Dosen Pengampu:
Hikmawati Sultani M.Th.I
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama fitrah, agama yang sejalan dengan tuntutan watak dan
sifat pembawaan kejadian manusia. Oleh karena itu, Islam memperhatikan
kenyataan-kenyataan manusiawi, kemudian mengaturnya agar sesuai dengan nilai-
nilai keutamaan. Pengaruh iklim membawakan perbedaan-perbedaan dalam
kenyataan hidup manusia. Tiap-tiap individu mempunyai pembawaan yang
mungkin berbeda dengan individu yang lain. Keadaan sosial dalam suatu
masyarakat pada masa terterntu mengalami problem-problem yang minta
pemecahan.
Sebenarnya tujuan dari peraturan tentang poligami dalam Islam itu
diantaranya ialah untuk menyelamatkan dan menolong kaum wanita, sebagaimana
dipraktekkan oleh Rasulullah saw., terhadap istri-istri beliau. Al-Qur’an surat An-
Nisa’ (4) : 3 berfungsi memberikan batasan serta syarat yang ketat, yaitu batasan
maksimal empat istri dengan ketentuan mesti berlaku adil. Artinya tidak boleh ada
anggapan bahwa Al-Qur’an mendorong poligami, tetapi justru memberikan jalan
keluar apabila dalam suatu keadaan terpaksa seorang harus memilih antara
perzinahan dan poligami, atau antara membiarkan wanita terlantar dan sengsara tak
bisa nikah dan menjadi istri kedua.1
Pembacaan terhadap dasar nash maupun hadits berkenaan dengan masalah ini
hendaknya dilakukan secara utuh. Untuk menentukan seatu hukum atas boleh atau
tidaknya poligami harus mengkaji semua ayat maupun hadits yang brkenaan
dengannya dengan selektif dan penafsiran yang memperhatikan berbagai
persepektif, baik secara tetkstual maupun kontektual. Untuk mengambil suatu
kesimpulan hukum tidak bisa dilakukan secara parsial atau setengah-setengah
dalam pembacaannya. Karena itu makalah ini, penulis mencoba memaparkan
beberapa hadits mengenai masalah poligami yang penulis uraikan berangkat dari
1
KH. Miftah Faridl, 150 Masalah Nikah & Keluarga (Jakarta : Gema Insani, 1999), hlm.131
pemahaman teks yang biasa dijadikan rujukan bagi orang-orang yang pro dan
kontra poligami.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas penulis merumuskan beberapa masalah yang akan
di bahas pada bab berikutnya, antara lain :
1. Bagaimana redaksi dan kulitas hadis tentang poligami ( larangan maupun
kebolehan) ?
2. Bagaima pendapat ulama tentang poligami?
3. Bagaimana metode penyelesain mukhtalif tentang poligami?
BAB II
PEMBAHASAN
ِ ِِ ٍ ِ ِ
ْ َسلَ َم َولَهُ َع ْش ُر ن ْس َوة ِِف ا ْْلَاهليَّة فَأ
َسلَ ْم َن َّ َع ْن ابْ ِن عُ َم َر أ
ْ َن غَْي ََل َن بْ َن َسلَ َمةَ الثَّ َقف َّي أ
2
) ( رواه ترميدي. َربَ ًعا ِم ْن ُه َّن ِ َّ َِّب صلَّى
ْ اَّللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم أَ ْن يَتَ َخيَّ َر أ َ ُّ َِم َعهُ فَأ ََم َرهُ الن
Dari ibnu Umar, bahwa Ghailan bin Salamah Ats-Tsaqafi masuk Islam,
sedangkan ia mempunyai sepuluh orang istri pada zaman jahiliyah, lalu
mereka juga masuk Islam bersamanya, kemudian Nabi saw., memerintahkan
Ghailan untuk memilih (mempertahankan) empat diantara mereka. (HR.
Tirmidzi).
2. Ibnu Majah
Telah bercerita kepada kami Yahya bin Hakim; telah bercerita kepada kami
Muhammad bin Ja’far; telah bercerita kepada kami Ma’mar; dari Az-Zuhri;
dari Salim; dari ibnu Umar; berkata : Ghailan bin Salamah masuk Islam,
sedangkan padanya ada sepuluh orang istri, maka Nabi saw., bersabda
padanya ; “silahkan ambil (pertahankan) empat diantara mereka”. (HR.
Ibnu Majah)
3. Imam Ahmad
2
At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, juz IV (Beirut, Dar al-Fikri, 1995), hlm. 332
3
Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, juz VI,( , Beirut : Dar al-Fikri, 1995), hlm. 85
4
Ahmad, Musnad Ahmad, Juz IX,( Beirut, Dar al-Fikri, 1995), hlm. 416.
