. Masukkan cairan berulang-ulang hingga bersih atau sesuai dengan kebutuhan pasien
p. Cabut kanul rectic dari anus atau kolostomi dan anjurkan pasien untuk menarik napas dalam
q. Pispot atau penampung feses diangkat, kemudian diganti dengan yang bersih untuk cebok
r. Anak kembali dirapikan, dan bereskan alat-alat
s. Cuci tangan
4. Evaluasi
a. Kenyamanan pasien
b. Hasil dan respon pasien selama tindakan
c. Beritahukan kepada pasien dan keluarga
5. Dokumentasi
a. Waktu dan pelaksanaan
b. Jumlah dan karakter feses
c. Keadaan abdomen
d. Nama perawat yang melaksanakan tindakan disertai tanda tangan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

1. EXCHANGE TRANSFUSI (TRANSFUSI TUKAR)


Transfusi tukar bertujuan menetralisir atau menyelaraskan darah sesuai kebutuhan. Menurut Dameria Siragih,
transfusi tukar dilakukan pada bayi/anak dengan keadaan sebagai berikut:
a. Bilirubin indirek serum > atau = 20 mg% dan albumin < 3,5 mg%.
b. Ketidakselarasan golongan dara (Rh ABO, MNS)
c. Sepsis
d. Hepatitis
e. Ikterik fisiologi yang berlebihan
f. Defisiensi enzim (G 6 PD, piruvat kinase, Glukorinil Transfase)
g. Anemia hemolitik autoimmune (anak besar)
h. Kenaikan kadar bilirubin indirek serum yang sangat cepat pada neoatus 0,3-1,0 mg% per jam.
i. Anemia berat pada neonatus dengan tanda-tanda payah jantung (hepatosplenomegali dan edema)
j. Kadar Hb tali pusat < 14 gr% dengan uji combs indirek positif.
Adapun pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada anak, ayah, dan ibu adalah sebagai berikut.
a. Anak
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada anak meliputi beberapa hal berikut:
1)Kadar bilirubin indirek dan albumin serum
2)Darah tepi lengkap
3)Golongan darah (ABO, Rh, dan lain-lain)
4)Uji combs (direk dan indirek, serta titernya)
5)Kadar G6 PD dan enzim etirtosit lainnya
6)Biakan darah (jika perlu)
b. Ibu
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada ibu meliputi hal-hal berikut.
7)Golongan darah (ABO, Rh, dan lain-lain)
8)Uji combs, direk dan lainnya
9)Darah tepi lengkap
c. Ayah
Pemeriksaan laboratorium yang diberikan pada ayah meliputi golongan darah (A, B, O), Rh, dan lain-lain.
Dalam prosesnya, ada beberapa alat yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum prosedur dimulai.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Larutan antiseptik, betadine dan alkohol 70%
b. Perlengkapan vena secti
c. Dua buah treeway
d. Spuit 5cc, 10 cc, dan 20 cc
e. Kateter foleyetiline sepanjang 15-20 cm
f. Dua buah set infus
g. Botol untuk menampung darah
h. Larutan glukosa kalsikus 10%
i. Larutan heparin encer (2.000 unit adalah 250cc NaCl)
j. Alat-alat resusitasi dan oksigen.
k. Darah donor, dengan ketentuan sebagai berikut:
1)Jika penyebabnya ketidakselarasan golongan darah reshus maka donor golongan O, Rh (-)
2)Jika penyebabnya ketidakselarasan golongan darah ABO maka donor darah golongan Rh (+) dengan titer anti-A
dan anti-B yang rendah (< 1/1256)
3)Jika penyebabnya bukan ketidakselarasan golongan darah maka donor darah sama dengan golongan darah bayi.
4)Usia darah sebaiknya < 72 jam, untuk menghindar hiperkalemia
5)Untuk bayi yang berat badannya kurang dari 2.000 g, sebaiknya digunakan darah segar.
Setelah semua peralatannya siap, prosedur transfusi tukar dapat dmulai dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Cuci tangan
b. Dekatkan alat-alat pada bayi. Jka mempunyai ruangan tindakan khusus, bawa anak ke ruangan tersebut.
c. Siapkan 2 buah treeway yang tersusun seri, hubungkan ujung depan kateter foleyetiline (katater umbilicus),
hubungkan pangkalnya dengan spuit 10-20cc yang berisi larutan heparin encer. Alirkan larutan heparin encer
sehingga mengisi seluruh panjang kateter. Hubungkan lubang samping depan, dengan kantong darah, dan
hubungkan lubang samping depan dengan botol pembuangan, kedua lubang masih dalam keadaan tertutup.
d. Bersihkan tali pusat dan sekitarnya secara aseptik dengan larutan betadine dan alkohol 70%.
e. Jika tali pusat masih segar, bantu dokter memotong setinggi 3-5cm diatas dinding perut. Jika telah kering, potong
stinggi dinding perut (hati-hati dengan terjadinya perdarahan).
f. Bantu dokter memasukkan ujung vena bebas kateter ke dalam vena umbilikalis dengan hati-hati hingga terasa
tahanan (biasanya 4-6 cm). Kemudian, tarik kembali sepanjang 1 cm, ambil 20 cc darah untuk pemeriksaan
laboratorium yang diperlukan.
g. Keluarkan lagi darah anak sebanyak 10 cc, ubahlah arah treeway, lalu masukkan 20 cc darah donor, dan seterusnya
lakukan secara bergantian.
h. Masukkan/keluarkan darah 20 cc dalam waktu ± 20 detik, dengan masa istirahat 20 detik untuk memberi kesempatan
darah beredar dalam tubuh.
i. Pada bayi yang lemah atau prematur, cukup 10-15 cc per kali.
j. Setiap kali setelah 140-150 cc darah dimasukkan, bilas kateter dengan 1 cc larutan heparin encer. Berkan 1,5 cc
glukonas calsikus 10%, perlahan-lahan dalam waktu 2 menit, sambil pantau denyut nadi anak. Jika kurang 100 per
menit, segera hentikan pemberiannya. Setelah itu, bilas kembali dengan 1 cc larutan heparin encer, dan teruskan
transfusi tukar.
k. Rapikan dan bereskan alat-alat
l. Cuci tangan
2. PEMASANGAN DESFERAL
a. Pengertian
Memberikan obat desferal secara sub cutan yang diberikan melalui alat infusa pump dalam waktu 8-12 jam
b. Tujuan
Menurunkan/mencegah penumpukan Fe dalam tubuh baik itu hemocromatosis (penumpukan Fe di bawah kulit) atau
pun hemosiderosis (penumpukan Fe dalam organ)
c. Indikasi & Kontraindikasi
1)Indikasi
- Dilakukan pada klien dengan thalasemia yang mendapatkan transfusi darah secara rutin (berulang)
- Kadar Fe ≥ 1000 mg/ml
- Dilakukan 4 - 7 kali dalam seminggu post transfuse
2)Kontraindikasi :
Tidak dilakukan pada klien dengan gagal ginjal
d. Pengkajian
1) Menyampaikan salam kepada klien/keluarganya
2) Melakukan pengkajian kondisi klien meliputi : usia, tingkat hemocromatosis & hemosiderosis (kadar Fe)
e. Tahap Persiapan
1)Mencuci tangan
2)Menyusun alat-alat yang diperlukan dengan memperhatikan teknik aseptic dan antiseptik
Steril :
a) Syringe 10 cc
b) Wing needle
Tidak Steril:
a) Alas
b) Bengkok
c) Kapas alkohol pada tempat tertutup
d) Infusa pump
e) Obat yang diperlukan (desferal)
f) Pengencer (aquadest steril) dalam botol
g) Perban gulung/kantong infusa pump
h) Plester
i) Gunting plester
3)Mempersiapkan obat desferal sesuai kebutuhan
a) Melakukan cek ulang obat yang akan diberikan sesuai perencanaan
b) Mengkalkulasi dosis sesuai kebutuhan klien
- Usia > 5 tahun = 1 gram (2 vial)
- Usia < 5 tahun = 0,5 gram (1 vial)
c) Mengencerkan obat dengan tepat :
(catatan : 1 vial (0,5 gram) obat desferal dioplous dengan aquadest 4-5 cc)
- Membersihkan bagian atas botol aquadest dengan kapas alkohol dan menarik cairan aquadest dari botol
secukupnya dengan menggunakan syringe/spuit 10 cc, kapas buang ke bengkok
d) Membersihkan bagian atas botol vial desferal dengan kapas alkohol dan membiarkan kering sendiri,
membuang kapas alkohol ke bengkok
e) Memasukkan jarum syringe 10 cc yang berisi aquadest melalui karet penutup botol ke dalam botol
f) Kocok vial obat sampai mencampur rata
g) Memegang botol dengan tangan yang tidak dominan dan tarik obat sejumlah yang diperlukan
h) Memeriksa adanya udara dalam syringe/spuit, bila ada keluarkan dengan posisi tepat
i) Mengecek ulang volume obat dengan tepat
j) Menyambungkan syringe/spuit dengan wing needle
k) Memeriksa kembali adanya udara dalam syringe/spuit & wing needle, bila ada keluarkan dengan posisi yang
tepat
l) Menyiapkan infusa pump
4)Membawa peralatan ke dekat klien
f. Tahap Kerja
1)Mencuci tangan
Menggunakan sarung tangan bila pada pasien yang menderita penyakit menular (AIDS, Hepatitis B)
2)Menjaga privacy dan mengatur kenyamanan klien
- Mendekati dan mengidentifikasi klien
- Jelaskan prosedur kepada klien dengan bahasa yang jelas
- Memasang sampiran (bila perlu)
3) Memperhatikan teknik aseptic & antiseptik
Mempersiapkan alat dan klien :
- Menyiapkan plester untuk fiksasi
- Memasang alas/perlak
- Mendekatkan bengkok pada klien
4)Menyuntikkan desferal dengan teknik steril
- Bersihkan lokasi injeksi dengan alkohol dengan teknik sirkuler atau atas ke bawah sekali hapus
- Membuang kapas alkohol ke dalam bengkok
- Membiarkan lokasi kering sendiri
- Menyuntikkan obat dengan tepat (subkutan: area m.deltoid)
- Memfiksasi wing needle dengan plester
5)Mengatur obat desferal pada alat infusa pump
Memfiksasi infusa pump dengan menggunakan perban gulungatau kantong infusa pump.
6)Mencuci tangan
g. Evaluasi
1)Melihat kondisi klien
2)Memperhatikan respon klien selama tindakan dilakukan
3)Menanyakan perasaan klien setelah tindakan dilakukan
h. Mendokumentasikan Tindakan
1)Mencatat semua tindakan yang dilakukan dan respon klien selama tindakan dan kondisi setelah tindakan
2)Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani disertai nama jelas
3)Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret dengan disertai paraf
4)Catatan dibuat dengan menggunak ballpoint atau tinta.

