Anda di halaman 1dari 93

MAKALAH

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAAN II

“ Hakekat Haji”

Oleh:
Nama : MUHAMMAD RIVALDY
NIM : 2210411048

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALU 2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmatnya, maka pada hari ini makalah yang berjudulkan
“Hakekat Haji” ini dapat diselesaikan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.


Penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saran dari berbagai pihak
sangat diharapkan demi kemajuan selanjutnya.

Palu, 5 Juni

2023 Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................1
1.3 Tujuan.........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Pengertian Haji........................................................................... 3
2.2 Hukum Ibadah Haji.....................................................................3
2.3 Pelaksanaan Ibadah Haji.............................................................5
2.4 Mencapai Haji Mabrur................................................................6
2.5 Hikmah Haji dari Berbagai Aspek..............................................7
BAB III PENUTUP................................................................................................9
3.1 Kesimpulan.................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Haji adalah salah satu rukun islam dan salah satu tiang agama islam.
Tidak sempurna keislaman seseorang hingga dirinya menjalankan ibadah
haji.1 Diantara hikmah disyari’atkannya haji adalah memebersihkan jiwa
seorang muslim dari dosa-dosa sehingga jiwa layak menerima kemuliaan
Allah SWT di dunia dan di akhirat. Tentunya kemuliaan tersebut diperoleh
dengan usaha yang maksimal hingga seseseorang yang melaksanakan
ibadah haji memperoleh perdikat haji yang mabrur.

Ibadah haji merupakan ritual tahunan yang dilaksanakan kaum


muslimin sedunia dengan berkunjung dan melaksanakan kegiatan di
beberapa tempat diarab saudi pada suatu waktu yang dikenal dengan musim
haji (bulan dzulhijjah). Hal ini berbeda dengan ibadah umroh yang dapat
dilaksanakan sewaktu-waktu.2
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana pengertian haji ?


1.2.2 Bagaimana hukum ibadah haji ?
1.2.3 Bagaimana pelaksanaan haji ?
1.2.4 Bagaimana mencapai haji mabrur ?
1.2.5 Bagaimana hikmah haji dari berbagai aspek ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui pengertian haji.


1.3.2 Mengetahui hukum ibadah haji.

1
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat,Puasa
dan Haji. (Darul Falah: Jakarta, 2010)
2
Saefulloh Muhammad Satori, Sifat Ibadah Nabi., (Pustaka Amanah: Jakarta, 2004),

1
1.3.3 Mengetahui pelaksanaan haji.
1.3.4 Mengetahui cara mencapai haji mabrur
1.3.5 Mengetahui hikmah haji dari berbagai aspek.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Haji

Ibadah haji adalah simbol persatuan ummat Islam, tanpa memandang


ras, suku, warna kulit dan kebangsaan, karena dasar persatuan kaum
muslimin adalah syar’ah dan aqidah Islam.3
Muhammad Sholikhin dalam bukunya juga menjelaskan bahwa arti
kata “Haji” secara lughawi (bahasa) adalah berziarah, berkunjung atau
berwisata suci. Dalam istilah fiqh, haji memiliki makna perjalanan
seseorang ke Ka‟bah guna menjalankan ritual-ritual ibadah haji dengan cara
dan waktu yang telah ditentukan.4
2.2 Hukum Ibadah Haji

Mengenai hukum Hukum Ibadah Haji asal hukumnya adalah wajib


‘ain bagi yang mampu. Melaksanakan haji wajib, yaitu karena memenuhi
rukun Islam dan apabila kita “nazar” yaitu seorang yang bernazar untuk
haji, maka wajib melaksanakannya, kemudian untuk haji sunat, yaitu
dikerjakan pada kesempatan selanjutnya, setelah pernah menunaikan haji
wajib.

Haji merupakan rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada setiap


muslim yang mampu untuk mengerjakan. jumhur Ulama sepakat bahwa
mula-mulanya disyari’atkan ibadah haji tersebut pada tahun ke enam Hijrah,
tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijrah.
a. rukun haji :
1) Ihram

3
Hawwa, Said, Al Islam Jilid 1 (Diterjemahkan oleh Abu Ridho dan Aunur Rofiq Shaleh
Tamhid, Lc.), (Jakarta: Al I‟tishom Cahaya Umat, 2012)
4
Muhammad Sholikhin, Keajaiban Haji dan Umrah: Mengungkap Kedahsyatan Pesona
Ka’bah dan Tanah Suci (Jakarta: Erlangga, 2013)

3
Meniatkan salah satu dari dua ibadah yaitu ibadah haji atau umrah,
atau meniatkan untuk kedua ibadah itu sekaligus dengan disertai
mengenakan pakaian tertentu untuk ihram.
2) Wuquf di Arafah
Pada tanggal 9 Dzulhijjah; yakni hadirnya seseorang yang berihram
untuk haji, sesudah tergelincirnya matahari yaitu pada hari ke-9
Dzulhijjah hingga sampai terbitnya fajar pada tanggal 10 Dzulhijjah.
3) Tawaf
Mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali, dimulai dari tempat hajar
aswad (batu hitam) yang dimulai tepat pada garis lantai yang
berwarna coklat dengan posis Ka’bah berada di sebelah kiri dirinya
(kebalikan arah jarum jam).
4) Sa’i
Berjalan agak cepat antara shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali,
dimulai dari shafa dan berakhir di marwah. Sa’i antara bukit shafa
dan marwa yang jaraknya sekitar 400 meter, hakekat melestarikan
pengamalan Hajar.
5) Tahallul
Menghalalkan pada dirinya apa yang sebelumnya diharamkan bagi
dirinya karena ihram. Seperti pria dilarang memakai pakaian
berjahit, wanita menutup muka (cadar) dan kaos tangan.
6) Tertib.
b. Wajib Haji
Yaitu sesuatu yang perlu dikerjakan, tapi sahnya haji tidak
tergantung atasnya, karena boleh diganti dengan dam (denda) yaitu
menyembelih binatang. berikut kewajiban haji yang mesti dikerjakan :
Ihram dari Miqat, yaitu memakai pakaian Ihram (tidak berjahit),
dimulai dari tempat-tempat yang sudah ditentukan, terus menerus
sampai selesainya ibadah haji.
Bermalam di Muzdalifah sesudah wukuf, pada malam tanggal 10
Dzulhijjah.

