Anda di halaman 1dari 15

TRAFFICKING (PERDAGANGAN MANUSIA) PERSPEKTIF HADITS

A. PENDAHULUAN
Arus kapitalisme dalam era globalisasi mengubah manusia menjadi makhluk
matrealistis. Tak dapat disangkal bahwa industrialisasi sebagai salah satu cirinya
menunjukkan perkembangan yang semakin pesat. Berbagai komoditi yang dijadikan
sebagai objek dalam industrialisasi tersebut berdampak terhadap kreativitas manusia
dalam menemukan jenis komoditi yang dapat mendatangkan banyak keuntungan (uang).
Salah satu kreativitas bebas nilai yang ditemukan oleh manusia adalah
menjadikan manusia sebagai komoditi industri. Manusia diperdagangkan seperti
layaknya komoditi lain. Dalam bahasa yang lebih sederhana, manusia berdagang
manusia. Istilah ini biasanya lebih dikenal dengan sebutan trafficking.
Trafficking pada entitasnya merupakan bentuk baru dari sistem perbudakan (neo-
perbudakan). Perbudakan adalah praktik yang telah ada sebelum Islam datang, yang
dalam diri dan esensinya menyimpan ketidakadilan. Meski dalam konvensi hukum
internasional perbudakan telah dihapuskan tetapi prakteknya trafficking masih ada secara
substansial. Bahkan semakin massif.1 Hal ini karena berarti tidak ada kesederajatan antar
sesama manusia, yang padahal menurut Allah SWT semua manusia adalah sama.
ô‰s)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur ’Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur Nßg»oYø%y—u‘ur šÆÏiB
?ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$# óOßg»uZù=žÒsùur 4’n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah
Kami ciptakan.” 2
Sekalipun ada perbedaan dalam bentuknya, namun perbudakan dan trafficking
mengandung substansi yang sama, yakni adanya ketaatan dan ketundukan secara mutlak
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab apapun yang dibebankan oleh tuannya,
ketergantungan ekonomi serta terampas dan hilangnya hak-hak individu untuk
memperoleh kebebasan. Seorang budak dan seseorang yang menjadi obyek trafficking
sama-sama kehilangan kebebasan untuk memilih apa yang terbaik baginya. Seorang anak
dan seorang perempuan yang menjadi obyek trafficking berada di bawah belenggu orang

M. Alfatih Suryadilaga, Trafficking dalam Hadits dan Perkembangannya dalam Konteks Kekinian,
1

Jurnal Musawa, vol. 4, no. 3, Oktober 2008, hlm. 315.

2
Q.S. Al-Isro’ (17): 70.
lain dan harus mengikuti apa yang dikehendakinya, baik dijadikan sebagai pekerja
dengan upah yang sangat murah maupun dijerumuskan ke dalam dunia prostitusi,
pengemis, dan sebagainya.
B. PEMBAHASAN
1. Kutipan Hadits
Untuk mengetahui pandangan Islam terhadap trafficking (perdagangan manusia),
setidaknya ada beberapa hadits yang dapat dipaparkan dalam kajian ini, antara lain:
a. Shahih Bukhari, hadits no. 2075
‫ح َّدثني بشر بن مرحوم ح َّدثنا يحيى بن سليم عن إسماعيل بن أُميَّةَ عن سعيد بن أَبي سعيد عن أَبي‬
‫هريرةَ رضي هّللا عنه عن النَّب ّي صلَّى هَّللا علَيه وسلَّم قَال قَال هَّللا ثالثة أنا خصمهم يوم القيامة رجل‬
‫أعطى بي ث ّم غدر ورجل با َع حرّا فأكل ثمنه ورجل استأْجر أجيرا فاستوفى منه ولم يعط أجره‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada saya Bisyir bin Marhum telah menceritakan kepada kami
Yahya bin Sulaim dari Isma'il bin Umayyah dari Sa'id bin Abi Sa'id dari Abu Hurairah
RA dari Nabi SAW bersabda: “Allah Ta'ala berfirman: Ada tiga jenis orang yang Aku
menjadi musuh mereka pada hari qiyamat, seseorang yang bersumpah atas namaku
lalu mengingkarinya, seseorang yang menjual orang yang telah merdeka lalu
memakan (uang dari) harganya dan seseorang yang memperkerjakan pekerja
kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar upahnya.”
1) Hadits Penguat
 Shahih Bukhari, hadits no. 2109

