Anda di halaman 1dari 19

Pola Asuh Otoriter Orang tua

Pada Remaja

Oleh:

Joysevira Putri Badari (14)

Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan | Bimbingan Pak


Freddy Irianto S.Pd | SMA Labschool Unesa 1

Daftar Isi

1
Cover.........................................................................................................................1

Daftar Isi....................................................................................................................2

Kata Pengantar...........................................................................................................4

BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................................5

A. Latar Belakang................................................................................................5
B. Rumusan Masalah............................................................................6
C. Tujuan..............................................................................................6

BAB II KONSEP POLA ASUH


OTORITER..........................................................7

A. Definisi Pola Asuh Otoriter.............................................................................7


B. Karakteristik Orang tua yang Menerapkan Pola Asuh Otoriter......................7
C. Perbedaan Pola Asuh Otoriter dengan Pola Asuh lainnya..............................8
D. Aspek - Aspek Pola Asuh Otoriter..................................................................9

BAB III REMAJA DAN PERKEMBANGAN


KEPRIBADIAN...........................10

A. Definisi Remaja.............................................................................................10
B. Perkembangan Kepribadian Remaja.............................................................11
C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian Remaja................12

BAB IV POLA ASUH OTORITER PADA


REMAJA...........................................13

A. Definisi Pola Asuh Otoriter pada Remaja.....................................................13


B. Faktor-Faktor yang Mendorong Orang tua Menerapkan pola asuh otoriter 15
C. Contoh-Contoh Penerapan Pola Asuh Otoriter pada Remaja.......................15
D. Dampak Pola Asuh Otoriter pada Remaja....................................................16

BAB V CARA MENGHINDARI POLA ASUH OTORITER PADA


REMAJA.17

A. Pendidikan Orang tua Tentang Pola Asuh....................................................17

2
B. Komunikasi Terbuka Pada Remaja..............................................................18

BAB VI
KESIMPULAN........................................................................................19

A. Penegasan Kembali.......................................................................................19
B. Ringkasan .....................................................................................................19
C. Saran.............................................................................................................19

Daftar Pusaka..........................................................................................................21

Kata Pengantar

3
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Pola Asuh Otoriter pada remaja" dengan tepat
waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang macam -
macam pola Asuh bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pak Freddy selaku guru Mata Pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu proses
penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 23 Februari 20

Joysevira Putri Badari

BAB I
PENDAHULUAN

4
A. Latar Belakang
Pola asuh merupakan cara yang dilakukan orangtua dalam mendorong anak mencapai tujuan
yang di inginkan. Penerapan pola asuh yang tepat diharapkan dapat membentuk seorang anak
dengan pribadi dan kualitas yang lebih baik, penuh semangat dalam belajar dan juga kedisiplinan
anak dalam beribadah akan terus meningkat seiring pertumbuhan dan perkembangan yang
dialami anak.

Pola asuh orangtua memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan moral anak
ketika dewasa. Sayangnya, masih banyak orangtua yang tidak sadar dengan tindakan yang
mereka lakukan kepada anak. Banyak dari para orangtua yang menerapkan pola asuh yang belum
tepat karena berpatokan pada pengalaman masa lalu yang pernah mereka rasakan. Cara
bimbingan orang tua terhadap anak ada empat seperti yang dikemukan oleh Baumrid yaitu
Otoriter, Primisif, Demokratis dan Penelantar. Yaitu:

Pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya standar
tersebut diikuti dengan ancaman-ancaman yang bersifat menghukum anak jika tidak mengikuti
apa yang diperintah oleh orang tua. Pola asuh demokratis, pola asuh ini mempriorioritaskan
kepentingasn anak untuk memilih dan menentukan suatu tindakan, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan orangtua untuk mengendalikannya.

Pola asuh permisif, yaitu pola asuh yang memberikan kesempatan sepenuhnya kepada anak
tanpa adanya pengawasan dari orang tua. Pola asuh penelantar, orang tua yang mempunyai pola
asuh penelantar ini lebih banyak mengahabiskan waktunya untuk bekerja, dan juga kadang kala
biayapun diminimalisir untuk anaknya, sehingga tidak mampu memberikan perhatian fisik
maupun psikis pada anak-anaknya.

Masa remaja merupakan masa transisi. Proses transisi ini, remaja melalui banyak perubahan
yang menjadi penyebab remaja merasa tertekan. Dalam perkembangan remaja, banyak terjadi
perubahan fisik dan motorik yang dikaitkan dengan kematangan atau akil balik, perkembangan
kognitif dan intelektual, perkembangan sosial dan perkembangan emosi. Menurut Suizzo dalam
buku Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, dalam masa perkembangan fungsi kognitif dan
fungsi emosi saling bertindak keatas atau satu sama lain dalam meningkatkan kemampuan untuk
memikirkan dan memahami emosi sendiri, mempertimbangkan perspektif orang lain, dan
merancang suatu tindakan.