4
Bermalam di Mina selama 2 atau 3 malam pada hari tasyriq
(tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah).
Melempar jumrah ‘aqabah tujuh kali dengan batu pada tanggal 10
Dzulhijjah dilakukan setelah lewat tengah malam 9 Dzulhijjah dan
setelah wukuf.
Melempar jumrah ketiga-tiganya, yaitu jumrah Ula, Wustha dan
‘Aqabah pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah dan melemparkannya
tujuh kali tiap-tiap jumrah. Meninggalkan segala sesuatu yang
diharamkan karena ihram.
c. Sunat Haji
Ifrad, yaitu mendahulukan urusan haji terlebih dahulu baru mengerjakan
atas ‘umrah. Membaca Talbiyah yaitu :
‫وال ِن’ ْع وا ْل ُم ْل ش ِري َك لَ َك‬ ‫ش ِري َك لَ َك لَبَّ ْي ح‬ َ‫لَبَّ ْي َك اللَّ ُهَّم لَبَّ ْي َك لَب‬
‫َك ال‬ ‫َمَة َل َك‬ ‫َك ِإ َّ ن ا ْل ْمَد‬ ‫ْي َ ك ال‬
"Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah aku memenuhi
panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, sesungguhnya pujian dan
kenikmatan hanya milik-Mu, dan kerajaan hanyalah milik-Mu, tiada
sekutu bagi-Mu".
Tawaf Qudum, yatiu tawaaf yang dilakukan ketika permulaan datang di
tanah ihram, dikerjakan sebelum wukuf di ‘Arafah. Shalat sunat ihram 2
raka’at sesudah selesai wukuf, utamanya dikerjakan dibelakang makam
nabi Ibrahim. Bermalam di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah

2.3 Pelaksanaan Ibadah Haji

1. Di Mekkah (pada tanggal 8 Djulhijjah)


Mandi dan berwudlu
Memakai kain ihram kembali
Shalat sunat ihram dua
raka’at
Niat haji : “Labbaika Allahumma Bihajjatin”
Berangkat menuju ‘Arafah. Membaca talbiyah, shalawat dan do’a :
Talbiyah : “Labbaika Allahumma Labbaik Laa Syarikalaka Labbaika
Innalhamda Wanni’mata Laka Walmulka Laa Syarika Laka”.
2. Di Arafah

5
Waktu masuk Arafah hendaklah berdo’a, menunggu waktu wukuf.
Wukuf (pada tanggal 9 Djulhijjah). Sebagai pelaksanaan rukun haji
seorang jamaah harus berada di Arafah pada tanggal 9
Djulhijjah meskipun hanya sejenak.

2.4 Mencapai Haji Mabrur

Meraih haji mabrur merupakan cita-cita setiap jamaah haji. Namun hal
itu tidak mudah. Ibadah haji memerlukan totalitas keikhlasan dan
kekhuyu'an, baik lahir maupun batin.

Ada beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk meraih haji mabrur.

Pertama, membawa bekal yang terbaik. Dan sebaik-baik bekal untuk


menunaikan ibadah haji adalah takwa.

Kedua, sebelum menunaikan ibadah haji dan selama menunaikannya,


hendaknya bertobat kepada Allah dengan taubatan nasuha (tobat yang
sebenar-benarnya). Tobat itu meliputi hati, lidah, serta perbuatan.

Ketiga, sebelum menunaikan ibadah haji, hendaknya ia membereskan


masalah utang-piutang. Karena orang yang dalam perjalanan ibadah haji
bagaikan orang yang masuk ke liang kubur, hendaknya ia membereskan
masalah-masalah yang bersangkutan dengan manusia. Misalnya masalah
utang-piutang, juga memohon maaf jika mempunyai kesalahan kepada
orang lain.

Keempat, biaya haji yang halal. Harta halal itu adalah harta yang
bukan dari pencurian, korupsi, penipuan, riba, menjual barang yang haram
(babi, darah, binatang disembelih bukan atas nama Allah SWT).

Kelima, tidak kalah pentingnya adalah bekal sikap mental menghadapi


segala kemungkinan selama berada di Tanah Suci. Salah satunya adalah
sabar. Sifat yang satu ini memegang peranan sangat penting dalam
pelaksanaan ibadah haji.
2.5 Hikmah Haji dari Berbagai Aspek

Adapun hikmah Haji sebagai berikut.5

1. Menyempurnakan keislaman
Haji merupakan salah satu rukun Islam. Jika salah satu rukunnya kurang
atau tidak terpenuhi, maka tidak akan sempurna. Untuk dapat
menyempurnakan keislamannya, seorang Muslim diwajibkan untuk
berhaji sekali dalam seumur hidupnya. Jika dilakukan untuk yang kedua
atau ketiga kali dan seterusnya, maka hal itu menjadi amalan sunnah.
2. Menghapus Dosa
Satu-satunya langkah yang akan mampu menghapus semua dosa bagi
umat akhir zaman sekarang ini adalah dengan menggapai haji yang
mabrur. Sebab tidak ada balasan yang paling layak bagi orang yang
meraih haji yang mabrur, kecuali mendapatkan surga. Dosa yang
terhapus adalah dosa atau kesalahan kepada Allah SWT. Adapun dosa
terhadap sesama manusia, maka kita harus meminta keridhaan dan maaf
dari orang yang bersangkutan.
3. Melipatgandakan Pahala
Selama di Tanah Suci, para jamaah haji mengumpulkan pahala
sebanyak- banyaknya. Karena ibadah di Tanah Suci Makkah dan
Madinah pahalanya berlipat ganda dibandingkan dengan beribadah di
tempat lain.
4. Meningkatkan Iman dan Taqwa Kepada Allah SWT
Jika seorang muslim telah melaksanakan ibadah haji, maka itu berarti ia
telah melengkapi pondasi keislamannya sehingga lebih kokoh dan
sempurna. Rasulullah SAW telah menegaskan:

Artinya:

5
Nafi, Moh., 2015, Haji Dan Umroh Sebuah Cermin Hidup, (Surabaya : Erlangga)
Dari Ibnu Umar r.a, dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda: “Islam
ditegakkan di atas lima dasar, (1) Tauhiidullah (mengesakan Allah),
(2) Mendirikan shalat, (3) Menunaikan zakat, (4) Puasa Ramadhan, (5)
Haji.” (H.R. AtTurmudzi).6

6
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Mukhtashar Shahih Muslim, Penerjemah: KMCP dan
Imron Rosadi, Ringkasan Sahahih Muslim, Jilid 1, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ibadah haji adalah simbol persatuan ummat Islam, tanpa memandang
ras, suku, warna kulit dan kebangsaan, karena dasar persatuan kaum
muslimin adalah syar’ah dan aqidah Islam. Mengenai hukum Hukum Ibadah
Haji asal hukumnya adalah wajib ‘ain bagi yang mampu. Meraih haji
mabrur merupakan cita-cita setiap jamaah haji. Namun hal itu tidak mudah.
Ibadah haji memerlukan totalitas keikhlasan dan kekhuyu'an, baik lahir
maupun batin.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat,