‫يل ب ِْن أُ َميَّةَ ع َْن َس ِعي ِد ب ِْن أَبِي َس ِعي ٍد‬


َ ‫اع‬ ِ ‫َح َّدثَنَا يُو ُسفُ بْنُ ُم َح َّم ٍد قَا َل َح َّدثَنِي يَحْ يَى بْنُ ُسلَي ٍْم ع َْن إِ ْس َم‬
‫ال هَّللا ُ تَ َعالَى ثَاَل ثَةٌ أَنَا خَصْ ُمهُ ْم‬
َ َ‫ال ق‬َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ ‫ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ َر‬
َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ع َْن النَّبِ ِّي‬
ُ‫يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َر ُج ٌل أَ ْعطَى بِي ثُ َّم َغد ََر َو َر ُج ٌل بَا َع ُح ًّرا فَأ َ َك َل ثَ َمنَهُ َو َر ُج ٌل ا ْستَأْ َج َر أَ ِجيرًا فَا ْستَوْ فَى ِم ْنه‬
ُ‫ْط ِه أَجْ َره‬
ِ ‫َولَ ْم يُع‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada saya Yusuf bin Muhammad berkata, telah menceritakan
kepada saya Yahya bin Sulaim dari Isma'il bin Umayyah dari Sa'id bin Abi Sa'id
dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda: “Allah Ta'ala berfirman: Ada tiga
jenis orang yag aku berperang melawan mereka pada hari qiyamat, seseorang yang
bersumpah atas namaku lalu mengingkarinya, seseorang yang berjualan orang
merdeka lalu memakan (uang dari) harganya dan seseorang yang memperkerjakan

2
pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar
upahnya.”
 Sunan Ibnu Majah, hadits no. 2433

‫ي‬ِّ ‫َح َّدثَنَا ُس َو ْي ُد بْنُ َس ِعي ٍد َح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ َسلِ ٍيم ع َْن إِ ْس َم ِعي َل ْب ِن أُ َميَّةَ ع َْن َس ِعي ِد ب ِْن أَبِي َس ِعي ٍد ْال َم ْقب ُِر‬
ُ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ثَاَل ثَةٌ أَنَا خَصْ ُمهُ ْم يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َو َم ْن ُك ْن‬
‫ت‬ َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬َ َ‫ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ قَا َل ق‬
‫خَص ْمتُهُ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َر ُج ٌل أَ ْعطَى بِي ثُ َّم َغد ََر َو َر ُج ٌل بَا َع ُح ًّرا فَأ َ َك َل ثَ َمنَهُ َو َر ُج ٌل ا ْستَأْ َج َر‬
َ ُ‫خَصْ َمه‬
ُ‫أَ ِجيرًا فَا ْستَوْ فَى ِم ْنهُ َولَ ْم يُوفِ ِه أَجْ َره‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Sa'id berkata, telah menceritakan
kepada kami Yahya bin Sulaim dari Isma'il bin Umayyah dari Sa'id bin Abu Sa'id
Al Maqburi dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Tiga
orang yang akan menjadi musuhku pada hari kiamat, dan barangsiapa aku sebagai
lawannya, maka aku akan memusuhinya pada hari kiamat; seorang laki-laki yang
memberi dengan namaku tetapi dia berkhianat, seorang laki-laki yang menjual
orang merdeka kemudian dia memakan hasil penjualan, dan seorang laki-laki yang
menyewa pekerja, kemudian saat diminta pembayaran dia tidak mau membayar
upahnya.”
 Musnad Ahmad ibn Hanbal, hadits no. 8338

‫ي‬ ُ ‫ْت إِ ْس َما ِعي َل ْبنَ أُ َميَّةَ يُ َحد‬


ِّ ‫ِّث ع َْن َس ِعي ِد ب ِْن أَبِي َس ِعي ٍد ْال َم ْقب ُِر‬ ُ ‫ق َح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ ُسلَي ٍْم َس ِمع‬ َ ‫َح َّدثَنَا إِس‬
ُ ‫ْحا‬

‫ال هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل ثَاَل ثَةٌ أَنَا خَصْ ُمهُ ْم يَوْ َم‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ َ َ‫ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ قَا َل ق‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬

‫َص ْمتُهُ َر ُج ٌل أَ ْعطَى بِي ثُ َّم َغ َد َر َو َر ُج ٌل بَا َع ُح ًّرا فَأ َ َك َل ثَ َمنَهُ َو َر ُج ٌل‬ ُ ‫ْالقِيَا َم ِة َو َم ْن ُك ْن‬
َ ‫ت خَصْ َمهُ خ‬

ُ‫ا ْستَأْ َج َر أَ ِجيرًا فَا ْستَوْ فَى ِم ْنهُ َولَ ْم يُ َوفِّ ِه أَجْ َره‬

Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Ishaq telah menceritakan kepada kami Yahya bin
Sulaim berkata; aku mendengar Isma'il bin Umayyah menceritakan dari Sa'id bin
Abi Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah RA, dia berkata; Rasulullah SAW
bersabda: Allah Ta'ala berfirman: “Tiga golongan yang Aku bersengketa dengan
mereka pada hari kiamat, dan siapa yang Aku bersengketa dengannya maka Aku
akan memusuhinya; seorang laki-laki yang memberi pemberian dengan nama-Ku
kemudian ia menyelisihinya, seorang laki-laki yang menjual orang merdeka