Telah bercerita kepada kami Ismail; telah mengkhabarkan kepada kami
Ma’mar dari Az-Zuhri, dari Salim, dari bapaknya, bahwa Ghailan bin
Salamah masuk Islam, dan padanya ada sepuluh orang istri, maka Nabi saw.,
bersabda padanya; “pilihlah empat diantara mereka”. (HR. Ahmad)
Namun, apakah bolehnya berpoligami itu mutlak untuk semua orang tanpa
ada ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi. Apabila kita baca surat An-Nisa’
ayat 3 dan korelasi dengan hasits-hadits lain, seperti hadits tentang pelarangan Ali
yang hendak melakukan poligami, serta ancaman Rasulullah SAW bagi seorang
suami yang tidak dapat berlaku adil terhadap isteri-isterinya sebagaimana tersebut
di atas, maka dapat dipahami bahwa Islam tidak memerintah, apalagi
mewajibkan poligami, dan tidak memberikan kesempatan yang longgar kepada
kaum Muslimin untuk berpoligami. Artinya, seorang yang hendak
berpoligami harus memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.
Nama lengkapnya Yahya bin Adam bin Sulaiman Al-Qursyi al-Amwa, Abu
Zakaria al-Kufi, Mawla khalid bin Khalid bin uqubah bin Abi mui’th. Dari segi
tabaqatnya, ia termasuk sigharu at-tabiin dan wafat 203 H.
Di antara Guru adalah yahya bin zakariya bin abi zaidah, Abi Muawiyah Ad-
dhariiro, Qutbah bin Abdul Aziz. dan murid Ishaq bin Ibrahim bin nashri Al-
bukhari, Yahya Bin Mu’in, Abdah bin Abullah As-shafar dan lain-lain. Dalam
kapasitasnya sebagai rawi hadith, al-hafidh dalam tahdib al-kamal ibn hajar
menyebutnya dengan siqah dan hafidzh fadhil(penghapal utama) dan Az-zahabi
menyebutnya Ahadul A’lam.
2. Malik
Nama lengkapnya Malik At-thai Al-kufi ( Walid khasfi bin Malik). Dari segi
tabaqatnya, ia termasuk Kibar al-Tabi’in. Tahun wafatnya belum dicantumkan. Di
antara Gurunya : Abdullah bin Mas’ud. Muridnya : Khasaf bin Malik
(anaknya)kredibilatasnya : Ibn hajar menilai belum disebutkan (lam yujkaroha) dan
Az-zahabi menyebutnya (la yu’rof) belum diketahui.
3. Ibn Shihab
Nama lengkapnya Ahmar bin Juz’I, dan pendapat lain Ahmar bin Suwai bin Juz’I,
juga pendapat lain Ahmar bin Shihab bin Juz’I bin Sa’labah bin Zaid bin Malik bin
Sunan As-sudusi Ar-rob’i’. beliau termasuk tabaqat As-shohabi. Tahun wafatnya
belum dicantumkan. Gurunya : Beliau langsung berguru kepada Rasulullah seperti
yang disebutkan oleh Al-maji dalam kitab Tahdzibu Al-Kamal Muridnya : Hasan
al-Bashri kredibilitasnya : shohabi
Dilihat dari data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa drajat hadits utama
di atas adalah hadits mursal. Hal ini dikarenakan sanad tersebut putus di tingkat
sahabat. Pendapat ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Rusyd dalam
kitabnya Bidayatul Mujtahid.
2. Shahih Muslim
ابن َ ث بْ ِن َس ْع ٍد ِ كَل ُُهَا َعن الل ْي ٍ هللا ب ِن يونس وقُتَ يبةُ بن س ِع ِ أْح ُد بن عب ِد
ُ قال ْ َ يد َ ُ ْ َ َ ْ َ ُ َ ْ َحدثَنا
التي ِم ُّي أن املِ ْس َوَر ِ ِ ِ ِ
ْ بن عبَ ْيد هللا ب ِن أيب ُم ْلي َكةَ الْ ُق َرش ُّي
ُ ث َحدثَنا َع ْب ُد هللاٌ يونس َحدثَنا ْلي
َ
5
Imam Abi Abdillah Muhammad, Shahih Bukhari, Juz 5. Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah.
1992), hlm 489.
