Nomor : SK.56a/K-AK/STIKKU/VIII/2017
Modul Praktikum ini Disusun Berdasarkan Kurikulum Inti Pendidikan Ners Indonesia
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan karunianya kami bisa
menyelesaikan modul praktikum Blok Keperawatan Anak I ini dengan baik dan tepat waktu.
Sebelumnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungannya dalam pembuatan panduan ini terutamanya untuk Ketua STIKKU dan Ketua Prodi S1
Keperawatan.
Panduan ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa dalam menunjang proses pembelajaran
khususnya pengalaman klinik dilapangan. Panduan ini berisikan pedoman praktikum yang merupakan
capaian pembelajaran psikomotor mahasiswa selama mengikuti proses pembelajaran. Sebagai
sambutan terakhir, penulis mengharapkan semoga panduan ini bermanfaat guna meningkatkan proses
pembelajaran. Penulis juga meminta saran dan kritik yang membangun guna perbaikan kualitas
panduan praktik lapangan berikutnya. Atas segala perhatiannya, penulis mengucapkan banyak terima
kasih.
Penulis
Berdasarkan karakteristik sosial, bermain merupakan interaksi antara anak dan orang dewasa yang
dipengaruhi oleh usia anak. Pada tahun-tahun pertama, anak lebih suka bermain sendiri. Tipe bermain berdasarkan
karakteristik sosial diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Onlooker play
Perrmainan dengan mengamati teman-temannya bermain.
b. Solitary play
Anak bermain sendiri walaupun disekitarnya ada orang lain. Misalnya pada bayi dan toddler,
mereka akan asyik dengan mainannya sendiri tanpa menghiraukan orang-orang yang ada disekitarnya.
c. Parallel play
Anak bermain dengan kelompoknya. Pada masing-masing anak mempunyai mainan yang sama
tetapi tidak ada interaksi diantara mereka. Mereka tidak ketergantungan antara satu dan lainnya. Misalnya,
masing-masing anak punya bola, maka dia akan bermain dengan bolanya sendiri tanpa menghiraukan bola
temannya. Biasanya terjadi pada usia toddler dan pre school.
d. Associative play
Anak bermain bersama dengan kelompoknya dalam suatu aktivitas yang sama tetapi masih
belum terorganisir. Tidak ada pembagian tugas, mereka bermain sesuai keinginannya. Misalnya, anak
bermain hujan-hujanan di teras rumah, berlari-lari dan sebagainya.
e. Couperative play
Anak bermain secara bersama-sama dan permainan sudah terorganisir dan terencana, telah
disertakan peraturan dalam bermain. Misalnya, anak bermain kartu, petak umpet dan sebagainya.
A. Pendahuluan
1. Definis Imunisasi
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi
atau anak sehingga terhindar dari penyakit (DepKes, 2000). Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran
bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.
Imunitas atau kekebalan terdiri atas imunitas pasif, yaitu tubuh tidak membentuk imunitas, tetapi
menerima imunitas. Sedangkan pada imunitas aktif, tubuh membentuk kekebalan sendiri.
Pentingnya imunisasi didasarkan pada latar belakang bahwa pada awal kehidupan, anak belum
mempunyai kekebalan sendiri (humoral), hanya imunoglobulin G yang didapatnya dari ibu. Setelah usia 2 sampai
3 tahun, anak akan membentuk imunoglobulin G sendiri. Sedangkan untuk imunoglobulin A dan M sejak lahir
mulai diproduksi dan dengan bertambahnya usia anak maka semakin meningkat produksinya. Dengan demikian,
pada tahun pertama anak perlu mendapatkan kekebalan yang didapat melalui pemberian imunisasi.
2. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
Depkes (2000) menetapkan baahwa ada tujuh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu
tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, poliomielitis, campak dan hepatitis.
a. Tuberkulosis
Sampai saat ini dibeberapa negara, tuberkulosis masih merupakan penyebab kematian. Penyakit
ini disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang masyarakat dengan kelas
sosial ekonomi rendah, karena umumnya masyarakat ini mengalami gangguan nutrisi sehingga daya tahan
tubuh rendah dan tinggal di pemukiman yang padat dan tidak sehat sehingga mudah terjadi penularan
penyakit. Apabila seorang anak terkena tuberkulosis, organ tubuh yang akan terkena adalah paru-paru,
kelenjar, kulit, tulang, sendi dan selaput otak. Cara penularannya adalah melalui droplet atau percikan air
ludah, dan reservoarnya adalah manusia.
Imunisasi yang dapat mencegah penyakit tuberkulosis adalah denag imunisasi BCG. Ada
kesulitan untuk menilai dampak imunisasi BCG terhadap angka kejadian tuberkulosis karena banyaknya
faktor yang mempengaruhi seperti pemukiman yang padat dan tidak sehat serta banyaknya sumber
penularan di masyarakat yang tidak mendapatkan pengobatan yang tepat. Walaupun demikian, dampak
vaksinasi BCG paling tidak apabila terkena penyakit akan lebih ringan sehingga dapat menurunkan angka
kematian atau kecatatan akibat penyakit ini.
b. Difteri
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh corynebacterium dyptheriae tipe gravis, milis dan intermedius
yang menular melalui percikan ludah yang tercemar. Anak yang terinfeksi difteri akan menunjukkan gejala
ringan samapi berat. Gejala ringan dapat berupa peradangan membran pada rongga hidung dan gejala berat
apabila terjadi obstruksi jalan nafas karena infeksi yang mengenai laring, saluran nafas bagian atas, tonsil
dan kelenjar sekitar leher membengkak (bull neck). Kematian dapat terjadi apabila terjadi komplikasi gagal
jantung dan obstruksi jalan nafas yang tidak dapat tertangani.
Imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit ini adalah DPT pada anak di bawah satu
tahun (imunisasi dasar) dan DT pada anak kelas I dan VI SD (booster).
c. Pertusis
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh bordetella pertusis dengan penularan melalui droplet.
Masyarakat awam mengenal penyakit ini dengan istilah batuk rejan atau batuk 100 hari. Bahaya dari pertusis
adalah pneumonia yang dapat menimbulkan kematian. Gejala awal berupa batuk pilek, kemudian setelah hari
ke-10 bauk bertambah berat dan sering kali disertai muntah. Untuk itu, imunisasi DPT adalah satu cara untuk
pencegahan dari penyakit ini yang dapat dilakukan karena kekebalan dari ibu tidak bersifat protektif (Depkes,
2000).
d. Tetanus
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh mycobacterium tetani yang berbentuk spora yang dapat
masuk ke tubuh melalui luka terbuka dan berkembang biak secara anaerobik dan membentuk toksin. Tetanus
yang khas terjadi pada usia anak adalah tetanus neonatorum. Tetanus neonatorum dapat menimbulkan
kematian karena terjadi kejang, sianosi dan henti nafas. Reservoar tetanus ini adalah kotaran hewan atau
tanah yang terkontaminasi dengan kotoran hewan dan manusia. Gejala awal yang ditunjukkan adalah
bernafas dengan mulut menucu dan bayi tidak mau menyusu. Kekebalan pada penyakit ini hanya diperoleh
dengan imunisasi atau vaksinasi lengkap karena riwayat penyakit tetanus tidak menyebabkan kekebalan
pada anak. Imunisasi diberikan tidak hanya DPT pada anak, tetapi juga imunisasi TT pada calon pengantin
(TT laten), TT pada ibu hamil yang diberikan saat antenatal care (ANC), dan DT pada anak sekolah dasar I
dan VI.
e. Poliomielitis
Sesuai dengan namanya, penyebab infeksi ini adalah virus polio tipe 1,2 dan 3 yang menyerang
mielin atau serabut otot. Gejala awal tidak jelas, dapat timbul gejala demam ringan dan infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA), kemudian timbul gejala paralisis yang bersifat flaksid yang mengenai sekelompok
serabut otot sehingga timbul kelumpuhan. Kelumpuhan dapat terjadi pada anggota tubuh, saluran nafas dan
otot menelan. Penularan penyakit ini adalah melalui droplet atau fekal, dan reservoirnya adalah manusia
yang menderita polio. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dengan menggunakan
vaksinasi polio bahkan dapat eradikasi dengan cangkupan polio 100%.
f. Campak
Penyebab penyakit infeksi ini adalah virus morbili yang menular melalui droplet. Gejala awal
ditunjukan dengan adanya kemerahan yang mulai timbul pada bagian belakang telinga, dahi, dan menjalar ke
wajah dan anggota tubuh lainnya. Selain itu, timbul gejala seperti flu yang disertai mata berair dan
kemerahan (konjungtivitis). Setelah 3-4 hari, kemerahan mulai hilang dan berubah menjadi kehitaman yang
akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila sembuh, kulit akan tampak seperti bersisik.
Imunisasi campak diberikan pada anak usia 9 bulan dengan rasional kekebalan dari ibu terhadap
penyakit campak berangsur akan hilang sampai usia 9 bulan. Komplikasi yang harus dicegah adalah otitis
media, konjungtivitis berat, enteritis dan pneumonia terutama pada anak dengan status gizi buruk.
g. Hepatitis B
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh virus hepatitis tipe B yang menyerang kelompok risiko secara
vertikal, yaitu bayi dan ibu pengidap. Sedangkan secara horizontal tenaga medis dan paramedis, pecandu
narkotika, pasien hemodialisis, pekerja laboratorium, pemakai jasa atau petugas akupuntur. Gejala yang
dapat muncul tidak khas, seperti anoreksia, mual, dan kadang-kadang ikterik. Sejak tahun 1992, vaksin
hepatitis B menjadi bagian dari program di Indonesia walaupun belum merataa di semua provinsi dapat
menjalankannya karena harga vaksin yang cukup mahal sehingga dilakukan secara bertahap. Imunisasi
hepatitis B diberikan pada bayi 0-11 bulan dengan maksud untuk memutus mata rantai penularan dari ibu ke
bayi.
3. Cara dan Waktu Pemberian Imunisasi
Vaksin Dosis Cara Pemberian Usia Pemberian
BCG 0,05 cc Intrakutan tepat di insersio muskulus deltoideus 0 bulan
kanan
DPT 0,5 cc Intramuskular DPT I : 2 bulan
DPT II : 3 bulan
DPT III : 4 bulan
Polio 2 tetes Diteteskan ke mulut Polio I : 2 bulan
Polio II : 3 bulan
Polio III : 4 bulan
Polio IV : 9 bulan
Campak 0,5 cc Subkutan, biasanya di lengan kiri atas 9 bulan
1 Tujuan Sebagai suatu upaya pencegahan terhadap penyakit (TB, campak, difteri,
pertusis, tetanus, poliomielitis dan hepatitis B)
Prosedur khusus yang pertama adalah menghisap lendir pada bayi/anak melalui hidung dan atau mulut. Tujuannya
adalah sebagai acuan penatalaksanaan tindakan penghisapan lendir, mengeluarkan lendir, dan melonggarkan jalan napas.