3. PHOTO THERAPY
a. Pengertian
Terapi sinar yang dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang
batas normal
b. Tujuan
Dilakukan pada anak dengan ikterus untuk menjaga kadar bilirubin dalam darah hingga baas normal
c. Persiapan Alat
1)Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm
2)Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm² per nm
3)Cahaya diberikan pada jarak 35-5 cm di atas bayi
4)Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus
(F20T12/BB) atau daylight flourescent tubes
d. Tahap Kerja
1)Persiapan Unit Terapi
a) Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila perlu, sehingga suhu di bawah lampu 38 oC
smapai 30oC
b) Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung flouresens berfungsi dengan baik
c) Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atar setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi
d) Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar daerah unit terapi
ditempatkan intuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi
2)Pemberian Terapi Sinar
a) Tempatkan bayi dibawah sinat terapi sinar
- Bila berat bayi 2kg atau lebih, tempakan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet. tempatkan bayi
yang lebih kecil dalam inkubator
- Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik
b) Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup. jangan tempelkan
penutup mata dengan menggunakan selotip
c) Balikkan bayi setiap 3 jam
d) Pastikan bayi diberi makan
e) Motivasi ibu untuk menyusui bayi dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam
f) Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata
g) Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain contoh: pengganti ASI, air, air
gula, dll) tidak ada gunanya
h) Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI Perah), tingkatkan volume cairan atau
ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih diterapi sinar.
i) Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindakan bayi dari sinar terapi sinar
j) Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan berwarna
kuning. keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus
k) Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan
l) Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan di dalam unit
terapi sinar
m) Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui apakah bayi
mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru)
n) Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. bila suhu bayi lebih dari 37.5 oC,
sesuaikan suhu ruangan untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36.5 -
37.5oC.
o) Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus
p) Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL

Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi tranfusi tukar, persiapkan kepindahan bayi dan secepat
mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk tranfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan bayi.

a. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinat setelah 3 hari
b. Setelah terapi sinar dihentikan:
1)Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan
keparahan ikterus menggunakan meode klinis
2)Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk memulai terapi sinar, ulangi terapi
sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin
serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada di bawah nilai intuk memulai terapi
sinar.
c. Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada masalah lain selama
perawatan, pulangkan bayi
d. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila bayi bertambah kuning
PENCEGAHAN INFEKSI LINGKUNGAN PADA BAYI BARU LAHIR

Pencegahan infeksi merupakan bagian yang terpenting dari setiap komponen perawatan bayi baru lahir. Bayi
baru lahir sangat rentan terhadap infeksi karena sistem imunitasnya masih kurang sempurna. Konsekuensi akibat tidak
mengikuti prinsip pencegahan infeksi biasanya sangat merugikan. Selanjutnya akan dibahas latar belakang prinsip dan
kunci praktek pencegahan infeksi pada bayi baru lahir.
1. Kewaspadaan pencegahan infeksi
Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan untuk melindungi bayi yang kontak dengan ibu atau
siapa pun dari terjadinya penularan infeksi.
a. Anggaplah setiap orang yang kontak dengan bayi berpotensi menularkan infeksi
b. Cuci tangan atau gunakan cairan cuci tangan dengan alkohol sebelum dan sesudah merawat bayi
c. Gunakan sarung tangan bila melakukan tindakan
d. Gunakan pakaian pelindung (celemek atau gaun lainnya) bila diperkirakan akan terjadi kontak dengan darah
dan cairan tubuh lainnya
e. Bersihkan dan bila perlu lakukan desinfeksi peralatan serta barang yang digunakan sebelum daur ulang
f. Bersihkan ruang perawatan pasien secara rutin
g. Letakkan bayi yang mungkin dapat terkontaminasi lingkungan, misalnya bayi dengan diare yang terinfeksi
didalam ruangan khusus
2. Cara pencegahan infeksi
Membersihkan tangan
a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau gunakan cairan pembersih tangan berbasis alkohol pada saat:
1) Sebelum dan sesudah merawat bayi serta sebelum melakukan tindakan
2) Sesudah melepas sarung tangan
3) Setelah memegang instrument atau barang yang kotor
b. Beri petunjuk pada ibu dan anggota keluarga lainnya untuk cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi
c. Cara cuci tangan yang baik dan benar:
1) Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air yang mengalir, ambil sabun
kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara lembut
2) Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
3) Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih
4) Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan
5) Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
6) Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan
7) Bersihkan kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara memutar, kemudian diakhiri
dengan membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan memakai
handuk atau tisu
d. Membersihkan tangan dengan cairan berbasis alkohol (dibuat dari 2 ml gliserin dan 100 ml alkohol 60 %) lebih
efektif dibanding dengan cuci tangan, kecuali kalau tangan memang kelihatan kotor. Cara membersihkan
tangan dengan memakai cairan pembersih tangan berbasis alkohol:
1) Basahi seluruh permukaan tangan dan jari dengan cairan pembersih tangan
2) Basuh atau gosokkan cairan ke tangan sampai kering
3. Perlengkapan perlindungan pribadi
Cegah paparan terhadap infeksi dengan menggunakan barier atau pelindung untuk melindungi diri dari
semburan dan jejas dari benda tajam.
a. Bila memungkinkan pakailah sepatu tertutup, jangan bertelanjang kaki
b. Gunakan sarung tangan untuk melakukan tindakan berikut:
1) Memegang atau kontak dengan kulit yang lecet, jaringan di bawah kulit, atau darah (gunakan sarung
tangan steril atau sarung DTT)
2) Memegang atau kontak dengan membran mukosa atau cairan tubuh (gunakan sarung tangan bersih)
3) Memegang atau kotak dengan barang yang terkontaminasi serta akan membersihkan atau membuang
kotoran (gunakan sarung tangan tebal dari bahan karet atau lateks)
Sarung tangan sekali pakai sangat dianjurkan di beberapa tempatkarena keterbatasan sarana, tetapi
dapat juga dipakai ulang dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Dekontaminasi dengan merendam didalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
b. Cuci dan bilas
c. Sterilkan dengan autoklat untuk membunuh organisme atau di disinfeksi tingkat tinggi dengan cara di rebus
atau dikukus
d. Sarung tangan tidak boleh dipakai ulang lebih dari 3 kali
e. Jangan gunakan sarung tangan yang robek, terkelupas atau berlubang
4. Perawatan umum pencegahan infeksi
Untuk membantu mencegah agar bayi tidak terkena infeksi atau tertular infeksi dari bayi lain, maka
petugas kesehatan harus melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Gunakan sarung tangan dan celemek plastik atau karet sewaktu memegang bayi baru lahir sampai dengan kulit
bayi bersih dari darah mekonium dan cairan. Teruskan memakai pelindung ini bila memegang bayi sampai
dengan memandikan bayi minimal 6 jam.Tidak perlu memakai masker atau gaun tertutup dalam perawatan bayi
baru lahir.
b. Bersihkan darah dan cairan tubuh bayi dengan menggunakan kapas yang di rendam dalam air hangat
kemudian keringkan
c. Bersihkan bokong dan sekitar anus bayi setiap selesai mengganti popok atau setiap diperlukan dengan
menggunakan kapas yang direndam air hangat atau air sabun lalu keringkan dengan hati-hati
d. Gunakan sarung tangan sewaktu merawat tali pusat
5. Perawatan tali pusat
Saat bayi dilahirkan, tali pusat (umbilikal) yang menghubungkannya dengan plasenta ibunya akan
dipotong meski tidak semuanya. Tali pusat yang melekat di perut bayi akan disisakan beberapa senti. Sisanya ini
akan dibiarkan hingga pelan-pelan menyusut dan mengering, lalu terlepas dengan sendirinya. Agar tidak
menimbulkan infeksi, sisa potongan tadi harus dirawat dengan benar. Cara merawatnya adalah sebagai berikut:
a. Saat memandikan bayi, usahakan tidak menarik tali pusat. Membersihkan tali pusat saat bayi tidak berada di
dalam bak air. Hindari waktu yang lama bayi di air karena bisa menyebabkan hipotermi
b. Setelah mandi, utamakan mengerjakan perawatan tali pusat terlebih dahulu
c. Perawatan sehari-hari cukup dibungkus dengan kasa steril kering tanpa diolesi dengan alkohol. Jangan pakai
betadine karena yodium yang terkandung di dalamnya dapat masuk ke dalam peredaran darah bayi dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan
d. Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak karena dapat menjadi media yang baik bagi
tumbuhnya kuman
e. Tetaplah rawat tali pusat dengan menutupnya menggunakan kasa steril hingga tali pusat lepas secara
sempurna
6. Pencegahan infeksi nosokomial
Dugaan wabah epidemic pada ruang perawatan bayi baru lahir ditentukan apabila dua atau lebih bayi
yang menderita infeksi yang sama (misal infeksi kulit atau diare pada saat yang sama). Bila dugaan wabah epidemic
ini terjadi, maka suatu sistem pengawasan yang ketat harus dilakukan untuk mengatasi masalah.
a. Letakkan bayi bersama ibunya dalam ruangan tersendiri, pintu boleh dibiarkan terbuka. Bila ruangan tersendiri
tidak tersedia, letakkan bayi bersama infeksi sejenis bukan bersama dengan bayi yang mempunyai masalah
lain.
Bila memasuki ruangan bayi:
1) Gunakan sarung tangan yang bersih dan ganti sarung tangansesudah kontak dengan benda yang
infeksius
2) Pakailah gaun atau jas luar bila memasuki ruang bayi yang menderita diare atau sedang mengeluarkan
nanah dari kulit bayi atau bayi dengan infeksi mata
Sebelum keluar ruangan:
1) Lepaskan gaun atau jas luar sebelum keluar ruangan
2) Lepas sarung tangan
3) Cuci tangan dengan cairan anti bakteri atau larutan pencuci tangan berbasis alkohol
4) Sesudah mencuci tangan, maka jangan menyentuh benda atau permukaan yang potensial untuk
terjadinya kontaminasi sebelum keluar ruangan dan yakinkan bahwa baju yang dipakai tidak
terkontaminasi benda tersebut
5) Batasi pemindahan bayi ke ruang lain dalam rumah sakit, kecuali mutlak diperlukan. Selama proses
pemindahan berlangsung, tetap diperhatikan penatalaksanaan pencegahan infeksi
b. Bila memungkinkan sediakan cadangan alat yang tidak terkontaminasi (misalnya stetoskop, thermometer) dan
hanya dipakai untuk bayi yang terinfeksi
7. Prosedur Kerja Di Ruang Bayi Secara Umum
Petugas di kamar bayi:
a. Lakukan cuci tangan sesuai dengan prosedur standar, sebelum dan sesudah melakukan tindakan/memeriksa
bayi
b. Pakai alas kaki yang sudah disediakan khusus untuk di dalam ruangan bayi
c. Petugas kamar bayi sehat tidak diperkenankan merawat bayi yang terkontaminasi/terinfeksi
d. Petugas diruang bayi rambutnya harus selalu rapi, diikiat/ dipotong pendek/ mengenankan kerudung, sehingga
tidak mengenai muka bayi pada waktu memberi minum bayi
Bayi yang dirawat di kamar bayi:
a. Pisahkan bayi yang sehat dari bayi yang terkontaminasi/ terinfeksi
b. Bayi premataur, petugas ataupun ruangannya harus terpisah
c. Mandikan bayi dengan berat badan normal dengan air hangat 2 kali sehari
d. Mandikan bayi prematur dengan steril (bisa menggunakan minyak kelapa yang sudah disterilkan)
e. Bersihkan tali pusat bayi
f. Berikan obat tetes mata antibiotik untuk bayi baru lahir
g. Bersihkan telinga dan hidung dengan lidi kapas (cooton buds) secara hati-hati
h. Pada waktu memandikan bayi, jangan sampai air masuk ke dalam telinga bayi
i. Untuk bayi yang mendapatkan terapi sinar (blue light), tutup mata bayi dengan kassa, bayi hanya memakai popok
dan buka tutup mata bayi pada waktu bayi diberikan minum
j. Lakukan penggantian sonde pada bayi prematur setiap dua hari sekali
k. Bila bayi buang air besar (BAB), bersihkan dengan kapas air hangat
l. Ibu yang menyusui di ruangan khusus
m. Anjurkan ibu untuk memakai alas kaki yang telah disediakan
n. Anjurkan ibu untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui bayinya
o. Anjurkan ibu untuk membersihkan putting susunya dengan kapas yang sudah dibasahi dengan air hangat/
matang

PENILAIAN RESIKO JATUH DAN COMFORT PADA ANAK

A. Asessment Resiko Jatuh pada Anak


1. Pencegahan resiko jatuh pada anak (kategori pasien dengan resiko tinggi)
a. Memastikan tempat tidur/ brandkard dalam posisi roda terkunci
b. Pagar sisi tempat tidur/ brandkard dalam posisi berdiri/ terpasang
c. Lingkungan bebas dari peralatan yang tidak digunakan
d. Berikan penjelasan kepada orang tua tentang pencegahan jatuh
e. Pastikan pasien memiliki stiker penanda risiko tinggi jatuh pada gelang identifikasi dan tanda kewaspadaan dan
panel informasi pasien
2. Asessment resiko jatuh pada pasien anak dengan menggunakan HumptyDumpty

Faktor Risiko Skala Poin

Umur Kurang dari 3 tahun 4


3 tahun - 7 tahun 3
7 tahun - 13 tahun 2
Lebih dari 13 tahun 1
Jenis Kelamin
Laki – laki 2
Perempuan 1
Diagnosa
Neurologi 4
Respiratori, dehidrasi, anemia, anorexia, syncope 3
Perilaku 2
Lain – lain 1

Gangguan Kognitif Keterbatasan daya pikir 3


Pelupa, berkurangnya orientasi sekitar 2
Dapat menggunakan daya pikir tanpa hambatan 1
Faktor Lingkungan
Riwayat jatuh bayi/ balita yang ditempatkan di tempat tidur 4
Pasien yang menggunakan alat bantu/ bayi balita dalam ayunan 3
Pasien di tempat tidur standar 2
Area pasien rawat jalan 1
Respon terhadapat
pembedahan, sedasi dan Dalam 24 jam 3
anastesi Dalam 48 jam 2
Lebih dari 48 jam/ tidak ada respon 1
Penggunaan obat-obatan
Penggunaan bersamaan sedative, barbiturate, anti depresan, diuretik, 3
narkotik
Salah satu dari obat di atas 2
Obat-obatan lainnya/ tanpa obat 1

Total

Kategori:
Skor 7 – 11 = Resiko Rendah (RR)
Skor ≥ 12 = Resiko Tinggi (RT)
B. Asessment Nyeri pada Anak
Penilaian objektif skala nyeri pada anak sangatlah tidak mudah, karena dibutuhkan kerjasama dari
pasien dalam menggambarkan rasa nyeri yang dirasakannya. Beberapa peneliti telah menggunakan usaha untuk
membuat skala objektif nyeri yang mudah digunakan pada pasien anak. Salah satu skala objektif nyeri yang sering
digunakan di klinis adalah Wong Baker Faces Pain Rating Scales dari jurnal penelitian Wong dan Baker.
1. Faces Pain rating Scale (penilaian skala nyeri melalui mimik wajah) untuk anak usia lebih dari 3 tahun
a. Tunjukkan gambar mimik wajah yang ada pada skala nyeri kepada anak
b. Beri penjelasan secara singkat mengenai tingkatan rasa nyeri yang diwakili setiap gambar
c. Mintalah anak untuk memilih gambar wajah yang paling menggambarkan rasa nyeri yang dirasakannya
d. Cocokan dengan skala angka pada gambar
0 bila anak tidak merasakan sakit sama sekali
2 bila anak hanya sedikit merasa sakit
4 bila anak merasa lebih sakit
6 bila jauh lebih sakit
8 bila sangat sakit tapi tidak sampai menangis
10 bila sangat sakit sampai menangis

2. Verbal Pain Asessment Scale (penilaian skala nyeri secara verbal) untuk anak usia lebih dari 8 tahun
a. Tanyakan pada pasien mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan angka
antara 0 – 10