3
kemudian ia memakan hasil penjualannya dan seorang laki-laki yang menyewa
seorang pekerja lalu pekerja itu menepatinya tetapi laki-laki itu tidak menepati
bayarannya.”3
2) Kualitas Hadits
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori ini merupakan hadits
qudsi. Berdasarkan kesepakatan muhadditsin, kriteria keshahihan hadits ada 5
(lima), yaitu: 1) ittishal al-sanad (bersambungnya sanad), 2) perawinya ‘adil, 3)
perawinya dhabit, 4) bebas dari syadz, 5) bebas dari ‘illat. Bila dilihat dari kriteria
tersebut, hadits ini tergolong hadits shahih. Seluruh perawinya
Adapun skema hadits tersebut sebagai berikut:

Berikut daftar para perawi di atas:


(a) Abu Hurairah (Abdur Rahman ibn Shakhr), berasal dari kalangan sahabat.
Beliau semasa hidup tinggal di Madinah. Beliau termasuk sahabat yang

3
Lihat Lidwa Pusaka i-Software Kitab 9 Imam Hadits.

4
meriwayatkan hadits paling banyak dari Rasulullah SAW. Beliau wafat pada
tahun 57 H di al-‘Aqiq, Shuffah.
(b) Sa’id ibn Abi Sa’id, berasal dari kalangan tabi'in kalangan pertengahan.
Kuniyah beliau adalah Abu Sa'ad. Semasa hidup, beliau tinggal di Madinah.
Beliau wafat pada 123 H. Menurut Ibnu Madini, Muhammad ibn Sa’d,
al-‘Ajli, Abu Zur’ah, an-Nasa’i, Ibnu Kharasy, Abu Hatim ar-Razy, dan Ibn
Hajar al-‘Asqalany, beliau mencapai derajat tsiqat.
(c) Isma'il bin Umayyah bin 'Amru bin Sa'id bin Al 'Ash, berasal dari kalangan
tabi'in (tidak jumpa Shahabat). Semasa hidup, beliau tinggal di Marur Rawdz.
Beliau wafat pada 144 H. Menurut Ibn Hibban, nama beliau disebutkan dalam
ats-Tsiqat. Beliau dianggap tsiqat oleh Ibn Hajar al-‘Asqalany dan adz-
Dzahaby.
(d) Yahya bin Sulaim, berasal dari kalangan tabi'ut tabi'in kalangan biasa. Kuniyah
beliau yakni Abu Muhammad. Semasa hidup, beliau tinggal di Marur Rawdz.
Beliau wafat pada 193 H. Menurut Yahya ibn Ma’in, Ibnu Hibban, al’Ajli dan
adz-Dzahabi, beliau mencapai derajat tsiqah.
(e) Bisyir bin 'Ubais bin Marhum, berasal dari kalangan tabi'ul atba' kalangan tua.
Semasa hidup, beliau tinggal di Madinah. Beliau wafat pada 238 H. Ibnu
Hibban menyatakan beliau tsiqah.
(f) Yusuf Ibn Muhammad. Beliau berasal dari kalangan tabi’ul atba’ kalangan tua.
Semasa hidup tinggal di Basrah. Menurut Abu Daud, Ibnu Hajar, dan adz-
Dzahaby, beliau tsiqah.
(g) Suwaid bin Sa'id bin Sahal, berasal dari kalangan Tabi'ul Atba' kalangan tua.
Kuniyah beliau yakni Abu Muhammad. Semasa hidup tinggal di Haditsah.
Wafat pada 240 H. Menurut al-‘Ajli dan Maslamah Ibn Qasim, beliau tsiqah.
(h) Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad, berasal dari kalangan Tabi'ul Atba' kalangan
tua. Kuniyah beliau Abu Ya'qub. Semasa hidup di Himsh. Beliau wafat pada
238 H. Menurut Ibnu Hibban dan Ibnu Hajar, beliau tsiqah.4