Zakat,Puasa dan Haji. (Darul Falah: Jakarta, 2010)

Saefulloh Muhammad Satori, Sifat Ibadah Nabi., (Pustaka Amanah: Jakarta, 2004),

Hawwa, Said, Al Islam Jilid 1 (Diterjemahkan oleh Abu Ridho dan Aunur Rofiq
Shaleh Tamhid, Lc.), (Jakarta: Al I‟tishom Cahaya Umat, 2012

Muhammad Sholikhin, Keajaiban Haji dan Umrah: Mengungkap Kedahsyatan


Pesona Ka’bah dan Tanah Suci (Jakarta: Erlangga, 2013

Nafi, Moh., 2015, Haji Dan Umroh Sebuah Cermin Hidup, (Surabaya : Erlangga
MAKALAH

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAAN II

“ Hakekat Shalat”

Oleh:
Nama : MUHAMMAD RIVALDY
NIM : 2210411048

PROGRAM MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALU
2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmatnya, maka pada hari ini makalah yang berjudulkan
“Hakekat Shalat” ini dapat diselesaikan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.


Penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saran dari berbagai pihak
sangat diharapkan demi kemajuan selanjutnya.

Palu, 5 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
2.1 Pengertian Shalat........................................................................ 3
2.2 Allah SWT Mewajibkan Shalat.................................................. 3
2.3 Tujuan dan Fungsi Shalat............................................................4
2.4 Hikmah Shalat.............................................................................5
2.5 Makna Spiritual Shalat................................................................6
BAB III PENUTUP................................................................................................7
3.1 Kesimpulan................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sering kali kita sebagai orang islam tidak mengetahuikewajiban kita


sebagai mahluk yang paling sempurnayaitu sholat, atau terkadang tau
tentang kewajiban tapitidak mengerti terhadap apa yang dilakukaan.

Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan


bagi setiap muslim yang sudah baligh. Kewajiban shalat fardhu tidak boleh
ditinggalkan sekalipun oleh orang yang sakit. Ketentuan tentang wajibnya
menegakkan shalat ini berlaku secara umum, terkecuali karena adanya
beberapa sebab yang mengakibatkan seseorang tidak berkewajiban
menunaikan shalat atau karena keadaan tertentu seorang dilarang
mengerjakan shalat.1
Suatu kenyataan bahwa tak seorangpun yang sempurna,apalagi maha
sempurna, melainkan seseorang itu serba terbatas,sehingga dalam
menempuh perjalanan hidupnya yang sangat komplekitu, ia tidak akan luput
dari kesulitan dan problema. Oleh karena itukita perlu mengetahui apa itu
shalat, dan syarat rukunya dan berikutakan dipaparkan mengenai segala
macam tentang shalat.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana pengertian shalat?


1.2.2 Mengapa Allah SWT mewajibkan shalat ?
1.2.3 Bagaimana tujuan dan fungsi shalat ?
1.2.4 Bagaimana hikmah shalat ?
1.2.5 Bagaimana makna spiritual shalat ?

1
Musthafa Kamal Pasha, Fiqih Sunnah, (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 1985)

1
1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui pengertian shalat.


1.3.2 Mengetahui alasan Allah SWT mewajibkan shalat
1.3.3 Mengetahui tujuan dan fungsi shalat
1.3.4 Mengetahui hikmah shalat
1.3.5 Mengetahui makna spiritual shalat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Shalat

Dalam mendefinisikan tentang arti kata shalat, Imam Rafi‟i mendefinisikan


bahwa shalat dari segi bahasa berarti do‟a, dan menurut istilah syara‟ berarti
ucapan dan pekerjaan yang dimulai dengan takbir, dan diakhiri/ditutup denngan
salam, dengan syarat tertentu.2
Kemudian shalat diartikan sebagai suatu ibadah yang meliputi ucapan dan
peragaan tubuh yang khusus, dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam
(taslim). Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan shalat adalah suatu pekerjaan yang diniati ibadah dengan berdasarkan
syaratsyarat yang telah ditentukan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan
diakhiri dengan salam.

Shalat menghubungkan seorang hamba kepada penciptanya, dan shalat


merupakan menifestasi penghambaan dan kebutuhan diri kepada Allah SWT.Dari
sini maka, shalat dapat menjadi media permohonan, pertolongan dalam
menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui manusia dalam perjalanan
hidupnya.3
2.2 Allah SWT Mewajibkan Shalat

Sesungguhnya Allah Swt adalah Tuhan yang maha Rahman dan maha
rohim,yang maha tahu akan segala apa yang ada di bumi, sehingga setiap
apapun yang diperintahkan dan dilarang olehnya benar – benar menunjukan
kasih sayang dan cintanya kepada setiap mahluk di muka bumi.

Allah Swt berfirman dalam surat Al-kautsar ayat 2, “ Maka dirikanlah


shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah”. Ayat tersebut menunjukan
2
Syekh Syamsidin abu Abdillah, Terjemah Fathul Mu‟in (Surabaya: Al-Hidayah, 1996), h.
47
3
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah,
(Jakarta: Amzah, 2009), h. 145

3
betapa pentingnya menjalankan ibadah yang satu ini, bahkan Allah
mengancam manusia yang lalai dalam mengerjakan sholat dengan ancaman
yang keras dalam surat al-maun ayat 4-5 “maka kecelakaanlah bagi orang-
orang yang sholat yaitu orang-orang yang lalai dengan sholatnya”.

2.3 Tujuan dan Fungsi Shalat

Kedudukan atau fungsi shalat itu di antaranya adalah sebagai tiang


agama. Tidak hanya sebagai tiang agama, shalat juga yang pertama kali
dihisab di hari akhirat. Tetapi juga, shalat itu mencegah perbuatan keji dan
mungkar. Shalat bahkan menjadi kunci surga. Shalat menjadi kunci dalam
berdoa. Untuk menguji seseorang beriman dan taat kepada Allah dapat
dilihat dari shalatnya. Kalau kita lihat sebuah bangunan masjid, ada tiang-
tiang sebagai penopang. Maka kalau tidak ada tiang tentu bangunan masjid
ini akan runtuh.

Begitulah shalat, jika kita tidak menegakkan shalat, maka runtuhlah


agama dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, mari senantiasa kita jadikan
shalat ini bukan sekedar kewajiban saja. Karena kalau masih taraf
kewajiban, itu masih ada ketakutan. Tapi bagaimana shalat ini menjadi
sebuah kebutuhan bagi kita. Kecenderungan manusia adalah suka berkeluh
kesah. Tidak pernah merasa cukup, meskipun sudah punya mobil dan rumah
mewah. Karena itu, kebahagiaan yang hakiki bukanlah dalam bentuk materi
semata, tetapi adalah kebahagiaan batin, kebahagiaan psikologis, bersifat
subjektif dan intrinsik dari dalam diri kita. Maka Alquran memberikan
pengecualian untuk orang yang shalat. Shalat itu tidak hanya diawali dengan
takbiratul ihram, dan diakhiri dengan salam.