B. Rumusan Masalah
Dengan topik tersebut, Rumusan Masalah yang dapat dibuat adalah:

5
1. Apa pengertian pola asuh otoriter dan karakteristik orang tua yang menerapkan pola asuh
ini pada remaja?
2. Apa faktor-faktor yang mendorong orang tua menerapkan pola asuh otoriter pada remaja?
3. Apa dampak pola asuh otoriter pada remaja dari segi psikologis, emosional, sosial, dan
akademik?
4. Bagaimana cara mengatasi pola asuh otoriter pada remaja?
5. Bagaimana peran orang tua dalam menjaga kesehatan mental dan perkembangan sosial
remaja yang menerapkan pola asuh otoriter?

C. Tujuan
Dengan topik yang diangkat, ini adalah tujuan adanya makalah ini:

1. Menjelaskan pengertian pola asuh otoriter dan karakteristik orang tua yang menerapkan
pola asuh ini pada remaja.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong orang tua menerapkan pola asuh otoriter
pada remaja.
3. Menjelaskan dampak pola asuh otoriter pada remaja dari segi psikologis, emosional,
sosial, dan akademik.
4. Menjelaskan cara mengatasi pola asuh otoriter pada remaja.
5. Mengidentifikasi implikasi praktis dari penelitian tentang pola asuh otoriter pada remaja.

BAB II
KONSEP POLA ASUH OTORITER

A. Definisi Pola Asuh Otoriter

6
Menurut Baumrind dalam tulisannya Dwi Karunia Saputra dan Dian Ratna Sawitri pola asuh
otoriter adalah gaya pengasuhan yang membatasi dan bersifat menghukum yang mendesak anak
untuk mengikuti petunjuk orang tua dan untuk menghormati pekerjaan dan usaha.

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan adanya kontrol yang sangat ketat dari
orang tua terhadap anak mereka, dengan kurangnya kesempatan bagi anak untuk
mengekspresikan pendapatnya dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Orang tua yang
menerapkan pola asuh otoriter cenderung menggunakan kekerasan fisik atau psikologis dalam
mendidik anak mereka, sehingga dapat menyebabkan dampak negatif pada perkembangan
emosional, sosial, dan kognitif anak remaja.

Pola asuh otoriter pada remaja dapat mempengaruhi perilaku remaja, seperti penolakan terhadap
otoritas, penurunan rasa percaya diri, serta meningkatnya kecenderungan perilaku yang tidak
sehat seperti merokok, minum alkohol, dan terlibat dalam perilaku seksual yang berisiko.

Penting bagi orang tua dan pembimbing remaja untuk memahami dan mengenali pola asuh
otoriter serta dampak yang mungkin timbul, sehingga dapat menghindari penggunaan pola asuh
ini dan memilih pola asuh yang lebih sehat dan efektif dalam mendidik anak remaja.

B. Karakteristik Orang tua yang Menerapkan pola asuh otoriter


Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter biasanya memiliki karakteristik khusus yang
dapat diidentifikasi, di antaranya:

1. Kontrol yang ketat


Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter cenderung memiliki kontrol yang sangat
ketat terhadap anak mereka. Mereka berusaha mengontrol hampir semua aspek
kehidupan anak, seperti teman bergaul, waktu belajar, dan aktivitas sehari-hari.
2. Ketidakfleksibelan
Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter biasanya tidak terbuka untuk
mendengarkan pendapat atau argumen anak. Mereka cenderung tidak fleksibel dalam
mempertimbangkan pendapat anak dalam pengambilan keputusan.
3. Keras dan tegas
Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter cenderung keras dan tegas dalam
memperlihatkan otoritasnya. Mereka menggunakan bentuk kekerasan fisik atau
psikologis, seperti hukuman fisik atau kata-kata yang menyakiti perasaan anak, untuk
menegakkan kewibawaan mereka.
4. Rendahnya pengakuan dan pujian
Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter cenderung tidak memberikan pengakuan
atau pujian pada anak. Mereka lebih sering memberikan kritik dan hukuman ketimbang
pujian dan dorongan positif pada anak.

7
5. Tidak terbuka untuk diskusi
Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter biasanya tidak terbuka untuk diskusi atau
pembahasan masalah dengan anak. Mereka cenderung memerintahkan anak untuk
mengikuti kehendak mereka tanpa memberikan alasan atau penjelasan yang memadai.

