Anda di halaman 1dari 26

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN APE DALAM

MENGEMBANGKAN KOGNITIF ANAK USIA 5-6 TAHUN DI


PAUD

Dosen Mata Kuliah :


Dr. I Wayan Karta, MS
NIP. 196001121986031003

OLEH
ALUH CINDY ADRIYAN PUTRI
NIM : E1F018004

PROGRAM STUDI PG-PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2019

1
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS
MATARAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Jl. Majapahit No. 62 Telp (0370)623873


, Fax. 634918 Mataram 83125

LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Identifikasi Pemanfaatan APE dalam


Mengembangkan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun di PAUD Tahun Pelajaran
2018/2019” dalam Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran di Universitas Mataram

Di Ajukan untuk : Menyelesaikan Tugas Akhir Semester Genap tahun 2019

Mataram, 12 Juli 2019

Dosen Pembimbing, Mahasiswa,

Dr. I Wayan Karta, MS Aluh Cindy Adriyan Putri

NIP. 196001121986031003 NIM : E1F018004

2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini yang
berjudul “Identifikasi Pemanfaatan APE dalam Mengembangkan Kognitif
Anak Usia 5-6 di PAUD Tahun Pelajaran 2018/2019”. Ini dapat di
pergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca mengenai hal-hal yang berkaitan dengannya. Karya ilmiah ini
disusun dalam rangka untun menyelesaikan Tugas Akhir Semester dari
Dosen Pembimbing Mata Kuliah Belajar & Pembelajaran di Universitas
Mataram.
Dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih atas
bimbingan, arahan dan dukungan dari awal sampai akhir semester ini dapat
diselesaikan, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr. I Wayan Karta, MS selaku Dosen
Pembimbing Mata Kuliah Belajar & Pembelajaran.
Harapan penulis semoga karya ilmiah ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat
memperbaiki bentuk maupun isi karya ilmiah ini sehingga kedepannya dapat
lebih baik.
Penulis sungguh menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan.
Akhirnya, penulis berharap semoga Tugas Akhir Semester ini menjadi karya
ilmiah yang dapat bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin yarobbal a’lamiin.

Mataram, 12 Juli 2019

Penulis,

3
Aluh Cindy Adriyan Putri

NIM : E1F018004

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini bahkan sejak
dalam kandungan sangat menentukan derajat dan kualitas kesehatan,
intelegensi, kematangan sosial, dan produktivitas manusia pada tahap
berikutnya. Dengan demikian investasi pengembangan anak usia dini
merupakan investasi yang sangat penting bagi sumber daya manusia yang
berkualitas.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (2011:10) menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut.
Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk mengembangkan aspek
motorik, kognitif,sosial emosional,moral dan bahasa. Kelima aspek
perkembangan tersebut sangat penting dikembangkan sejak usia dini,
karena anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Montessori dalam Sujiono
(2009:54) menyatakan bahwa masa keemasan (masa golden age)
merupakan masa dimana anak mulai peka untuk menerima berbagai
stimulasi dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungannya baik yang
disengaja maupun tidak disengaja. Pada masa peka inilah tejadi
pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga anak siap merespon
dan mewujudkan semua tugas-tugas perkembangan yang diharapkan
muncul pada pola perilakunya sehari-hari.
Montessori (dalam Zaman, 2009: 1.8) menyatakan bahwa dalam
perkembangan anak terdapat masa peka, suatu masa yang ditandai dengan
begitu tertariknya anak terhadap suatu obyek atau karakteristik tertentu
serta cenderung mengabaikan obyek yang lainnya. Pestalozzi (dalam
Zaman, 2009:1.6) memiliki keyakinan bahwa segala bentuk pendidikan
adalah berdasarkan pengaruh panca indera. Cara belajar yang terbaik
untuk mengenal berbagai konsep adalah melalui pengalaman. Froebel
(dalam Zaman, 2009:1.9) memiliki keyakinan tentang pentingnya belajar
melalui bermain. karena bermain dipandang sebagai metode yang tepat
untuk pembelajaran anak, serta merupakan cara anak dalam meniru
kehidupan orang dewasa disekelilingnya secara wajar.
Hurlock (1978:324) mengatakan bahwa bermain dengan benda
atau alat permainan dimulai pada tahun pertama dan mencapai puncaknya
pada usia 5-6 tahun. Hurlock (1978:324) juga mengatakan berbagai
macam permainan juga mengikuti pola yang dapat diramalkan. Misalnya,

4
permainan dengan balok kayu melalui empat tahapan berbeda. Pertama,
anak lebih banyak memegang, menjelajah, membawa balok, dan
menumpuknya tidak beraturan; kedua membangun deretan dan menara;
ketiga membangun rancangan yang lebih rumit; dan keempat
mendramatisir menghasilkan bentuk yang sebenarnya.
Pada kenyataannya pemanfaatan APE dalam mengembangkan
kognitif anak usia 5-6 tahun oleh guru PAUD belum maksimal.
Kebanyakan alat permainan yang disiapkan atau disediakan oleh sekolah
hanya dijadikan sebagai pajangan dengan berbagai alasan. Hal ini terlihat
dari alat permainan yang tersimpan rapi dalam lemari penyimpanan media.
APE yang digunakan monoton, seperti balok. Selain itu, APE yang bisa
digunakan dalam beberapa kegiatan pembelajaran belum dimanfaatkan
secara maksimal karena hanya digunakan ketika awal kegiatan, padahal
APE tersebut dapat digunakan saat anak istirahat dan di akhir kegiatan.
Oleh karena itu, guru atau pendamping perlu mempersiapkan alat
permainan yang bervariasi sehingga memberi kesempatan kepada anak
untuk bermain sendiri dan bereksplorasi dengan alat permainan yang
diinginkan anak.
Dari beberapa uraian masalah di atas maka sangat perlu
mengadakan penelitian tentang “ Identifikasi Pemanfaatan APE Dalam
Mengembangkan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun Di PAUD Tahun
Pelajaran 2018/2019”.
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. APE apakah yang digunakan anak usia 5-6 tahun di PAUD ?
2. APE apakah dominan digunakan anak usia 5-6 tahun di PAUD ?
3. APE apakah yang efektif digunakan anak usia 5-6 tahun di PAUD ?
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka kami rumuskan
masalah ini adalah sebagai berikut:

1. Alat permainan edukatif apakah yang digunakan guru dalam


mengembangkan motorik halus anak usia 5-6 tahun?.
2. Alat permainan edukatif apakah yang dominan digunakan guru dalam
mengembangkan motorik halus anak usia 5-6 tahun?.
3. Alat permainan manakah yang efektif digunakan guru dalam
mengembangkan motorik halus anak usia 5-6 tahun?.
4. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui :
1. APE yang digunakan anak usia 5-6 tahun di PAUD.
2. APE yang dominan digunakan anak usia 5-6 tahun di PAUD.
3. APE yang efektif digunakan anak usia 5-6 tahun di PAUD.
5. Manfaat Penelitian
Penelitian yang baik harus melahirkan suatu manfaat, secara umum
penulisan ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Anak didik

5
a. Untuk memperjelas informasi pembelajaran yang diberikan oleh
guru.
b. Memotivasi anak dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
c. Memberi kesempatan kepada anak untuk memperoleh berbagai
informasi dengan bereksplorasi melalui bermain APE.
2. Guru
a. Untuk memotivasi anak dalam mengembangkan kemampuannya.
b. Menciptakan suasana bermain yang menyenangkan dan bervariasi.
3. Sekolah
a. Agar sekolah menyiapkan APE yang berkualitas dan cukup untuk
dimainkan semua anak atau semua siswa

BAB II
KAJIAN

A. Perkembangan
1. Pengertian Perkembangan
Menurut Soetjiningsih (1995:1) menyatakan bahwa perkembangan
adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai
hasil dari proses pematangan.
2. Tinjauan Tentang Perkembangan Kognitif
1. Pengertian Perkembangan Kognitif
Menurut Alfred Binet (dalam Sujiono, 2005: 1.11), perkembangan
kognitif adalah perkembangan dari pikiran. Pikiran adalah bagian berfikir
dari otak, bagian yang digunakan yaitu untuk pemahaman, penalaran,
pengetahuan, dan pengertian.

2.Teori Pengembangan Kognitif


a. Dasar Teori Kognitif
Bloom dalam Sujiono (2004: 9.21) menyatakan bahwa ada enam
tingkat perilaku kognitif yaitu
1). pengetahuan,
2). pemahaman,
3). penerapan,
4). analisis,
5). sintesis, dan
6). evaluasi.

b. Indikator perkembangan anak usia 5-6 tahun


Berikut indikator perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun
berdasarkaan tingkat pencapaian perkembangan dalam Peraturan
Menteri Nomor 58 Tahun 2009 adalah:
a). menunjukkan aktivitas yang bersifat eksploratif dan menyelidik.

6
b). menunjukkan inisiatif dalam memilih permainan.
c). memecahkan masaalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
d). mengklasifikasikan benda berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran.
e.). mengklasifikasikan benda yang lebih banyak ke dalam kelompok
yang sama atau kelompok yang sejenis.
f). mengurutkan benda berdasarkan ukuran dari paling kecil ke paling
besar atau sebaliknya.
g). menyebutkan lambang bilangan dari 1-10.
h). mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan.
i). mengenal huruf vocal dan konsonan.

c. Cara Pengembangan Kognitif


Berikut ini merupakan macam-macam metode yang dapat
digunakan untuk mengembangkan kognitif anak antara lain:
a). metode bermain merupakan bermacam bentuk kegiatan yang
memberikan kepuasan pada diri anak yang bersifat nonserius, lentur, dan
bahan mainan yang terkandung dalam kegiatan dan yang secara
imajinatif ditransformasikan sepadan dengan dunia orang dewasa..
b). metode pemberian tugas merupakan metode yang memberikan
kesempatan kepada anak melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk
langsung dari guru, apa yang harus dikerjakan, sehingga anak dapt
memahami tugasnya secara nyata agar dapt dilaksanakan secara tuntas.
c). metode demonstrasi merupakan cara memperagakan atau
mempertunjukkan sesuatu atau proses dari suatu kejadian atau
peristiwa.. d). metode tanya jawab merupakan metode dengan cara
Tanya jawab, guru member pertanyaan terbuka, sehingga anak dapat
menjawab beberapa kemungkinan, berdasarkan pengalaman anak, guru
harus berusaha agar anak aktif member jawaban atau keterangan, bukan
guru yang aktif memberikan keterangan.
e). metode dramatisasi merupakan cara memahami sesuatu melalui
peran-peran yang dilakukan oleh tokoh atau benda-benda di sekitar
anak, sehingga anak dapat memahami sesuatu sambil berimajinasi
(Sujiono, 2004: 7.4-7.5).

