Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN DAN

PENGASUHAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Anak Berbasis

Keluarga

Dosen Pengampu: Miftachul Jannah, M.Pd.

Disusun Oleh:

Aghny Himmatun Mujahidin (01.06.1801.001)

Iklima Hasanah (0106.1801.010)

Resty Hasby Laelillah (0106.1801.023)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DR. KHEZ.

MUTTAQIEN

PURWAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-

Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam kami sampaikan kepada Nabi

besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-

Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah bejudul “Peran Keluarga Dalam Pendidikan Dan Pengasuhan”

disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Anak Berbasis

keluarga di Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini pada STAI DR.

KHEZ. Muttaqien. Selanjutnya, kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada Ibu Miftachul Jannah, M.Pd. selaku dosen pengampu untuk mata kuliah

Pendidikan Anak Berbasis keluarga.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan

makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Purwakarta, 15 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan satu hal terpenting dalam pendidikan dan

pengasuhan anak karena anak dibesarkan dan dididik oleh keluarga. Orang tua

merupakan cerminan yang bisa dilihat dan ditiru oleh anak-anaknya dalam

keluarga. Oleh karena itu, pendidikan dan pengasuhan anak merupakan

serangkaian kewajiban yang harus dilaksanakan oleh orang tua. Jika pendidikan

dan pengasuhan anak belum bisa dipenuhi secara baik dan benar, kerap kali akan

memunculkan masalah dan konflik, baik di dalam diri anak itu sendiri maupun

antara anak dengan orangtuanya, maupun terhadap lingkungannya.

Pada era globalisasi seperti ini banyak dampak pada masyarakat, baik

dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positifnya adalah memudahkan

dalam mencari informasi, hiburan, dan juga pengetahuan, tetapi dampak

negatifnya berkaitan dengan perilaku dan tata karma anak yaitu seorang anak

cenderung meniru budaya Barat. Seorang anak bisa berperilaku demikian karena

melihat atau menyaksikan tayangan televisi yang kurang edukatif dan kurangnya

pengawasan orang tua, sehingga anak tidak selektif memilih tayangan televisi.

Oleh karena itu, orang tua patut dan seharusnya senantiasa mengawasi dan

mengasuh anak dengan baik dan benar.

Kita ketahui bahwa proses pendidikan yang diberikan kepada anak

memiliki gerak berkesinambungan dengan alur klimaks. Dengan demikian,

masalah-masalah yang muncul harus bisa ditangkap, diikuti, dan dihadapi oleh
orang tua semakin bertambah pula. Oleh karena itu orangtua harus bisa

menghadapi sikap anak agar mampu memberikan yang terbaik dan dibutuhkan

anak (Syafei, 2002: 42).

B. Rumusan Masalah

1. Apa Peran dan kedudukan keluarga ?

2. Bagaimana Peran dan kedudukan keluarga dalam pendidikan?

3. Bagaimana Peran dan Kedudukan Keluarga dalam Pengasuhan?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Peran dan kedudukan keluarga

2. Untuk Mengetahui Peran dan kedudukan keluarga dalam pendidikan

3. Untuk mengetahui Peran dan Kedudukan Keluarga dalam Pengasuhan


BAB II

PEMBAHASAN

A. Peran dan Kedudukan Keluarga

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang utama dan pertama bagi

seorang anak, sebelum ia berkenalan dengan dunia sekitarnya, ia akan berkenalan

terlebih dahulu dengan situasi keluarga. Pengalaman pergaulan dalam keluarga

akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan anak untuk

masa yang akan datang. Keluargalah yang akan memberikan warna kehidupan

seorang anak, baik perilaku, budi pekerti maupun adat kebiasaan sehari-hari.

Keluarga jualah tempat dimana seorang anak mendapat tempaan pertama kali

yang kemudian menentukan baik buruk kehidupan setelahnya di masyarakat

hingga tak salah lagi kalau keluarga adalah elemen penting dalam menentukan

baik-buruknya masyarakat (Athiyah, 1993: 133).

Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan

pengembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan,

maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak, tentu akan terhambatlah

pertumbuhan anak tersebut. Peranan orang tua dalam keluarga amat penting,

terutama ibu. Dialah yang mengatur, membuat rumah tangganya menjadi surga

bagi anggota keluarga, menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi dengan

suaminya (Darajat, 1995: 47)

Dalam kamus bahasa besar bahasa Indonesia di sebutkan “Keluarga” ibu

bapak dengan anak-anaknya, satuan kekerabatan yang sangat mendasar di

masyarakat. Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat


yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujud kan kehiduapn yang tentram,

aman, damai dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara

anggotanya. Dalam al-Quran di jumpai beberapa kata yang mengarah pada

“Keluarga” Ahlul bait di sebut keluarga rumah tangga Rosululloh SAW.

Keluarga perlu di jaga,keluarga adalah potensi menciptakan cinta dan kasih

sayang. Menurut Abu Zahra bahwa institusi keluarga mencakup suami, istri,anak-

anak dan keturunan mereka,kakek, nenek, saudara-saudara kandung dan anak-

anak mereka , dan mencakup pula saudara kakek , nenek ,paman ,dan bibi serta

anak mereka (sepupu). Menurut psikologi , keluarga bisa di artikan sebagai dua

orang yang berjanji bersama yang memiliki komitmen atas dasar cinta,

menjalankan tugas dan fungsi yang terkait karena sebuah ikatan batin , atau

hubungan perkawinan yang kemudian melahir kan ikatan sedarah , terdapat pula

nilai ke sepahaman , watak ,kepribadian yang satu sama lain saling

mempengaruhi walaupun terdapat keragaman ,menganut ketentuan norma , adat ,

nilai yang di yakini dalam membatasi keluarga dan yang bukan keuarga. Keluarga

dalam masyarakat timur ,di pandang sebagai lambang kemandirian , kerena

awalnya seseorang masih memiliki ketergatungan pada orang tua maupun

keluarga besarnya, maka perkawinan sebagai pintu masuknya keluarga baru

menjadi awal memulainya tanggung jawab baru dalam babak kehidupan baru.

Menjadi ayah dan ibu tidak hanya cukup dengan melahirkan anak, kedua

orang tua dikatakan memiliki kelayakan menjadi ayah dan ibu manakala mereka

bersungguh-sungguh dalam mendidik anak mereka. Islam menganggap

pendidikan sebagai salah satu hak anak, yang jika kedua orang tua melalaikannya
berarti mereka telah menzalimi anaknya dan kelak pada hari kiamat mereka

dimintai pertanggung jawabannya.Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan keluarga adalah kesatuan unsur terkecil yang terdiri

dari bapak, ibu dan beberapa anak.

Masing-masing unsur tersebut mempunyai peranan penting dalam

membina dan menegakkan keluarga, sehingga bila salah satu unsur tersebut hilang

maka keluarga tersebut akan guncang atau kurang seimbang. Keluarga

mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan

masyarakat Islam maupun non-Islam. Karena keluarga merupakan tempat

pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari

anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam

pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupannya (usia

prasekolah), sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan pada diri anak akan

sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sesudahnya. Dari sini,

keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat.

B. Keluarga dalam Pendidikan

Dalam pasal 1 undang –undnag perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

dikatakan bahwa :

Perkawinan adalah ikatan dan batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan
sejahtera berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Anak yang lahir dari
perkawinan ini adalah anak yang sah dan menjadi hak dan tanggung
jawab kedua orang tua untuk memelihara dan mendidiknya dengan sebaik-
baiknya. Kewajiban orang tua mendidik anak itu terus berlanjut sampai ia
dikawinkan atau dapat berdiri sendiri (Ihsan, 1997 : 62).
Zakiah Darajat mengatakan bahwa orang tua merupakan pendidik utama

dan pertama bagi anak anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula

menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat

dalam kehidupan keluarga (Darajat, 1973 : 35).