C. Perbedaan Pola Asuh Otoriter dengan Pola Asuh lainnya


Pola asuh otoriter tentunya memiliki perbedaan dengan pola asuh lainnya, seperti yang dikatakan
oleh Baumrid. Ada 4 pola asuh anak yaitu Otoriter, Primisif, Demokratis dan Penelantar.

1. Pola asuh permisif


Orang tua yang menerapkan pola asuh permisif cenderung sangat longgar dalam
memberikan kebebasan pada anak, tanpa memberikan batasan atau panduan yang jelas.
Sementara orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter memberikan kontrol yang
sangat ketat pada anak.
2. Pola asuh demokratis
Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memberikan kebebasan pada anak
untuk mengambil keputusan, namun tetap memberikan panduan dan batasan yang jelas.
Mereka juga lebih terbuka untuk mendengarkan pendapat dan argumen anak dalam
pengambilan keputusan, sementara orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter
cenderung tidak fleksibel dalam mempertimbangkan pendapat anak.
3. Pola asuh otoritatif
Orang tua yang menerapkan pola asuh otoritatif juga memiliki kontrol yang ketat
terhadap anak, namun mereka membangun hubungan yang lebih baik dengan anak elalui
komunikasi yang terbuka, memberikan pujian dan pengakuan, serta memberikan
penjelasan yang memadai pada anak. Sementara orang tua yang menerapkan pola asuh
otoriter lebih sering menggunakan bentuk kekerasan fisik atau psikologis dalam mendidik
anak.
4. Pola asuh penelantar
orang tua yang mempunyai pola asuh penelantar ini lebih banyak mengahabiskan
waktunya untuk bekerja, dan juga kadang kala biayapun diminimalisir untuk anaknya,
sehingga tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.

Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa meskipun semua pola asuh melibatkan kontrol dan
pengaruh orang tua terhadap anak, namun setiap pola asuh memiliki ciri-ciri khusus yang
membedakannya dari pola asuh lainnya. Pola asuh yang tepat dan efektif adalah pola asuh yang
mempertimbangkan kebutuhan dan perkembangan anak, serta membangun hubungan yang sehat
antara orang tua dan anak agar lebih baik,

8
D. Aspek - Aspek Pola Asuh Otoriter
Adapun menurut Siagian (dalam Rahmawati 2003:35) pola asuh otoriter dipengaruhi juga oleh
beberapa aspek, seperti:

1. Keluarga sebagai milik orangtua saja, dalam hal ini anaktidak diberi hak untuk membuat
kebijakan atau peraturan yang diterapkan dalam keluarga.
2. Tujuan orangtua berarti tujuan keluarga, dalam hal ini semua keputusan anak harus
sesuaidengan tujuan orangtua.
3. Orangtua menganggap anak sebagai alat, dalam hal ini anak harussiap apabila diberi
tugas atau perintah orangtua.
4. Orangtua tidak mau menerima kritik atau pendapat anak, dalam hal ini anak tidak
diperkenankan untuk memberi kritik, saran dan pendapat kepada orangtua.
5. Orangtua terlalu tergantung atas kekuatan formal, dalam hal iniorangtua merasa memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dari anak sehingga orangtua bebasmelakukan sesuatu tanpa
kompromi.
6. Orangtua melakukan pendekatan yang mengandu

BAB III
REMAJA DAN PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN

A. Definisi Remaja
Remaja adalah periode perkembangan manusia yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan
sebelum masa dewasa, yang ditandai dengan adanya perubahan fisik, psikologis, dan sosial yang
signifikan. Rentang usia remaja biasanya berkisar antara 10 hingga 19 tahun, meskipun definisi
usia ini dapat bervariasi tergantung pada sumber dan penggunaannya dalam konteks tertentu.

Pada masa remaja, individu mulai mengeksplorasi identitas dan nilai-nilai mereka, membangun
hubungan sosial dengan sebaya dan keluarga, serta menemukan tujuan hidup dan harapan masa
depan. Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja meliputi perubahan dalam ukuran, bentuk,
dan fungsi tubuh, serta perkembangan sistem reproduksi. Perubahan psikologis meliputi
perubahan dalam emosi, perilaku, dan pemikiran, yang sering kali mempengaruhi persepsi
individu tentang diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Perubahan sosial pada masa
remaja meliputi perubahan dalam hubungan dengan orang lain, baik teman sebaya, keluarga,
maupun masyarakat secara umum.