Tabel : Perkembangan Anak Usia 5-6 Tahun


INDIKATOR
KEBERHASILAN ALAT YANG
ASPEK KEGIATAN PROSEDUR
KELOMPOK DIGUNAKAN
USIA
Motorik Naik turun Naik turun tangga
kasar : tangga sendiri tanpa
Locomotor

pegangan, kaki
bergantian
Melompat • Lompat tali

7
setinggi 25
cm dengan 2
kaki
bersamaan
• Melompat
atu meloncat
maju
sepuluh kalu
berturutturut
tanpa
terjatuh
Motorik kasar Berjalan di Berjalan di garis Dapat
: atas garis (1 kaki di depan melakukan tanpa
Keseimbangan kaki yang jatuh sepanjang
satunya) 4 langkah
Berdiri satu Minta anak 6 detik
kaki berdiri satu kaki (bergantian
dengan tangan di dengan kaki
pinggang lainnya)
Berjalan jinjit Minta anak Berjalan
berjalan jinjit mundur
dengan tangan di dengan
pinggang atau di berjinjit
kepala sepanjang 2
meter
Motorik kasar Melempar • Minta anak Bola, Target :
: Manipulatif bola melempar bujur sangkar
bola tenis (60 cm)
dari jarak 3 ditempel di
m: dinding (60 cm
(menyimpang dari lantai),
>20o) 1 dari 2 sejauh 1,5 m
trial dari anak
• Minta anak
melempar
bola tenis
dari atas ke
target
(bujur
sangkar 60
cm) ditempel
di dinding
(60 cm dari
lantai),
sejauh 1,5 m
dari anak : 2

8
dari
3 trial
Menangkap Tester
Bola melempar bola
tenis ke lantai
sehingga
memantul 2x,
kea rah anak,
lalu
anak diminta
menangkapnya

dengan 2
tangan :
2 dari 3 trial
Menendang Tester
Bola menendang bola
kea rah anak dari
jarak 3 m, lalu
anak diminta
menendang bola
yang sedang
menggelinding
tersebut kea rah
tester
Motorik halus Membangun Letakkan Balok
: Koordinasi kereta balokbalok di
visual motorik depan anak.
“Buatlah
kereta seperti ini”
Contohkan
dengan 3 balok
Membangun Letakkan 10 balok, tidak
menara balokbalok di runtuh
depan anak.
“Buatlah Menara
dari balok seperti
ini”
(contohkan 6
balok disusun ke
atas)
Membangun Letakkan Meniru model
jembatan balokbalok di jembatan (6
depan anak. balok, 3
“Buatlah tingkat)

9
jembatan seperti setelah diberi
ini” Perlihatkan contoh
model (bentuk
jembatan yang
sudah jadi, bukan
memberi contoh)
Meniru Tunjukkan kartu • Meniru Kartu
gambar bergambar & bentuk □ dan bergambar &
bentuk potongan bentuk ▲ potongan
(ukuran sama) • Meniru O, T, bentuk
Beri anak V, H, X, L,
selembar kertas
A,
& pensil/crayon
lalu katakana : I, U, C
“buatlah bentuk
seperti ini di sini
(tunjuk bentuk
yang diminta di
kartu)”.
Menggambar Minta anak Kepala
Orang menggambar (hidung,
orang mulut, mata)
badan, kaki
Memasukkan Letakkan 10 (30”), boleh Botol,
kelereng ke kelerang di kanan menggunakan 2 kelereng, koin
botol dan botol di kiri tangan
anak,
“Masukkan
kelereng ini ke
dalam botol satu
per satu”
Memindahkan Letakkan 20 butir 35 detik
koin koin dalam 2
baris @10 koin
dan selembar
kertas
disampingnya
“Pindahkan
koinkoin ini ke
atas kertas
secepatnya, tidak
boleh dilempar”
Menyentuh Minta anak 8 detik
jari menyentuh setiap
jari ke ibu

10
jari mulai
dari telunjuk
Melipat kertas Melipat kertas Kertas lipat
menjadi 2
secara simetris
tanpa contoh
(hanya
diinstruksikan)
Makan & Dapat menata
minum meja makan
dengan benar
penempatannya
dengan
dijelaskan;
Mampu
memakai semua
peralatan
makan; cukup
terampil dalam
mengoles selai
atau mentega
atau memotong
makanan empuk
seperti roti
Berpakaian Meritsleting
jaket;
mengancingkan
dengan baik;
mengikat tali
sepatu dengan
bimbingan orang
dewasa
Mandi Menyikat gigi
dan menyisir
rambut
3. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif
Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-
tahap atau periode-periode yang terus bertambah kompleks. Piaget juga
menyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang melalui serangkaian
tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Kemampuan bayi
melalui tahap-tahap tersebut bersumber dari tekanan biologis untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan (melalui asimilasi dan akomodasi)
serta adanya pengorganisasian strukur berfikir. Tahap-tahap pemikiran ini
secara kualitatif berbeda pada setiap individu. Demikian juga, corak