Adapun prosedur kerja yang harus dilakukan meliputi persiapan alat, persiapan pasien dan langkah-langkah penghisapan
lendir bayi/anak. Secara detail, prosedurnya adalah sebagai berikut :
A. Persiapan Alat
Perangkat penghisap lendir meliputi beberapa hal berikut :
1. Mesin penghisap lendir (suction)
2. Selang penghisap lendir sesuai kebutuhan
3. Air matang untuk pembilas pada tempatnya (baskom)
4. Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam selang
5. Spatel/sundip lidah yang dibungkus dengan kain kasa
6. Sarung tangan
7. Bak instrumrn
8. Kasa
9. Bengkok
B. Persiapan Pasien Bayi/Anak
Untuk persiapan pasien, perawat harus melakukan hal-hal berikut :
1. Bila pasien sadar, siapkan dengan posisi setengah duduk
2. Bila pasien tidak sadar, posisi dimiringkan dan kepala ekstensi agar penghisap dapat berjalan lancar
C. Prosedur/Langkah-Langkah Kerja
Adapun langkah-langkah penghisapan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Jelaskan pada anak/keluarga dan inform consent
2. Alat didekatkan pada anak dan perawat cuci tangan
3. Perawat memakai sarung tangan
4. Anak disiapkan sesuai kondisi
5. Selang dipasang pada mesin penghisap lendir
6. Mesin penghisap lendir dihidupkan
7. Sebelum menghisap lendir pada anak, coba lebih dahulu untuk air bersih yang tersedia
8. Tekan lidah dengan spatel
9. Isap lendir pasien sampai selesai. Mesin/pesawat dimatikan
10.Bersihkan mulut pasien dengan kasa
11.Bersihkan selang dengan air dalam baskom
12.Selang direndam dalam cairan desinfektanvyang tersedia
13.Perawat mencuci tangan
14.Mencatat hasil dan melaporkan telah dilakukannya tindakan di inform consent
STANDAR OPERASIONAL PELAKSANAAN PEMBERIAN OKSIGEN PADA ANAK
Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologis menurut hierarki Maslow. Kebutuhan
oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen
dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang maka akan terjadi kerusakan pada
jaringan otak dan apabila hal tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka akan menimbulkan kematian.
Sistem yang berperan dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigen adalah sistem pernafasan, sistem persarafan
dan sistem kardiovaskuler. Terapi oksigen merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan cara memberikan oksigen
lembab pada pasien dengan tujuan memberikan oksigen ke dalam jaringan tubuh, mengatasi hipoksemia, menurunkan kerja
pernafasan, mengurangi kerja miokardium. Pada prosedur pemberian terapi oksigen, pada dasarnya hampir sama antara
dewasa dan anak – anak. Yang membedakan adalah apabila untuk anak-anak dengan menggunakan peralatan yang
berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran untuk dewasa. Pemberian terapi oksigen ini dapat dilakukan dengan 3
cara, yaitu : Kateter nasal, Kanula nasal, dan Masker Oksigen. Indikasi pemberian oksigen :
Nebulizer adalah suatu alat yang bisa menyemburkan medikasi atau agens pelembab seperti agens bronkodilator atau
mukolitik menjadi partikel mikroskopik dan mengirimkannya ke dalam paru-paru ketika klien menghirup nafas. Nebulizer
biasanya diberikan pada klien dengan penyempitan jalan nafas atau bronkospasme. Nebulizer dapat menguapkan obat –
obat yang dapat dihirup.
A. Persiapan Alat
1. Nebulizer set
2. Obat sesuai indikasi
3. Kapas alkohol untuk membersihkan masker nebulizer
B. Prosedur Pelaksanaan
1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
4. Memberi salam kepada pasien/keluarga pasien
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
6. Menanyakan kesiapan pasien
C. Tahap Kerja
1. Jaga privacy klien
2. Mengatur posisi klien dalam posisi duduk
3. Dekatkan troly obat dan peralatan
4. Pastikan alat dalam kondisi baik
5. Bersihkan masker nebulizer dengan kapas alkohol
6. Masukkan obat sesuai dosis yang telah ditentukan dokter misalnya pentolin 1/3 ampul tiap 6 jam
7. Hubungkan nebulizer dengan kontak listrik
8. Hidupkan nebulizer dengan cara menekan tombol on
9. Pastikan uap keluar dari nebulizer
10. Pasangkan masker pada klien, jika klien berumur <1 tahun minta bantuan pada orang tua untuk mempertahankan
posisi masker. Sebaliknya pada anak – anak ajarkan dan motivasi untuk memegang sendiri masker dan bernafas
melalui mulut dengan cara ambil nafas lambat, dalam dan kemudian menahan nafas selama beberapa detik pada
akhir mengambil nafas
11. Melakukan evaluasi tindakan
12. Bermaitan dengan pasien dan keluarga
13. Mencuci tangan dan dokumentasi
STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP)
MEMASANG INFUS PADA ANAK
PENGERTIAN
Tranfusi darah merupakan tindakan yang dilakukan bagi klien yang memerlukan darah dan atau produk darah
dengan memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan set tranfusi.cairan melalui intravena (infus). Nutrisi bagi klien
yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi per oral atau adanya gangguan fungsi menelan, Tindakan ini dilakukan
dengan didahului pemasangan pipa lambung.