Tetapi bagaimana sesudah shalat itu kita “shalat”, bagaimana kita


mengaplikasikan maknamakna shalat itu. Alquran tidak pernah menyuruh
kita “kerjakan shalat”, tetapi Alquran menyuruh kita “tegakkan shalat”.
Tegak itu maknanya bagaimana shalat itu teraplikasi dalam tugas dan
kegiatan dalam seluruh aspek kehidupan kita. Jadi, kalau shalat sebagai
tiang agama, maka kalau kita tegakkan, akan tegaklah agama dalam

4
kehidupan kita. Kalau kita tinggalkan akan runtuh agama dalam kehidupan
kita. Dalam sebuah penelitian tentang shalat disebutkan bahwa shalat dapat
menjadikan orang pintar dan cerdas. Menurut penelitian tersebut, ketika kita
sujud dan rukuk dalam shalat, suplai oksigen menuju otak itu akan
maksimal.

Oleh karena, maksimalnya suplai oksigen menuju otak menjadikan


peredaran darah menuju otak menjadi maksimal pula. Inilah yang
menyebabkan orang yang shalat itu menjadi pintar dan cerdas. Maka kalau
ada orang shalat yang tidak pintar dan cerdas, berarti ada yang salah dalam
gerakan shalatnya.4

2.4 Hikmah Shalat

Di dalam al-Quran dan al-Hadits telah dijelaskan betapa luar biasanya


hikmah shalat dan manfaat yang bisa didapat jika mengamalkannya. Ada
banyak keutamaan yang tersimpan di balik perintah shalat.

1. Mendidik menjadi Pribadi yang Disiplin


Shalat dapat mendidik seorang Muslim menjadi pribadi yang disiplin.
Setiap Muslim dituntut untuk menghargai waktu dengan sebaik-baiknya
memaksimalkan setiap kesempatan yang ada, dan mempertahankan
eksistensi diri sebagai seorang khalifah di muka bumi.
2. Melatih menjadi Pribadi yang Tangguh
Shalat dapat melatih diri untuk menjadi pribadi yang tangguh dan tidak
cengeng ketika menghadapi masalah. Dalam al-Qur'an surat Al-Ma‟arij
ayat 19 - 23, Allah berfirman: "Sesungguhnya manusia diciptakan untuk
bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh
kesah, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu
konsisten mengerjakan shalatnya,"
3. Meninggikan Derajat

4
Hasrat Efendi Samosir. 2018. Fungsi Shalat Dalam Kehidupan. Universitas Medan Area.
Buletin Taqwa Universitas Medan Area Periode September 2018

5
Allah akan meninggikan derajat dan menghapus kesalahan orang yang
melaksanakan shalat. Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda:
"Hendaknya engkau memperbanyak sujud kepada Allah. Karena engkau
tidak sujud kepada Allah satu kali, melainkan Allah akan
mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan satu kesalahan dari
dirimu." (HR. Muslim dari Tsauban).
4. Membersihkan Kesalahan dan Dosa
Dengan shalat, Allah akan mengampuni dosa-dosa yang ada di antara
satu shalat dengan shalat berikutnya. Shalat juga dapat membersihkan
diri dari kesalahan dan dosa yang dilakukan secara sengaja atau tidak.
5. Meraih Pertolongan Allah
Ketika shalat, seorang hamba berada pada posisi yang sangat dekat
dengan Allah. Kedekatan tersebut sangat baik untuk dimaksimalkan
dengan berdoa dan memohon pertolongan-Nya. Para Sahabat
Rasullullah SAW tak akan berkeluh kesah atau berputus asa jika sedang
menghadapi kesulitan.

2.5 Makna Spiritual Shalat

Seorang yang shalat berarti melakukan hubungan langsung (direct


connecting) dengan Allah SWT. Dengan demikian, tercipta rasa aman,
tenang, damai, indah, sejuk, dan lapang di dada, seperti yang dilukiskan
Allah dalam ayat, "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan mengingat Allah.

Makna Spiritual Shalat adalah semua yang mengacu pada apa yang
terkait dengan ruh atau jiwa yang dapat membuat kita dekat dengan Allah.
Melalui setiap gerakan shalat kita akan merasakan kekuasaan Allah,
ketenangan dan kedamaian jiwa. Selain memiliki makna spiritual, gerakan
shalat juga bermanfaat bagi kesehatan organ tubuh kita. Menjadi simbol
perjalanan kita di dunia sebagai bekal untuk menjalani kehidupan
berikutnya di akhirat.

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Shalat dari segi bahasa berarti do‟a, dan menurut istilah syara‟ berarti
ucapan dan pekerjaan yang dimulai dengan takbir, dan diakhiri/ditutup
denngan salam, dengan syarat tertentu. Kedudukan atau fungsi shalat itu di
antaranya adalah sebagai tiang agama. Tidak hanya sebagai tiang agama,
shalat juga yang pertama kali dihisab di hari akhirat. Tetapi juga, shalat itu
mencegah perbuatan keji dan mungkar. Shalat bahkan menjadi kunci surga.

7
DAFTAR PUSTAKA

Musthafa Kamal Pasha, Fiqih Sunnah, (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 1985)

Syekh Syamsidin abu Abdillah, Terjemah Fathul Mu‟in (Surabaya: Al-Hidayah,


1996), h. 47

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh
Ibadah, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 145

8
MAKALAH

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAAN II

“ Ibadah Maliyah: Zakat, Shadaqah, Wakaf, Hibah”

9
Oleh:
` Nama : MUHAMMAD RIVALDY
NIM : 2210411048

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALU 2023

1
0
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmatnya, maka pada hari ini makalah yang berjudulkan
“Ibadah Maliyah: Zakat, Shadaqah, Wakaf, Hibah” ini dapat diselesaikan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.


Penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saran dari berbagai pihak
sangat diharapkan demi kemajuan selanjutnya.