Peran dan kedudukan Keluarga dalam Pendidikan perlu ditempuh dengan

berbagai cara, antara lain :

1) Adanya kesadaran orang tua akan peran dan kedudukan keluarga

terhadap pendidikan.

2) Orang tua perlu di bekali denga teori-teori pendidikan atau

bagaimana cara-cara mendidik anak.

3) Disamping itu orang tua perlu juga meningkatkan ilmu dan

keterampilannya sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak –

anaknya dengan cara belajar terus menerus.

Dalam hal ini peranan seorang ibu sangat besar dalam menentukan

keberhasilan karier anaknya sebagai anak yang berguna bagi keluarga,

masyarakat, agama, bangsa dan negara. Orang tua merupakan pendidik utama dan

pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mulai menerima

pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam

kehidupan keluarga.

Selain dari pendapat diatas ada fungsi keluarga ini menurut MI Soelaeman

mengatakan sebagai berikut:

1) Fungsi Edukatif – Sebagai suatu unsur dari tingkat pusat

pendidikan, merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi


anak. Dalam kedudukn ini, adalah suatu kewajaran apabila

kehidupan keluarga sehari-hari, pada saar-saattertentu terjadi

situasi pendidikan yang dihayati oleh anak dan diarahkan pada

perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

2) Fungsi Sosialisasi – Melalui interaksi dalam keluarga anak

mempelajari pola-pola tingkahlaku, sikap, keyakinan, cita-cita serta

nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka pengembangan

kepribadiannya. Dalam rangka melaksanakan fungsi sosialisasi ini,

keluarga mempunyai kedudukan sebagai penghubung antara anak

dengan kehidupan sosial dan norma-norma sosial yang meliputi

penerangan, penyaringan dan penafsiran ke dalam bahasa yang

dimengerti oleh anak.

3) Fungsi protektif – Fungsi ini lebih menitik beratkan dan

menekankan kepada rasa aman dan terlindungi apabila anak merasa

aman dan terlindungi barulah anak dapat bebas melakukan

penjajagan terhadap lingkungan.

4) Fungsi Afeksional – Yang dimaksud dengan fungsi afeksi adaslah

adanya hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi.

Anak biasanya mempunyai kepekaan tersendiri akan iklim-iklim

emosional yang terdapat dalam keluarga kehangatan yang

terpenting bagi perkembangan keperibadian anak.

5) Fungsi Religius – Keluarga berkewajiban mmperkenalkan dan

mengajak anak serta keluarga pada kehidupan beragama. Sehingga


melalui pengenalan ini diharapkan keluarga dapat mendidik anak

serta anggotanya menjadi manusia yang beragama sesuai dengan

keyakinan keluarga tersebut.

6) Fungsi Ekonomis – Fungsi keluarga ini meliputi pencarian nafkah,

perencanaan dan pembelanjaannya. Pelaksanaanya dilakukan oleh

dan untuk semua anggota keluarga, sehingga akan menambah

saling mengerti, solidaritas dan tanggung jawab bersama.

7) Fungsi Rekreatif – Suasana keluarga yang tentram dan damai

diperlukan guna mengembalikan tenaga yang telah dikeluarkan

dalam kehidupan sehari-hari

8) Fungsi Biologis – Fungsi ini berhubungan dengan pemenuhan

kebutuhan-kebutuhan biologis keluarga, diantaranya kebutuhan

seksuil. Kebutuhan ini berhubungan dengan pengembangan

keturunan atau keinginan untuk mendapatkan keturunan. Selain itu

juga yang termasuk dalam fungsi biologis ini yaitu perlindungan

fisik seperti kesehatan jasmani dan kebutuhan jasmani yaitu dengan

terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan akan

mempengaruhi kepada jasmani setiap anggota keluarga.