b. Sunan Ibnu Majah, hadits no. 960

4
Ibid.

5
‫ب َح َّدثَنَا َع ْب َدةُ بْنُ ُسلَ ْي َمانَ َو َج ْعفَ ُر بْنُ عَوْ ٍن ع َْن اإْل ِ ْف ِريقِ ِّي ع َْن ِع ْم َرانَ ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن‬ ٍ ‫ح َّدثَنَا أَبُو ك َر ْي‬
ُ‫صاَل ةٌ ال َّر ُج ُل يَ ُؤ ُّم ْالقَوْ َم َوهُ ْم لَه‬َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ثَاَل ثَةٌ اَل تُ ْقبَ ُل لَهُ ْم‬
َ ِ ‫َع ْم ٍرو قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
ُ ‫صاَل ةَ إِاَّل ِدبَارًا يَ ْعنِي بَ ْع َد َما يَفُوتُهُ ْال َو ْق‬
‫ت َو َم ْن ا ْعتَبَ َد ُم َح َّررًا‬ َّ ‫ارهُونَ َوال َّر ُج ُل اَل يَأْتِي ال‬ ِ ‫َك‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib berkata, telah menceritakan kepada
kami 'Abdah bin Sulaiman dan Ja'far bin Aun dari Al Ifriqi dari Imran dari Abdullah
bin ‘Amr ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Tiga golongan yang shalatnya tidak
diterima; seseorang yang mengimami suatu kaum sementara mereka tidak
menyukainya, orang yang tidak melaksanakan shalat kecuali telah habis waktunya,
dan orang yang memperbudak orang merdeka.”5
1) Hadits penguat
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis, hadits ini tidak memiliki hadits
penguat.
2) Kualitas hadits
Dilihat dari segi sanad, sebagian ulama menilai ada beberapa periwayat yang
secara profil kualitasnya dla’if atau lemah. Hal ini terdapat dalam profil al-Ifriqi
yang memiliki kualitas hafalan yang lemah dan Imran yang berkualitas dla’if.
Penilaian ini senada dengan pendapat Imam al-Mundiri yang dikutip dalam kitab
‘Aun al-Ma’bud yang menyebutkan bahwa hadits tersebut terdapat periwayat dla’if
yaitu al-Ifriqi. Meskipun demikian, secara jarh wa at-ta’dil, mayoritas ulama
menilai bahwa kualitas sanad yang ada dalam hadits tersebut berstatus tsiqah. Di
samping itu, ulama juga menilai bahwa para periwayat tersebut ittishal al-sanad,
yaitu periwayat pertama sampai terakhir yang ada dalam hadits ini seluruhnya
bersambung.6
Berikut skema hadits di atas:

5
Lihat Lidwa Pusaka i-Software Kitab 9 Imam Hadits.

6
M. Alfatih Suryadilaga, Trafficking dalam......, hlm 316.

6
2. Penjelasan Hadits (Syarh al-Hadits)
Makna kalimat ‫ و رجل استأجر اجيرا فاستوفى منه ولم يعط اجره رجل باع حرا فأكل ثمنه‬yaitu
seseorang yang menjual orang merdeka, kemudian memakan hasilnya dan seseorang
yang mempekerjakan orang lain, namun setelah selesai ia tidak memberikan upahnya.
Pesan inti hadits ini sangat jelas bahwa tindakan menjual manusia adalah sebuah
pelanggaran berat yang sudah dilarang saat kehidupan masa Nabi Muhammad SAW.
Sehingga, Nabi bersabda bahwa di hari kiamat Allah murka kepada orang yang
melakukannya bahkan menjadi musuhNya kelak.
Selanjutnya, makna tekstual ‫ اعتبد محررا‬dalam kalimat hadits yang dikeluarkan
oleh Ibnu Majah, yaitu menjadikan budak dari seorang yang merdeka. Dalam syarah
Ibnu Majah menyebutkan bahwa ‫ اعتب––د مح––ررا‬dimaknai menjadikan seseorang yang
merdeka sebagai budak baik secara terselubung, paksa maupun faktor kaya (mampu
untuk membeli budak). Kemudian dipekerjakan secara semena-mena dan paksa.
Melihat beberapa lafadz di atas, dapat diambil pengertian bahwa perintah
dalam hadits-hadits tersebut adalah larangan menjual dan memperbudak orang yang
merdeka. Hal-hal tersebutlah yang pada saat ini terkategorikan dengan apa yang
sering disebut dengan trafficking (perdagangan manusia).
Adapun untuk mengetahui eksistensi hadits tersebut, maka terlebih dahulu
harus mengetahui penyebab tertentu (latar belakang khusus) munculnya hadits baik
tersirat dari maknanya, atau terbaca dari kenyataan yang melahirkan hadits tersebut.