9
Selama masa remaja, individu mengalami banyak tekanan dan tantangan dalam mencari identitas
dan membangun hubungan sosial yang sehat dan berkelanjutan. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi perkembangan remaja meliputi lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya,
media, dan budaya. Orang tua, guru, dan konselor dapat berperan penting dalam membantu
remaja mengatasi masalah dan menemukan jalan yang tepat dalam mencapai tujuan hidup
mereka.

Pada akhirnya, pengalaman remaja yang positif dan sehat dapat membantu individu menjadi
dewasa yang mandiri dan berkontribusi pada masyarakat dengan cara yang positif dan
bermanfaat. Sedangkan pengalaman remaja yang negatif dapat berdampak negatif pada
kesehatan mental dan kesejahteraan individu, serta berpotensi menimbulkan masalah sosial dan
kejahatan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk memberikan perhatian
yang cukup pada perkembangan remaja dan memfasilitasi kondisi yang kondusif bagi remaja
untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.

B. Perkembangan Kepribadian Remaja


Remaja mengalami banyak perubahan dalam perkembangan kepribadian mereka. Beberapa
aspek kepribadian yang mengalami perubahan signifikan selama masa remaja meliputi:

1. Identitas Diri
Remaja mulai mencari dan mengembangkan identitas diri mereka sendiri. Mereka
mencoba untuk menentukan siapa mereka, apa yang mereka sukai, dan nilai-nilai apa
yang mereka pegang. Proses ini dapat memakan waktu dan mungkin mengalami
kesulitan, tetapi merupakan tahap penting dalam perkembangan kepribadian.
2. Kemandirian
Remaja mulai mengalami peningkatan kemandirian dalam banyak hal, termasuk dalam
pengambilan keputusan, mengelola waktu mereka, dan menangani konflik dengan teman
dan keluarga. Mereka juga mulai merasa lebih mandiri secara emosional dan mulai
memahami peran mereka dalam masyarakat.
3. Hubungan Sosial
Remaja mulai membangun hubungan sosial yang lebih kompleks, baik dengan teman
sebaya maupun orang dewasa. Mereka mulai merasa lebih terhubung dengan kelompok
mereka dan mungkin mengalami tekanan untuk menyesuaikan diri dengan norma sosial
yang ada.
4. Intelektual

10
Remaja mengalami peningkatan dalam kemampuan berpikir abstrak dan kritis. Mereka
juga mulai memahami konsep-konsep yang lebih kompleks dan mulai mengeksplorasi ide
dan gagasan baru.
5. Emosional
Remaja mengalami fluktuasi emosi yang lebih intens, terutama karena perubahan fisik
dan psikologis yang sedang terjadi pada mereka. Mereka mungkin mengalami perasaan
sedih, cemas, atau marah yang lebih sering dan lebih intens.

Perkembangan kepribadian remaja dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk lingkungan
sosial, genetik, pengalaman masa kecil, dan banyak faktor lainnya. Penting bagi orang tua, guru,
dan orang dewasa lainnya untuk mendukung remaja selama masa ini, membantu mereka
mengatasi tantangan dan menjelajahi kemampuan mereka yang baru.

C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian Remaja


Ada banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian remaja. Berikut adalah
beberapa faktor utama:

1. Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadian remaja.
Interaksi yang positif antara anggota keluarga, pola asuh yang baik, dukungan emosional,
dan kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan keterampilan dari orang tua atau
anggota keluarga lainnya dapat membantu remaja berkembang secara positif. Di sisi lain,
kurangnya perhatian dan dukungan, kurangnya pengawasan orang tua, atau pola asuh
yang otoriter atau terlalu permisif dapat menyebabkan masalah dalam perkembangan
kepribadian remaja.
2. Lingkungan sosial
Remaja seringkali terpapar pada lingkungan sosial yang berbeda seperti teman sebaya,
sekolah, dan lingkungan tempat tinggal. Interaksi dengan lingkungan sosial dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan, nilai-nilai, dan perilaku remaja. Teman sebaya
dapat memengaruhi remaja dalam hal cara berbicara, berpakaian, dan minat. Sekolah juga
memiliki pengaruh besar pada perkembangan remaja melalui pengalaman belajar, guru,
dan interaksi dengan teman sekelas.
3. Kesehatan mental
Kesehatan mental remaja dapat memengaruhi perkembangan kepribadian. Beberapa
masalah kesehatan mental yang seringkali ditemukan pada remaja termasuk depresi,
kecemasan, dan masalah perilaku. Remaja dengan masalah kesehatan mental mungkin
mengalami kesulitan dalam hal komunikasi dan interaksi sosial, dan hal ini dapat
mempengaruhi perkembangan kepribadian mereka.
4. Genetika

11
Ada bukti bahwa faktor genetik memainkan peran dalam perkembangan kepribadian.
Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa karakteristik kepribadian tertentu
mungkin diwarisi dari orang tua dan kerabat dekat.
5. Peristiwa hidup
Peristiwa hidup seperti perceraian, kematian keluarga, atau kekerasan dapat
mempengaruhi perkembangan kepribadian remaja. Peristiwa-peristiwa ini dapat memicu
stres dan kecemasan yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian remaja.