11
pemikiran seorang anak pada satu tahap berbeda dari corak pemikirannya
pada tahap lain. Tahap-tahap perkembangan pemikiran ini dibedakan piaget
atas 4 tahap, yaitu tahap pemikiran sensoris-motorik , praoperasioanal,
operasional kongkret, dan operasional formal. Akan tetapi, piaget tidak
menetapkan secara tegas batasan-batasan umur pada masing – masing
tahap. Batasan umur pada masing – masing tahap diberikan oleh Ginsburg
dan Opper ( Mussen, et all, 1969 ). Berikut ini akan diuraikan tahap pemikiran
masa bayi, yaitu tahap sensoris – mororik. 
Tahap sensoris – motorik berlangsung dari kelahiran hingga kira – kira 2
tahun. Selama tahap ini, perkembangan mental ditandai dengan kemajuan
pesat dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan
mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan – gerakan dan tindakan –
tindakan fisik. Dalam hal ini, bayi yang baru lahir bukan saja menerima
secara pasif rangsangan – rangsangan terhadap alat – alat indranya,
melainkan juga aktif memberikan respons terhadap rangsangan tersebut,
yakini melalui gerak – gerak reflek.
Dengan berfungsinya alat – alat indra serta kemampuan melakukan
gerakan – gerakan motorik dalam bentuk refleks – refleks, bayi berada dalam
keadaan siap untuk mengadakan hubungsn dengan dunia sekitarnya. Jadi,
pada permulaan tahap sensoris – motorik, bayi memiliki lebih dari sekedar
refleks yang digunakan untuk mengkoordinasikan pikirikan dengan tindakan.
Pada akhir tahap ini, ketika anak berusia sekitar 2tahun, pola – pola sensoris-
motoriknya semakin kompleks dan mulai mengadopsi sesuai sistem simbol
yang primitif. Misalnya, anak usia 2 tahun dapat membayangkan sebuah
mainan dan memanipulasinya dengan tangannya sebelum mainan tersebut
benar – benar ada. Anak juga dapat menggunakan kata – kata sederhana,
seperti “mamah melompat” untuk menun jukan telah terjadinya peristiwa
sensoris – motorik ( Santrock, 1998 ). Tahap-tahap perkembangan menurut
piaget ini diringkas dalam tabel berikut
Tahap Usia/Tahun Gambaran
Sensorimotor 0–2 Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif
pada saat lahir sampai permulaan pemikiran
simbolis. Bayi membangun suatu
pemahaman tentang dunia melalui
pengkoordinasian pengalaman-pengalaman
sensor dengan tindakan fisik
Preoperational 2–7 Anak mulai mempresentasikan dunia dengan

12
kata-kata dan gambar-gambar ini
menunjukan adanya peningkatan pemikiran
simbolis dan melampaui hubungan informasi
sensor dan tindak fisik.
Concrete operational 7 – 11 Pada saat ini anak dapat berfikir secara logis
mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit
dan mengklasifikasikan benda-benda
kedalam bentuk-bentuk yang berbeda.
Formal operational 11 – 15 Anak remaja berfikir dengan cara yang lebih
abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik.

Menurut piaget, perkembangan masing-masing tahap tersebut merupakan


hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya. Hal ini berarti bahwa
menurut teori tahapan piaget, setiap individu akan melewati serangkaian
perubahan kualitatif yang bersifat invarian, selalu tetap, tidak melompat atau
mundur. Perubahan-perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur
berfikir. Dari sudut biologis, piaget melihat adanya sistem yang mengatur dari
dalam, sehingga organisme mempunyai sistem pencernaan, peredaran darah,
sistem pernafasan, dan lain-lain. Hal yang sama juga terjadi pada sistem kognisi,
dimana adanya sistem yang mengatur dari dalam yang kemudian dipengaruhi
oleh faktor-faktornya.
Untuk menentukan struktur kognitif yang mendasari pola-pola tingkahlaku
yang teroeganisir, piaget menggunakan istilah skema dan adaptasi. Dengan
kedua komponen ini berarti bahwah kognisi berarti merupakan sistem yang
selalu diorganisir dan di adaptasi, sehingga memunginkan individu beradaptasi
dengan lingkungannya.
Skema ( struktur kognitif ) adalah proses atau cara mengorganisir dan
merespons berbagai pengalaman. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola
sitematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang
memberikan suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan
dan jenis situasi. Dalam diri bayi terlihat beberapa pola tingkah laku refleks yang
terorganisir sehubungan dengan “pengetahuan” mengenai lingkungan. Misalnya
gerakan refleks menghisap pada bayi, ada gerakan otot pada pipi dan bibir yang
menimbulkan gerakan menghisap gerakan ini menunjukkan ada pola-pola

13
tertentu. Gerakan ini tidak terpengaruh oleh apa yang masuk kemulut, apakah
ibu jari, puting susu ibunya, ataukah dot botol susu. Pola gerakan yang diperoleh
sejak lahir inilah yang disebut dengan skema. 
Adaptasi (sturuktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan piaget
untuk menunjukan pentingnya pola individu dengan lingkungannya dengan
proses perkembangan kognitif piaget yakin bahawa bayi manusia ketika
dilahirkan telah dilengkapi dengan kebutuhan-kebutuhan dan juga kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Adaptasi ini muncul dengan
sendirinya ketika bayi tersebut mengadakan interaksi dengan dunia disekitarnya.
Mereka akan belajar menyesuaikan diri dan mengatasinya, sehingga
kemampuan mentalnya akan berkembang dengan sendirinya. Menurut piaget,
adaptasi ini terdiri dari dua proses yang saling melengkapi, yaitu : asimilasi dan
akomodasi. 
Asimilasi dari sudut biologi, adalah inetegrasi antara elemen eksternal ( dari
luar ) terhadap struktur yang sudah lengkap pada organisme. Asimilasi kognitif
mencakup perubahan objek eksternal menjadi struktur pengetahuan internal
(lerner & Hultsch 1983). Proses asimilasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa
setiap saat manusia selalu mengasimilasikan informasi-informasi yang sampai
kepadanya, kemudian informasi-informasi tersebut dikelompokan kedalam istilah-
istilah yang sebelumnya sudah mereka ketahui. Misalnya, seorang bayi yang
menghisap puting susu ibunya atau dot botol susu, akan melakukan tindakan
yang sama (menghisap) terhadap semua objek baru yang mereka temukan
seperti bola karet atau jempolnya. Perilaku bayi menghisap semua objek ini
memperlihatkan proses asimilasi. Gerakan menghisap ibu jari sama artinya
dengan gerakan menghisap puting susu ibunya, sebab bayi
menginterprestasikan ibu jari dengan struktur kognitif yang sudah ada, yaitu
puting susu ibunya.
Akomodasi adalah menciptakan langkah baru atau memperbaharui atau
menggabung-gabungkan istilah lama utuk menghadapi tantangan
baru.akomodasi kogitif berarti mengubah struktur kognitif yang telah dimiliki
sebelumnya ntuk disesuaikan dengan stimulus eksternal. Jadi, kalau pada
asimilasi terjadi perubahan pada objeknya, maka pada akomodasi perubahan
terjadi pada subjeknya, sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan objek yang
ada diluar dirinya. Struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seorang
mengalami perubahan supaya sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari

14
objeknya. Misalnya, bayi melakukan tindakan yang sama terhadap ibu jarinya,
yaitu menghisap. Ini berarti bahwa bayi telah mengubah puting susu ibu jari.
Tidakan demikian disebut akomodasi.
Piaget mengemukakan bahwa setiap organisme yang ingin penyesuain
(adaptasi) dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium),
yaitu antara aktifitas individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktifitas
lingkungan terhadap individu (akomodasi). Ini berarti, ketika individu bereaksi
terhadap lingkungan, dia mnggabungkan stimulus dunia luar dengan struktur
yang sudah ada dan iilah asimilasi. Pada saat yang sama ketika lingkungan
bereaksi terhadap individu, dan individu mengubah supaya sesuai dengan
stimulus dunia luar, maka inilah yang disebut akomodasi (lerner & Hultsch 1983).
Agar terjadi ekuilibrasi antara diri individu dengan lingkungan, maka peristiwa-
peristiwa ini disebut asimilasi.
B. Hakikat Perkembangan Motorik Halus
1. Pengertian motorik halus
Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian motorik halus,
antara lain :
Anak usia 3-6 tahun telah memiliki kemampuan kooedinasi motorik
yang baik. Koordinasi motorik halus antara tangan dan mata
dikembangkan melalui permainan seperti membentuk tanah liat atau lilin,
memalu, mencocok, mengammbar, mewarnai, meronce dan menggunting.
Motorik halus adalah gerakan-gerakan tubuh yang melibatkan otot-
otot kecil, misalnya otot-otot jari tangan, dan lain-lain. Gerakan motorik
halus, terutama yang melibatkan otot tangan dan jari biasanya
membutuhkan kecermatan tinggi, ketekunan dan koordinasi antara mata
dan otot kecil. Beberapa gerakan yang dapat dimasukkan dalam gerakan
motorik halus, misalnya menggunting, merobek, menggambar, menulis,
melipat, meronce, menjahit, meremas, menggenggam, menyusun balok,
melotot, tertawa, dan sebagainya (Sujiono, dkk 2010).
Khusus di TK, pengembangan kegiatan motorik halus lebih banyak
diarahkan pada latihan otot tangan dan jari. Keterampilan ini digunakan
untuk makan, berpakaian, menulis, menggunting, dan menggunakan alat
bermain konstruksi kecil (Sujiono, dkk 2010:12.1).
Keterampilan motorik halus adalah pengorganisasian penggunaan
sekelompk otot-otot kecil seperti jari-jemari dan tangan yang sering
membutuhkan kecermatan dan koordinasi mata dengan tangan,
keterampilan yang mencakup pemanfaatan dengan alat-alat untuk bekerja
sengan objek yang kecil atau pengontrolan terhadap mesin misalnya
mengetik, menjahit dan lain-lain (Sumantri, 2005:143).

15
Motorik halus adalah pembelajaran yang berhubungan dengan
keterampilan fisik yang melibatkan otot kecil serta koordinasi antara mata
dan tangan. Saraf motorik halus dapat dilatih dan dan dikembangkan
melalui kegiatan dan rangsangan yang dilakukan secara rutin dan terus
menerus, seperti bermain puzzle, menyusun balok, membuat garis, melipat
kertas (Decaprio, 2013:20)
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motorik
halus adalah gerakan yang melibatkan kemampuan otot-otot kecil seperti
otot muka dan otot tangan yang memerlukan kecematan tinggi terutama
otot tangan, yang dilakukan secara rutin dan terus menerus dan diberikan
melalui kegiatan dan rangsangan, seperti menulis, bermain puzzle,
menyusun balok, menggambar, melipat kertas, meremas dan menggunting.
2. Fungsi Perkembangan Motorik Halus
Alat permainan edikatif dalam proses pembelajaran khususnya dapat
mempertinggi proses pembelajaran anak, yang pada akhirnya
perkembangan motorik halus dapat sesuai dengan yang diharapkan. Ada
beberapa fungsi motorik halus pada anak prasekolah, yaitu:
 Sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan gerak kedua tangan.
 Sebagai alat untuk mengembangkan koordinasi kecepatan tangan dengan
gerak mata.
 Sebagai alat untuk melatih penguasaan emosi (Depdiknas, 2002:5).
Motorik halus berfungsi untuk melakukan gerakan-gerakan bagian
tubuh yang lebih spesifik, seperti menulis, melipat, merangkai,
mengancing baju, menali sepatu dan menggunting (Suyanto, 2005: 51).
Sedangkan menurut Sumantri menjelaskan bahwa fungsi pengembangan
keterampilan motorik halus adalah mendukung aspek lainnya seperti
kognitif dan bahasa serta sosial karena pada hakekatnya setiap
pengembangan tidak dapat terpisahkan satu sama lain (Sumantri, 2005:
146).
Selain itu menurut Saputra dan Rudyanto fungsi pengembangan
motorik halus adalah sebagai alat untuk mengembangkan koordinasi
kecepatan tangan dengan gerakan mata, dan sebagai alat untuk melatih
penguasaan emosi (2005: 116).
Berdasarkan uraian di atas bahwa fungsi motorik halus anak
adalahsebagai alat untuk mengembangkan koordinasi tangan dan gerak
mata, sehingga mampu melakukan kegiatan yang lebih kompleks.
3. Prinsip Perkembangan Motorik
Studi yang luas menunjukkan bahwa berbagai kegiatan motorik yang
menggunakan tangan, pergelangan tangan, dan jari tangan untuk
menjangkau, menggenggam, dan melipat ibu jari, berkembang dalam
urutan yang dapat diramalkan. Dari studi tersebut lahir lima prinsip
perkembangan motorik, yaitu:

16
 Perkembangan Motorik Bergantung pada Kematangan Otak dan Syaraf.
Perkembangan bentuk kegiatan motorik yang berbeda sejalan dengan
perkembangan daerah sistem syaraf yang berbeda. Karena perkembangan
pusat syaraf lebih rendah, yang bertempat dalam urutan syaraf tulang
belakang, pada waktu lahir berkembangnya lebih baik ketimbang pusat
syaraf yang lebih tinggi yang berada dalam otak, maka gerakan reflex pada
waktu lahir lebih baik dikembangkan dengan sengaja ketimbang dibiarkan
berkembangkan sendiri. Dalam waktu yang singkat sesudah lahir, gerak
reflek penting diperlukan untuk hidup seperti mengisap, menelan,
berkedip, merenggutkan lutut, dan reflek urat daging tempurung lutut
bertambah kuat dan terkoordinasi secara baik (Hurlock, 1978:151).
 Belajar Keterampilan Motorik Tidak Terjadi Sebelum Anak Matang.
Sebelum sistem syaraf dan otot berkembang dengan baik, upaya untuk
mengajarkan gerakan terampil bagi anak akan sia-sia. Sama juga halnya
apabila upaya tersebut diprakarsai oleh anak sendiri. Pelatihan seperti itu
mungkin menghasilkan beberapa keuntungan sementara, tetapi dalam
jangka panjang pengaruhnya tidak akan berarti atau nihil (Hurlock,
1978:152).
 Perkembangan Motorik Mengikuti Pola yang Dapat Diramalkan.Pola
perkengangan motorik yang dapat diramalkan terbukti dari adanya
perubahan kegiatan massa ke kegiatan khusus. Di dalam pola
perkembangan motorik yang berbeda, ada tahap yang dapat diramalkan
yang terjadi pada umur yang dapat diramalkan pula. Meskipun setiap
tahap berbeda satu sama lain, masing-masing bergantung pada tahap yang
mendahuluinya dan mempengaruhi tahap berikutnya (Hurlock, 1978:152).
 Dimungkinkan Menentukan Norma Perkembangan Motorik.
Berdasarkan umur rata-rata dimungkinkan untuk menentukan norma untuk
bentuk kegiatan motorik lainnya. Norma tersebut dapat digunakan sebagai
bentuk yang memungkinkan orang tua dan orang lain untuk mengetahui
apa yang dapat diharapkan pada umur beberapa hal itu dapat diharapkan
dari anak. sebagai sontoh, kenyataan bahwa pada umur tertentu gerak
reflek tertentu menurun sedangkan gerak reflek yang lain bertambah kuat
dan terkoordinasi lebih baik. Norma pola kegiatan sukarela yang berbeda
seperti duduk, berdiri, menjangkau, dan menggenggam digunakan untuk
menilai perkembangan kecerdasan anak sebelum hal itu dapat diuji dengan
tes kecerdasan yang baku yang banyak bergantung pada penggunaan
bicara (Hurlock, 1978:152).
 Perbedaan Individu dalam Laju Perkembangan Motorik
Meskipun dalam aspek yang lebih luas perkembangan motorik mengikuti
pola yang serupa untuk semua orang, dalam rincian pola tersebut terjadi
perbedaan individu. Hal ini mempengaruhi umur pada waktu perbedaan
individu tersebut mencapai tahap yang berbeda. Sebagian kondisi tersebut
mempercepat laju perkembangan motorik. Sedangkan sebagian lagi
memperlambatnya. Kondisi yang dilaporkan memiliki dampak paling
besar terhadap laju perkembangan motorik (Hurlock, 1978:153).