ول إن بِن ُ لم َعلى املِْن ِرب َو ُه َو يَ ُق ِ ِ َ بن ََمْرمةَ حدثه أنه َِْسع رس
َ صلى هللاُ َع ْليه َو َس َ ول الَله ُ َ ُ ُ َ ََ َ
فَلذَ ُن هلُ ْم مث ََل آ َذ ُن َ طالب ٍ بن أيب ِ ِ ِ شِام ب ِن املُِغ
َ ِه
َ استأذَنوين أ ْن ي ْنك ُحوا ابْنتَ ُه ْم َعلي ْ ريةَ
طلق ابْنيت َويَ ْن ِك َح ابْنتَ ُه ْم فِإنَا ابْنيت
َ ُطالب أ ْن ي ٍ ابن أيب ِ
ُ هلُ ْم مث ََل آ َذ ُن هلُ ْم إاَل أ ْن َيب
6
ض َعةٌ ِمِن يريبِن َما رابَ َها َويُ ْؤ ِذيِن َما آ َذ َاهاْ ب
“Ahmad bin Abdullah bin Yunus bercerita kepada kita, dan Qutaibah bin
Sa’id keduanya berkata dari Lais bin Sa’id, Ibnu Yunus berkata Lais
bercerita kepada kita, Abdullah bin Ubaidillah bin Abi Mulaikah Al-Qurasiyy
At-Taimiyy bercerita kepadaku sesungguhnya al-Miswar bin Mukhromah
bercerita kepadanya sesungghunya ia mendengar Rasulullah saw., diatas
mimbar dan beliau bersabda:”Sesungguhnya beberapa keluarga Bani
Hisyam bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk menikahkan putri
mereka dengan Ali bin Abi Tholib. Ketahuilah, aku tidak a kan mengizinkan
kepada mereka, sekali lagi tidak akan mengizinkan kepada mereka, sungguh
tidak aku izinkan kepada mereka, kecuali kalau Ali bin Abi Thalib mau
menceraikan putriku, lalu mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku itu
bagian dariku; apa yang mengganggu perasaannya adalah menggangguku
juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga”
3. Sunan Tirmidzi
6
Imam Abi Husain Muslim, Shahih Muslim, Juz 4 (Beirut : Dar alKutub al-‘Ilmiyah, 2011),
hlm 110.
7
At-Tirmidzi, Muhammad Isa bin Surah, Sunan at-tirmidzi, Juz 5 (Beirut: Dar alKutub al-
‘Ilmiyah, 1992). hlm 665
juga” (Abu ‘Isa berkata hadis ini Hasan Shahih dan sebagaimana Amr bin
Dinar dari Ibn Abi Mulaikah dari al-Miswar bin Mukhromah).
Banyak penafsiran mengapa Nabi Saw melarang putrinya dipoligami Ali bin
Abi Thalib ra adalah putri Abu Jahl bin Hisyam, musuh Allah Swt dan musuh Nabi
Saw. tetapi beberapa penafsiran lain menyebutkan memang karena Nabi Saw tidak
menginginkan putri beliau Fathimah ra dipoligami dengan siapapun, karena
poligami itu menyakiti hatinya, dan yang menyakiti hatinya juga menyakiti hati
Nabi Saw. Karena itu, seperti dinyatakan Ibn Hajar al-‘Asqallani, ada ulam yang
menyatakan bahwa poligami bisa saja dilarang jika bisa menimbulkan kerusakan
dan kezaliman, tentu terhadap perempuan dan anak-anak. (lihat Fath al-Bari,
10/412).
Dari sudut fiqh, sebagai rekaman dari sejarah jurisprudensi Islam, ungkapan
‘poligami itu sunnah’ juga merupakan reduksi yang sangat besar. Sunnah dalam
bahasa fiqh adalah sesuatu yang jika dilakukan memperoleh pahala, dan jika
ditinggalkan tidak memperoleh dosa. Pelabelan sunnah dengan makna fiqh ini
terhadap poligami adalah sesuatu yang perlu diluruskan. Dalam hal nikah bisa saja,
fiqh menawarkan berbagai predikat hukum tergantung kondisi calon suami, calon
isteri atau kondisi masyarakat; bisa wajib, sunnah, mubah atau sekedar diizinkan.
Bahkan Imam al-Alusi dalam tafsirnya Ruh al-Ma’ani menyatakan bahwa nikah
bisa diharamkan ketika calon suami tahu bahwa dirinya tidak akan bisa memenuhi
hak-hak isterim, apalagi sampai menyakiti dan mencelakakannya. Dalam hal ini,
poligami juga harus dikaitkan dengan situasi sosial, kondisi calon suami dan calon
isteri, tidak sesederhana pernyataan bahwa poligami adalah Sunnah.