BAB IV
POLA ASUH OTORITER PADA REMAJA

A. Definisi Pola Asuh Otoriter pada Remaja


Pola asuh otoriter pada remaja adalah jenis pola asuh yang ditandai dengan kontrol yang ketat
dan dominan dari orang tua atau wali yang bersifat otoriter atau memerintah. Orang tua yang
menggunakan pola asuh otoriter cenderung memberikan perintah dan aturan yang kaku tanpa
memberikan penjelasan yang cukup dan tanpa memberikan kesempatan pada anak untuk
berbicara dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Mereka seringkali menggunakan
kekuasaan dan hukuman fisik atau verbal untuk mengendalikan perilaku anak mereka.

Pola asuh otoriter dapat berdampak negatif pada perkembangan kepribadian remaja, seperti
kurangnya kemandirian, kurangnya kemampuan dalam mengambil keputusan, kurangnya
motivasi dan kreativitas, serta berkurangnya kepercayaan diri. Anak-anak yang dibesarkan
dengan pola asuh otoriter cenderung memiliki kecenderungan untuk menjadi kurang percaya diri,
khawatir, dan cemas. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk memahami bahwa
pola asuh yang seimbang, dengan kombinasi kontrol yang sesuai dengan usia dan tingkat
kematangan anak, serta memberikan dukungan emosional dan kesempatan untuk anak berbicara
dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dapat membantu remaja berkembang secara
positif.

B. Faktor-faktor Yang Mendorong Orang Tua Menerapkan Pola Asuh Otoriter


 Faktor internal yang mendorong orang tua menerapkan pola asuh otoriter

Beberapa faktor internal yang dapat mendorong orang tua untuk menerapkan pola asuh otoriter
pada anak mereka antara lain:

12
1. Pengalaman masa kecil
Orang tua yang tumbuh dalam keluarga yang otoriter atau otoriter dalam budaya
keluarganya mungkin menganggap bahwa pola asuh tersebut adalah cara yang benar
untuk mendidik anak. Pengalaman masa kecil dapat mempengaruhi pola asuh yang
diterapkan oleh orang tua saat dewasa.
2. Kontrol diri yang rendah
Orang tua yang memiliki kontrol diri yang rendah cenderung lebih mudah marah dan
frustrasi ketika anak mereka tidak mematuhi perintah mereka. Hal ini dapat membuat
mereka cenderung menerapkan pola asuh otoriter untuk mencoba mengendalikan
perilaku anak.
3. Kecemasan yang berlebihan
Orang tua yang sangat khawatir tentang masa depan anak mereka atau ketakutan bahwa
anak mereka tidak akan sukses dapat mendorong mereka untuk menerapkan pola asuh
otoriter sebagai upaya untuk memaksakan kehendak mereka pada anak.
4. Pengetahuan yang terbatas
Orang tua yang kurang memiliki pengetahuan tentang cara mendidik anak secara efektif
dapat cenderung menerapkan pola asuh otoriter sebagai cara yang mudah dan sederhana
untuk memperoleh kendali atas perilaku anak mereka.
5. Kendala emosional
Orang tua yang mengalami tekanan atau stres dalam kehidupan sehari-hari dapat
cenderung menerapkan pola asuh otoriter pada anak mereka sebagai bentuk pelepasan
emosional atau kesenjangan pada diri mereka sendiri.

 Faktor eksternal dalam lingkungan keluarga

Beberapa faktor eksternal dalam lingkungan keluarga yang dapat mendorong orang tua untuk
menerapkan pola asuh otoriter pada anak mereka antara lain:

1. Budaya
Beberapa budaya mungkin lebih condong untuk menerapkan pola asuh otoriter sebagai
cara untuk mendidik anak. Misalnya, dalam budaya yang sangat hierarkis, orang tua
mungkin dianggap memiliki otoritas yang mutlak dan diharapkan untuk mengendalikan
perilaku anak.
2. Tekanan sosial
Orang tua mungkin merasa tekanan dari keluarga, teman, atau masyarakat sekitar mereka
untuk menerapkan pola asuh otoriter. Tekanan ini dapat terjadi jika mereka percaya
bahwa menerapkan pola asuh yang lebih longgar atau lebih demokratis akan
menyebabkan anak mereka kehilangan kendali atau gagal dalam kehidupan.
3. Masalah keuangan
Kondisi keuangan keluarga yang buruk atau kurangnya akses terhadap sumber daya yang
dibutuhkan dapat menyebabkan stres yang berlebihan pada orang tua. Hal ini dapat

13
mempengaruhi cara mereka mendidik anak dan mendorong mereka untuk menerapkan
pola asuh otoriter sebagai cara untuk mengendalikan keadaan.
4. Pola asuh orang tua sebelumnya
Orang tua mungkin menerapkan pola asuh otoriter pada anak mereka karena itulah yang
mereka pelajari dari orang tua mereka atau lingkungan keluarga mereka. Hal ini dapat
menjadi siklus yang sulit untuk diubah kecuali orang tua menyadari bahwa pola asuh
tersebut tidak efektif atau bahkan merugikan.
5. Pengaruh media
Media, seperti televisi dan internet, dapat mempengaruhi pandangan orang tua tentang
cara mendidik anak mereka. Misalnya, tontonan atau konten yang menunjukkan pola
asuh otoriter yang efektif atau bahkan diidolakan dapat mempengaruhi cara pandang
orang tua dan mendorong mereka untuk menerapkan pola asuh serupa pada anak mereka

C. Contoh - Contoh Penerapan Pola Asuh Otoriter Pada Remaja


1. Orang tua yang terlalu mengatur dan mengendalikan kehidupan anak mereka, seperti
menentukan jam tidur, jenis makanan yang harus dimakan, dan aktivitas yang harus
dilakukan tanpa memberikan kesempatan untuk anak untuk berbicara dan berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan.
2. Orang tua yang menggunakan ancaman atau hukuman sebagai cara untuk mengendalikan
perilaku anak, seperti membatasi akses ke teknologi atau menarik hak istimewa anak
untuk melakukan aktivitas yang diinginkan jika anak tidak menuruti perintah orang tua.
3. Orang tua yang mengkritik atau mengejek anak mereka ketika anak tidak menuruti
perintah atau melakukan kesalahan, tanpa memberikan dukungan emosional atau
membantu anak memperbaiki kesalahan mereka.
4. Orang tua yang tidak memperbolehkan anak untuk melakukan aktivitas sosial atau
berinteraksi dengan teman sebaya mereka, atau tidak memberikan anak kesempatan
untuk memilih atau membuat keputusan sendiri.
5. Orang tua yang tidak memberikan penjelasan yang cukup tentang aturan dan keputusan
yang mereka buat, sehingga anak tidak memahami mengapa aturan tersebut diberlakukan
atau mengapa keputusan tersebut diambil.

D. Dampak Pola Asuh Otoriter pada Remaja


Pola asuh otoriter pada remaja dapat berdampak negatif pada perkembangan kepribadian mereka.
Berikut adalah beberapa dampak pola asuh otoriter pada remaja:

1. Kurangnya kemandirian

14
Remaja yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter cenderung memiliki kurangnya
kemandirian karena mereka tidak diberikan kesempatan untuk membuat keputusan atau
mengambil tanggung jawab.
2. Kurangnya kemampuan dalam mengambil keputusan
Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter mungkin memiliki kesulitan dalam
mengambil keputusan karena mereka tidak terbiasa membuat keputusan sendiri dan
bergantung pada otoritas orang tua.
3. Kurangnya motivasi dan kreativitas
Pola asuh otoriter dapat menghambat motivasi dan kreativitas remaja karena mereka
tidak diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka sendiri.
4. Kurangnya kepercayaan diri
Remaja yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter mungkin tidak memiliki kepercayaan
diri yang cukup karena mereka tidak diberikan kesempatan untuk memilih dan membuat
keputusan sendiri.
5. Timbulnya rasa takut
Remaja yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter dapat merasa takut karena mereka
selalu hidup dalam kontrol dan tekanan orang tua.
6. Rendahnya kualitas hubungan dengan orang tua
Remaja yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter mungkin memiliki hubungan yang
kurang baik dengan orang tua mereka karena mereka merasa tidak dihargai atau
didengarkan.

Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk memperhatikan pola asuh yang mereka
terapkan pada anak mereka, dan mencoba untuk mengembangkan pola asuh yang seimbang,
dengan kontrol yang sesuai dengan usia dan tingkat kematangan anak, serta memberikan
dukungan emosional dan kesempatan untuk anak berbicara dan berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan.