TUJUAN
1. Meningkatkan volumen darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma, atau perdarahan).
2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien anemia berat.
3. Memberikan komponen selular tertentu sebagai terapi sulih (misalnya, faktor pembekuan untuk membantu mengontrol
perdarahan pada pasien hemofilia).
INDIKASI
Pasien dengan kadar hemoglibin di bawah 7 gr/dl
TAHAP PRE INTERAKSI
1. Membaca program tindakan
2. Menyiapkan alat
a. Standar infus
b. Cairan steril sesuai instruksi
c. Tranfusi set steril
d. IV kateter sesuai ukuran
e. Bidai atau ( k/p pada anak )
f. Perlak dan pengalas
g. Tourniquet
h. Instrumens steril ( pinset, gunting dan com )
i. Kapas alkohol
j. Bengkok
k. Tempt sampah
l. Kasa steril
m. Sarung tangan
n. Salf antibiotik
o. Plester
p. Darah atau plasma
q. Obat antihistamin
r. Tensimeter dan termometer
s. Formulir observasikhusus dan alat tulis
3. Memasang sampiran
4. Mencuci tangan
5. Mendekatkan alat kepasien
TAHAP ORIENTASI
1. Memberi salam
2. Menanyakan adanay keluhan
3. Menjelaskan prosedur tindakan kepasien atau keluarga
4. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya
TAHAP KERJA
1. Menggunakan sarung tangan
2. Mengukur tanda vital
3. Membebaskan lengan pasien dari baju
4. Meletakan perlak dan pengalas di bawah lwngan pasien
5. Menyiapkan larutan NaCl 0,9 % dengan tranfusi set
6. Memasang infus NaCl 0,9 %
7. Mengatasi tetesan tetap lancar
8. Memastikan tidak ada udara didalam selang infus
9. Mengontrol kembali darah yang akan diberikan kembali kepada pasien
a. Wanita
b. Identitas
c. Jenis dan golongan darah
d. Nomor kantong darah
e. Tanggal kadaluarsa
f. Hasil cross test dan jumlah darah
10. Mengganti cairan NaCl 0,9 % dengan darah setelah 15 menit
11. Mengatur tetesan darah
TAHAP TERMINASI
1. Mengganti adanya reaksi transfusi dan komplikasi
2. Mengevaluasi perasaan pasien
3. Menyimpulkan hasil kegiatan
4. Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
5. Mengakhiri kegiatan
6. Merapikan alat
7. Melepas sarung tangan
8. Mencuci tangan
9. Mengukur tanda vital tiap 5 menit untuk 15 menit pertama, tiap 15 menit untuk jam berikutnya dan tiap 1 jam sampai
dengan tranfusi selesai
DOKUMENTASI
Mendokumentasikan setiap tindakan
1. Waktu pemberian
2. Dosis
3. Jenis transfusi yang diberikan
4. Reaksi transfusi atau komplikasi.
STANDAR OPERASIONAL PEOSEDUR (SOP)
WASH OUT PADA ANAK DAN BAYI
PENGERTIAN
Merupakan salah satu prosedur dengan cara memasukan cairan kedalam colon untuk mengeluarkan feses atau
membersihkan colon.
TUJUAN
1. Merangsang peristaltik usus
2. Membersihkan usus (persiapan operasi)
3. Untuk pengobatan dan pemeriksaan diagnostik
KEBIJAKAN
Indikasi
a. Pasien morbus hirchprung
b. Pasien yang akan dioperasi ; psa, pultrough
c. Persiapan diagnostik – colon in loop, barium fullthrough, intra venous pyelografi (ivp)
d. Pasien obstipasi
ALAT DAN BAHAN
1. Cairan hangat nacl 0,9% dengan jumlah :
a. Pada infant : 120-240 cc
b. Anak kecil : 240-360 cc
c. Adolesence : 480-780 cc
(wealey and wong, 1989)
2. Spuit 50-6- cc CT
3. Selang kanula rectie dengan ukuran :
a. Infant dan todler : 10-12 fr
b. Adolesence : 22 fr
4. Perlak dan kain pengalas
5. Vaseline atau jelly
6. Sarung tangan
7. Pispot
8. Air untuk cebok/kapas cebok
9. Tissue
10. Celemek/barakshort
11. Kom untuk tempat nacl 0,9%
12. Format dokumentasi
13. Selimut
14. Sampiran bila diperlukan
PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Pengkajian
a. Cek perencanaan keperawatan
b. Kaji ulang perlunya tindakan wash out
c. Kaji kemampuan kerjasama klien
2. Perencanaan
a. Cuci tangan
b. Persiapan alat yang dibutuhkan
c. Persiapan pasien
1) Berikan informasi pada anak dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
2) Jaga privacy klien dengan menutup tirai atau memasang sampiran
3. Implementasi
a. Siapkan alat dan dekatkan kepada pasien
b. Pakai celemek/barakshort
c. Pasang perlak dan kain pengalas
d. Atur posisi pasien (terlentang jika pasien dipasang kolostomi, infant dan anak kecil posisi dorsal recumbent atau
supine dengan lutut fleksi. Pada anak yang cukup besar posisi sim dengan lutut kanan fleksi.
