Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Anak-anak adalah harapan, pancaran hati, permata dan cita-cita orangtua, maka dari itu
pendidikan dalam keluarga adalah yang paling utama. Lingkungan adalah ruang lingkup suatu
suasana atau tempat dimana membutuhkan sosialisasi dan adaptasi di dalam kelompok atau suatu
masyarakat yang harus saling seimbang satu sama lainnya. Karena dengan lingkungan pula kita
dapat berbaur. Berbagai pengalaman dan ilmu baik itu dalam lingkungan yang terbatas ataupun
yang tidak terbatas terkadang manusia itu sendiri terbawa oleh suasana yang ruang lingkupnya
yang tidak terbatas karena kebanyakan orang tidak mau merasa dibatasi oleh sesuatu yang tidak
bisa dipahami dan dimengerti.
Apalagi lingkungan di luar atau lingkungan pergaulan yang tidak pernah dibatasi oleh
waktu, tempat dan bahasa justru kalau tidak menikmati lingkungan pergaulan dikatakan kuper.
Selalu saja kata pergaulan itu disalahartikan oleh sebagian orang. Padahal itu semua tergantung
kepada kita sendiri bagaimana cara menghadapi dan menanggapi hal tersebut.
Justru dengan pergaulan itu rawan juga buat anak-anak dimana peranan dan bimbingan
orang tua disini sangat dibutuhkan. Karena anak adalah perhiasan, harapan, dan pemimpin
bangsa. Orang tua memberikan pengertian bahwa lingkungan pergaulan itu adalah suasana yang
sangat luas dan menakjubkan segalanya bisa berubah dengan sebab suasana terutama bahwa
yang dipakai yang tidak sesuai dengan perilaku atau akhlak anak yang seharusnya berkata
dengan penuh keindahan dan bemakna. Tetapi sekarang sudah menjadikan tradisi dan makanan
sehari-hari oleh anak-anak terkadang kita risih mendengarnya tapi sekarang anak-anak acuh
dengan lingkungan pergaulan yang kurang baik karena tidak menjadikan sebagai pendidik tetapi
menghancurkan masa depan bangsa. Oleh karena itu, benarlah yang Nabi SAW katakan bahwa
agama seseorang itu tergantung lingkungan pergaulannya. Dari Abu Hurairah, Nabi SAW
bersabda:
‫ﺍﻠﺮﺠﻞﻋﻟﻰﻴﻦﺨﻟﻳﻞﺧﻟﻳﻄﺮﺍﺤﺪﻛﻢﻤﻦﻴﺧﺎﻠﻞﻘﺎﻞﺻﻠﻰﻋﻠﻴﻪﻮﺴﻟﻢﻋﻦﺍﺑﻰﻫﺮﻴﺮﺓﺍﻦ‬
“Seseorang itu akan mengikuti agama teman dekatnya. Oleh karena itu hendaknya kalian
perhatikan siapakah yang kalian jadikan sebagai teman dekatnya (HR. Abu Daud).

Semakin canggihnya ilmu pengetahuan, semakin majunya peredaran zaman dan


manusiapun beragam. kemewahan di bidang harta tidak akan menjamin kebahagiaan seseorang
jika orang tersebut tidak bisa menikmati kekayaan itu, apalagi bagi orang yang serba kekurangan
atau merasa kurang cukup terus-menerus. Banyak anak-anak yang tidak patuh lagi kepada orang
tuanya, tentunya sangat dikhawatiran yang mengakibatkan perasaan tidak tenang dan selalu
gelisah, bahkan banyak orang yang mengalami penyakit stress yang mereka sendiri tidak tahu
obatnya, mencari tempat berpegang kepada siapa dan bagaimana cara menenangkan perasaan
yang stress itu, bahkan mereka sering bingung, dihinggapi rasa takut dan rasa bersalah yang tidak
tahu sebabnya.
Oleh karena itu, tentu sangat perlu dijelaskan bagaimana pendidikan anak sebelum lahir,
masa bayi, masa kanak-kanak, dewasa, bahkan sampai mereka tua. Pendidikan anak pada usia
dini juga sangat dianjurkan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan. Karena pendidikan agama islam sejak dini sengat berpengaruh terhadap
pembentukan karakter dan kepribadian peserta didik. Proses belajar dan pembelajaran bisa
dilakukan pada jalur formal maupun informal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam makalah
ini terinci sebagai berikut.
1. Apa hakekat pendidikan dalam keluarga?
2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hakekat pendidikan dalam keluarga.
2. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakekat Pendidikan Keluarga