BAB V
CARA MENGHINDARI POLA ASUH OTORITER PADA
REMAJA
A. Pendidikan Orang tua Tentang Pola Asuh
Pendidikan orang tua tentang pola asuh sangat penting dalam membantu mereka memahami cara
terbaik untuk mendidik anak-anak mereka. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan
oleh orang tua untuk meningkatkan pendidikan mereka tentang pola asuh:

1. Membaca buku dan artikel tentang pola asuh

15
Orang tua dapat membaca buku dan artikel tentang pola asuh untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang cara terbaik untuk mendidik anak-anak mereka.
2. Menghadiri seminar atau lokakarya tentang pola asuh
Orang tua dapat menghadiri seminar atau lokakarya tentang pola asuh untuk
mendapatkan informasi dan saran dari para ahli.
3. Konsultasi dengan psikolog atau konselor
Orang tua dapat berkonsultasi dengan psikolog atau konselor untuk mendapatkan saran
tentang cara terbaik untuk mendidik anak-anak mereka.
4. Berdiskusi dengan orang tua lain
Orang tua dapat berdiskusi dengan orang tua lain tentang pengalaman mereka dalam
mendidik anak-anak mereka dan cara terbaik untuk mengatasi masalah yang muncul.
5. Menerapkan pola asuh yang baik dalam kehidupan sehari-hari
Orang tua dapat menerapkan pola asuh yang baik dalam kehidupan sehari-hari dengan
memberikan dukungan emosional dan kesempatan untuk anak berbicara dan
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
6. Mempelajari cara mengelola konflik dengan anak
Orang tua dapat mempelajari cara mengelola konflik dengan anak agar dapat membantu
anak memahami peraturan dan batasan yang diberikan.

Dengan meningkatkan pendidikan mereka tentang pola asuh, orang tua dapat membantu anak-
anak mereka tumbuh dan berkembang dengan cara yang sehat dan positif.

B. Komunikasi Terbuka dengan Remaja


Komunikasi terbuka dengan remaja adalah penting dalam membentuk hubungan yang sehat dan
positif antara orang tua dan anak. Berikut adalah beberapa cara untuk menjalin komunikasi
terbuka dengan remaja:

1. Dengarkan dengan seksama


Dengarkan dan perhatikan apa yang ingin dikatakan oleh remaja Anda. Usahakan untuk
tidak menginterupsi atau mengabaikan pendapat mereka. Tunjukkan perhatian dengan
cara memandang mereka dan memberikan respons yang sesuai.
2. Pertanyakan dengan baik
Tanyakan pada remaja Anda tentang kegiatan mereka dan apa yang mereka sukai atau
tidak sukai. Tanyakan juga tentang bagaimana hari mereka berjalan, kekhawatiran
mereka, dan opini mereka tentang berbagai topik.
3. Jangan menghakimi
Jangan terlalu cepat menghakimi pendapat atau perilaku remaja Anda. Cobalah untuk
memahami perspektif mereka dan membantu mereka untuk mengambil keputusan yang
tepat.

16
4. Terbuka dan jujur
Berbicaralah dengan terbuka dan jujur. Jangan takut untuk membicarakan topik sensitif
seperti seksualitas atau penyalahgunaan zat. Pastikan bahwa remaja Anda merasa nyaman
dan aman untuk membicarakan topik tersebut.
5. Ciptakan suasana yang positif
Usahakan untuk menciptakan suasana yang positif dan santai dalam pembicaraan Anda
dengan remaja Anda. Usahakan untuk tidak memaksakan pembicaraan jika mereka tidak
ingin berbicara dan jangan memberikan tekanan berlebih pada mereka.
6. Jadilah contoh yang baik
Jadilah contoh yang baik dalam komunikasi dengan remaja Anda. Berbicaralah dengan
cara yang positif dan membangun, hindari berbicara dengan nada yang keras dan
memerintah.

Komunikasi terbuka dengan remaja dapat membantu membangun kepercayaan dan hubungan
yang positif antara orang tua dan anak. Dengan komunikasi yang terbuka, orang tua dapat
membantu remaja mereka dalam mengatasi berbagai tantangan dan membangun rasa percaya
diri.