Dalam kitab terjemahan Fathul Baari jilid 25 yang ditulis oleh al-
Hafidz bin Ibn Hajar al-Asqalani ternyata disebutkan bahwa hadis ini
menikah lebih dari satu. Maksud bab ini adalah dalam rangka menolak
melalui riwayat az-Zuhri, dari Ali bin al-Husain bin Ali, dari al-Miswar,
kisah tentang pedang Nabi saw. Itu pula latar belakang al-Miswar
melayang,”.
cucu Fatimah, secara ia berhujjah dengan hadis ini. Akan tetapi ia tidak
menjaga perasaan Ali bin al-Husain karena konteks hadis ini terdapat hal
yang tidak membuat Ali senang, karena secara dzahir menurunkan derajat
kakeknya (Ali bin Abu Thalib) yang hendak meminang putri Abu Jahal,
untuk dimadukan dengan Fatimah, sampai Nabi saw., harus turun tangan
dan mengingkarinya.
Bahkan menurut al-Asqalani lebih heran lagi terhadap al-Miswar,
sikapnya dapat di legitimasi bahwa ketika Ali keluar menuju Irak, al-
pinangan.
perawi diambil dari kitab Tahdzib at-Tahdzib karya Imam Ahmad bin Ali
Nama lengkap beliau adalah Zuhair bin ‘Abdullah bin Jud’an bin
‘Amr bin Ka’ab bin Sa’id bin Taim bin Murrah al-Qurasyiy at-Taimiy.
Dikatakan oleh Abu Ahmad bahwa Abi Mulaikah adalah seorang qadhi
bagi ‘Abdullah bin az-Zubair dan seorang mua’adzin baginya. Beliau
pernah meriwayatkan hadis dari beberapa sahabat antara lain ‘Abdullah
bin Ja’far bin Abi Thalib, ‘Abdullah bin al-Saib alMahzumiy, al-Miswar
bin Mukhramah, Abi Mahdzurah, Asma’, A’isyah, Ummu Salamah,
‘Uqbah bin al-Haris, Thalhah bin ‘Ubaidillah (dikatakan pula bahwa
beliau tidak meriwayatkan darinya), ‘Usman bin ‘Affan, Hummaid bin
‘Abdurrahman bin ‘Auf, al-Qasim bin Muhammad, ‘Ibbad bin ‘Abdullah
bin az-Zubair, ‘Urwah bin az-Zubair, ‘Alqamah bin Waqash, kumpulan
dari mereka, ‘Ubaidillah bin Abi Yazid, dan yang meninggal sebelumnya
yaitu ‘Ubaid bin Abi Maryam al-Makiy, ‘Abdurrahman bin Alqamah bin
Waqash, Muhammad bin Qais bin Mukhramah, al-Miswar bin
Mukhramah Yahya bin Hakim bin Shofwan bin Umayyah, Ya’la bin
8
Ibnu Hajar Al Asqalany, Abi al-Fadhl bi ‘Ali. Tahdzib at tahdzib (Kairo : Dar
alHadits, 2010), hlm. 378-379.
Mamlak, Abi Makhdhurah, dari kakeknya Abi Mulaikah, Asma’ binti
Abu Bakar Ash-Shidiq, Asma’ binti ‘Abdurrahman bin Abi Bakar ash-
Shidiq. Selain itu beliau juga meriwayatkan hadis dari ‘Aisyah dan
Ummu Salamah.
3. Al-Laits
9
Ibnu Hajar Al Asqalany, Tahdzib at tahdzib..., hlm. 78
Muhammad, Zaid bin Yahya bin ‘Ubaid, Asyhab bin ‘Abdul ‘Aziz, Daud
bin Manshur, Sa’id bin Sulaiman, Adam bin Abi ‘Ibas, Sa’id bin Abi
Maryam, Sa’id bin Syurahbil, ‘Abdullah bin Yusuf at-Tinisiy, ‘Abdullah
bin Yazid alMaqraiy, Yahya bin ‘Abdullah bin Bukair, al-Qasim bin
Katsir al-Iskandaraniy, Ahmad bin ‘Abdillah bin Yunus, Qutaibah bin
Sa’id, Muhammad bin al-Harits bin Rasyid al-Mishriy, ‘Isa bin
Khammad bin Zughbah dan yang lainnya. Imam Bukhari dan Muslim
banyak meriwayatkan hadis darinya.
Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, Asy-Syafi’I, Sufyan ats-Tsauri,
alAjli dan kebanyakan para ulama menganggapnya tsiqqah. Imam Syafi’I
pernah mengatakan bahwa al-Laits lebih ahli daripada Malik dalam hal
fiqh. Imam Malik sendiri setiap kali menyebutkan dalam kitabnya bahwa
“telah diceritakan kepadaku oleh orang ahli ilmu”, dan yang
dimaksudkan adalah al-Laits bin Sa’ad.
Banyak para ulama yang berpandangan dan mengatakan bahwa
alLaits bin Sa’ad adalah shuduq dan tsiqqah. Ulama yang berpadangan
demikian antara lain yaitu Ibnu Khirasy, Abu Zur’ah, Ya’qub bin
Syaibah, Yahya bin Bukair dan ‘Amr bin ‘Ali. Sedangkan menurut Harun
bin Sa’id bahwa al-Laits bin Sa’ad mempunyai pengetahuan ilmu yang
luas. Menurut Ibn al-Madiniy bahwa al-Laits adalah tsiqqah subutun.
menurut pandangan al-‘Ajali bahwa al-Laits adalah seorang ahli Mesir
yang tsiqqah. Pandangan an-Nasa’I pun demikian, bahwa alLaits adalah
tsiqqah. Dan beberapa pandangan ulama tidak ditemukan ada jarh pada
al-Laits.
Al-Laits sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi bahwa beliau
selalu menjauhi tadlis dalam periwayatannya. Para ulama telah
menetapkan bahwa sanad paling shahih di Mesir adalah yang
diriwayatkan oleh al-Laits bin Sa’ad dari Yazid bin Abi Habib. Al-Laits
lahir pada tahun 92 H dan wafat pada tahun 176 H/ 177 H, dan qaul yang
pertama yang dibenarkan. 10
4. ‘Isa Bin Khammad
Nama lengkap beliau adalah ‘Isa bin Khammad bin Muslim bin
Beliau adalah saudara laki-laki dari Ahmad bin Khammad dan beliau
lain yaitu al-Laits bin Sa’ad, ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, Risydin
bin Sa’ad, Sa’id bin Zakariya bin al-Adam, Ibnu Wahab, Ibnu Qasim dan
Selain guru dari ‘Isa Bin Khammad, beliau juga mempunyai murid
mempunyai kitab hadis yakni Muslim, Abu Daud, an-Nasai, dan Ibnu
Muhammad bin Ahmad bin Khammad bin Zughbah, Baqi bin Makhlad,
al-Ma’muri, Abu al-Laits ‘Asim bin Razah, Ahmad bin Abdul Warits bin
jarir al-‘Asal, Abu Bakr bin Abi Daud, Muhammad bin al-Hasan bin
bin Sahl Abu ‘Imran al-Jauni, Ahmad bin ‘Isa alWasa’, Muhammad bin
bin Khammad Laa ba’tsa bih. Menurut Ibnu Yunus, ‘Isa bin Khammad
Hibban terdapat sedikit perbedaan, yaitu beliau wafat pada tahun 249 H.11
Nama lengkap beliau adalah Hasyim bin al-Qasim bin Muslim bin
Miqsam al-Laitsi al-Baghdadi. Beliau berasal dari Khurasan, keturunan
bani Laits bin Kinanah. Menurut at-Tamimi, Hasyin bin al-Qasim
mempunyai laqab (julukan) Kaisar. Beliau adalah putra dari Abi Bakr bin
Abi an-Nadhr. Beliau sering meriwayatkan hadis dari beberapa guru
beliau, diantaranya adalah ‘Ikrimah bin ‘Ammar, Hariz bin ‘Ustman,
Waraqa’bin Umar, ‘Abdurrahman bin Tsauban, ‘Abdurrahman bin
‘Abdillah bin Dinar, Zuhair bin Mu’awiyah, Sulaiman, ‘Abdullah
alAsyja’I, ‘Abdul ‘Aziz bin Abi Salamah al-Majisun, al-Laits, Abi Ja’far
ar-Razi, Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Dzi’b, Abi Sa’id Muhammad
bin Muslim bin Abi Al-Wadhah al-Muaddib, Murja bin Raja’, Najih bin
Abi Ma’syar al-madaniy, Waraqa’ bin ‘Umar alYasykariy, al-Walid bin
Jamil, Abi Ishaq al-Asyja’iy, Abi Ja’far ar-Raziy, Abi ‘Aqil ats-Tsaqafiy,
Abi ‘Aqil, Abi Malik an-Nakha’iy dan yang lainnya. Selain guru dari
beliau, beliau juga mempunyai murid yang sering meriwayatkan hadis
dari beliau, yakni Abu Bakr bin Abi an-Nadhr, Ahmad bin Hanbal, Ishaq
bin Rahawiyah, ‘Ali bin al-Madiniy, Yahya bin Ma’in, ‘Abdullah bin
Muhammad al-Musnadi, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Abu Khaitsamah,
Harun al-Hamal, Mahmud bin Ghailan, ‘Abdurrahman bin Muhammad
bin Sallam ath-Tharsusiy, ‘Amr anNaqd, Muhammad bin Rafi’ an-
11
Ibnu Hajar Al Asqalany, Tahdzib at tahdzib..., hlm. 527-528.
Naisaburiy, Muhammad bin ‘Ubaidillah al-Munadi, Makhlad bin Malik
al-Jamal, Ya’qub bin Syaibah as-Sadusiy, Ibrahim bin ya’qub al-Juzjaniy,
Ahmad bin Khalil al-Burjulaniy, dan lain sebagainya. Pandangan para
ulama mengenai beliau adalah perawi yang tsiqqah, menurut ‘Usman bin
Sa’ad ad-Daramiy. Begitu pula menurut ‘Ali bin al-Madiniy, Muhammad
bin Sa’ad dan Hatim bahwa beliau adalah perawi yang tsiqqah. Beliau
lahir pada tahun 134 H menurut ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dan
wafat pada tahun 207 H menurut riwayat al-Harits bin Abi Usamah. 12
6. Qutaibah
Nama lengkap beliau adalah Qutaibah bin Sa’id bin Jamil bin
Tharif bin ‘Abdillah al-Tsaqafiy, beliau mendapat julukan Abu Raja’ al-
Baghlaniy. Baghlan adalah salah satu desa dari Qura Balkh. Menurut Abu
Ahmad bin ‘Adi, nama Qutaibah adalah sebuah laqab dan nama aslinya
adalah yahya. Sedangkan menurut Abu ‘Abdullah bin Mandah, nama asli
Qutaibah adala ‘Ali. Adapula yang berkata bahwa Qutaibah adalah
saudara laki-laki dari Qudaid bin Sa’id. Beliau banyak berguru dalam
bidang hadis. Beberapa guru yang pernah beliau riwayatkan hadisnya
adalah dengan Ibrahim bin Sa’id al-Madaniy, Ishaq bin ‘Isa a-Qusairi bin
Bintu Daud bin Abi Hindun, Malik, al-Laits, Ibnu Lahi’ah, Risydin bin
Sa’id, Daud bin ‘Abdurrahman al-‘Aththar, Khalaf bin Khalifah,
‘Abdurrahman bin Abi al-Mawal, Bakr bin Mudhar, Mufadhdhal bin
Fadhalah, ‘Abdul Waris bin Sa’id, Khammad bin Zaid, ‘Abdulah bin Zaid
bin Aslam, ‘Abdul ‘Aziz al-Daruwardhi, Ismail bin Abi Uwais, Isma’il
bin Ja’far,Ismail bin ‘Ulayyah, Abi Dhamrah Anas bin ‘Iyadh, Khalid bin
Ziyad at-Tirmidziy, Khalid bin ‘Abdullah al-Wasithiy, Rifa’ah bin Yahya
az-Zuraqiy, Salim bin Nuh, Sa’id bin Sulaiman al-Wasithiy, Shafyan bin
‘Isa az-Zuhriy, Abi Zubaid ‘Abtsar bin al-Qasim, ‘Abdullah bin Idris,
12
Ibnu Hajar Al Asqalany, Tahdzib at tahdzib..., hlm. 738-379.
‘Abdullah bin al-Mubarok, ‘Umar bin Harun al-Balkhiy, ‘Amr bin
Muhammad al-‘Anqaziy, dan lainnya.
Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin ‘Abdullah bin Yunus bin
‘Abdullah bin Qais at-Tamimiy al-Yarbu’iy. Julukan beliau adalah Abu
‘Abdillah al-Kufi. Nasab beliau kepada kakeknya, dan beliau adalah anak
dari ‘Abdillah bin Ahmad bin Yunus.
Ahmad bin Yunus adalah seorang yang haus akan ilmu. Beliau
memiliki banyak guru terutama dalam bidang hadis. Beliau banyak
meriwayatkan hadis dari beberapa gurunya, antara lain Ibrahim bin Sa’id,
dan Israil bin Yunus, Ismail bin ‘Ayasy, Al-Hasan bin Shalih al-haiy,
Hafs bin Ghiyats, Zaidah bin Qudamah ats-Tsaqafi, Zuhair bin Muawiyah
al-Ju’fi, ats-Tsauri, Ibnu ‘Uyainah, ‘Asim bin Muhammad, Ibnu Abi
Zannad, al-Laits, Malik, ‘Ashim bin Umar bin Zaid bin ‘Abdullah bin
Umar bin al-Khattab, ‘Abdurrahman bin Zanad, ‘Abdul Aziz bin
‘Abdullah bin Abi Salamah al-Majisyun, Fudhai bin ‘Iyadh, Qais bin ar-
Rabi’ al-Asadi, Laits bin Sa’d alMisriy, Malik bin Anas, Muhammad bin
Rasyid al-Ma’huliy, dan lainnya.
13
Ibnu Hajar Al Asqalany, Tahdzib at tahdzib..., hlm. 661-663.
Ashfathiy, Abu Bakar bin ‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah,
Abu Bakar bin ‘Abdullah bin Muhammad bin an-Nu’man bin ‘Abd as-
Salam al-Ashfahaniy, alBaqun, ‘Abd bin Humaid al-Kasyiy, Yusuf bin
Musa bin Rasyid alQaththan, dan yang lainnya.
14
Ibnu Hajar Al Asqalany, Tahdzib at tahdzib..., hlm. 91-92.
1. Ulama yang mendukung poligami
Umumnya ulama klasik tidak mempersoalkan kebolehan berpoligami.
Mereka berselisih misalnya mengenai jumlah perempuan yang boleh dinikahi laki-
laki dalam waktu bersamaan. Pertama, ulama Zhahiriyah, Ibnu al-Shabbâgh, al-
`Umrânî, al-Qâsim ibn Ibrâhîm, dan sebagian kelompok Syiah yang berpendapat,
poligami bisa dilakukan dengan lebih dari empat perempuan.
menurut mereka, jika benar Nabi pernah meminta beberapa sahabatnya untuk
menceraikan istri-istrinya yang banyak dan menyisakan empat istri saja, maka itu
harus dipahami konteksnya. Boleh jadi, menurut mereka, Nabi meminta
menceraikannya itu karena ada sebab syar’i, misalnya karena ada hubungan nasab
dan hubungan susuan yang menjadi penghalang untuk menikahi perempuan-
perempuan itu. Namun, mereka tidak menunjukkan bukti tentang adanya sebab-
sebab yang menghalangi pernikahan para sahabat Nabi dengan banyak perempuan
itu. Mereka hanya berkata demikian: Boleh jadi Rasulullah Saw. menyuruh
mengambil empat istri dan menceraikan yang lainnya karena mengumpulkan
mereka secara keseluruhan tidak dimungkinkan, karena adanya kesamaan nasab
atau hubungan susuan.15
15 al-Râzî, Al-Tafsîr al-Kabîr, Juz V (Beirut: Dâr al-Fikr, 1995), , hlm. 182.
Kelompok kedua ini mengemukakan beberapa hal, pertama, Pernikahan
Nabi yang lebih dari empat orang perempuan dianggap sebagai salah satu
kekhususan bagi Nabi Muhammad saw. (khushûsîyât al-nabîy). Artinya,
pernikahan Nabi dengan lebih dari empat perempuan itu tidak bisa diteladani oleh
umat Islam. Itu tidak mengikat bagi umat Islam. Sebab, ada beberapa hal yang
mengikat kepada Nabi Muhammad Saw. secara terbatas tapi tidak mengikat kepada
umat Islam secara luas. Ibn Katsîr mengutip pendapat al-Syâfi‟î berkata:
Jika poligami tidak tegak di atas fondasi keadilan, maka bangunan keluarga
akan rusak, fitnah dalam keluarga tidak terelakkan. Istri-istri akan membangkang
pada suaminya. Anak-anak akan mendurhakai ayahnya dengan menyakiti istri-istri
dan anak-anak ayahnya yang lain.30
3. Ulama yang menolak Poligami
16 Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, Juz I, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1999), hlm. 508.