7
Meskipun demikian, tidak semua hadits secara eksplisit memiliki asbab al-wurud.
Sehingga perlu kerja ekstra untuk menentukan status hadits, apakah bersifat umum
atau khusus. Dengan demikian, meski sudah melihat kondisi latar belakang
munculnya hadits, terkadang hadits adakalanya dipahami secara tekstual dan
terkadang secara kontekstual.7
Mengenai hadits-hadits di atas, tidak ditemukan riwayat-riwayat secara khusus
yang menyebutkan asbab al-wurud hadits-hadits tersebut. Namun, dalam rangka
mengungkap hadits yang berkaitan dengan trafficking di atas, setidaknya dapat
dikemukakan keadaan masyarakat Arab sebelum masa Nabi dan saat Nabi
Muhammad hidup.
Menurut sejarah, jejak-jejak perbudakan selalu ada dalam setiap bangsa yang
biadab. Kebudayaan Yahudi, Romawi dan Jerman kuno yang banyak mempengaruhi
keberadaan hukum modern mengenal perbudakan dalam dua bentuk, yakni
penghambaan petani dan perbudakan dalam rumah tangga. Hal tersebut kebanyakan
menimpa kaum lemah yakni wanita dan anak-anak.8
Demikian juga dalam agama Kristen, tidak ada aturan yang melarang praktek
tersebut. Walaupun dalam ajaran Kristen terdapat perintah tentang persamaan manusia
di mata Tuhan, tetapi prakteknya masih banyak ditemukan perbudakan. Gereja-gereja
di Eropa memiliki budak. Tujuannya adalah untuk mencegah dan mengurangi
kemiskinan. Keberadaan anak hasil hubungan gelap tidak diakui dan dapat
diperjualbelikan.
Pada masyarakat Jahiliyyah Arab, industri pelacuran merupakan salah satu
komoditas yang cukup menggiurkan. Sehingga tidak sedikit para tuan yang memiliki
budak memaksa budak-budak perempuannya untuk melakukan zina dan pelacuran
demi mendapatkan keuntungan materi.9
Dalam Tafsir Ayat Ahkam, Ali ash-Shabuni mengemukakan, terdapat dua jenis
bisnis ‘esek-esek’ yang populer di masyarakat Jahiliyyah. Pertama, para konglomerat
mendatangkan budak-budak wanita dan secara tidak langsung para tuan menyuruh
atau mempekerjakannya di bidang prostitusi. Ini terjadi karena tuan-tuan pemilik

7
Syuhudi Ismail, Hadits Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al-Hadits tentang Ajaran
Islam yang Universal, Temporal dan Lokal, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994) hlm. 23.

8
M. Alfatih Suryadilaga, Trafficking dalam......, hlm 315.

9
Abu Hasan Ali al-Hasani al-Nadwi, Sirah Nabawiyyah: Sejarah Lengkap Nabi Muhammad, (Yogyakarta:
Mardhiyah Press, 2006), hlm 29.

8
budak mengharuskannya untuk mencari uang dengan jumlah tertentu dan dalam
jangka waktu tertentu. Akhirnya budak-budak wanita tersebut melacur. Sebab, pada
umumnya mereka tidak mampu mendapatkan uang dalam jumlah yang sudah
ditentukan itu dengan cara yang wajar. Kedua, beberapa orang Arab menyuruh para
budak wanitanya untuk tinggal di kamar-kamar wilayah mawakhir –rumah-rumah
pelacuran- mirip lokalisasi pada zaman sekarang. Di depan kamarnya dikibarkan
bendera sebagai isyarat mempersilahkan kepada siapapun yang mau menidurinya.
Dari balik mawakhir itu mengalir uang ke kantong si tuan-tuan. Jika para budak
tersebut membangkang, maka para tuan itu memukuli dan memaksa mereka untuk
tetap melacur, sehingga sumber uang tidak macet.10
Ketika Islam datang, praktek ini dilarang dengan tegas. Dalam al-Qur’an,
Allah SWT berfirman:
Ÿwur... (#qèd̍õ3è? öNä3ÏG»uŠtGsù ’n?tã Ïä!$tóÎ7ø9$# ÷bÎ) tb÷Šu‘r& $YYÁptrB (#qäótGö;tGÏj9 uÚttã
‘§Ío4quŠptø:$# $u‹÷R‘‰9$# 4 `tBur £`‘gd̍õ3ム¨bÎ*sù ©!$# .`ÏB ω÷èt/ £`ÎgÏdºtø.Î) ֑qàÿxî ÒO‹Ïm
Artinya: “...Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan
pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari
Keuntungan duniawi. dan Barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah
mereka dipaksa itu.” 11
Ayat di atas menunjukkan bahwa Islam melarang praktek prostitusi yang
sering menjadi alasan dan latar belakang munculnya trafficking. Keberadaan ayat di
atas ditegaskan kembali oleh hadits-hadits Nabi yang mengandung semangat yang
sama.
3. Hermeneutika Hadits
Lafadz ‫( و رجل استأجر اجيرا فاس–توفى من–ه ولم يع–ط اج–ره رج–ل ب–اع ح–را فأك–ل ثمنه‬menjual
orang merdeka dan memakan hasilnya dan seseorang yang mempekerjakan orang lain,
namun setelah selesai ia tidak memberikan upahnya) dan ‫( اعتبد محرر‬memperbudak
orang merdeka) dalam hadits-hadits di atas mengisyaratkan pelarangan segala bentuk
perdagangan manusia dengan maksud memperbudak, melacurkan maupun
mempekerjakan manusia dengan semena-mena (tidak memberi upah). Tindakan-

Muhammad Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam, terj. Muammal Hamdi, (Surabaya: Bina Ilmu,
10

2003) hlm 297.