BAB VI
KESIMPULAN

A. Penegasan Kembali
Pola asuh otoriter pada remaja merupakan masalah yang cukup penting dan kompleks dalam
konteks perkembangan remaja. Oleh karena itu, dalam makalah ini, penegasan kembali masalah
yang ingin diangkat adalah bagaimana pola asuh otoriter pada remaja dapat memberikan dampak
negatif pada perkembangan psikologis remaja, serta bagaimana hal tersebut dapat menghambat
remaja dalam mencapai potensi dan kemandirian yang seharusnya dimiliki pada usia mereka.
Selain itu, penting untuk menekankan bahwa pola asuh otoriter pada remaja juga dapat
mempengaruhi hubungan antara orang tua dan anak, serta memengaruhi kualitas hubungan sosial
dan emosional remaja dengan orang lain di sekitarnya. Oleh karena itu, memahami masalah pola
asuh otoriter pada remaja dan cara mengatasi pola asuh tersebut merupakan hal yang penting
bagi orang tua, pengasuh, serta pihak-pihak terkait lainnya.

B. Ringkasan
Pola asuh otoriter dapat memberikan dampak negatif pada perkembangan psikologis remaja dan
mempengaruhi hubungan orang tua dan anak, serta hubungan sosial dan emosional remaja

17
dengan orang lain di sekitarnya. Dalam makalah ini, dibahas mengenai definisi, contoh-contoh
penerapan, dan dampak dari pola asuh otoriter pada remaja, serta strategi dalam menghadapi
pola asuh tersebut. Makalah ini juga menekankan pentingnya komunikasi terbuka antara orang
tua dan anak dalam membangun hubungan yang sehat dan positif. Oleh karena itu, makalah ini
memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai masalah pola asuh
otoriter pada remaja, serta memberikan saran dan strategi dalam menghadapi masalah tersebut.

C. Saran
Setelah melihat dampak negatif dari permasalahan tersebut, maka saya sebagai penyusun
makalah menyarankan beberapa hal berikut ini:

1. Meningkatkan Kesadaran
Meningkatkan kesadaran tentang dampak negatif dari pola asuh otoriter pada remaja dan
memperkenalkan alternatif lain yang lebih positif dan efektif dalam mendidik anak.
2. Komunikasi yang Terbuka
Mendorong orangtua untuk membuka komunikasi yang lebih terbuka dan efektif dengan
remaja mereka, sehingga anak-anak merasa lebih dihargai dan didengar.
3. Mengajarkan Keterampilan Hidup
Mengajarkan keterampilan hidup dan mengembangkan kepercayaan diri pada remaja,
sehingga mereka merasa lebih mampu untuk mengambil keputusan dan bertindak secara
mandiri.
4. Mendukung Diri Sendiri
Mendorong remaja untuk mencari dukungan dan bantuan dari sumber yang tepat, seperti
guru, konselor, atau kelompok teman sebaya.
5. Pelatihan Orang Tua
Memberikan pelatihan kepada orangtua tentang cara mendidik anak dengan cara yang
lebih positif dan efektif, termasuk strategi komunikasi yang lebih baik dan cara
mengembangkan kepercayaan diri pada remaja.
6. Program Pendidikan
Mendukung pengembangan program pendidikan dan pelatihan untuk orangtua dan
pengasuh tentang cara mengatasi pola asuh otoriter pada remaja.
7. Peningkatan Pendidikan dan Kesadaran
Meningkatkan pendidikan dan kesadaran tentang dampak pola asuh otoriter pada remaja,
terutama di kalangan masyarakat dan pemerintah.

Dengan mengimplementasikan saran-saran tersebut, saya harap dapat membantu mengatasi


permasalahan pola asuh otoriter pada remaja dan membawa dampak positif bagi perkembangan
dan kesejahteraan remaja.

18
DAFTAR PUSTAKA

Baumrind, D. (1967). Child care practices anteceding three patterns of preschool


behavior. Genetic psychology monographs, 75(1), 43-88.

Santrock, J.W. (2011). Adolescence (14th ed.). New York: McGraw-Hill.

Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (2007). Human Development (10th
ed.). Boston: McGraw-Hill.

Santosa Santosa, “Urgensi Peran Orang Tua Membangun Kepemimpinan Anak Di


Era Disrupsi Teknologi Berdasarkan Ulangan 6: 6-9,” EDULEAD: Journal of
Christian Education and Leadership 2, no. 1 (June 1, 2021): 71–88,

Saedah Siraj, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja (Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2020), hal. 119.

Darling, N., & Steinberg, L. (1993). Parenting style as context: An integrative


model. Psychological bulletin, 113(3), 487-496.

Soenens, B., Vansteenkiste, M., Luyckx, K., & Goossens, L. (2006). Parenting and
adolescent problem behavior: An integrated model with adolescent self-disclosure
and perceived parental knowledge as intervening variables. Developmental
psychology, 42(2), 305-318.

19

Anda mungkin juga menyukai