Siapa yang merenungkan dua ayat tersebut (QS. An-Nisâ‟ [4]: 3 & 129),
maka ia akan tahu bahwa ruang kebolehan berpoligami dalam Islam adalah ruang
sempit. Seakan-akan ia merupakan suatu darurat yang hanya bisa dibolehkan bagi
yang membutuhkannya dengan syarat yang bersangkutan diyakini bisa
menegakkan keadilan dan tidak mungkin melakukan kezaliman. Jika setiap orang
merenungkan kemafsadatan yang ditimbulkan dari poligami, maka jelas; tidak
seorang pun bisa mendidik masyarakat yang di dalamnya telah menyebar praktik
poligami. Betapa satu rumah yang dihuni satu suami dengan dua istri, kondisinya
tidak akan stabil. Aturan pun tidak akan berjalan. Suami bahu-membahu dengan
para istrinya menghancurkan rumah tangga itu. Setiap anggota dalam rumah tangga
itu akan menjadi musuh bagi anggota yang lain. Anak-anak juga akan saling
bermusuhan, satu dengan yang lain. Kemafsadatan poligami akan berpindah dari
individu ke individu lain dalam rumah tangga. Dari rumah tangga yang rapuh itu
kemafsadatan terus menjalar dan bergerak membentuk masyarakat yang juga
rapuh. Itulah yang dikatakan Muhammad „Abduh dalam pelajaran pertama terkait
tafsir ayat itu. Sedangkan pada pelajaran kedua, ia menegaskan lagi bahwa ruang
kebolehan berpoligami itu adalah ruang sempit. Persyaratan persyaratan yang
ditetapkan di dalamnya akan sulit untuk dipenuhi. Jika demikian kondisinya,
seakan-akan poligami itu memang terlarang. Juga telah dikatakan sebelumnya,
haram bagi seorang laki-laki untuk berpoligami jika ia tahu bahwa dirinya tidak
bisa berbuat adil buat istri-istrinya.17
17 Muhammad Rasyîd Ridlâ, Tafsîr al-Qur’ân alHakîm, Juz IV (Beirut: Dâr al-Kutub al-
Dari sudut fiqh, sebagai rekaman dari sejarah jurisprudensi Islam, ungkapan
‘poligami itu sunnah’ juga merupakan reduksi yang sangat besar. Sunnah dalam
bahasa fiqh adalah sesuatu yang jika dilakukan memperoleh pahala, dan jika
ditinggalkan tidak memperoleh dosa. Pelabelan sunnah dengan makna fiqh ini
terhadap poligami adalah sesuatu yang perlu diluruskan. Dalam hal nikah bisa saja,
fiqh menawarkan berbagai predikat hukum tergantung kondisi calon suami, calon
isteri atau kondisi masyarakat; bisa wajib, sunnah, mubah atau sekedar diizinkan.
Bahkan Imam al-Alusi dalam tafsirnya Ruh al-Ma’ani menyatakan bahwa nikah
bisa diharamkan ketika calon suami tahu bahwa dirinya tidak akan bisa memenuhi
hak-hak istri, apalagi sampai menyakiti dan mencelakakannya. Dalam hal ini,
19
Manshur Zuhri, MAg, Membaca kembali Sunnah Poligami, (Modul Perkuliahan Hadits
Ahkam PMH-V), hlm. 7
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hadis yang melarang sejumlah sahabat Nabi untuk menikah lebih dari
empat istri harus dilihat dalam satu konteks. Mungkin karena hubungan
nasab, hubungan susuan, dan sebab syar`i lain, maka Nabi meminta
sebagai istri. Menurut Abduh dan Qâsim Amîn, dua darurat itu bisa
Shihab menambahkan
zaman Nabi. Toleransi ini diberikan bukan karena kondisi saat itu adalah
untuk dijalankan. Menurut kelompok ketiga ini, yang dituju dari syariat
Kodir.
DAFTAR PUSTAKA
Faridl, Miftah, KH. 150 Masalah Nikah & Keluarga. Jakarta : Gema Insani.
1999.
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, Juz I, Beirut: Dâr al-Fikr, 1999.
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Mājah. Juz VI. Beirut : Dar al-Fikri.1995.
Ibnu Hajar Al Asqalany, Abi al-Fadhl bi ‘Ali. Tahdzib at tahdzib. Kairo
: Dar alHadits. 2010
Muslim, Imam Abi Husain. Shahih Muslim, Juz 4 (Beirut : Dar alKutub al-
‘Ilmiyah, 2011.
Muhammad, Imam Abi Abdillah. Shahih Bukhari, Juz 5. Beirut : Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyah. 1992.
Muhammad Rasyîd Ridlâ, Tafsîr al-Qur’ân alHakîm, Juz IV Beirut: Dâr al-Kutub
al-„Ilmîyah, 1999.
Surah, At-Tirmidzi, Muhammad Isa bin Sunan at-tirmidzi, Juz 4. Beirut: Dar
alKutub al-‘Ilmiyah 1992.
Surah, At-Tirmidzi, Muhammad Isa bin Sunan at-tirmidzi, Juz 5. Beirut: Dar
alKutub al-‘Ilmiyah 1992.