17
Gambar Perkembangan Motorik Kasar Laki-Laki & Perempuan

Perkembangan Motorik
Kasar
Laki-laki

Sudah sesuai Cukup sesuai

Perkembangan Motorik Kasar


Perempuan

2
3

Sudah sesuai Cukup sesuai Kurang sesuai

Ditinjau dari aspek jenis kelamin, subjek laki-laki memperlihatkan perkembangan


motorik kasar yang lebih baik dari pada subjek perempuan. Subjek laki-laki
menunjukkan 30% yang sudah sesuai dan 70% yang cukup sesuai dengan usianya.
Sedangkan subjek perempuan menunjukkan kesimpulan 37.5% yang sudah sesuai,
37.5% yang cukup sesuai, dan 25% yang kurang sesuai dengan usianya. Dalam
perkembangan motorik, jika kepada anak laki-laki dan perempuan diberikan

18
dorongan, perlengkapan, dan kesempatan yang sama untuk berlatih selama tahun-
tahun permulaan, tidak ditemukan adanya perbedaan jenis kelamin yang berarti
(Garai, J. E., and A. Scheinfeld. 1968 dalam Hurlock)

Perkembangan Motorik Kasar

Perkembangan Motorik Kasar


20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Naik turun Melompat Berjalan di Berdiri satu Berjalan jinjit Melempar Menangkap Menendang
tangga atas garis kaki bola bola bola

Fail Pass

Aspek dari perkembangan motorik kasar yang kurang sesuai perkembangannya adalah
keseimbangan (berdiri satu kaki dan berjalan jinjit) dan manipulatif (menangkap dan
menendang bola). Cerebellum atau otak yang lebih bawah yang mengendalikan
keseimbangan, berkembang dengan cepat selama tahun awal kehidupan dan praktis
mencapai ukuran kematangan pada waktu anak berusia 5 tahun (Hurlock).

Perkembangan Motorik Halus

19
Aspek dari perkembangan motorik halus yang kurang sesuai perkembangannya adalah
koordinasi visual motorik (membangun menara, menggambar orang, memindahkan
koin, dan menyentuh jari).

C. Hakikat Alat Permainan Edukatif (APE)


1. Pengertian Alat Permainan Edukatif (APE)

Zainal Aqib mengemukakan bahwa Alat Permainan Edukatif adalah segala

sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai sarana atau peralatan untuk

bermain yang dapat mengandung nilai pendidikan (edukatif) dan dapat

mengembangkan seluruh kemampuan anak (Aqib, 2011 : 65). Tidak jauh

berbeda dengan dengan pengertian APE di atas, Maike Sugianto

mengungkapkan bahwa, Alat Permainan Edukatif adalah alat permainan

yang sengaja dirancang secara khusus untuk kepentingan pendidikan

(Barnawi, 2012 : 149). Sedangkan menurut Direktorat PAUD, Alat

Permainan Edukatif sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai

saran atau peralatan untuk bermain yang mengandung nilai edukatif

(pendidikan) dan dapat mengembangkan seluruh kemampuan anak

(Barnawi, 2012 : 150). Beberapa contoh alat permainan edukatif yang

dapat digunakan untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak

20
adalah boneka jari, puzzle besar, kotak alphabet, kartu lambang bilangan,

kartu pasangan, puzzle jam, lotto warna, lotto warna dan bentuk, botol

aroma, dan botol suara (Barnawi, 2012 : 156).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alat

permainan edukatif adalah segala sesuatu yang dirancang khusus untuk

mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak dan mengandung nilai

edukatif (pendidikan).

2. Tinjauan tentang Media Pembelajaran dan Alat Permainan Edukatif


1. Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak
dari kata medium yang secara harfiah atau perantara antara pemberi pesan
dan penerima pesan (Zaman, 2009:4.4). media pembelajaran adalah media
yang digunakan guru atau tutor dalam memberikan pembelajaran atau
informasi pada peserta didik. Dimana fungsi media pembelajaran pada anak
usia dini adalah untuk mengkongkretkan informasi yang abstrak agar mudah
dipahami dan dimengerti oleh anak.
2. Pengertian Alat Permainan Edukatif (APE)
Direktorat PAUD mendefinisikan “Alat Permainan Edukatif
sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai sarana atau peralatan
untuk bermain yang mengandung nilai edukatif (pendidikan) dan dapat
mengembangkan seluruh kemampuan anak” (Wiyani dan Barnawi,
2012:150).
3. Jenis Permainan
Menurut Mutiah (2008: 115-118) mengemukakan terdapat 3 jenis
permainan yaitu 1). main sensori motor, 2). main pembangunan (bahan
terstruktur dan bahan cair), dan 3). main peran (mikro dan makro).

3. Macam Alat Permainan Edukatif (APE)

Dalam memilih APE untuk anak usia dini, sebaiknya memperhatikan

kategori APE yang akan digunakan. Menurut Badru Zaman terdapat dua

kategori APE yaitu:

a. APE di luar ruangan

21
APE yang dimainkan untuk anak bermain bebas sehingga

memerlukan tempat yang luas dan lapang. Pada umumnya

ditujukan untuk pengembangan jasmani dan motorik kasar,

bersosialisasi dan bermain kelompok, contonya tangga pelangi,

jungkat jungkit, ayunan, papan luncur, dan lain-lain.

b. APE di dalam ruangan

APE jenis manipulatif, artinya APE yang dapat dimainkan anak

dengan diletakkan di atas meja, dapat dibongkar pasang, dijinjing,

dan lain-lain. APE jenis ini diantaranya adalah puzzle, balok

bangunan, kotak pos, boneka, dan lain-lain (Zaman dkk, 2007).

APE dalam ruangan dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

 Bermain terstruktur. Permainan yang termasuk dalam aktivitas terstruktur

adalah menyusun gelang warna-warni, menyusun balok dan lainnya.

Kegiatan ini membantu mengajarkan anak tentang beragam ukuran besar-

kecil dan warna benda. Tak lupa membangun pemahaman anak terhadap

sequens atau urutan.

Gagasan utama dari kegiatan terstruktur seperti ini adalah membiarkan

anak belajar dari pengalamannya mengamati dan mencoba sendiri. Dengan

menyusun secara berbeda, hasil yang akan diperoleh anak akan berbeda

juga.