Menurut Ahmadi (89: 1998), ia menambahkan satu fungsi keluarga selain

ketujuh fungsi di atas yaitu fungsi ekonomi. Fungsi ekonomi adalah keluarga

berusaha menyelenggarakan kebutuhan manusia yang pokok, diantaranya

kebutuhan makan dan minum, kebutuhan pakaian untuk menutup tubuhnya dan

kebutuhan tempat tinggal. Berhubung dengan fungsi penyelenggaraan kebutuhan


pokok ini maka orang tua diwajibkan untuk berusaha keras agar supaya setiap

anggota keluarga dapat cukup makan dan minum, cukup pakaian serta tempat

tinggal.

Dari berbagai fungsi keluarga yang telah diuraikan di atas, penulis dapat

menyimpulkan bahwa setiap orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar di

dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Karena sangat berpengaruh sekali

kepada anak apabila ia tidak menjalankan tugasnya sebagai kepala keluarga,

dalam rangka:

1) Memelihara dan membesarkan anaknya.

2) Melindungi dan menjamin keselamatan, baik jasmani maupun

rohani, dari berbagai gangguan penyakit dan dari penyelewengan

kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafat hidup dan

agama yang dianutnya.

3) Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak

memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan

seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya.

4) Membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan

pandangan dan tujuan hidup muslim.

Di lihat dari segi pendidikan , keluarga merupakan satuan kesatuan hidup (

sistem sosial), dan keluraga menyediakan situasi belajar.

Sebagai satu kesatuan hidup bersama (sistem sosial), keluraga terdiri dari

ayah, ibu, dan anak. Ikatan kekeluragaan membantu anak mengembangkan sifat
persahabatan ,cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerja sama, disiplian ,tingkah

laku yang baik, serta pengakuan akan kewibawaan.

Sementara itu yang berkenaan dengan keluarga menyediakan situasi

belajar , dapat dilihat bahwa bayi dan anak-anak sangat bergantung kepada orang

tua, baik karena keadaan jasmaniahnya maupun kemampuan intelektual, sosial,

dan moral. Bayi dan anak belajar menerima dan meniru apa yang diajarkan oleh

orang tua.

C. Keluarga dalam Pengasuhan

Pendapat Hurlock (1978) bahwa orang yang paling penting bagi anak

adalah orang tua, guru, dan teman sebaya (peer group). Melalui merekalah anak

mengenal sesuatu positif dan negatif. Anak mulai belajar dan meniru apa yang

dilihatnya, terutama adalah perilaku orang tua sebab keluaga merupakan salah

satu pembentuk karakter anak. Pengasuhan keluarga sangat penting bagi

perkembangan anak. Dengan demikian anak harus diasuh dengan hal-hal yang

baik, yaitu mulai dengan mengenalkan agama, mengajarkan disiplin, berperilaku

jujur, suka menolong, dan hal-hal yang positif harus diajarkan orang tua kepada

anak sedini mungkin . Hal tersebut dilakukan agar tertanam atau terinternalisasi

dalam jiwa anak (Hurlock, 1978: 23).

Kesalahan dalam pengasuhan anak juga dapat membawa dampak ketika

dewasa nanti. Seorang anak akan merasa trauma bila pengasuhan di keluarganya

dilakukan dengan cara memaksa (koersif). Lain halnya jika anak selalu dipenuhi

permintaannya oleh orang tua. Pola demikian akan membuat mereka menjadi

pribadi yang manja. Oleh karena itu, orang tua harus bisa menerapkan pola
pengasuhan yang fleksibel namun tetap bisa menanamkan nilai positif kepada

anak.

Pola Pengasuhan Anak Dalam Keluarga erat kaitannya dengan

kemampuan suatu keluarga atau komunitas dalam hal memberikan perhatian,

waktu, dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial anak-

anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Orang tua yang berperan dalam

melakukan pengasuhan pada kasus ini terdiri dari beberapa definisi yaitu ibu,

ayah, atau seseorang yang berkewajiban membimbingatau melindungi. Orangtua

merupakan seseorang yang mendampingi dan membimbing anak dalam beberapa

tahap pertumbuhan, yaitu mulai dari merawat, melindungi, mendidik,

mengarahkan dalam kehidupan baru anak dalam setiap tahapan perkembangannya

untuk masa berikutnya.