e. Pasang selimut, kemudian buka celana pasien
f. Pasang pispot
g. Pakai sarung tangan
h. Tuang nacl 0,9% hangat kedalam kom
i. Ambil cairan dengan menggunakan spuit
j. Siapkan kanul dan lumasi ujungnya dengan vaseline atau jelly
k. Tangan kiri membuka anus, tangan kanan memasukkan kanul ke dalam anus 5-7,5 cm pada anak dan 2,5-3,75 cm
pada bayi. (anak dengan kolostomi, kanul dimasukkan kedalam lubang colostomy)
l. Anak disuruh untuk napas dalam
m. Tahan kanul 5 sampai 10 menit
n. Biarkan cairan keluar kembali dan ditampung
o. Masukkan cairan berulang-ulang hingga bersih atau sesuai dengan kebutuhan pasien
p. Cabut kanul rectic dari anus atau kolostomi dan anjurkan pasien untuk menarik napas dalam
q. Pispot atau penampung feses diangkat, kemudian diganti dengan yang bersih untuk cebok
r. Anak kembali dirapikan, dan bereskan alat-alat
s. Cuci tangan
4. Evaluasi
a. Kenyamanan pasien
b. Hasil dan respon pasien selama tindakan
c. Beritahukan kepada pasien dan keluarga
5. Dokumentasi
a. Waktu dan pelaksanaan
b. Jumlah dan karakter feses
c. Keadaan abdomen
d. Nama perawat yang melaksanakan tindakan disertai tanda tangan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
3. PHOTO THERAPY
a. Pengertian
Terapi sinar yang dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang
batas normal
b. Tujuan
Dilakukan pada anak dengan ikterus untuk menjaga kadar bilirubin dalam darah hingga baas normal
c. Persiapan Alat
1)Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm
2)Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm² per nm
3)Cahaya diberikan pada jarak 35-5 cm di atas bayi
4)Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus
(F20T12/BB) atau daylight flourescent tubes
d. Tahap Kerja
1)Persiapan Unit Terapi
a) Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila perlu, sehingga suhu di bawah lampu 38 oC
smapai 30oC
b) Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung flouresens berfungsi dengan baik
c) Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atar setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi
d) Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar daerah unit terapi
ditempatkan intuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi
2)Pemberian Terapi Sinar
a) Tempatkan bayi dibawah sinat terapi sinar
- Bila berat bayi 2kg atau lebih, tempakan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet. tempatkan bayi
yang lebih kecil dalam inkubator
- Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik
b) Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup. jangan tempelkan
penutup mata dengan menggunakan selotip
c) Balikkan bayi setiap 3 jam
d) Pastikan bayi diberi makan
e) Motivasi ibu untuk menyusui bayi dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam
f) Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata
g) Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain contoh: pengganti ASI, air, air
gula, dll) tidak ada gunanya
h) Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI Perah), tingkatkan volume cairan atau
ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih diterapi sinar.
i) Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindakan bayi dari sinar terapi sinar
j) Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan berwarna
kuning. keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus
k) Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan
l) Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan di dalam unit
terapi sinar
m) Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui apakah bayi
mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru)
n) Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. bila suhu bayi lebih dari 37.5 oC,
sesuaikan suhu ruangan untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36.5 -
37.5oC.
o) Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus
p) Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL
Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi tranfusi tukar, persiapkan kepindahan bayi dan secepat
mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk tranfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan bayi.
a. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinat setelah 3 hari
b. Setelah terapi sinar dihentikan:
1)Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan
keparahan ikterus menggunakan meode klinis
2)Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk memulai terapi sinar, ulangi terapi
sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin
serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada di bawah nilai intuk memulai terapi
sinar.
c. Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada masalah lain selama
perawatan, pulangkan bayi
d. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila bayi bertambah kuning
PENCEGAHAN INFEKSI LINGKUNGAN PADA BAYI BARU LAHIR
Pencegahan infeksi merupakan bagian yang terpenting dari setiap komponen perawatan bayi baru lahir. Bayi
baru lahir sangat rentan terhadap infeksi karena sistem imunitasnya masih kurang sempurna. Konsekuensi akibat tidak
mengikuti prinsip pencegahan infeksi biasanya sangat merugikan. Selanjutnya akan dibahas latar belakang prinsip dan
kunci praktek pencegahan infeksi pada bayi baru lahir.
1. Kewaspadaan pencegahan infeksi
Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan untuk melindungi bayi yang kontak dengan ibu atau
siapa pun dari terjadinya penularan infeksi.
a. Anggaplah setiap orang yang kontak dengan bayi berpotensi menularkan infeksi
b. Cuci tangan atau gunakan cairan cuci tangan dengan alkohol sebelum dan sesudah merawat bayi
c. Gunakan sarung tangan bila melakukan tindakan
d. Gunakan pakaian pelindung (celemek atau gaun lainnya) bila diperkirakan akan terjadi kontak dengan darah
dan cairan tubuh lainnya
e. Bersihkan dan bila perlu lakukan desinfeksi peralatan serta barang yang digunakan sebelum daur ulang
f. Bersihkan ruang perawatan pasien secara rutin
g. Letakkan bayi yang mungkin dapat terkontaminasi lingkungan, misalnya bayi dengan diare yang terinfeksi
didalam ruangan khusus
2. Cara pencegahan infeksi
Membersihkan tangan
a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau gunakan cairan pembersih tangan berbasis alkohol pada saat:
1) Sebelum dan sesudah merawat bayi serta sebelum melakukan tindakan
2) Sesudah melepas sarung tangan
3) Setelah memegang instrument atau barang yang kotor
b. Beri petunjuk pada ibu dan anggota keluarga lainnya untuk cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi
c. Cara cuci tangan yang baik dan benar:
1) Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air yang mengalir, ambil sabun
kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara lembut
2) Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
3) Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih
4) Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan
5) Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
6) Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan
7) Bersihkan kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara memutar, kemudian diakhiri
dengan membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan memakai
handuk atau tisu
d. Membersihkan tangan dengan cairan berbasis alkohol (dibuat dari 2 ml gliserin dan 100 ml alkohol 60 %) lebih
efektif dibanding dengan cuci tangan, kecuali kalau tangan memang kelihatan kotor. Cara membersihkan
tangan dengan memakai cairan pembersih tangan berbasis alkohol:
1) Basahi seluruh permukaan tangan dan jari dengan cairan pembersih tangan
2) Basuh atau gosokkan cairan ke tangan sampai kering
3. Perlengkapan perlindungan pribadi
Cegah paparan terhadap infeksi dengan menggunakan barier atau pelindung untuk melindungi diri dari
semburan dan jejas dari benda tajam.