1.     Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah pertolongan orang-orang yang bertanggung jawab atas
perkembangan anak supaya ia tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Pendidikan adalah
usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan
bagi peranannya di masa yang akan datang (UU No. 21 / 1989 Bab I Pasal 1).
Armid Gunawan (2005) mengemukakan bahwa
”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Nanang Fatah dalam skripsi Sumiati (2005 : 30) mengemukakan bahwa pendidikan
sama dengan hidup. Pendidikan adalah keseluruhan pengalaman belajar setiap orang sepanjang
hidupnya. Pendidikan berlangsung tidak dalam batas usia tertentu, tetapi berlangsung sepanjang
hidup, sejak lahir sampai mati.
Coombs dalam skripsi Sumiati (2005 : 30) mendefinisikan pendidikan formal adalah
sistem pendidikan yang mempunyai struktur berjenjang dan bertingkat, mulai dari SD sampai
Universitas atau perguruan tinggi termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan yang berorientasi
umum dan akademik serta latihan profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus
menerus. Sedangkan pendidikan nonformal adalah semua bentuk kegiatan yang terorganisasikan
di luar sistem sekolah yang mapan, yang dilaksanakan secara sengaja untuk melayani peserta
didik guna mencapai tujuan belajarnya, baik yang dilakukan secara terpisah maupun yang
merupakan bagian terpenting dari suatu kegiatan yang luas.
2.   Konsep Pendidikan Dalam Keluarga
Keluarga merupakan unsur terpenting dalam pembentukan perilaku anak. Keluarga
adalah orang yang pertama dikenal anak dan akan mempengaruhi dalam perkembangannya. Oleh
karena itu keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama diterima oleh anak. Seorang
anak dalam lingkungan sosial mampu mengenal dirinya dan membentuk kepribadian melalui
proses perkenalan dan interaksi antara dirinya dengan anggota keluarga.
Keluarga adalah lingkungan awal dari kehidupan anak yang berpengaruh besar dalam
pembentukan kepribadian anak. Sikap dan perlakuan keluarga baik sifat positif maupun sifat
negatif akan diterima oleh anak, maka untuk membentuk dan mengembangkan konsep diri yang
positif pada anak diperlukan porsi perlakuan positif yang lebih banyak dari pada perlakuan
negatif.
Menurut Teori Tabularasa, seorang anak tak ubahnya secarik kertas putih yang bersih
tanpa noda. Gambaran anak yang akan muncul pada anak tergantung dari tulisan apa yang
ditorehkan dalam kertas tersebut. Apabila tulisan yang baik yang ditorehkan maka anak itu akan
berperilaku baik, tetapi apabila tulisan-tulisan yang ditorehkan jelek maka yang akan muncul
perilaku yang jelek pula.
Telah ditegaskan oleh para ahli ilmu jiwa dan pendidikan bahwa pengalaman-
pengalaman sosial yang benar dari berbagai bentuk interaksi yang dilakukan anak di dalam
lingkup keluarga pada tahun-tahun pertama dari kehidupannya, memiliki peranan penting dalam
pembentukan dan pembinaan kepribadiannya dalam pembentukan perilaku kebudayaan dan
penyesuaian dirinya.
Pembentukan kepribadian anak sangat membutuhkan kerja sama antar keluarga dan
sekolah, karena pada dasarnya pembentukan kepribadian anak terletak di lingkungan keluarga,
keluarga juga bertugas untuk mengajarkan kepada anak mengenai nilai-nilai agama, tradisi,
kemasyarakatan, keterampilan dan pola perilaku dalam segala aspek. Dalam hal ini keluarga
harus benar-benar berperan sebagai sarana pendidikan dan pemberi nilai-nilai budaya yang
mendasar dalam kehidupan anak, keluarga harus membekali anak dengan pengetahuan bahasa,
agama serta mengajarkan tentang berbagai pemikiran, kepercayaan dan nilai-nilai yang baik.
Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang
diselenggarakan dalam keluarga yang memberi keyakinan agama, nilai budaya, moral dan
keterampilan. Ngalim Purwanto dalam Skripsi Suparida (2003 : 9) mengatakan : Pendidikan
keluarga merupakan fundamen atau dasar dari pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga
menentukan pendidikan anak selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat.
Setiap keluarga mempunyai ciri khas tertentu seperti peraturan dan kebiasaan-kebiasaan
di dalam keluarga. Salah satu fungsi keluarga adalah sebagai tempat sosialisasi. Fungsi ini
menunjuk pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Pendidikan dalam
keluarga mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam
kehidupan bermasyarakat serta dalam perkembangan pribadinya.
Menurut H.A. Sadeli dalam skripsi Suparida (2003 : 9) bahwa orang tua di dalam
keluarga mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak. Orang tua inilah
berfungsi sebagai pendidik di dalam keluarga.
Fungsi orang tua sebagai pendidik yaitu :
1.        Orang tua sebagai pendidik memberikan pengalaman, sikap dan keterampilan terhadap anak
dalam keluarga.