Palu, 5 Juni

2023 Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 1
1.3 Tujuan.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Pengertian Ibadah Maliyah.........................................................3
2.2 Macam-Macam Ibadah Maliyah.................................................3
2.3 Urgensi Ibadah Maliyah............................................................. 9
2.4 Hikmah Ibadah Maliyah........................................................... 10
BAB III PENUTUP..............................................................................................11
3.1 Kesimpulan...............................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ibadah harta (ibadah maliyah) merupakan investasi amal yang tidak


akan berhenti pahalanya, walaupun yang bersangkutan sudah meninggal
dunia,yang dikenal dengan Amal Jariyah. Harta yang dititipkan kepada
manusia harus dijadikan sebagai bekal kepada Allah SWT. Banyak harta,
harus mendorong seseorang untuk lebih banyak beribadah kepada-Nya.
Harta yang dijadikan sebagai bekal dan sarana ibadah, berarti harta yang
bermanfaat danakan membuahkan berkah kepada harta dan kehidupan yang
bersangkutan.Dan kewajiban syukur atas nikmat harta harus dibuktikan
dengan cara menggunakan harta tersebut sebagai sarana ibadah kepada
Allah SWT.

Pelaksanaan tugas ibadah kepada Allah tidak hanya diwujudkan dalam


bentuk ibadah fisik saja, tetapi juga harus diwujudkan dalam bentuk ibadah
harta. Investasi amal yang tidak akan berhenti pahalanya, walaupun yang
bersangkutan sudah meninggal dunia adalah harta yang disumbangkan
untuk amal jariah. Ibadah maliah atau ibadah dengan harta termasuk bagian
penting dalam syari’at Islam. Dalam rukun Islam pun nampak bahwa rukun
yang lima itu terdiri dari ruknul qalbi, ruknul badani dan ruknul mali.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana pengertian ibadah maliyah ?


1.2.2 Apa saja macam-macam ibadah maliyah ?
1.2.3 Bagaimana urgensi ibadah maliyah ?
1.2.4 Bagaimana hikmah ibadah maliyah ?

1
1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui pengertian ibadah maliyah.


1.3.2 Mengetahui macam-macam ibadah maliyah
1.3.3 Mengetahui urgensi ibadah maliyah
1.3.4 Mengetahui hikmah ibadah maliyah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ibadah Maliyah

Ibadah maliyah adalah amalan-amalan ibadah yang lebih banyak


dilakukan dengan sarana harta benda atau ibadah yang diwujudkan dalam
bentuk pemberian harta atau terkait dengan harta yaitu menggunakan harta
yang Allah karuniakan untuk apa-apa yang Allah cintai dan ridhai seperti
zakat, infaq, shadaqah dll.

Ibadah harta (ibadah maliyah)merupakan investasi amal yang tidak


akan berhentipahalanya, walaupun yang bersangkutan sudah meninggal
dunia, yang dikenal dengan AmalJariyah. Harta yang dititipkan kepada
manusia harus dijadikan sebagai bekal kepada AllahSWT. Banyak harta,
harus mendorong seseorang untuk lebih ban]]yak beribadah kepada-Nya.
Harta yang dijadikan sebagai bekal dan sarana ibadah, berarti harta yang
bermanfaat dan akanmembuahkan berkah kepada harta dan kehidupan yang
bersangkutan. Dan kewajiban bersyukuratas nikmat harta harus dibuktikan
dengan cara menggunakan harta tersebut sebagai saranaibadah kepada Allah
SWT. Pelaksanaan tugas ibadah kepada Allah tidak hanya diwujudkandalam
bentuk ibadah fisik saja, tetapi juga harus diwujudkan dalam bentuk ibadah
harta. Ibadah dengan harta termasuk bagian penting dalam syari’at Islam.

2.2 Macam-Macam Ibadah Maliyah

1. Zakat (Maal)
Zakat (asal kata “zakka”)menurut lughot artinya suci dan subur.
Sedangkan menurut istilah syara’: mengeluarkan dari sebagian harta
benda atas perintah Allah, sebagai shadaqah wajib kepada mereka yang
telah ditentukan oleh hukum Islam.

Secara harfiah zakat berarti "tumbuh", "berkembang", "menyucikan",


atau "membersihkan". Sedangkan secara terminologi syari'ah, zakat

3
merujuk pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah
dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana
ditentukan.

Sabda Rasulullah : “ Mungkin ada hartamu yang wajib dizakati, akan


tetapi tidak engkau keluarkan, maka harta yang haram (bagian harta
yang harus dikeluarkan) akan merusakkan yang halal” (Hr. Sye”i dan
Bukhari dari Aisyah r.anha)

“Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi


mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui“.
“Sesungguhnya beruntunglah yang membersihkan diri dan ingat asma
Allah, kemudian ia sembahyang” (S. Al A’la : 14-15)

Dalam Al Qur’an surat at Taubah : 103, misalnya secara tegas dikatakan


bahwa: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka”. Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
Harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya yaitu :

4
5
6
a. Nishab Harta Perniagaan
Barang (harta) perniagaan wajib dikeluarkan zakatnya mengingat
firman Allah : ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di
jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu, dan janganlah
kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya”(QS Al- Baqarah : 267).
b. Zakat Binata Ternak
Dasar wajib mengeluarkan zakat binatang ternak ialah: Diberitahukan
oleh Bukhari dan muslim dari Abi Dzar, bahwasanya Nabi Saw,
bersabda sebagai berikut:
”Seorang laki-laki yang mempunyai unta,sapi, atau kambing yang
tidak mengeluarkan zakatnya maka binatang–bnatang itu nanti pada
hari Qiyamat akan datang dengan keadaan yang lebih besar dan
gemuk dan lebih besar dari pada didunia, lalu hewan–hewan itu
menginjak-nginjak pemilik dengan kaki-kakinya.setiap selesai
mengerjakan yang demikian, bintang-binatang itu kembali mengulangi
pekerjaan itu sebagaimana semula:dan demikianlah terus menerus
sehingga sampai selesai Allah menghukum para manusia. ” ( HR:
Bukhari ).

2. Zakat Fitrah

7
Zakat fitrah ialah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim
untuk hari tersebut. muslim laki-laki, perempuan, besar atau kecil,
merdeka atau budak pada hari raya idul fitri bilmana pada dirinya
ada kelebihan.
“Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah pada bulan ramadhan
sebanyak satu sha” (3,1) dari makan kurma atau syair (gandum) atas
tiap-tiap orang merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan
muslim “ (Hr Bukhari dan Muslinm dari Umar ra).

3. Shadaqah
Ibadah harta pada umumnya disebut shadaqah. Shadaqah yang wajib dan
ditentukan standar pelaksanaannya disebut zakat. Shadaqah yang wajib
tapi tidak ditentukan standar pelaksanaannya disebut infaq. Adapun
shadaqah yang sunat disebut dengan kata shadaqah itu sendiri.

Shadaqah bersal dari kata ash-shidqu yang berarti benar, jujur.


Falsafahnya, shadaqah merupakan bukti bahwa seseorang memiliki
keyakinan (aqidah) yang benar, jalan hidup (syariah) yang benar dan
prilaku (akhlak) yang benar. selain itu, shadaqah merupakan manifestasi
kejujuran seseorang dalam kepemilikan harta.