a. Bila memungkinkan pakailah sepatu tertutup, jangan bertelanjang kaki
b. Gunakan sarung tangan untuk melakukan tindakan berikut:
1) Memegang atau kontak dengan kulit yang lecet, jaringan di bawah kulit, atau darah (gunakan sarung
tangan steril atau sarung DTT)
2) Memegang atau kontak dengan membran mukosa atau cairan tubuh (gunakan sarung tangan bersih)
3) Memegang atau kotak dengan barang yang terkontaminasi serta akan membersihkan atau membuang
kotoran (gunakan sarung tangan tebal dari bahan karet atau lateks)
Sarung tangan sekali pakai sangat dianjurkan di beberapa tempatkarena keterbatasan sarana, tetapi
dapat juga dipakai ulang dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Dekontaminasi dengan merendam didalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
b. Cuci dan bilas
c. Sterilkan dengan autoklat untuk membunuh organisme atau di disinfeksi tingkat tinggi dengan cara di rebus
atau dikukus
d. Sarung tangan tidak boleh dipakai ulang lebih dari 3 kali
e. Jangan gunakan sarung tangan yang robek, terkelupas atau berlubang
4. Perawatan umum pencegahan infeksi
Untuk membantu mencegah agar bayi tidak terkena infeksi atau tertular infeksi dari bayi lain, maka
petugas kesehatan harus melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Gunakan sarung tangan dan celemek plastik atau karet sewaktu memegang bayi baru lahir sampai dengan kulit
bayi bersih dari darah mekonium dan cairan. Teruskan memakai pelindung ini bila memegang bayi sampai
dengan memandikan bayi minimal 6 jam.Tidak perlu memakai masker atau gaun tertutup dalam perawatan bayi
baru lahir.
b. Bersihkan darah dan cairan tubuh bayi dengan menggunakan kapas yang di rendam dalam air hangat
kemudian keringkan
c. Bersihkan bokong dan sekitar anus bayi setiap selesai mengganti popok atau setiap diperlukan dengan
menggunakan kapas yang direndam air hangat atau air sabun lalu keringkan dengan hati-hati
d. Gunakan sarung tangan sewaktu merawat tali pusat
5. Perawatan tali pusat
Saat bayi dilahirkan, tali pusat (umbilikal) yang menghubungkannya dengan plasenta ibunya akan
dipotong meski tidak semuanya. Tali pusat yang melekat di perut bayi akan disisakan beberapa senti. Sisanya ini
akan dibiarkan hingga pelan-pelan menyusut dan mengering, lalu terlepas dengan sendirinya. Agar tidak
menimbulkan infeksi, sisa potongan tadi harus dirawat dengan benar. Cara merawatnya adalah sebagai berikut:
a. Saat memandikan bayi, usahakan tidak menarik tali pusat. Membersihkan tali pusat saat bayi tidak berada di
dalam bak air. Hindari waktu yang lama bayi di air karena bisa menyebabkan hipotermi
b. Setelah mandi, utamakan mengerjakan perawatan tali pusat terlebih dahulu
c. Perawatan sehari-hari cukup dibungkus dengan kasa steril kering tanpa diolesi dengan alkohol. Jangan pakai
betadine karena yodium yang terkandung di dalamnya dapat masuk ke dalam peredaran darah bayi dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan
d. Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak karena dapat menjadi media yang baik bagi
tumbuhnya kuman
e. Tetaplah rawat tali pusat dengan menutupnya menggunakan kasa steril hingga tali pusat lepas secara
sempurna
6. Pencegahan infeksi nosokomial
Dugaan wabah epidemic pada ruang perawatan bayi baru lahir ditentukan apabila dua atau lebih bayi
yang menderita infeksi yang sama (misal infeksi kulit atau diare pada saat yang sama). Bila dugaan wabah epidemic
ini terjadi, maka suatu sistem pengawasan yang ketat harus dilakukan untuk mengatasi masalah.
a. Letakkan bayi bersama ibunya dalam ruangan tersendiri, pintu boleh dibiarkan terbuka. Bila ruangan tersendiri
tidak tersedia, letakkan bayi bersama infeksi sejenis bukan bersama dengan bayi yang mempunyai masalah
lain.