2.        Orang tua sebagai pemimpin dalam keluarga yang harus mengatur kehidupan dalam keluarga.
3.        Orang tua harus memberikan perlindungan terhadap anak baik secara fisik maupu mental bagi
seluruh anggota keluarga.
4.     Orang tua memberikan suri teladan yang baik bagi anggota keluarganya.
Singgih D. Gunarsa dalam Skripsi Suparida (2003 : 10), mengatakan bahwa keluarga
khususnya orang tua mempunyai peranan penting terhadap perkembangan nilai-nilai moral anak
yaitu :
1.        Tingkah laku orang tua di dalam rumah dijadikan model/contoh keluarga bagi anak.
2.        Mendidik anak untuk bertingkah laku sesuai dengan tata cara dan norma-norma dalam
lingkungan sosial misalnya adanya anjuran terhadap perbuatan yang tidak baik serta hukuman.
Dalam konsep Islam, anak adalah amanat yang diberikan oleh Allah SWT untuk dididik
dan diasuh oleh orang tuanya agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah serta nantinya orang
tua akan diminta pertanggungjawabannya atas anak yang telah dibesarkan. Tanggung jawab
orang tua terhadap anak adalah dengan memberikan pendidikan bagi anak-anak dalam keluarga.
Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga
sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dalam membina kepribadian anak di mulai sejak
dalam kandungan, maka pendidikan dan pengalaman yang diterima anak dari orang tua dalam
keluarga, baik pendidikan yang dilakukan dengan sengaja, maupun yang tidak disengaja.
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan kepribadian anak.
Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik
agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk
mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota keluarga yang sehat. 
Karena melalui pengalaman anak, baik yang didengar, dilihat, dan dirasakan akan
menjadi bagian dari pribadinya yang sedang berkembang. Apabila ibu bapaknya baik, rukun dan
menyayanginya, maka ia akan mendapatkan unsur-unsur yang positif dalam kepribadiannya. Dan
apabila orang tuanya taat melaksanakan agama dalam kehidupannya sehari-hari maka anak akan
mendapatkan pengalaman keagamaan yang menjadi unsur dalam kepribadiannya.
Faktor yang terpenting dalam lingkungan keluarga yang sangat diperlukan untuk
pembinaan anak-anaknya adalah pengertian orang tua terhadap kebutuhan jiwa anak yang pokok,
diantaranya yaitu rasa kasih sayang, rasa aman, harga diri, rasa bebas dan sukses, dengan
demikian orang tua harus berusaha menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif untuk
memungkinkan terjaminnya pemenuhan kebutuhan pokok anak.
Orang tua yang tidak memperhatikan perasaan dan keperluan anak, atau kurang
mengerti perkembangan jiwa dan keperluan anak akan menyebabkan timbulnya rasa kurang
puas, kesal, tertekan dan macam-macam perasaan lainnya yang negatif, maka hal ini akan
merupakan faktor yang mempunyai pengaruh negatif dalam pertumbuhan jiwa anak.
Apabila anak telah menginjak usia dewasa, maka faktor pengertian orang tua perlu
ditingkatkan. Dengan pengertian pada perkembangan jiwa anak, orang tua harus lebih bijaksana
dalam menghadapi dan membantu anak-anaknya yang sedang mengalami perubahan. Perlakuan
dan pengertian orang tua masih tetap diperlukan ketenangan dan kebahagiaan orang tua
merupakan faktor positif yang terpenting dalam pembinaan anak.
Tujuan pendidikan dalam keluarga adalah supaya anak mampu dan berkembang secara
maksimal yang meliputi seluruh aspek perkembangan yaitu jasmani, rohani, dan akal. Orang tua
sebagai pendidik dalam keluarga berperan membentuk pribadi anak ke arah yang lebih baik.
Keluarga berfungsi sebagai ”transmitter budaya atau mediator” sosial budaya bagi anak.
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal, secara teratur dan terencana dalam
melakukan pembinaan terhadap anak. Fungsi sekolah bukan hanya memberikan pengajaran dan
pendidikan secara formal yang mempengaruhi pembinaan anak, akan tetapi sekolah merupakan
unsur pembinaan bagi anak. Sikap guru, kepribadiannya, agama, caranya bergaul sesama guru,
dan keluarganya serta masyarakat, cara berpakaian dan seluruh penampilannya adalah unsur-
unsur penting dalam pembinaan anak didik.
Seorang guru dapat mengubah perilaku anak yang pendiam, pemalu, pemalas dan tidak
bersemangat menjadi terbuka, pemberani, rajin dan penuh semangat. Sebaliknya apabila guru
mengubah dan merusak anak yang baik menjadi nakal, pemalas dan hilang perhatian terhadap
pelajaran bahkan membenci pelajaran bahkan guru juga dapat mengubah keyakinan beragama
bagi anak didik dari taat beragama menjadi lupa menjalankan agamanya. Oleh karena itu,
sekolah dan semua pengaruh dari perlengkapannya merupakan unsur pembinaan yang sangat
penting bagi anak sesudah keluarga. Contoh teladan yang diberikan guru dalam sikap, tindakan,
dan cara hidupnya, merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan anak selanjutnya.