 Bermain tidak terstruktur (bebas)

Bermain secara bebas akan memberikan kesempatan bagi anak untuk

berkreasi dengan mainan dan kesempatan yang ada. Dengan balok dan

gelang warna-warni, Anda dan anak dapat melakukan permainan pura-

22
pura. Gelang warna-warni bisa dijadikan “donat” makanan favorit boneka

kesayangannya. Demikian pula dengan balok warna-warni. Dengan

demikian mainan dan kegiatan bermain membantu anak memahami

konsep dan gagasan dengan lebih menarik.

4. Jenis Alat Permainan Edukatif (APE)

Zainal Akib memaparkan beberapa jenis alat permainan edukatif di

PAUD, yaitu :

1. Alat peraga yaitu alat bantu untuk mengajar atau mendidik

supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti oleh anak

didik. Alat peraga biasanya hanya berfungsi member contoh

atau memperagakan saja sehingga tidak dapat dipergunakan

untuk bermain bersama anak.

2. Alat bermain yaitu alat yang dapat dimainkan oleh anak

sambil belajar. Alat ini dapat berupa alat yang dapat

dimainkan, dibentuk, disusun, dipasang-pasang oleh anak.

Disini anak aktif memainkan alat tersebut sehingga

merangsang perkembangan kemampuan motorik halus anak.

Alat bermain ini meliputi alat bermain buatan guru sendiri

maupun alat bermain yang dapat dibeli. Adapun beberapa

jenis-jenis APE seperti: puzzle, meronce, menjahit, balok

pembangunan, kartu gambar, plastisin, melipat dan

menggunting kertas origami, playdough, finger painting,

donat susun dan sebagainya (Aqib, 2009:46).

23
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penilitian di atas mengenai
identifikasi pemanfaatan APE dalam mengembangkan kognitif anak usia 5-6
tahun di PAUD tahun ajaran 2018-2019 dapat diambil kesimpulan :
1. Alat permainan edukatif yang digunakan dalam mengembangkan kognitif
anak usia 5-6 tahun di PAUD tahun ajaran 2018-2019 sebanyak 3 APE
dari 15 APE yang ada yang termasuk kedalam10 item indikator. Dimana
APE tersebut yaitu Balok, Plastisin dan puzzle
2. Alat permainan edukatif yang dominan digunakan dalam mengembangkan
kognitif anak usia 5-6 tahun di PAUD tahun ajaran 2018-2019 sebanyak 4
APE dari 12 APE. APE tersebut yaitu Fuzzle,Balok Plastisin dan leggo
3. Alat permainan edukatif yang efektif digunakan dalam mengembangkan
kognitif anak usia 5-6 tahun di PAUD tahun ajaran 2018-2019 sebanyak 5
APE dari 15 APE. APE tersebut antara lain: Plastisin, Kartu kata
bergambar, Balok Geometri berwarna dan Balok polos.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan APE dalam
mengembangkan kognitif anak usia 5-6 tahun di PAUD tahun ajaran 2018-
2019 masih kurang. Guru belum memanfaatkan APE dalam
mengembangkan kognitif anak usia 5-6 tahun secara maksimal.
B. Rekomendasi
1. Bagi Pendidik

24
Bagi pendidik, agar lebih sering memanfaatkan APE sebagai media
pembelajaran dalam menyampaikan informasi kepada anak. APE yang
digunakan juga bervariasi sesuai dengan indikator yang dikembangkan
sehingga perkembangan kognitif anak berkembang optimal dan siap
memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar.
2. Bagi PAUD
Diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi dan
refleksi lembaga PAUD di dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran serta menyediakan APE yang baik dari segi kualitas
dan cukup dari segi kuantitasnya dalam mengembangkan kognitif anak usia
5-6 tahun.
3. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat berguna bagi peneliti dan pihak lainnya
dalam melakukan penelitian pada masa-masa yang akan datang yang
berkaitan dengan pemanfaatan APE dalam mengembangkan kogntif anak
usia 5-6 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2009. Belajardan Pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Bandung:


CV.YRAMA WIDYA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.

Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga


Margono,S. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta; Rineka Cipta.
Moeslichatoen. 1999: Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: PT.
RINEKA CIPTA

Mutiah, Diana. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI tahun 2009 tentang Standar Pendidikan


Anak Usia Dini. Jakarta. Biro Hukum dan Organisasi DEPDIKNAS

25
Smaldino, dkk. 2011. Instructional Technology And Media For Learning :
Teknologi Pembelajaran Dan Media Untuk Belajar. Jakarta: Prenada
Media Group

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Solso, Robert L, dkk. 2007. Psikologi Kognitif. Jakarta. Erlangga

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif R & D. Bandung:


Alfabeta.

Sujiono, Yuliani Nurani, dkk. 2004. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta:


Universitas Terbuka

Sujiono, Yuliani Nurani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta
: PT Indeks

Sujiono, Yuliani Nurani, dkk. 2010. Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak.
Jakarta : PT Indeks

Susanto, Ahmad. 2012. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana

Suyadi. 2010. Psikologi Belajar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:


Pedagogia.

Wiyani, Novan Ardy dan Barnawi. 2012. Format PAUD:Konsep, Karakteristik,


dan Implementasi Pendidikan Anak Usia Dini. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.

Zaman, Badru, dkk. 2007. Media dan Sumber Belajar Taman Kanak-kanak.
Jakarta: Universitas Terbuka

26

Anda mungkin juga menyukai