Kemudian pengasuhan merupakan tugas membimbing, memimpin, atau

mengelola. Menurut Darajat mengasuh anak artinya mendidik dan memelihara

anak, mengurusi makan, minum, pakaian, dan keberhasilannya dalam periode

pertama sampai dewasa. Pengasuhan atau disebut juga parenting adalah proses

mendidik anak dari kelahiran hingga anak memasuki usia dewasa. Tugas ini

umumnya dikerjakan oleh ibu dan ayah (orang tua biologis). Namun, jika orang

tua biologis tidak mampu melakukan pengasuhan, maka tugas tersebut dapat

dilakukan oleh kerabat dekat termasuk kakak, nenek dan kakek, orang tua angkat,

atau oleh institusi seperti panti asuhan (alternative care).


Selanjutnya pengasuhan mencakup beragam aktivitas yang bertujuan agar

anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik,

bisa menerima dan diterima oleh lingkungannya.

Bila pola pengasuhan anak tidak tepat, maka hal itu akan berdampak pada

pola perilaku anak. Apalagi jika anak meniru perilaku orang-orang di luar rumah

yang cenderung negatif. Pola pengasuhan yang intens akan membentuk jalinan

hubungan kuat di antara orang yang diidentifikasi dan orang mengidentifikasi

(anak dengan orang yang membimbing). Dengan demikian, anak yang benar-

benar melakukan identifikasi cenderung mencari figur yang dapat diterima dan

sesuai dengan proses pembentukan dirinya. Adapun mereka yang telah terbebas

dari beban dan tekanan diri dan lingkunganya akan dengan mudah menjalankan

proses identifikasi yang sesuai dengan kemampuan dan potensi dirinya.

Pola pengasuhan anak dalam garis besarnya, didefinisikan menjadi tiga

macam, antara lain sebagai berikut :

1) Pola Asuh Otoriter, merupakan pengasuhan yang dilakukan dengan

cara memaksa, mengatur, dan bersifat keras. Orang tua menuntut

anaknya agar mengikuti semua kemauan dan perintahnya. Jika

anak melanggar perintahnya berdampak pada konsekuensi

hukuman atau sanksi.

Pola asuh otoriter dapat memberikan dampak negatif pada

perkembangan psikologis anak. Anak kemudian cenderung tidak

dapat mengendalikan diri dan emosi bila berinteraksi dengan orang

lain. Bahkan tidak kreatif, tidak percaya diri, dan tidak mandiri.
Pola pengasuhan ini akan menyebabkan anak menjadi stres,

depresi, dan trauma. Oleh karena itu, tipe pola asuh otoriter tidak

dianjurkan.

2) Pola Asuh Permisif, dilakukan dengan memberikan kebebasan

terhadap anak. Anak bebas melakukan apapun sesuka hatinya.

Sedangkan orang tua kurang peduli terhadap perkembangan anak.

Pengasuhan yang didapat anak cenderung di lembaga formal atau

sekolah.

Pola asuh semacam ini dapat mengakibatkan anak menjadi egois

karena orang tua cenderung memanjakan anak dengan materi.

Keegoisan tersebut akan menjadi penghalang hubungan antara sang

anak dengan orang lain (Syafie, 2002: 24). Pola pengasuhan anak

yang seperti ini akan menghasilkan anak-anak yang kurang

memiliki kompetensi sosial karena adanya kontrol diri yang

kurang.

3) Pola Asuh Demokratis, orang tua memberikan kebebasan serta

bimbingan kepada anak. Anak dapat berkembang secara wajar dan

mampu berhubungan secara harmonis dengan orang tuanya. Anak

akan bersifat terbuka, bijaksana karena adanya komunikasi dua

arah.