0 = Tidak nyeri
1-3 = Nyeri ringan
4-6 = Nyeri sedang
7-10 = Nyeri berat
b. Tanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri kepada pasien
c. Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:
1) Lokasi nyeri
2) Kualitas dan atau pola penjalaran/ penyebaran
3) Onset, durasi dan faktor pemicu
4) Riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya
5) Obat-obatan yang dikonsumsi pasien
Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi, asessment dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon
berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMBERIAN OBAT PADA ANAK

A. Pemberian Obat per Oral


Merupakan cara pemberian obat melalui mulut, dengan tujuan:
 Untuk memudahkan dalam pemberian
 Proses reabsorbsi lebih lambat sehingga bila timbul efek samping dari obat tersebut dapat segera diatasi
 Menghindari pemberian obat yang menyebabkan nyeri
 Menghindari pemberian obat yang menyebabkan kerusakan kulit dan jaringan
1. Persiapan Alat
a. Troli atau baki
b. Obat-obatan yang dibutuhkan
c. Gelas obat
d. Sendok minuman atau pipet
e. Air minum pada tempatnya
f. Lap atau tisu
g. Penumbuk obat jika diperlukan
2. Tahap Prainteraksi
a.Bacalah terlebih dahulu daftar obat bayi/ anak dengan prinsip 6 benar (benar obat, benar dosis, benar pasien,
benar waktu, benar cara dan benar pendokumentasian)
b.Cuci tangan
c. Menempatkan alat di dekat pasien
3. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan memanggil nama pasien sebagai pendekatan terapeutik
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien/ keluarga
c. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
Apabila bayi atau anak tidak mungkin atau tidak dapat menelan tablet atau kapsul, maka perawat dapat menghaluskan
atau menggerus obat/ membuka kapsul untuk mempermudah obat ditelan
4. Tahap Kerja
a. Cuci tangan
b. Lap dan keringkan
c. Berikan obat satu persatu agar ditelan sampai habis
Pada anak:
1) Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol, maka tuangkan jumlah yang dibutuhkan
ke dalam tutup botol dan pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh obat dengan tangan
2) Kaji kesulitan menelan, bila ada campurlah obat terutama yang berasa pahit dengan sirup agar tidak
terasa pahit
Pada bayi:
1) Gendonglah bayi ketika diberi obat. Posisi menggendongnya, kepala berada lebih tinggi ketimbang badan,
agar si bayi tidak tersedak yang bisa berakibat obat masuk ke dalam paru-paru
2) Apabila bayi rewel mintalah bantuan orang dewasa atau anak yang lebih besar untuk menenangkannya.
Kalau tidak ada orang lain, Anda bisa membungkus tangan dan tubuh bayi dengan selimut agar tangan si
bayi tidak mengganggu Anda
3) Jika bayi memuntahkan kembali obat yang diminumnya, mintalah bantuan seseorang untuk membuka
mulutnya dengan lembut. Lalu, dengan lembut pula masukkan obat ke dalam mulut bayi
4) Pemberian obat yang biasanya berbentuk cair, itu bisa menggunakan sendok atau pipet. Bila
menggunakan sendok, letakkan sendok yang telah disterilkan dan diisi obat pada bibir bagian bawah.
Angkat sedikit sendoknya agar obat mengalir ke dalam mulutnya. Bila menggunakan pipet, isilah pipet
dengan sejumlah obat yang sesuai dengan petunjuk dokter. Letakkan pipet obat di sudut mulut bayi dan
keluarkan obat perlahan-lahan
d. Rapikan alat
e. Cuci tangan
5. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi respon pasien terhadap tindakan yang dilakukan
b. Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya dengan pasien/ keluarga
c. Berpamitan dengan pasien/ keluarga
d. Mendokumentasikan hasil kegiatan dalam lembar catatan perawatan

B. Pemberian Obat Parenteral


Merupakan pemberian obat dengan cara memasukkan obat (sediaan parenteral) tertentu ke dalam jaringan
tubuh dengan menyuntikkannya. Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan untuk injeksi atau untuk infus. Adapun tujuan
dari pemberian obat secara parenteral adalah untuk mempercepat proses penyembuhan.
1. Persiapan Alat
a. Troli atau baki
b. Spuit dan jarum steril berbagai ukuran sesuai dengan yang dibutuhkan
c. Obat-obatan yang diperlukan
d. Kapas alkohol 70% pada tempatnya
e. Gergaji ampul (jika diperlukan)
f. Cairan pelarut (aqudesst steril dan NaCl)
g. Bak spuit steril
h. Bengkok
i. Perlak dan alasnya
j. Handscoen
k. Tisu
l. Kasa
2. Tahap Prainteraksi
a. Bacalah terlebih dahulu daftar obat bayi/ anak dengan prinsip 6 benar (benar obat, benar dosis, benar pasien,
benar waktu, benar cara dan benar pendokumentasian)
b. Cuci tangan, lap dengan kering
c. Larutkan terlebih dahulu obat-obat yang perlu dilarutkan
d. Ambil spuit sesuai kebutuhan
e. Isi spuit dengan obat sesuai dosis yang telah ditentukan
f. Keluarkan udara jika ada, kemudian tutup jarum dan letakkan pada bak injeksi steril beserta kapas alkohol
g. Menempatkan alat di dekat pasien
3. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan memanggil nama pasien sebagai pendekatan terapeutik
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien/ keluarga
c. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
4. Tahap Kerja
a. Cuci tangan, lap dengan kering
b. Atur posisi bayi/ anak sesuai dengan cara pemberian suntikan (subkutan, intramuskular atau intravena)
c. Gunakan handscoen
d. Disinfeksi permukaan kulit di daerah penyuntikan dengan kapas alkohol, lalu suntikkan perlahan-lahan dengan
arah lubang jarum menghadap ke atas (sebelum obat dimasukkan lakukan terlebih dahulu aspirasi)
e. Setelah selesai, cabut jarum suntik. Disinfeksi bekas suntikan dengan kapas alkohol, lalu tekan sebentar agar
tidak keluar darah
f. Atur kembali dan rapikan posisi bayi/ anak
g. Rapikan alat
h. Lepaskan sarung tangan
i. Cuci tangan
5. Tahap Terminasi
a. Melakuka evaluasi respon pasien terhadap tindakan yang dilakukan
b. Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya dengan pasien/ keluarga
c. Berpamitan dengan pasien/ keluarga
d. Mendokumentasikan hasil kegiatan dalam lembar catatan perawatan