Bila memasuki ruangan bayi:
1) Gunakan sarung tangan yang bersih dan ganti sarung tangansesudah kontak dengan benda yang
infeksius
2) Pakailah gaun atau jas luar bila memasuki ruang bayi yang menderita diare atau sedang mengeluarkan
nanah dari kulit bayi atau bayi dengan infeksi mata
Sebelum keluar ruangan:
1) Lepaskan gaun atau jas luar sebelum keluar ruangan
2) Lepas sarung tangan
3) Cuci tangan dengan cairan anti bakteri atau larutan pencuci tangan berbasis alkohol
4) Sesudah mencuci tangan, maka jangan menyentuh benda atau permukaan yang potensial untuk
terjadinya kontaminasi sebelum keluar ruangan dan yakinkan bahwa baju yang dipakai tidak
terkontaminasi benda tersebut
5) Batasi pemindahan bayi ke ruang lain dalam rumah sakit, kecuali mutlak diperlukan. Selama proses
pemindahan berlangsung, tetap diperhatikan penatalaksanaan pencegahan infeksi
b. Bila memungkinkan sediakan cadangan alat yang tidak terkontaminasi (misalnya stetoskop, thermometer) dan
hanya dipakai untuk bayi yang terinfeksi
7. Prosedur Kerja Di Ruang Bayi Secara Umum
Petugas di kamar bayi:
a. Lakukan cuci tangan sesuai dengan prosedur standar, sebelum dan sesudah melakukan tindakan/memeriksa
bayi
b. Pakai alas kaki yang sudah disediakan khusus untuk di dalam ruangan bayi
c. Petugas kamar bayi sehat tidak diperkenankan merawat bayi yang terkontaminasi/terinfeksi
d. Petugas diruang bayi rambutnya harus selalu rapi, diikiat/ dipotong pendek/ mengenankan kerudung, sehingga
tidak mengenai muka bayi pada waktu memberi minum bayi
Bayi yang dirawat di kamar bayi:
a. Pisahkan bayi yang sehat dari bayi yang terkontaminasi/ terinfeksi
b. Bayi premataur, petugas ataupun ruangannya harus terpisah
c. Mandikan bayi dengan berat badan normal dengan air hangat 2 kali sehari
d. Mandikan bayi prematur dengan steril (bisa menggunakan minyak kelapa yang sudah disterilkan)
e. Bersihkan tali pusat bayi
f. Berikan obat tetes mata antibiotik untuk bayi baru lahir
g. Bersihkan telinga dan hidung dengan lidi kapas (cooton buds) secara hati-hati
h. Pada waktu memandikan bayi, jangan sampai air masuk ke dalam telinga bayi
i. Untuk bayi yang mendapatkan terapi sinar (blue light), tutup mata bayi dengan kassa, bayi hanya memakai popok
dan buka tutup mata bayi pada waktu bayi diberikan minum
j. Lakukan penggantian sonde pada bayi prematur setiap dua hari sekali
k. Bila bayi buang air besar (BAB), bersihkan dengan kapas air hangat
l. Ibu yang menyusui di ruangan khusus
m. Anjurkan ibu untuk memakai alas kaki yang telah disediakan
n. Anjurkan ibu untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui bayinya
o. Anjurkan ibu untuk membersihkan putting susunya dengan kapas yang sudah dibasahi dengan air hangat/
matang
Total
Kategori:
Skor 7 – 11 = Resiko Rendah (RR)
Skor ≥ 12 = Resiko Tinggi (RT)
B. Asessment Nyeri pada Anak
Penilaian objektif skala nyeri pada anak sangatlah tidak mudah, karena dibutuhkan kerjasama dari
pasien dalam menggambarkan rasa nyeri yang dirasakannya. Beberapa peneliti telah menggunakan usaha untuk
membuat skala objektif nyeri yang mudah digunakan pada pasien anak. Salah satu skala objektif nyeri yang sering
digunakan di klinis adalah Wong Baker Faces Pain Rating Scales dari jurnal penelitian Wong dan Baker.
1. Faces Pain rating Scale (penilaian skala nyeri melalui mimik wajah) untuk anak usia lebih dari 3 tahun
a. Tunjukkan gambar mimik wajah yang ada pada skala nyeri kepada anak
b. Beri penjelasan secara singkat mengenai tingkatan rasa nyeri yang diwakili setiap gambar
c. Mintalah anak untuk memilih gambar wajah yang paling menggambarkan rasa nyeri yang dirasakannya
d. Cocokan dengan skala angka pada gambar
0 bila anak tidak merasakan sakit sama sekali
2 bila anak hanya sedikit merasa sakit
4 bila anak merasa lebih sakit
6 bila jauh lebih sakit
8 bila sangat sakit tapi tidak sampai menangis
10 bila sangat sakit sampai menangis
2. Verbal Pain Asessment Scale (penilaian skala nyeri secara verbal) untuk anak usia lebih dari 8 tahun
a. Tanyakan pada pasien mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan angka
antara 0 – 10
0 = Tidak nyeri
1-3 = Nyeri ringan
4-6 = Nyeri sedang
7-10 = Nyeri berat
b. Tanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri kepada pasien
c. Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:
1) Lokasi nyeri
2) Kualitas dan atau pola penjalaran/ penyebaran
3) Onset, durasi dan faktor pemicu
4) Riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya
5) Obat-obatan yang dikonsumsi pasien
Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi, asessment dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon
berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMBERIAN OBAT PADA ANAK
Tujuan :
Prosedur perawatan kejang bertujuan untuk mencegah trauma akibat kejang serta memperbaiki keadaan anak.
SKALA PENILAIAN
KOMPETEN TIDAK
PROSEDUR/LANGKAH KEGIATAN KOMPETEN
1 0
Kuningan,
Penguji
( )
PROSEDUR PRAKTIKUM MENIMBANG BERAT BADAN BAYI ATAU ANAK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKes KUNINGAN
Pengertian :
Menimbang berat badan menggunakan timbangan anak.