Menurut istilah, shadaqah adalah:

‫لهال تَ َعالَى‬ ‫ب‬ ‫َلى‬


‫ِإلَى‬ ‫و ْ ج ِه‬ ‫ما ُت ْعطى‬
‫التّ َقَ ُّر‬

“Sesuatu yang diberikan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala”.

Jika zakat dan infaq sudah ditentukan jenisnya seperti uang, emas, perak,
perdagangan, hewan ternak, dll. ..maka shadaqah tidak demikian

8
Shadaqah boleh dengan barang-barang sebagaimana disebut, bisa juga
dengan tenaga, fikiran dan lainnya. Bahkan, wajah sumringah dan
senyuman pun bisa bernilai shadaqah.

4. Wakaf
Wakaf ialah menyerahkan harta benda atau sebangsanya yang kekal
zatnya guna diambil manfaatnya bagi kepentingan umum dan atau
khusus”. Wakaf dalam ajaran Islam termasuk amal shadaqah berpahala
tinggi, dan terus-menerus mengalir pahalanya kepada orang yang
berwakaf.
“Apabila anak adam telah meninggal dunia, putuslah segala amalnya
kecuali tiga yaitu shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak
shaleh yang mendoakannya” (Hr. Muslim dari Abu Huraerah)

5. Hibah
Hibah : pemberian sesuatu kepada orang lain semata-mata karena Allah
swt.
Sabda Rasulullah :”Barangsiapa diberi oleh saudaranya kebaikan
dengan tidak berlebih-lebihandan tidak dia minta hendaklah diterima
dan janganlah dikembalikan. Maka sesunggunya hal semacam itu
pemberian yang diberikab oleh Allah SWT”
Terhadap hibah yang sudah diserahkan tidak dapat dibenarkan ditarik
kembali, bahkan Rasulullah saw sangat mencela tindakan orang yang
mencabut hibah tersebut, bahkan Rasulullah memisalkan seperti anjing
yang menelan kembali untahannya, kecuali hibah orang tua kepada
anaknya, sesuai hadist Rasulullah saw. (Hr. Bukhari).

2.3 Urgensi Ibadah Maliyah

Ibadah maliah sangat penting dilihat dari berbagai segi, antara lain: pertama,
membersihkan harta dari kotoran kebakhilan, keserakahan, kekejaman dan
kezaliman terhadap kaum fakir miskin.
Kedua, adalah berfungsi ekonomi, membantu makanan bagi yang miskin
atau memerlukan, Ketiga, memiliki fungsi sosial, dengan memberikan zakat
kepada fakir miskin bisa menjaga keseimbangan hidup atau kesenjangan
dan menghindari ketidak adilan sosial.

Memupuk rasa kasih sayang dan kecintaan orang kaya (aghniya) kepada
yang tidak memiliki harta sehingga terjalin keterpaduan antara orang miskin
dan orang kaya, karena kalau telah terjadi keterpaduan diantara keduanya,
mudah-mudahanan bisa mengantisipasi dan akan mengikis segala bentuk
kejahatan yang bisa terjadi dalam masyarakat akibat kesenjangan dan
ketidakadilan sosial.

2.4 Hikmah Ibadah Maliyah

Ibadah maliyah membawa berkah baik kepada orang miskin selaku


penerima maupun orang kaya atau para agniya, diantara hikmahnya:

Pertama, bagi si kaya, sesuai dengan fungsinya, sebagai pembersih harta,


selain juga pembersih hati tuthohhiruhum watuzaqqiihim bihaa. Jadi dengan
berzakat, harta itu menjadi bersih dari hak-hak orang lain yang dititipkan
oleh Allah kepada orang kaya.

Kedua, bisa membersihkan hati dari penyakit tamak, rakus, kikir, dan serta
penyakit-penyakit hati lainnya. Jadi zakat memiliki satu kekuatan
transformatif dalam menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati muzakki.

Memberikan zakat atau infaq dan lainnya kepada fakir miskin bisa menjaga
keseimbangan hidup atau kesenjangan dan menghindari ketidak adilan
sosial.

Memupuk rasa kasih sayang dan kecintaan orang kaya (aghniya) kepada
orang miskin sehingga terjalin keterpaduan antara orang miskin dan orang
kaya.

Mengikis segala bentuk kejahatan yang bisa terjadi dalam masyarakat akibat
kesenjangan, kecemburuan dan ketidakadilan sosial.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ibadah maliyah adalah amalan-amalan ibadah yang lebih banyak dilakukan
dengan sarana harta benda atau ibadah yang diwujudkan dalam bentuk
pemberian harta. Ibadah maliah sangat penting dilihat dari berbagai segi,
antara lain: pertama, membersihkan harta dari kotoran kebakhilan,
keserakahan, kekejaman dan kezaliman terhadap kaum fakir miskin.
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAAN II

“ Macam-Macam Akhlak”

Oleh:
Nama : MUHAMMAD RIVALDY
NIM : 2210411048

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALU 2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmatnya, maka pada hari ini makalah yang berjudulkan
“Macam-Macam Akhlak” ini dapat diselesaikan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.


Penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saran dari berbagai pihak
sangat diharapkan demi kemajuan selanjutnya.

Palu, 5 Juni

2023 Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 1
1.3 Tujuan.............................................................................................2
BAB II PEMBASAHAN........................................................................................3
2.1 Akhlak Kepada Allah SWT........................................................3
2.2 Akhlak Kepada Rasulullah SAW............................................... 4
2.3 Akhlak Kepada Diri Sendiri....................................................... 5
2.4 Akhlak Terhadap Masyarakat.....................................................6
2.5 Akhlak Terhadap Lingkungan Hidup......................................... 6
BAB III PENUTUP................................................................................................8
3.1 Kesimpulan.................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah akhlak sudah tidak jarang lagi terdengar di tengah kehidupan


masyarakat. Mungkin hampir semua orang sudah mengetahui arti kata
akhlak tersebut, karena perkataan akhlak selalu dikaitkan dengan tingkah
laku manusia. Akan tetapi agar lebih meyakinkan pembaca sehingga mudah
untuk dipahami maka kata akhlak perlu diartikan secara bahasa maupun
istilah. Dengan demikian, pemahaman terhadap akhlak akan lebih jelas
substansinya.

Secara bahasa kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah di-
Indonesiakan. Ia merupakan akhlaaq jama‟ dari khuluqun yang berarti
“perangai, tabiat, adat, dan sebagainya. Kata akhlak ini mempunyai akar
kata yang sama dengan kata khaliq yang bermakna pencipta dan kata
makhluq yang artinya ciptaan, yang diciptakan, dari kata khalaqa,
menciptakan. Dengan demikian, kata khulq dan akhlak yang mengacu pada
makna “penciptaan” segala yang ada selain Tuhan yang termasuk di
dalamnya kejadian manusia.1
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam agama Islam.
Pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat dari berbagai sunnah qouliyah
(sunnah dalam bentuk perkataan) Rasulullah

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana akhlak kepada Allah SWT?