3.     Pola Asuh Orang tua Pada Anak


Masalah yang selalu dikeluhkan orang tua tentang anak mereka. Taraf pertumbuhan
dan perkembangan telah menjadikan perubahan pada diri anak. Perubahan perilaku yang positif
tidak akan menjadi masalah bagi orang tua tetapi perubahan perilaku yang negatif akan membuat
cemas bagi sebagian orang tua yang dapat merugikan masa depannya.
Menurut Riyanti (2002), dalam mengasuh anak orang tua bukan hanya mampu
mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan membantu
menumbuhkembangkan kepribadian anak. Kepribadian anak perlu dikembangkan agar terbentuk
kepribadian anak yang positif sehingga nantinya di kala dewasa akan menjadi orang yang
memiliki kepribadian yang baik.
Menurut Clemes (2001), bahwa terjadinya penyimpangan perilaku anak disebabkan
kurangnya ketergantungan antara anak dengan orang tua. Hal ini terjadi karena antara anak dan
orang tua tidak pernah sama dalam segala hal. Ketergantungan anak kepada orang tua dapat
terlihat dari keinginan anak untuk memperoleh perlindungan, dukungan dan asuhan dari orang
tua dalam segala aspek kehidupan. Anak yang menjadi masalah kemungkinan terjadi akibat tidak
berfungsinya sistem sosial di lingkungan tempat tinggalnya. Perilaku anak merupakan reaksi atas
perlakuan lingkungan terhadap dirinya. Orang tua dapat menerapkan berbagai pola asuh yang
dapat diterapkan dalam kehidupan keluarga, apabila pola asuh yang diterapkan orang tua keliru,
maka akan menambah buruk perilaku anak.
Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua dan melalui orang tualah
anak beradaptasi dengan lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya serta pergaulan hidup
yang berlaku di lingkungannya. Bentuk-bentuk pola asuh orang tua erat kaitannya dengan
kepribadian anak setelah menjadi dewasa. Ciri-ciri dan unsur-unsur watak seorang individu
dewasa sudah diletakkan benih-benih ke dalam jiwa seseorang dari sejak awal yaitu pada masa
kanak-kanak. Dengan demikian untuk membentuk kepribadian anak dimulai dari kecil sampai
anak dewasa. Dalam mengasuh anak terdapat pula pendidikan, sopan santun, tanggung jawab
dan latihan-latihan.
Masing-masing orang tua mempunyai pola asuh tersendiri, hal ini karena dipengaruhi
oleh latar belakang pendidikan, mata pencaharian, keadaan sosial ekonomi, budaya, dan adat
istiadat. Oleh karena itu, orang tua harus memilih pola asuh yang ideal bagi anaknya. Orang tua
diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang bijaksana, tidak menerapkan pola asuh yang dapat
membawa kehancuran dan merusak jiwa dan watak anak.
Tipe-tipe pola asuh orang tua kepada anak yaitu :
1.     Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif adalah jenis pola asuh yang cuek terhadap anak, ditandai dengan adanya
kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak.
Orang tua yang bersikap mengalah, menuruti semua kemauan/keinginan anak, melindungi secara
berlebihan, serta memberikan semua keinginan anak.
2.        Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan kaku dimana
orang tua akan membuat aturan yang keras yang harus dipatuhi oleh anak, tidak mau tahu
perasaan anak.
3.        Pola Asuh Otoritatif
Pola asuh otoritatif adalah pola asuh yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan
mengeksplorasi berbagai hal dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan
yang baik dari orang tua. Pola asuh ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua
dan anak, orang tua yang mau menghargai kemampuan anak secara langsung.
 
B. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
Agama Islam di lingkungan keluarga berlangsung antara orang-orang dewasa yang
bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan agama, dan anak-anak sebagai sasaran
pendidikannya. Sedang ibu dalam kaitannya dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga,
maka kedudukannya sebagai pendidik yang utama dan pertama, dalam kedudukannya sebagai
pendidik, maka seorang ibu tidak cukup hanya memanggil seorang guru agama dari luar untuk
mendidik anaknya di rumah, dan bukan dalam pengertian yang demikianlah yang dimaksud
dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga. Akan tetapi lebih ditekankan adanya
bimbingan yang terarah dan berkelanjutan dari orang-orang dewasa yang bertanggung jawab di
lingkungan keluarga untuk membimbing anak.
Pengertian yang jelas tentang pendidikan agama yang dilakukan di lingkungan keluarga
interaksi yang teratur dan diarahkan untuk membimbing jasmani dan rohani anak dengan ajaran
Islam, yang berlangsung di lingkungan keluarga. Dalam pelaksanaannya, maka proses
pendidikan.
Pendidikan pada umumnya terbagi pada dua bagian besar, yakni pendidikan sekolah dan
pendidikan luar sekolah. Hal ini berdasar pada: “Maka proses belajar itu bagi seseorang dapat
terus berlangsung dan tidak terbatas pada dunia sekolah saja.
Dorongan atau motivasi kewajiban moral, sebagai konsekwensi kedudukan orang tua
terhadap keturunannya. Tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spiritual yang
dijiwai Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing, di samping didorong oleh
kesadaran memelihara martabat dan kehormatan keluarga.
Dalam kutipan yang pertama di atas dikemukakan bahwa lingkungan keluarga itu amat
dominan dalam memberikan pengaruh-pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga dapat
dikatakan bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama sangat
menentukan baik keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan yang baik dari
lingkungan pertama yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendidikan agama dari
pihak ibu dan bapak serta orang-orang yang bertanggung jawab di sekitarnya.
Dalam hubungannya dengan kelanjutan pendidikan atau kehidupan anak di masa
mendatang, maka pendidikan di lingkungan keluarga, termasuk di dalamnya pendidikan agama,
hal itu merupakan sebagai tindakan pemberian bekal-bekal kemampuan dari orang tua terhadap
anak-anaknya, dalam menghadapi masa-masa yang akan dilaluinya.
Dalam hubungannya dengan pendidikan di sekolah maka sebagai persiapan untuk
mengikuti pendidikan atau sebagai pelengkap dari pendidikan yang berlangsung di bangku
sekolah. Dan dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, maka sebagai upaya untuk
mempersiapkan diri agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Secara sepintas pembahasan tentang dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan
keluarga ini telah disebutkan di atas, yaitu atas dasar cinta kasih seseorang terhadap darah
dagingnya (anak), atas dasar dorongan sosial dan atas dasar dorongan moral.
Akan tetapi dorongan yang lebih mendasar lagi tentang pendidikan agama di lingkungan
keluarga ini bagi umat Islam khususnya adalah karena dorongan syara (ajaran Islam), yang
mewajibkan bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, lebih-lebih pendidikan agama.
Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, yang dapat mendorong orang tua agar
mendidik anak-anak di lingkungan keluarga, ada lagi satu hal yang perlu diperhatikan yaitu;
mengingat kondisi anak itu sendiri, baik secara fisik maupun mental ia mutlak memberikan
bimbingan dan pengembangan ke arah yang positif. Kalau tidak maka dikhawatirkan fitrah yang
tersimpan, yang merupakan benih-benih bawaan itu akan terlantar atau akan menyimpang.
Perlu diingat bahwa pada diri anak itu terdapat kecenderungan-kecenderungan ke arah
yang baik, akan tetapi dilengkapi dengan kecenderungan ke arah yang jahat. Maka tugas
pendidik dalam hubungan ini adalah menghidup-suburkan kecenderungan ke arah yang baik.
Oleh karena itu benih-benih potensial yang mampu mendorong anak untuk
mengembangkan pribadinya dalam alternatif pemilihan lapangan hidup manusia di masa
dewasanya sesuai bakat dan kemampuan. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan
potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Akhlak mulia menyangkut etika, budi pekerti, dan
moral sebagai manifestasi dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup
pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi
spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki
manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Allah
SWT.
Pendidikan Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada
manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan
berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti,
etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun social.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar pelaksanaan pendidikan agama di
lingkungan keluarga adalah karena didorong oleh beberapa hal yaitu:
1. Karena dorongan cinta kasih terhadap keturunan
2. Karena dorongan atau tanggung jawab sosial
3. Karena dorongan moral
4. Karena dorongan kewajiban agamis

Dan dorongan agama inilah yang membuat kedudukan orang tua lebih besar tanggung
jawabnya dalam pendidikan karena dorongan kewajiban ini langsung diperintahkan Allah.
Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang diproses oleh seseorang di dalam
lingkungan rumah tangga atau keluarga. Sistem pendidikan ini merupakan unsur utama dalam
pendidikan seumur hidup, terutama karena sifatnya yang tidak memerlukan formalitas waktu,
cara, usia, fasilitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, masing-masing orang tua adalah orang yang
paling bertanggung jawab atas pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka tidak hanya berkewajiban
mendidik atau menyekolahkan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan. Akan tetapi mereka juga
diamanati Allah SWT untuk menjadikan anak-anaknya bertaqwa serta taat beribadah sesuai
dengan ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Sebagaimana yang dikemukakan Daradjat bahwa: "Pendidikan akan lebih berkesan dan
berhasil-guna serta berdaya guna, apabila seluruh lingkungan hidup yang ikut mempengaruhi
pembinaan pribadi anak (keluarga, sekolah dan masyarakat) sama-sama mengarahkan pembinaan
jiwa agama pada anak".
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa bimbingan keagamaan anak dalam
keluarga merupakan hal yang utama dalam rangka pencapaian tujuan terbentuknya anak yang
berkepribadian agama yang selalu taat menjalankan ajaran agamanya. Sehubungan dengan ini
Allah SWT berfirman dalam Q.S. At-Tahrim ayat 6, yang berbunyi:
         …..

"Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…..".
Dalam mendidik dan menumbuh kembangkan anak-anak, orang tua atau tokoh ibu dan
bapak sangat memegang peranan yang sangat penting, baik-buruknya kelakuan anak, orang
tualah yang memegang peranan. Pendidikan rumah tangga ini disebut juga dengan pendidikan
informal. Peranan ibu dan bapak antara lain:

1. Ibu bapak sebagai pengatur kebersihan anak


2. Ibu bapak sebagai teladan bagi anak
3. Ibu bapak sebagai pendorong dalam tindakan anak
4. Ibu bapak sebagai teman bermain
5. Ibu bapak sebagai pengayom jika anak merasa takut
6. Ibu sebagai penjaga utama kesehatan anak dan sebagai teman bermainan kepribadian
Dalam hubungan ini orang tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama
bagi anggota keluarga. Khususnya anak, karena akan sangat berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan dan perkembangan budi pekerti dan anak. Oleh sebab itu orang tua berkewajiban
untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa suri tauladan kepada anak agar mereka
dapat hidup selamat dan sejahtera.
Sasaran Pendidikan Agama ditujukan kepada semua manusia sesuai dengan misi nabi
Muhammad SAW yaitu untuk seluruh alam. Ditujukan mulai kepada anak usia dini, remaja,
dewasa dan lanjut usia dalam istilah pendidikan disebut Long Live Education (pendidikan
seumur hidup).
Pendidikan anak usia dini (0-6 tahun) dimulai dari anak dilahirkan sampai berumur 6
tahun dengan tahapan sebagai berikut :
1. Masa bayi (0-2 tahun), di telinga sebelah kanan bagi anak laki-laki dan diqamatkan di telinga
sebelah kiri bagi perempuan.
2. Aqiqah, pada hari ke tujuh kelahiran seorang bayi disunnahkan bagi orang tua atau walinya
untuk melakukan aqiqah yakni menyembelih satu ekor kambing bagi anak perempuan dan dua
ekor kambing bagi anak laki-laki.
3. Khitanan, peranan ibu sangat dominan dalam menanamkan pendidikan agama kepada anak di
usia ini. Setiap hari seorang ibu perlu memperhatikan perkembangan yang terjadi pada anaknya
baik secara biologis maupun psikisnya. Perkembangan anak sesuai dengan tahap-tahap umur
tertentu yang perlu diketahui orang tua agar bisa memperlakukan anak dengan benar. Anak
berumur 6 tahun tidak disebut bayi lagi, tetapi sudah disebut anak-anak masanya pun disebut
masa kanak-kanak.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Keluarga merupakan wadah pertama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika
suasana keluarga baik maka anak akan tumbuh dengan baik, jika tidak tentu akan terlambatlah
pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut. Secara Islami, anak merupakan amanat Allah,
dan amanat Allah merupakan sesuatu yang wajib dipertanggungjawabkan sehingga orang tua
dapat mengembangkan potensi yang dimiliki anak, terutama dalam potensi keimanannya.
Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara langsung
berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan anak didik. Keluarga adalah wadah yang
pertama dan utama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam.
Di samping itu keberadaan orang tua di dalam keluarga merupakan peletak dasar-dasar
kepribadian anak pada usia yang masih muda. Pendidikan keagamaan orang tua terhadap anak
akan dapat memberikan pengaruh yang positif, terutama dalam bimbingan keagamaan akhlak,
dan akhlak yang baik pada anak merupakan kecenderungan hasil dari pendidikan keagamaan
orang tua yang dilaksanakan dalam lingkungan keluarga.

B. SARAN
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca. Penulis akan
menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan yang memperbaiki makalah ini
di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat penulis selesaikan dengan hasil yang lebih
baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


http_://www.jamaahmuslimin.com/risalah/114/
http_://www.al-shia.com/html/id/books/Pendidikan%20Anak/
http_://wbumuadz.wordpress.com/2007/05/05/pendidikan-anak-dalam-islam/
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA
DALAM KELUARGA

Disususn oleh:
SISKA LESTARI

STIT PALAPA NUSANTARA


TAHUN AJARAN 2020/2021

Anda mungkin juga menyukai