11
Q.S. an-Nur (24) : 33.

9
tindakan tersebut merupakan bentuk-bentuk perdagangan manusia atau yang
seringkali dewasa ini disebut dengan trafficking.
Trafficking merupakan bentuk modern dari perbudakan dan merupakan bentuk
kejahatan antar bangsa yang terorganisasi (transnasional organized crime). Persatuan
Bangsa-Bangsa (PBB) mendefenisikan human trafficking atau perdagangan manusia
sebagai: perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan
seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk
pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh izin
dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Agar
suatu kejadian dapat dikatakan sebagai trafficking, kejadian tersebut harus memenuhi
paling tidak satu unsur dari masing-masing tiga kriteria yang terdiri dari proses,
jalan/cara dan tujuan yang tersebut di bawah ini:12

Proses + Jalan/Cara + Tujuan


 Perekrutan  Ancaman  Prostitusi/pelacuran
 Pengiriman  Pemaksaan  Pornografi
 Pemindahan d  Penculikan d  Kekerasan/eksploitasi
 Penampunga a  Penipuan a seksual
n n  Kebohongan n  Kerja paksa / dengan
 Penerimaan  Kecurangan upah yang tidak layak
 Penyalahgunaan kekuasaan  Perbudakan/ sejenisnya

Fenomena perdagangan manusia/trafficking dapat kita perhatikan dari berbagai


kasus yang telah terungkap. Ada berbagai macam modus/bentuk perdagangan
manusia/trafficking, antara lain perdagangan manusia untuk dipekerjakan sebagai
pekerja domestik (pembantu rumah tangga), perdagangan untuk dipekerjakan sebagai
pengemis, perdagangan untuk pengedaran narkoba, perdagangan perempuan dan anak
untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks, perdagangan anak sebagai konsumsi fedofil,
perdagangan perempuan dalam bentuk perkawinan trans nasional, perdagangan anak
untuk dipekerjakan di lepas pantai, dan lain sebagainya. 13
Ada beberapa kondisi serta persoalan yang menyebabkan terjadinya
trafficking, antara lain:
12
http://www.idlo.org/docnews/human_trafficking_ind.pdf, akses 1 Januari 2015.
13
Fuad Mustafid, Kajian Atas Fenomena Perdagangan Orang dalam Perspektif Fikih Sosial, Laporan Penelitian
Individual, 2011, hlm 2.

10
a. Kurangnya kesadaran ketika mencari pekerjaan dengan tidak mengetahui bahaya
trafficking dan cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak korban.
b. Kemiskinan telah memaksa banyak orang untuk mencari pekerjaan ke mana saja,
tanpa melihat resiko dari pekerjaan tersebut.
c. Kultur/budaya yang menempatkan posisi perempuan yang lemah dan juga posisi
anak yang harus menuruti kehendak orang tua dan juga perkawinan dini, diyakini
menjadi salah satu pemicu trafficking. Biasanya korban terpaksa harus pergi
mencari pekerjaan sampai ke luar negeri atau ke luar daerah, karena tuntutan
keluarga atau orang tua.
d. Lemahnya pencatatan/dokumentasi kelahiran anak atau penduduk sehingga
sangat mudah untuk memalsukan data identitas.
e. Lemahnya oknum-oknum aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam
melakukan pengawalan terhadap indikasi kasus-kasus trafficking.
Pelarangan memperdagangkan manusia atau trafficking bertujuan untuk
mengangkat harkat dan martabat manusia yang mempunyai kewajiban untuk bermoral
terhadap sesama manusia, memiliki hak kebebasan (tidak diperbudak) dan
mendapatkan upah/gaji yang layak setelah bekerja. Hal ini sesuai dengan ide dasar
yang terkandung dalam hadits-hadits di atas, yakni pelarangan perdagangan manusia
dalam bentuk dan modus apapun.
Hak setiap manusia adalah mendapatkan kebebasan hidup. Tidak ada unsur
paksaan dari seseorang untuk bekerja. Seperti halnya perbudakan yang memenjarakan
seseorang dengan harus bekerja sesuai kemauan tuannya. Dianggap sebagai mesin
yang bisa dijalankan terus menerus dan dianggap sebagai barang mati yang tidak
memiliki akal dan naluri.
Bila kita pahami secara teliti, sesungguhnya Islam adalah agama egaliter yang
anti perbudakan karena tidak sesuai dengan fitrah yang diberikan Allah kepada
manusia. Islam tidak secara drastis dan serta-merta menghapuskan perbudakan karena
akan berdampak negatif. Ini karena tradisi perbudakan telah berlangsung sejak
berabad-abad lamanya, sehingga budak-budak itu belum siap untuk serta merta
dimerdekakan. Mereka belum terbiasa mandiri dan tidak memiliki resources (sumber
penghidupan) yang cukup untuk mandiri. Oleh karenanya, Islam memiliki langkah-
langkah untuk menghapus perbudakan sebagai berikut: a) Memerdekakan budak, yang
hal ini membawa pelakunya mendapat balasan kebaikan dari Tuhan; b) Menetapkan
sanksi berbagai pelanggaran hukum dengan memerdekakan budak, seperti sanksi