1.2.2 Bagaimana akhlak kepada Rasulullah SAW ?
1.2.3 Bagaimana akhlak kepada diri sendiri?
1.2.4 Bagaimana akhlak terhadap masyarakat?

1
Aminuddin, dkk, (2006), Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan
Agama Islam, Jakarta: Graha Ilmu, hal. 93

1
1.2.5 Bagaimana akhlak terhadap Lingkungan hidup ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui akhlak kepada Allah SWT.


1.3.2 Mengetahui akhlak kepada Rasulullah SAW.
1.3.3 Mengetahui akhlak kepada diri sendiri.
1.3.4 Mengetahui akhlak terhadap masyarakat.
1.3.5 Mengetahui akhlak terhadap Lingkungan hidup

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Akhlak Kepada Allah SWT

Ruang lingkup akhlak itu dapat berupa seluruh aspek kehidupan


seseorang sebagai individu, yang bersinggungan dengan sesuatu yang ada di
luar dirinya. Karena sebagai individu, dia pasti berinteraksi dengan
lingkungan alam sekitarnya, dan juga berinteraksi dengan berbagai
kelompok kehidupan manusia secara sosiologis, dan juga berinteraksi secara
methaphisik dengan Allah Swt. sebagai pencipta alam semesta.

Akhlak terhadap Allah (Kholid) dapat diaplikasikan dalam bentuk


sebagai berikut :

1) Mentauhidkan Allah Mentauhidkan Allah yaitu mengesakan Allah dan


tidak menduakannya. Mencintai allah melebihi cinta kepada apa dan
siapapun juga dengan mempergunakan firman-firman_Nya dalam al-
Quran sebagai pedoman hidup dan kehidupan.
2) Taqwa Artinya melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala
larangan_Nya.
3) Senantiasa berdoa dan hanya meminta kepada Allah.;
4) Tawakkal (berserah diri) kepada Allah.2

Allah yang telah menciptakan manusia, maka hendak lah manusia


senantiasa bersujud serta menyembah allah. Menurut Abuddin Nata ada
empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah yaitu :
(a) Karena Allah yang telah menciptakan manusia dan menciptakan
manusia dari air yang ditumpahkan keluar dari antara tulang pungggung
dan tulang rusuk. (Q.S. al-Thariq : 5- 7). Dalam ayat lain, Allah
menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah yang kemudian
diproses menjadi benih

2
M. Daud Ali, (1998), Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal.
352-359.

3
yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim) setelah ia menjadi
segumpal darah, daging, dijadikan tulang dan dibalut dengan daging,
dan selanjutnya diberikan ruh. (Q.S. Al-Mu‟minun : 12-13).
(b) Karena Allah lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera,
berupa pendengaran, penglihatan, akal, pikiran dan hati sanubari. Di
samping anggota badan yang kokoh dan sempurna pada manusia.
(c) Karena Allah lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan
makanan yang berasal dari tumbuhtumbuhan, air, udara, binatang dan
ternak dan lain sebagainya. (Q. S. Al-Jatsiah : 12-13)
(d) Allah lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya
kemampuan untuk menguasai daratan dan lautan (Q. S. Al-Isra‟ : 70).3
2.2 Akhlak Kepada Rasulullah SAW

1) Menghidupkan Sunnah
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menghidupkan satu
sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia,
maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang
mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit
pun.” (HR Ibnu Majah)
2) Taat
“Hai orang-orang yg beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu maka kembalikanlah hal itu kepada Allah dan Rasul-
Nya jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang
demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.”
3) Mencintai dan Memuliakan Rasulullah SAW
Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada
Rasul adalah mencintai beliau setelah kecintaan kita kepada Allah Swt.
Penegasan bahwa urutan kecintaan kepada Rasul setelah kecintaan
kepada Allah disebutkan dalam firman Allah:

3
Abudin Nata, (1997), Akhlak Tasawuf , Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, hal. 148.

4
“Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-
isteri, keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang
kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya
dasn (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik (QS 9:24).
4) Mengucapkan Shalawat dan Salam

Mengucapkan sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW.


Rasulullah SAW bersabda : “Orang yang kikir ialah orang yang
menyebut namaku didekatnya, tetapi dia tidak bersholawat
kepadaku”. (H.R Ahmad).

“Siapa yang bersholawat kepadaku satu kali, Allah akan bersholawat


kepadanya sepuluh kali sholawat”. (H.R Ahmad).

5) Mencontoh Akhlak Rasulullah

Jika Rasulullah bersikap kasih saying keras dalam memperthankan


prinsip, dan seterusnya maka manusia juga harus demikian. Allah
berfirman:

‫ا ْل ُكّفَا رح َماء بَ ْيَن ُه ْم‬ ‫َأ هشدَّاء‬ ‫َّم رسو َهل هذي‬
‫هر َلى‬ ‫معُه‬
َ ‫ُل ا َ ن‬ ‫˚د‬
َّ‫وال‬ ‫مح‬

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang


bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya.(QS al-Fath 29).

2.3 Akhlak Kepada Diri Sendiri

Manusia mempunyai kewajiban kepada dirinya sendiri yang harus


ditunaikan untuk memenuhi haknya. Kewajiban ini bukan semata-mata
untuk mementingkan dirinya sendiri atau menzalimi dirinya sendiri. Dalam
diri manusia mempunyai dua unsur, yakni jasmani (jasad) dan rohani (jiwa).

5
1) Memelihara kesucian diri
2) Menutup aurat (bagian tubuh yang tidak boleh kelihatan, menurut
hukum dan akhlak Islam)
3) Jujur dalam perkataan dan perbuatan,
4) Malu melakukan perbuatan jahat ,
5) Ikhlas, Sabar, Rendah hati , Menjauhi dengki, Menjauhi dendam,
6) Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain,
7) Menjauhi segala perkataan dan perbuatan sia-sia.