Tujuan :
1. Mengetahui berat badan dan pertumbuhan berat badan bayi atau anak
2. Membantu menentukan terapi, cairan, diet, dan lain-lain.
Dilakukan kepada :
1. Bayi/anak yang baru masuk untuk dirawat
2. Bayi/anak dengan penyakit tertentu, seperti DM, penyakit jantung, dan nefritis
3. Bayi/anak yang dirawat (secara rutin)
4. Bayi/anak tertentu sesuai kondisi sewaktu-waktu
SKALA PENILAIAN
PROSEDUR/LANGKAH KEGIATAN KOMPETEN TIDAK
KOMPETEN
1 0
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN 2
1. Timbangan bayi/anak dalam keadaan siap
2. Kain alas timbangan (untuk bayi)
PERSIAPAN PASIEN
1. Salam terapeutik disampaikan pada pasien atau keluarganya.
2. Memberikan informasi tentang prosedur yang akan dilakukan pada
pasien atau keluarganya.
PELAKSANAAN
Pada bayi
1. Cuci tangan
2. Pakai baju khusus (baraskot) dan masker bila perlu
3. Jelaskan kepada keluarga tentang tindakan yang akan dilaksanakan,
sesuai tingkat perkembangan dan kemampuan keluarga dalam
berkomunikasi
4. Tutup dengan sampiran (bila diperlukan)
5. Beri alas pada timbangan dan siap untuk dipakai
6. Setel timbangan dengan penunjuk pada angka nol
7. Buka selimut bayi, lalu baringkan abyi diatas timbangan, baca berat
badan
8. Rapikan bayi ke tempat semula
9. Catat berat badan pada lembar keperawatan
10. Bereskan alat-alat
11. Cuci tangan
Pada anak
1. Setel timbangan dengan penunjuk angka nol
2. Mintalah anak untuk berdiri di atas timbangan
3. Catat berat badan pada lembar keperawatan
4. Beri tahu anak bahwa tindakan selesai
5. Rapikan anak, kemudian bereskan alat-alat dan kembalikan ke tempat
semula
6. Cuci tangan
EVALUASI
1. Respon klien pada saat tindakan dilakukan.
2. Tindakan sesuai dengan prosedur baik yang steril maupun tidak steril
DOKUMENTASI
1. Nama pasien
2. Nama perawat
3. Catat tanggal pemeriksaan
4. Hasil pemeriksaan
5. Paraf perawat
SKALA PENILAIAN
SKALA PENILAIAN
PROSEDUR/LANGKAH KEGIATAN KOMPETEN TIDAK
KOMPETEN
1 0
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
1. Thermometer dalam keadaan siap pakai
2. Vaselin/minyak pada tempatnya
3. Bengkok (piala ginjal)
4. Larutan sabun, disinfektan, dan air bersih pada tempatnya
5. Kasa/tisu/lap pengering
6. Kapas cebok pada tempatnya
7. Sarung tangan
PERSIAPAN PASIEN
1. Salam terapeutik disampaikan pada pasien atau
keluarganya.
2. Memberikan informasi tentang prosedur yang akan dilakukan
pada pasien atau keluarganya.
PELAKSANAAN
Pada bayi
1. Cuci tangan kemudian pakai sarung tangan
2. Baringkan bayi dengan posis telentang atau miringkan
sedemikian rupa agar anus mudah dicapai
3. Buka popok, lalu bersihkan daerah anus menggunakan
kapas cebok
4. Periksa thermometer, apakah air raksa tepat pada angka nol,
lalu olesi ujungnya dengan minyak/vaselin, selanjutnya
masukkan thermometer melalui anus sampai batas air raksa
5. Tunggu sampai 1 menit, angkat thermometer dan langsung
baca dengan teliti, kemudian catat pada lembar keperawatan
6. Pasang popok, atur posisi bayi sesuai kebutuhan
7. Celupkan thermometer kedalam larutan sabun, lap dengan
tisu, lalu masukkan kedalam larutan disinfektan, kemudian
bersihkan/bilas dengan air bersih dan keringkan
8. Turunkan kembali air raksa dan letakkan thermometer pada
tempatnya.
Pada anak
1. Cuci tangan
2. Dekatkan alat-alat kepada anak
3. Beri tahu tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan
kemampuan komunikasi anak
4. Keringkan ketiak/aksila dengan lap/tisu
5. Periksa thermometer, air raksa masih di reservoir
6. Pasang thermometer tepat pada reservoirnya, jepitkan di
tengah-tengah ketiak dan lengan bawah dilipatkan mengarah
ke badan
7. Setelah 5 – 10 menit, angkat thermometer, baca langsung
dan catat hasilnya pada lembar keperawatan
8. Celupkan thermometer ke dalam larutan sabun, kemudian di
lap dengan tisu, selanjutnya rendan dalam larutan disinfektan
9. Bilas/bersihkan thermometer menggunakan air bersih dan
keringkan dengan tisu atau lap
10. Turunkan kembali air raksa dan letakkan thermometer pada
tempatnya
11. Rapikan anak, bersihkan alat-alat, lalu kembalikan ke tempat
semula
12. Cuci tangan
EVALUASI
1. Respon klien pada saat tindakan dilakukan.
2. Tindakan sesuai dengan prosedur baik yang steril maupun
tidak steril
DOKUMENTASI
1. Nama pasien
2. Nama perawat
3. Catat tanggal pemeriksaan
4. Hasil pemeriksaan
5. Paraf perawat
( )