C. Pemberian Obat Tetes Mata/ Salep Mata


Obat tetes/ salep mata adalah obat dalam bentuk cair yang dimasukkan ke dalam mata, dengan tujuan untuk
melaksanakan tindakan pengobatan mata sesuai dengan program pengobatan
1. Persiapan Alat
a. Troli atau baki
b. Obat tetes mata/ salep mata
c. Kapas basah steril pada tempatnya
d. Bengkok
e. Tisu
f. Handscoen
2. Tahap Prainteraksi
a. Bacalah terlebih dahulu daftar obat bayi/ anak dengan prinsip 6 benar (benar obat, benar dosis, benar pasien,
benar waktu, benar cara dan benar pendokumentasian)
b. Cuci tangan
c. Menempatkan alat di dekat pasien
3. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan memanggil nama pasien sebagai pendekatan terapeutik
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien/ keluarga
c. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
4. Tahap Kerja
a. Cuci tangan, lap dengan kering
b. Atur posisi anak dalam keadaan duduk atau telentang
c. Pakai handscoen
d. Bersihkan mata anak dengan menggunakan kapas basah steril
e. Lakukan berulang-ulang sampai mata bersih, buang kapas yang sudah dipakai ke dalam bengkok
f. Aturlah wajah anak sejajar dengan langit-langit, tarik kelopak mata bawah ke bawah
g. Teteskan obat pada konjungtiva kelopak bawah (dengan obat tetes mata)
Oleskan salep dari kanthus dalam ke kanthus luar (dengan obat salep mata)
h. Anjurkan anak untuk menutup dan mengejapkan kelopak mata
i. Bersihkan sisa obat yang ada di daerah mata dengan kapas basah
j. Bila perlu, tutup mata dengan kasa steril dan plester (pada pasien dengan pemberian obat salep mata)
k. Rapikan alat
l. Lepaskan handscoen
m. Cuci tangan
5. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi respon pasien terhadap tindakan yang dilakukan
b. Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya dengan pasien/ keluarga
c. Berpamitan dengan pasien/ keluarga
d. Mendokumentasikan hasil kegiatan dalam lembar catatan perawatan

D. Pemberian Obat Tetes Telinga


Obat tetes telinga adalah sediaan yang ditujukan untuk pengobatan telinga dengan meneteskan ke dalam
telinga, dengan tujuan untuk membersihkan telinga, mengobati radang atau rasa sakit.
1. Persiapan Alat
a. Kapas lidi
b. Troli atau baki
c. Obat tetes telinga sesuai yang dibutuhkan
d. Pipet obat
e. Kapas
f. Tisu
g. Bengkok
h. Handscoen
2. Tahap Prainteraksi
a. Bacalah terlebih dahulu daftar obat bayi/ anak dengan prinsip 6 benar (benar obat, benar dosis, benar pasien,
benar waktu, benar cara dan benar pendokumentasian)
b. Cuci tangan
c. Menempatkan alat di dekat pasien
3. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan memanggil nama pasien sebagai pendekatan terapeutik
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien/ keluarga
c. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
4. Tahap Kerja
a. Cuci tangan, lap dengan kering
b. Atur posisi pasien duduk atau tidur dengan miring kanan/ kiri
c. Pakai handscoen
d. Bersihkan dan keringkan kanal telinga luar dengan kapas lidi
e. Tarik daun telinga; untuk bayi, ke bawah-belakang. Dan untuk anak, ke atas-belakang agar kanal lurus
f. Teteskan obat sebanyak yang telah ditentukan dalam program pengobatan
g. Tutup daun telinga dengan kapas
h. Anjurkan anak agar miring dengan telinga yang diobati menghadap ke atas selama 5 menit
i. Bersihkan sisa obat disekitar telinga dengan kapas bersih
j. Atur kembali dan rapikan posisi anak/ bayi
k. Rapikan alat
l. Lepas handscoen
m. Cuci tangan
5. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi respon pasien terhadap tindakan yang dilakukan
b. Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya dengan pasien/ keluarga
c. Berpamitan dengan pasien/ keluarga
d. Mendokumentasikan hasil kegiatan dalam lembar catatan perawatan

E. Pemberian Obat Tetes Hidung


Obat tetes hidung adalah larutan dalam air atau dalam pembawa minyak yang digunakan dengan cara
meneteskannya atau menyemprotkannya ke dalam lubang hidung pada daerah nasofaring, dengan tujuan untuk
mengencerkan sekret, untukmemfasilitasi drainase dari hidung serta untukmengobati infeksi dari rongga hidung dan
sinus.
1. Persiapan Alat
a. Obat tetes hidung sesuai program pengobatan
b. Troli atau baki
c. Pipet obat
d. Tisu
e. Bengkok
f. Handscoen
2. Tahap Prainteraksi
a. Bacalah terlebih dahulu daftar obat bayi/ anak dengan prinsip 6 benar (benar obat, benar dosis, benar pasien,
benar waktu, benar cara dan benar pendokumentasian)
b. Cuci tangan
c. Menempatkan alat di dekat pasien
3. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan memanggil nama pasien sebagai pendekatan terapeutik
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien/ keluarga
c. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
4. Tahap Kerja
a. Cuci tangan, lap dengan kering
b. Atur posisi anak; telentang dengan posisi kepala ekstensi
c. Gunakan handscoen
d. Teteskan obat sebanyak yang telah ditentukan dalam program pengobatan
e. Anjurkan anak untuk mempertahankan posisi selama 2-3 menit, jangan bersin dan membuang ingus untuk
mencegah obat mengalis keluar dari rongga hidung
f. Bersihkan sekitar hidung pasien dengan tisu
g. Rapikan alat
h. Lepaskan handscoen
i. Cuci tangan
5. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi respon pasien terhadap tindakan yang dilakukan
b. Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya dengan pasien/ keluarga
c. Berpamitan dengan pasien/ keluarga
d. Mendokumentasikan hasil kegiatan dalam lembar catatan perawatan
F. Pemberian Obat Suppositoria melalui Anus
Merupakan cara memberikan obat dengan memasukkan obat melalui anus atau rectum dalam bentuk
suppositoria, dengan tujuan untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik dan untuk melunakkan feses sehingga
mudah untuk dikeluarkan.
1. Persiapan Alat
a. Obat suppositoria
b. Vaseline/ jelly
c. Sarung tangan
d. Bengkok berisi cairan disinfektan
e. Pispot dan air cebok (jika BAB)
f. Tisu
2. Tahap Prainteraksi
a. Bacalah terlebih dahulu daftar obat bayi/ anak dengan prinsip 6 benar (benar obat, benar dosis, benar pasien,
benar waktu, benar cara dan benar pendokumentasian)
b. Cuci tangan
c. Menempatkan alat di dekat pasien
3. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan memanggil nama pasien sebagai pendekatan terapeutik
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien/ keluarga
c. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
4. Tahap Kerja
a. Cuci tangan
b. Lap dengan kering
c. Baringkan anak, tanggalkan pakaian bawah lalu selimuti
d. Atur posisi anak dalam posisi sims
e. Pakai sarung tangan
f. Buka kemasan suppositoria atau tutup plastik obat cair kemudian beri vaselin/ jelly pada ujungnya
g. Untuk kemasan obat cair, tekan penampung atau gulung plastik penampung mulai dari ujungnya
h. Kemudian masukkan pada anus atau rectum sekurang-kurangnya 3-4 cm
i. Sarankan anak untuk menahan suppositoria agar tidak keluar, dengan cara menarik napas panjang dan tidak
boleh mengejan untuk sementara, tahan bokong anak sekurang-kurangnya 15-20 menit
j. Jika untuk pencahar, berikan pispot jika anak ingin BAB
k. Lepas sarung tangan, lalu masukkan ke dalam larutan disinfektan
l. Setelah selesai, rapikan anak dengan memakaikan kembali pakaian bawah/ celana
m. Rapikan alat
n. Cuci tangan
5. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi respon pasien terhadap tindakan yang dilakukan
b. Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya dengan pasien/ keluarga
c. Berpamitan dengan pasien/ keluarga
d. Mendokumentasikan hasil kegiatan dalam lembar catatan perawat
G. Pemberian Obat melalui Kulit/ Topikal
Pemberian obat secara topikal adalah memberikan obat secara lokal pada kulit, dengan tujuan untuk
memperoleh reaksi lokal dari obat tersebut.
1. Persiapan Alat
a. Sarung tangan
b. Bengkok
c. Obat topikal sesuai dengan kebutuhan (krim, lotion, aerosol, bubuk, spray)
d. Kasa
e. Kapas lidi
f. Baskom dengan air hangat
g. Waslap
h. Handuk
2. Tahap Prainteraksi
a. Bacalah terlebih dahulu daftar obat bayi/ anak dengan prinsip 6 benar (benar obat, benar dosis, benar pasien,
benar waktu, benar cara dan benar pendokumentasian)
b. Cuci tangan
c. Menempatkan alat di dekat pasien
3. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan memanggil nama pasien sebagai pendekatan terapeutik
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien/ keluarga
c. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
4. Tahap Kerja
a. Cuci tangan
b. Lap dengan kering
c. Posisikan pasien dengan tepat dan nyaman
d. Cuci area yang akan di olesi obat topikal dengan air hangat
e. Kemudian keringkan
f. Gunakan sarung tangan
g. Oleskan agen topical:
1) Krim, salep dan lotion yang mengandung minyak
(a) Letakkan satu sampai dengan dua sendok teh obat di telapak tangan kemudian lunakkan dengan
menggosok lembut diantara kedua tangan
(b) Usapkan merata diatas permukaan kulit, lakukan gerakan memanjang searah pertumbuhan bulu
(c) Jelaskan pada klien bahwa kulit dapat terasa berminyak setelah pemberian
2) Bubuk
(a) Pastikan bahwa permukaan kulit kering secara menyeluruh
(b) Regangkan dengan baik lipatan bagian kulit seperti diantara ibu jari atau bagian bawah lengan
(c) Bubuhkan secara tipis pada area yang bersangkutan
h. Rapikan kembali peralatan
i. Buang peralatan yang sudah tidak digunakan pada tempat yang sesuai
j. Lepaskan srung tangan
k. Cuci tangan
5. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi respon pasien terhadap tindakan yang dilakukan
b. Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya dengan pasien/ keluarga
c. Berpamitan dengan pasien/ keluarga
d. Mendokumentasikan hasil kegiatan dalam lembar catatan perawatan
PROSEDUR PRAKTIKUM PERAWATAN KEJANG
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKes KUNINGAN