11
sumpah palsu, pembunuhan tidak sengaja, dan dzihar; c) Memerintahkan majikan agar
memberikan kesempatan kepada budak untuk memerdekakan diri (mukatabah) yang
karenanya budak berhak mendapatkan zakat sebagai usaha memerdekakan dirinya dan
tidak memiliki ketergantungan ekonomis dengantuannya; d) Melaksanakan nazar
dengan memerdekakan budak.14
4. Pendapat Ulama
Para ulama telah berpendapat terhadap adanya praktek jual beli manusia
(orang merdeka). Menurut Ibnu Abidin, anak Adam dimuliakan menurut syari’ah,
walaupun ia kafir sekalipun (jika bukan tawanan perang), maka akad dan penjualan
serta penyamaannya dengan benda adalah perendahan martabat manusia, dan ini tidak
diperbolehkan. Ibnu Nujaim juga berpendapat dalam al-Asybah wa al-Nazhair pada
kaidah yang ketujuh, bahwa orang merdeka tidak dapat masuk dalam kekuasaan
seseorang, maka ia tidak menanggung beban disebabkan ghasabnya walaupun orang
merdeka tadi masih anak-anak.
Al-Hatthab ar-Ru’aini, seorang ulama Malikiyyah menyatakan bahwa apa saja
yang tidak sah untuk dimiliki maka tidak sah pula untuk dijual menurut ijma’ ulama,
seperti orang merdeka, khamr, kera, bangkai dan semisalnya. Adapun ulama
Syafi’iyyah, yakni Abu Ishaq Syairazit dan Imam Nawawi menjelaskan bahwa
menjual orang merdeka haram dan bathil berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh
al-Bukhari. Ibnu Hajar menyatakan bahwa perdagangan manusia merdeka adalah
haram menurut ijma’ ulama.
Ulama Hanabilah pun menegaskan, batalnya bai’ul hur ini karena adanya dalil
hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dan mengatakan bahwa jual beli ini tidak pernah
dibolehkan dalam Islam. Ulama-ulama tersebut di antaranya adalah Ibnu Qudamah,
Ibnu Muflih al-Hanbali, Manshur bin Yunus al-Bahuthi, dan lainnya. Sedangkan
menurut ulama Zhahiriyyah, semua yang haram dimakan dagingnya, haram untuk
dijual.
Abbas Mahmud ‘Aqqad berpendapat bahwa Islam tidak mensyariatkan
perbudakan, tetapi justru mensyariatkan pembebasan manusia dari perbudakan.
Senada dengan ‘Aqqad, Yusuf al-Qardhawi juga menyatakan bahwa di antara tujuan
al-Qur’an diturunkan ke muka bumi adalah untuk membebaskan manusia dari
penghambaan terhadap sesama manusia, membangun persaudaraan dan persamaan

Umi Sumbulah, Trafficking: Neo-Perbudakan Dalam Perspektif Islam, syari’ah.uin-malang.ac.id, akses 9


14

November 2014.