Sedangkan orang tua bersikap obyektif, perhatian, dan memberikan

dorongan positif kepada anaknya. Pola asuh demokratis ini

mendorong anak menjadi mandiri, bisa mengatasi masalahnya,


tidak tertekan, berperilaku baik terhadap lingkungan, dan mampu

berprestasi dengan baik. Pola pengasuhan ini dianjurkan bagi orang

tua.

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa pengasuhan anak menjadi

tahap penting dalam membentuk karakter, moralitas, pengetahuan, keterampilan,

dan life skill yang memadai bagi anak. Oleh sebab itu, kerja sama semua agen

sosialisasi baik keluarga, sekolah, dan masyarakat menjadi solusi terbaik demi

suksesnya anak.

Khusus bagi keluarga, tugas dan tanggung jawab dalam menyukseskan

pengasuhan anak sejak dini sangat besar, mengingat dari keluargalah seorang anak

lahir dan berkembang. Pola asuh dan lingkungan keluarga sangat menentukan

pola pikir, kebiasaan, dan kemampuan memotret kehidupan dunia yang penuh

kompetisi, aktualitas, dan dinamika.

Adapun beberapa definisi tentang pengasuhan tersebut menunjukkan

bahwa pengasuhan anak merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus

antara orangtua dengan anak yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan

perkembangan anak secara optimal, baik secara fisik, mental maupun sosial.

Dalam hal ini perlu diingat bahwa proses interaksi dan sosialisasi tidak dapat

dilepaskan dari setting sosial budaya tempat anak dibesarkan.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Di lihat dari segi pendidikan , keluarga merupakan satuan kesatuan hidup (

sistem sosial), dan keluraga menyediakan situasi belajar. Sebagai satu kesatuan

hidup bersama (sistem sosial), keluraga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ikatan

kekeluragaan membantu anak mengembangkan sifat persahabatan ,cinta kasih,

hubungan antar pribadi, kerja sama, disiplian ,tingkah laku yang baik, serta

pengakuan akan kewibawaan. Sementara itu yang berkenaan dengan keluarga

menyediakan situasi belajar , dapat dilihat bahwa bayi dan anak-anak sangat

bergantung kepada orang tua, baik karena keadaan jasmaniahnya maupun

kemampuan intelektual, sosial, dan moral. Bayi dan anak belajar menerima dan

meniru apa yang diajarkan oleh orang tua.

Pengasuhan keluarga sangat penting bagi perkembangan anak. Dengan

demikian anak harus diasuh dengan hal-hal yang baik, yaitu mulai dengan

mengenalkan agama, mengajarkan disiplin, berperilaku jujur, suka menolong, dan

hal-hal yang positif harus diajarkan orang tua kepada anak sedini mungkin . Hal

tersebut dilakukan agar tertanam atau terinternalisasi dalam jiwa anak .

Pengasuhan anak merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus antara

orangtua dengan anak yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan

perkembangan anak secara optimal, baik secara fisik, mental maupun sosial.

Bila pola pengasuhan anak tidak tepat, maka hal itu akan berdampak pada

pola perilaku anak. Apalagi jika anak meniru perilaku orang-orang di luar rumah
yang cenderung negatif. Pola pengasuhan yang intens akan membentuk jalinan

hubungan kuat di antara orang yang diidentifikasi dan orang mengidentifikasi

(anak dengan orang yang membimbing). Dengan demikian, anak yang benar-

benar melakukan identifikasi cenderung mencari figur yang dapat diterima dan

sesuai dengan proses pembentukan dirinya.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan

makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA 

Al-Abrosy, Athiyah. 1993. Dasar –dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta : Bulan
Bintang.
Darajat, Zakiyah. 1973. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta :
Gunung Agung
__________.1995. Pendidikan Islam Dalam Keluargadan Sekolah. Jakarta :
Ruhama.
Elizabeth B. Hurlock. 1978, Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Ihsan, Fuad. 1997. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta : Rineke Cipta
Syafei, M Sahlan. 2002. Bagaimana Anda Mendidik Anak. Bogor: Ghalia
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai