Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FIKIH IBADAH

HAJI DAN UMRAH

“untuk memenuhi tugas mata kuliah fikih ibadah”

DosenPengampu:

Dr. PENDI HASIBUAN, M.Ag


Penyusun:
1. CameliaPutri : (1122153)
2. Nisa Wati : (1122167)
3. Reca Gadelia : (1122158)
4. Osama Backri Hrp : (1122168)
5. M. Handri : (1122166)
6. Agus Hariansyah : (1122156)
7. Fajar Madina Reski :(1122155)
8. Miftahul Hamdi : (1122147)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH
UIN SJECH MUHAMMAD DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
1444 H/2023 M
HAJI DAN UMRAH

A. Pengertian Haji dan Umrah

Secara etimologi haji berasal dari bahasa Arab Al-Hajj yang berarti

mengunjungi atau mendatangi.1Dalam terminology fiqh, haji didefinisikan

sebagai perjalanan mengunjungi Ka’bah untuk melakukan ibadah

tertentu.2 Atau berpergian ke Ka’bah pada bulan-bulan tertentu untuk

melakukan ibadah tawaf, sa’i, wukuf, dan manasik-manasik lain untuk

memenuhi panggilan Allah Swt serta mengharapkan keredaan-Nya.3

Haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib diakui dan

dilaksanakan oleh yang telah memenuhi syarat wajibnya. Orang yang

mengingkari kewajibannya termasuk kufur atau murtad dari agama Islam.

Di kalangan ahli fiqh tidak terdapat kesepakatan mengenai tahun

disyariatkannya haji ini. Ada diantara mereka yang mengatakan bahwa

haji disyariatkan pada tahun keenam Hijriyah dengan argument bahwa

saat itu perintah haji dan umrah diturunkan Allah melalui ayat 196 surat

al-Baqarah:

Perintah menyempurnakan haji dan umrah pada ayat tersebut, menurut

mereka, bahwa ibadah haji dan umrah saat itu baru disyariatkan, oleh

karena itu, umat Islam belum mengenal ibadah tersebut secara baik.

Ada yang mengatakan penetapan ibadah haji terjadi pada akhir tahun

ke sembilan Hijriyah dengan argument bahwa ayat yang mewajibkan haji


1
Ibrahim Unais dkk., Al-Mu’jam Al-Wasit, Jilid I, h. 157
2
Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuh, Jilid III, (Dar al-Fikr, 1989), h. 9
3
Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid I, (Beirut :Dar al-Fikri,1983), h. 527
bagi orang-orang yang memiliki kemampuan turun pada tahun dimana

Nabi Saw mengutus sahabat ke Mekah untuk berjumpa dengan orang-

orang kafir dalam suatu perundingan perdamaian agar orang-orang Islam

dapat memasuki kota Mekkah secara aman untuk melaksanakan ibadah

haji. Hal itu terjadi pada tahun ke Sembilan Hijriyah.4

Adapun umrah secara bahasa berarti berkunjung atau ziarah. Sedang

secara terminologi diartikan dengan “sengaja berkunjung ke Ka’bah untuk

melakukan ibadah tawaf dan sa’i”.

Meskipun dalam pelaksaaan umrah telah mencakup haji, namun

dengan melaksanakan ibadah umrah tidak berarti ibadah haji telah

terpenuhi. Hukum umrah menurut ahli fiqh dari mazhab Syafi‟i dan

Hanabilah, adalah wajib sebagaimana halnya haji, karena kedua ibadah itu

sama-sama diperintahkan Allah Swt untuk disempurnakan seperti yang

ditegaskan-Nya dalam ayat 196 surat Al-Baqarah yang disebut di atas.

Seperti halnya kewajiban haji, kewajiban umrah menurut mereka, hanya

sekali seumur hidup.5 Jika seseorang melaksanakannya berulang kali maka

kali kedua dan seterusnya dipandang sebagai ibadah sunat.

B. Dalil dan Hikmah

1. Dalil Haji dan Umrah

(QS. Al-baqarah;196)

2. Hikmah Haji dan Umrah

4
Wahbah Zuhaily, op.cit., Jilid III, h. 9
5
Ibn Qudamah, Al-Mughni, Maktabah al-Riyadh al-Haditsah, t.t. h. 226
Ibadah haji dan umrah mempunyai banyak hikmah. Hikmah adalah

makna yang terkandung didalam sebuah peristiwa, biasanya berupa

manfaat atau kandungan positif yang muncul dibalik sesuatu. Didalam

setiap ibadah, pasti ada terkandung hikmah yang luar biasa didalamnya.

Apalagi ibadah dalam islam selain merupakan bentuk pengabdian dan

kepasrahan kepada Allah swt juga merupakan proses pembinaan diri,

peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Berikut

antara lain hikmah yang bisa kita dapatkan dengan berhaji dan umrah:

a. Menghilangkan dosa

“Siapa yang melaksanakan ibadah haji, dia tidak melakukan

perbuatan-perbuatan maksiat dan tidak pula mengeluarkan kata-

kata yang kotor, maka ia akan kembali ke negeri asalnya tanpa

dosa, sebagaimana ia dilahirkan ibunya pertama kali." (HR.

Bukhari, Muslim, An- Nasa'i, Ibnu Majah dan Tirmidzi dari Abu

Hurairah).

b. Memperteguh dan Memperbaharui Keimanan Kepada Allah SWT.

Orang yang melaksanakan ibadah haji, mereka mengetahui dan

merasakan betapa beratnya perjuangan Nabi Ibrahim AS dan

istrinya Siti Hajar, dan anaknya Nabi Ismail AS dalam

membangun rumah Allah (Ka'bah) sebagai pusat peribadatan umat

Islam. Perjuangan mereka dalam mensyiarkan agama Allah inilah

yang dituangkan melalui jaringan pelaksanaan ibadah haji. Para

jamaah haji juga dapat menyaksikan tempat-tempat bersejarah dari


perjuangan yang dilakukan dan dirasakan oleh Rasulullah SAW di

negeri yang tandus (Makkah dan Madinah) dengan berbagai

rintangan. Semua ini tentu akan berpengaruh besar terhadap

keimanan jamaah haji tersebut.

c. Mempertebal rasa kesabaran dan memperoleh rasa kepatuhan

terhadap ajaran-ajaran agama.

d. Bermanfaat dari segi ekonomi

Ibadah haji ini sangat memberikan manfaat yang banyak bagi para

pedagang, karena jumlah jamaah haji dan umrah yang banyak

tersebut tentunya membutuhkan kebutuhan yang sangat banyak

pula. Di sisi lain, ibadah haji juga banyak memberikan manfaat

secara ekonomi bagi umat Islam yang tidak memiliki kemampuan

untuk menunaikan ibadah haji, khususnya untuk negara-negara

yang ada di dalamnya umat Islam yang miskin.

e. Kesadaran terhadap persamaan nilai-nilai kemanusiaan

f. Pelajaran tentang fungsi manusia sebagai pemimpin dan pelindung

makhluk tuhan lainnya.

C. Rukun Haji

1. Ihram

Ihram adalah niat memasuki ibadah haji atau umrah. Adapun mengapa

niat haji disebut dengan ihram adalah karena dengan ihram itu seseorang

dilarang mengerjakan hal-hal yang diharamkan.

2. Wuquf di Arafah.
Rasulullah Saw pernah bersabda:

“Haji adalah ‘Arafah”

Rukun haji paling pokok adalah wukuf di ‘Arafah, meskipun hanya

diam beberapa saat saja di ‘Arafah, atau sekedar lewat mencari barang-

barangnya yang hilang. Karena begitu pentingnya hadir di ‘Arafah, maka

tidak dianggap hajinya apabila ia mengabaikan atau tidak melaksanakan

wukuf di ‘Arafah. Adapun waktu wukuf adalah sejak matahari tergelincir

pada waktu hari ‘Arafah sampai terbit fajar.

3. Thawaf di Baitullah.

Thawaf di Baitullah, yaitu thawaf ifadah adalah salah satu rukun haji yang

tidak boleh terlewatkan oleh setiap orang yang melakukan ibadah haji.

Ada beberapa kewajiban ketika melakukan thawaf, yaitu:

a. Suci dari hadats dan najis, baik badan, pakaian, ataupun

tempatnya.

b. Tertib.

c. Seluruh tubuhnya berada di luar bangunan Ka’bah.

d. Thawaf harus dilakukan di dalam Masjid Haram, dan tidak

mengapa apabila ada pemisah antara orang yang thawaf

dengan Baitullah selama keduanya ada di dalam Masjid

Haram.

e. Bilangan thawaf harus 7 (tujuh) kali.

4. Sai’ antara Shafa dan Marwah.

Rukun haji yang berikutnya adalah sa’i. Rasulullah saw bersabda:


“Sa’ilah kamu sekalian, karena sesungguhnya Allah Ta’ala telah

mewajibkan sa’i kepada kamu sekalian”.

Sa’i merupakan rangkaian ibadah haji atau umrah yang tidak dapat

dilaksanakan kecuali setelah pelaksanaan thawaf yang sah, baik thawaf

ifadhah atau qudum.

Dalam melaksanakan sa’i disyaratkan harus tertib, yaitu dimulai dari

Shafa dan berakhir di Marwah, dan ini baru dihitung satu kali. Putaran

keduanya dilakukan dari Marwah dan berakhir di shafa, dan ini baru

dihitung dua kali putaran. Demikian juga seterusnya, sa’i harus dilakukan

7 kali putaran.

Sa’i boleh dilakukan dengan menggunakan kendaraan, seperti kursi

roda, tapi lebih utama dikerjakan dengan berjalan kaki. Selain itu, dalam

melaksanakan sa’i tidak disyaratkan harus suci dan menutup aurat.

Kemudian, apabila lupa atau ragu-ragu dalam bilangan putaran sa’i,

apakah sudah melakukan sa’i tujuh kali putaran atau baru enam kali, maka

dalam hal ini ia harus memutuskan mengambil bilangan yang sedikit,

yaitu enam kali.

D. Syarat-Syarat Haji

Tidak wajib melaksanakan haji dan umrah kecuali kepada orang-orang

yang memenuhi ketentuan berikut ini:

1. Beragama Islam (muslim/muslimah).


Hanya mereka yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat

yang wajib melaksanakan haji. Karenanya, orang kafir tidak

diwajibkan baginya untuk melaksanakan haji.

2. Baligh (Dewasa).

Anak kecil tidak wajib melakukan haji. Hal itu berdasarkan

pada hadits Nabi yang menjelaskan bahwa anak kecil adalah salah satu

dari tiga orang yang dibebaskan dari beban (taklif) syara’.

3. Berakal sehat.

Haji tidak wajib bagi orang yang hilang ingatan (gila).

Ketentuan hukumnya sama dengan kedudukan anak kecil di mata

hukum Islam.

4. Merdeka

Selain syarat di atas ada pula hal lain yang harus diperhatikan ketika

akan melaksanakan ibadah haji, yaitu:

a. Adanya kendaraan

Tidak wajib haji kecuali kalau ia mendapatkan kendaraan, baik

milik sendiri ataupun sewaan, baik ia mampu berjalan kaki maupun

tidak. Hal itu berlaku bagi mereka yang tempat tinggalnya jauh dari

kota Mekkah, seperti Indonesia dan lain-lain.

b. Mempunyai bekal

Haji itu diwajibkan dengan syarat mempunyai bekal yang cukup,

baik untuk ongkos perjalanan dan pulang, bekal selama tinggal di


Mekah, dan untuk keluarga atau orang-orang yang menjadi

tanggungannya selama ia pergi sampai kembali.

c. Jalannya aman.

Jalan menuju kota Mekah harus aman, baik bagi jiwanya,

kehormatannya, maupun untuk hartanya. Syarat keamanan ini harus

terpenuhi, sehingga apabila perjalanan menuju kota tidak aman atau

membahayakan, maka baginya tidak wajib haji. Sebaliknya, apabila

kemungkinan besar akan selamat melalui jalan tersebut, maka wajib

baginya beribadah haji.

d. Adanya kemungkinan untuk mengerjakan haji.

Apabila keadaan aman, bekal punya, dan kendaraan tersedia, tetapi

ada kekhawatiran atau kesulitan yang mungkin dihadapi ketika

dipaksakan berangkat haji, maka baginya tidak wajib haji.6

E. Rukun dan Syarat Umrah

Hal yang membedakan antara pelaksanaan rukun haji dan umrah

adalah hanya pada wukuf di ‘Arafah, dimana ketika melaksanakan ibadah haji

wajib melakukan wukuf di Arafah, sedangkan ketika umrah tidak ada

kewajiban melakasanakannya. Hanya lima hal yang menjadi rukun umrah,

yaitu:

1. Ihram

2. Thawaf

3. Sai’ antara Shafa dan Marwah

6
Syekh Abdul Qadir Jailani, Fiqh Tasawuf, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2006), h.100
4. Tahalul (bercukur)

5. Tertib.

Rukun umrah tidak dapat ditinggalkan, dan apabila tidak terpenuhi, maka

umrahnya tidak sah.

Ketentuan tata cara pelaksanaan keempat rukun umrah tersebut tentu sama

persis dengan pelaksanaan keempatnya ketika melaksanakan ibadah haji

sebagaimana telah dijelaskan pada materi tentang rukun haji.

Sedangkan syarat umrah terdari dari 5 hal, yaitu:

a. Islam

b. Baligh

c. Berakal sehat

d. Merdeka

e. Mampu

Bila tidak terpenuhi syarat ini, maka gugurlah kewajiban umrah

seseorang.

F. Macam-Macam Haji

Menurut al-Ghazali, kewajiban menunaikan haji ada tiga, yaitu:

6. Ifrad, Ini paling utama. Yaitu, mendahulukan haji sendirian. Setelah

selesai, keluar ke tanah halal, lalu berihram dan mengerjakan umrah.

Tanah halal yang paling utama untuk ihram umrah adalah dari alJi’ranah,

kemudian at-Tan’im, dan kemudian alHudaibiyah. Bagi yang

mengerjakan haji ifrad tidak dikenakan dam kecuali sunnah saja.


7. Qiran

8. Tamattu’, yaitu dilaluinya miqat dengan umrah, bertahalul di Makkah

dan bersenang-senang dengan larangan-larangan (bagi yang berihram)

hingga waktu haji. Kemudian ia berihram untuk haji.

Anda mungkin juga menyukai