Tujuan :
Prosedur perawatan kejang bertujuan untuk mencegah trauma akibat kejang serta memperbaiki keadaan anak.
SKALA PENILAIAN
KOMPETEN TIDAK
PROSEDUR/LANGKAH KEGIATAN KOMPETEN
1 0

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


1. Spatel lidah
2. Kasa steril
3. Bengkok
4. Set oksigenasi
5. Obat antikejang
PERSIAPAN PASIEN
1. Salam terapeutik disampaikan pada pasien atau
keluarganya.
2. Memberikan informasi tentang prosedur yang akan dilakukan
pada pasien atau keluarganya.
PELAKSANAAN
1. Bebaskan jalan napas, jika perlu beri napas buatan bila
terjadi henti napas.
2. Beri oksigen dan perbaiki sirkulasi.
3. Beri spatel lidah yang telah terbungkus kasa steril agar lidah
tidak tergigit.
4. Atasi kejang dengan memberikan obat antikejang, seperti :
- Memberikan diazepam 0,3-0,5 mg/kg BB IV secara
perlahan-lahan, 1 mg/menit.
- Fenitoin 15-25 mg/kg BB IV, setelah 2-3 jam dilanjutkan
dengan dosis 2 mg/kg BB.
5. Atur posisi semi prone atau miring ke kanan atau kepala lebih
rendah
6. Lakukan kompres atau beri obat anti piretik
7. Koreksi asam basa (BGA)
8. Berikan deksametason 0,5 mg/kg BB IV dilanjutkan 0,5
mg/kg BB/hr dan glukosa 4% (1-2 ml/kgBB IV bolus)
EVALUASI
1. Respon klien pada saat tindakan dilakukan.
2. Tindakan sesuai dengan prosedur baik yang steril maupun
tidak steril
DOKUMENTASI
1. Nama pasien
2. Nama perawat
3. Catat tanggal pemeriksaan
4. Hasil pemeriksaan
5. Paraf perawat

Nilai Akhir Keterampilan : Jumlah nilai yang diperoleh x 100


Total item
Rekomendasi :

Kuningan,
Penguji

( )
PROSEDUR PRAKTIKUM MENIMBANG BERAT BADAN BAYI ATAU ANAK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKes KUNINGAN

Pengertian :
Menimbang berat badan menggunakan timbangan anak.
Tujuan :
1. Mengetahui berat badan dan pertumbuhan berat badan bayi atau anak
2. Membantu menentukan terapi, cairan, diet, dan lain-lain.
Dilakukan kepada :
1. Bayi/anak yang baru masuk untuk dirawat
2. Bayi/anak dengan penyakit tertentu, seperti DM, penyakit jantung, dan nefritis
3. Bayi/anak yang dirawat (secara rutin)
4. Bayi/anak tertentu sesuai kondisi sewaktu-waktu
SKALA PENILAIAN
PROSEDUR/LANGKAH KEGIATAN KOMPETEN TIDAK
KOMPETEN
1 0
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN 2
1. Timbangan bayi/anak dalam keadaan siap
2. Kain alas timbangan (untuk bayi)
PERSIAPAN PASIEN
1. Salam terapeutik disampaikan pada pasien atau keluarganya.
2. Memberikan informasi tentang prosedur yang akan dilakukan pada
pasien atau keluarganya.
PELAKSANAAN
Pada bayi
1. Cuci tangan
2. Pakai baju khusus (baraskot) dan masker bila perlu
3. Jelaskan kepada keluarga tentang tindakan yang akan dilaksanakan,
sesuai tingkat perkembangan dan kemampuan keluarga dalam
berkomunikasi
4. Tutup dengan sampiran (bila diperlukan)
5. Beri alas pada timbangan dan siap untuk dipakai
6. Setel timbangan dengan penunjuk pada angka nol
7. Buka selimut bayi, lalu baringkan abyi diatas timbangan, baca berat
badan
8. Rapikan bayi ke tempat semula
9. Catat berat badan pada lembar keperawatan
10. Bereskan alat-alat
11. Cuci tangan
Pada anak
1. Setel timbangan dengan penunjuk angka nol
2. Mintalah anak untuk berdiri di atas timbangan
3. Catat berat badan pada lembar keperawatan
4. Beri tahu anak bahwa tindakan selesai
5. Rapikan anak, kemudian bereskan alat-alat dan kembalikan ke tempat
semula
6. Cuci tangan
EVALUASI
1. Respon klien pada saat tindakan dilakukan.
2. Tindakan sesuai dengan prosedur baik yang steril maupun tidak steril
DOKUMENTASI
1. Nama pasien
2. Nama perawat
3. Catat tanggal pemeriksaan
4. Hasil pemeriksaan
5. Paraf perawat