12
manusia, serta memberikan keadlian untuk semua manusia.15 Dengan demikian dapat
diambil kesimpulan bahwa trafficking adalah praktik yang tidak sesuai dan melanggar
syariat Islam.
5. Realitas Trafficking di Indonesia
Human trafficking atau perdagangan manusia di Indonesia dinilai sangat
memprihatinkan. Menurut PBB, Indonesia memasuki peringkat ke-2 sebagai negara
yang paling banyak terjadi perdagangan manusia. Indonesia dicap sebagai pengirim,
penampung dan sekaligus memproduksi aksi kejahatan ini. Sebab maraknya kondisi
ini lantaran himpitan ekonomi yang kian mendesak.16 Bahkan di Indonesia, kasus ini
lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan kasus penjualan obat-obat terlarang
dikarenakan keuntungan yang didapat lebih tinggi.17
Di Indonesia, praktik perdagangan manusia (trafficking) marak terjadi. Hingga
pemerintah mengupayakan pemberantasan tindak kriminal tersebut melalui legislasi
UU No. 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Namun
sayangnya, publikasi media terhadap informasi ini sangat minim sekali. Sehingga
masyarakat secara umum belum mengetahui keberadaan UU tersebut. Padahal
pengetahuan masyarakat terhadap UU ini amat penting agar pemberantasan
trafficking dapat diatasi sedini mungkin. Di samping itu, masih banyak alasan lain
yang lebih kompleks terkait dengan kondisi kemiskinan dan sempitnya lapangan kerja
yang membuka jalan terhadap tindak kejahatan trafficking ini.
Kita semua sepakat bahwa pemberantasan trafficking membutuhkan
penegakan hukum yang tegas. Tanpa penegakan hukum, pemberantasan masalah ini
akan sia-sia saja. Selain itu, peran LSM dan ormas-ormas juga diperlukan. Andaikata
LSM dan ormas-ormas mampu bekerjasama dengan pemerintah dalam memberantas
trafficking, tentu langkahnya akan semakin efektif. Sebab mengandalkan peran
permerintah saja tidak cukup. Karena dengan adanya kerjasama akan lebih strategis
dengan memecahkan masalah yang cukup pelik ini dari berbagai pintu pemecahan.18
C. PENUTUP

15
Yusuf Qardhawi, Studi Kritis as-Sunnah, terj. Bahrun Abu Bakar (Bandung: Trigenda Karya, 1996)
hlm. 96

http://www.psikologizone.com/kasus-perdagangan-manusia-di-indonesia-terbesar-ke-2/065116654 ,
16

akses 1 Januari 2015.

17
Fuad Mustafid, Kajian Atas Fenomena Perdagangan..., hlm. 3.
18
Enny Zuhni Khayati, Trafficking Tantangan Bagi Indonesia, Jurnal Musaw, vol. 4, no. 3, oktober 2008, hlm.
214.

13
Perdagangan manusia atau human trafficking merupakan tindakan yang mengarah
pada kejahatan yang melewati batas negara serta merupakan aktivitas yang melanggar
supremasi hak asasi manusia yang tengah gencar diproklamirkan di dunia. Perdagangan
manusia menjadi permasalahan dan isu yang sangat penting dan mendesak untuk dibahas
serta dilakukan penindakan karena kejahatan semacam ini sudah berada pada tingkatan
yang memprihatinkan.
Sejalan dengan hal tersebut, Islam datang untuk memuliakan manusia. Tidak ada
manusia merdeka yang pantas atau boleh diperjualbelikan bahkan dieksploitasi dengan
semena-mena. Oleh karena itu, tindakan memperdagangkan manusia (trafficking) jelas
bertentangan dengan syariat Islam. Bahkan ketika perbudakan belum terhapuskan pun,
Islam melarang melacurkan budak dengan semena-mena sekalipun budak tersebut
merupakan milik penuh tuannya. Oleh karena itu, trafficking merupakan tindakan keji
yang seharusnya dijauhi dan diberantas bersama-sama oleh berbagai elemen masyarakat
demi terciptanya kedamaian dan penghormatan terhadap nilai kemanusiaan.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Hasan Ali al-Hasani al-Nadwi, Sirah Nabawiyyah: Sejarah Lengkap Nabi Muhammad,
Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2006.

Ismail, Syuhudi, Hadits Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al-Hadits
tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal, Jakarta: Bulan Bintang,
1994.

Khayati, Enny Zuhni, Trafficking Tantangan Bagi Indonesia, Jurnal Musawa, Vol. 4, No. 3,
Oktober 2008.

14
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam, terj. Muammal Hamdi, Surabaya: Bina
Ilmu, 2003.

Mustafid, Fuad, Kajian Atas Fenomena Perdagangan Orang dalam Perspektif Fikih Sosial,
Laporan Penelitian Individual, 2011.

Sumbulah, Umi, Trafficking: Neo-Perbudakan Dalam Perspektif Islam, syari’ah.uin-


malang.ac.id, akses 9 November 2014.

Suryadilaga, M. Alfatih, Trafficking dalam Hadits dan Perkembangannya dalam Konteks


Kekinian, Jurnal Musawa, vol. 4, no. 3, Oktober 2008.

Qardhawi, Yusuf, Studi Kritis as-Sunnah, terj. Bahrun Abu Bakar, Bandung: Trigenda Karya,
1996.

http://www.idlo.org/docnews/human_trafficking_ind.pdf

http://www.psikologizone.com/kasus-perdagangan-manusia-di-indonesia-terbesar-ke-2/
065116654

15

Anda mungkin juga menyukai