Nilai Akhir Keterampilan : Jumlah nilai yang diperoleh x 100


Total item
Rekomendasi :
Kuningan,
Penguji
( )
PROSEDUR PRAKTIKUM MENGUKUR PANJANG BADAN BAYI DAN TINGGI BADAN ANAK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKes KUNINGAN
Pengertian :
Mengukur panjang badan bayi dan tinggi badan anak menggunakan alat pegukur
Tujuan :
Mengetahui panjang badan bayi dan tinggi badan anak. Dilakukan pada bayi baru lahir, setiap hari/rutin/ bayi/anak baru
masuk rumah sakit.

SKALA PENILAIAN

PROSEDUR/LANGKAH KEGIATAN KOMPETEN TIDAK


KOMPETEN
1 0

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


1. Ukuran panjang (meteran) yang terbuat dari kayu atau logam
PERSIAPAN PASIEN
1. Salam terapeutik disampaikan pada pasien atau
keluarganya.
2. Memberikan informasi tentang prosedur yang akan dilakukan
pada pasien atau keluarganya.
PELAKSANAAN
Pada bayi
1. Cuci tangan
2. Baringkan bayi telentang tanpa dibedong dengan kedua kaki
diluruskan
3. Ukur panjang badan bayi mulai dari ujung kepala sampai ke
tumit
4. Rapikan bayi dan atur posisinya sesuai kebutuhan
5. Catat hasilnya pada lembar keperawatan
6. Bereskan alat-alat dan kembalikan ke tempat semula
7. Cuci tangan
Pada anak
1. Siapkan alat pengukur
2. Ukur anak dengan posisi berdiri dan catat hasilnya pada
lembar keperawatan
3. Beri tahu anak bahwa tindakan selesai
4. Rapikan pakaian anak
5. Rapikan alat dan kembalikan ke tempat semula
6. Cuci tangan
EVALUASI
1. Respon klien pada saat tindakan dilakukan.
2. Tindakan sesuai dengan prosedur baik yang steril maupun
tidak steril
DOKUMENTASI
1. Nama pasien
2. Nama perawat
3. Catat tanggal pemeriksaan
4. Hasil pemeriksaan
5. Paraf perawat

Nilai Akhir Keterampilan : Jumlah nilai yang diperoleh x 100


Total item
Rekomendasi :
Kuningan,
Penguji
( )
PROSEDUR PRAKTIKUM MENGUKUR SUHU BADAN BAYI ATAU ANAK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKes KUNINGAN
Pengertian :
Mengukur suhu badan bayi atau anak menggunakan termometer
Tujuan :
Mengetahui suhu badan bayi atau anak untuk menentukan tindakan keperawatan dan membantu menentukan diagnosa.

SKALA PENILAIAN
PROSEDUR/LANGKAH KEGIATAN KOMPETEN TIDAK
KOMPETEN
1 0
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
1. Thermometer dalam keadaan siap pakai
2. Vaselin/minyak pada tempatnya
3. Bengkok (piala ginjal)
4. Larutan sabun, disinfektan, dan air bersih pada tempatnya
5. Kasa/tisu/lap pengering
6. Kapas cebok pada tempatnya
7. Sarung tangan
PERSIAPAN PASIEN
1. Salam terapeutik disampaikan pada pasien atau
keluarganya.
2. Memberikan informasi tentang prosedur yang akan dilakukan
pada pasien atau keluarganya.
PELAKSANAAN
Pada bayi
1. Cuci tangan kemudian pakai sarung tangan
2. Baringkan bayi dengan posis telentang atau miringkan
sedemikian rupa agar anus mudah dicapai
3. Buka popok, lalu bersihkan daerah anus menggunakan
kapas cebok
4. Periksa thermometer, apakah air raksa tepat pada angka nol,
lalu olesi ujungnya dengan minyak/vaselin, selanjutnya
masukkan thermometer melalui anus sampai batas air raksa
5. Tunggu sampai 1 menit, angkat thermometer dan langsung
baca dengan teliti, kemudian catat pada lembar keperawatan
6. Pasang popok, atur posisi bayi sesuai kebutuhan
7. Celupkan thermometer kedalam larutan sabun, lap dengan
tisu, lalu masukkan kedalam larutan disinfektan, kemudian
bersihkan/bilas dengan air bersih dan keringkan
8. Turunkan kembali air raksa dan letakkan thermometer pada
tempatnya.
Pada anak
1. Cuci tangan
2. Dekatkan alat-alat kepada anak
3. Beri tahu tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan
kemampuan komunikasi anak
4. Keringkan ketiak/aksila dengan lap/tisu
5. Periksa thermometer, air raksa masih di reservoir
6. Pasang thermometer tepat pada reservoirnya, jepitkan di
tengah-tengah ketiak dan lengan bawah dilipatkan mengarah
ke badan
7. Setelah 5 – 10 menit, angkat thermometer, baca langsung
dan catat hasilnya pada lembar keperawatan
8. Celupkan thermometer ke dalam larutan sabun, kemudian di
lap dengan tisu, selanjutnya rendan dalam larutan disinfektan
9. Bilas/bersihkan thermometer menggunakan air bersih dan
keringkan dengan tisu atau lap
10. Turunkan kembali air raksa dan letakkan thermometer pada
tempatnya
11. Rapikan anak, bersihkan alat-alat, lalu kembalikan ke tempat
semula
12. Cuci tangan
EVALUASI
1. Respon klien pada saat tindakan dilakukan.
2. Tindakan sesuai dengan prosedur baik yang steril maupun
tidak steril
DOKUMENTASI
1. Nama pasien
2. Nama perawat
3. Catat tanggal pemeriksaan
4. Hasil pemeriksaan
5. Paraf perawat

Nilai Akhir Keterampilan : Jumlah nilai yang diperoleh x 100


Total item
Rekomendasi :
Kuningan,
Penguji

( )

Anda mungkin juga menyukai