2.4 Akhlak Terhadap Masyarakat

Adapun Akhlak terhadap masyarakat menurut Abu Ahmadi dan Noor


salimi antara lain :

1) Memuliakan tamu,
2) Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
bersangkutan,
3) Saling menolong dan melakukan kebajikan dan takwa,
4) Menganjurkan anggota masyarakat termasuk diri sendiri dan orang lain
agar tidak melakukan perbuatan jahat (mungkar),
5) Memberi makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan
kehidupannya,
6) Bermusyawarah dalam segala urusan dan mengenaikan kepentingan
bersama,
7) Mentaati keputusan yang telah diambil,
8) Menepati janji.4

2.5 Akhlak Terhadap Lingkungan Hidup

Akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup) antara lain :

(a) Sadar memelihara kelestarian lingkungan hidup ;

4
Abu Ahmadi dan Noor Salimi, (1991), Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, hal. 202.
(b) Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, fauna dan
flora (hewan dan tumbuhan) yang sengaja diciptakan Tuhan untuk
kepentingan manusia dan makhluk lainnya. Hal ini juga terdapat dalam
al-Quran surat Yunus : 101 dan al-Baqarah : 60 . Karena itu Tuhan telah
menundukkan kepada manusia matahari dan bulan, malam dan siang,
lautan dan sungai, bumi dan gunung-gunung dan seluruh angkasa luas.
Pendeknya semua dihidangkan dihadapan manusia untuk dipergunakan,
diselidiki, digali, dicari rahasianya dan dinikmati hasilnya dengan
sebaik- baiknya ;
(c) Sayang pada sesama makhluk.5

5
Abudin Nata, (1997), Akhlak Tasawuf , Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, hal. 152.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam agama Islam.
Pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat dari berbagai sunnah qouliyah
(sunnah dalam bentuk perkataan) Rasulullah SAW. Ruang lingkup akhlak
itu dapat berupa seluruh aspek kehidupan seseorang sebagai individu, yang
bersinggungan dengan sesuatu yang ada di luar dirinya. Karena sebagai
individu, dia pasti berinteraksi dengan lingkungan alam sekitarnya, dan juga
berinteraksi dengan berbagai kelompok kehidupan manusia secara
sosiologis, dan juga berinteraksi secara methaphisik dengan Allah Swt.
sebagai pencipta alam semesta.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi dan Noor Salimi, (1991), Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam,
Jakarta: Bumi Aksara, hal. 202.

Abudin Nata, (1997), Akhlak Tasawuf , Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, hal.
148

Abudin Nata, (1997), Akhlak Tasawuf , Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, hal.
152.

Aminuddin, dkk, (2006), Membangun Karakter dan Kepribadian melalui


Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Graha Ilmu, hal. 93

M. Daud Ali, (1998), Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
hal. 352-359.
MAKALAH

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAAN II

“ Hakekat Ibadah”

Oleh:
Nama : MUHAMMAD RIVALDY
NIM : 2210411048

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALU 2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmatnya, maka pada hari ini makalah yang berjudulkan
“Hakekat Ibadah” ini dapat diselesaikan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.


Penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saran dari berbagai pihak
sangat diharapkan demi kemajuan selanjutnya.

Palu, 5 Juni

2023 Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 1
1.3 Tujuan................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Pengertian Ibadah..................................................................................3
2.2 Jenis Ibadah...........................................................................................4
2.3 Fungsi Ibadah........................................................................................6
2.4 Hikmah Ibadah......................................................................................7
2.5 Makna Spiritua Ibadah Bagi Kehidupan Sosial.................................... 8
BAB III PENUTUP................................................................................................9
3.1 Kesimpulan............................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ibadah merupakan rangkaian ritual yang dilakukan manusia dalam rangka


pengabdian atau kepatuhan kepada sang Pencipta. Ibadah dalam Islam tidak
hanya terbatas pada hubungan manusia dengan Allah semata, melainkan
juga terdapat hubungan antara manusia dengan manusia lainnya serta antara
manusia dengan alam.1
Secara implisit maupun eksplisit ibadah tidak hanya berupa rangkaian
ucapan dan gerakan semata. Lebih dari itu dibalik ibadah terdapat nilai-nilai
luhur yang mengatur hubungan antar sesama. Nilai-nilai luhur ini biasa
dikenal sebagai etika atau akhlak. Hal ini yang kemudian dijadikan sebagai
pijakan bagi umat Islam untuk dapat menjadikan kehidupannya menjadi
baik dan selalu bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana pengertian ibadah ?


1.2.2 Apa saja jenis ibadah ?
1.2.3 Apa saja fungsi ibadah ?
1.2.4 Apa saja hikmah ibadah ?
1.2.5 Bagaimana makna spiritual ibadah bagi kehidupan sosial ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui jenis ibadah.


1.3.2 Mengetahui fungsi ibadah.
1.3.3 Mengetahui hikmah ibadah.
1.3.4 Mengetahui makna spiritual ibadah bagi kehidupan sosial.

1
Razak, Nasruddin. 1993. Dienul Islam. Bandung: Al-Ma'arif

1
2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ibadah

Secara umum ibadah memiliki arti segala sesuatu yang dilakukan manusia
atas dasar patuh terhadap pencipta Nya sebagai jalan untuk mendekatka diri
kepada Nya. Ibadah menurut bahasa (etimologis) adalah diambil dari kata
ta’abbud yang berarti menundukkan dan mematuhi dikatakan thariqun
mu’abbad yaitu : jalan yang ditundukkan yang sering dilalui orang. Ibadah
dalam bahasa Arab berasal dari kata abda’ yang berarti menghamba. Jadi,
meyakini bahwasanya dirinya hanyalah seorang hamba yang tidak memiliki
keberdayaan apa- apa sehingga ibadah adalah bentuk taat dan hormat
kepada Tuhan Nya.2
Menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi
makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:

1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya


melalui lisan para Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu
tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah
(kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan
diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang
zhahir maupun yang bathin.

Majlis tarjih Muhammadiyah mengemukakan pengertian “Ibadah adalah


bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Swt. dengan mentaati segala
perintah-perintah-Nya,menjauhi larangan-larangan- Nya dan mengamalkan
segala yang diizinkan-Nya. Muhammadiyah berpandangan bahwa agama

2
H. E Hassan Saleh, (ed.), Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2008), hal 3-5

3
Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi: aqidah, ibadah, akhlak
dan muamalah duniawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan
harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif.
‫و َما خلَ ْقت ا ْل ِج َّ ن ِ إ ل َي ْ عبُدُ و ما أ ْ ن ’ ْ و َما أُ ِريدُ ط ِع ُمو َّ ن َ و ال ق ُذو‬
‫ِن * هلال َّر َّزا‬ ‫أَ ن ي‬ ‫ِريد ُهم م زق‬ *‫ِن‬ ‫وا ْ ِْلن ََّّل‬
‫م ن ’ر‬ ‫س‬
ُ ‫ا ْلقُ َّو ِة ا ْل َم ِتي‬
‫ن‬

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku
tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku. Sungguh
Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat
Kokoh.” (QS. Az Zariyat: 56-58)

2.2 Jenis Ibadah

Ibadah sebagai bagian integral hukum islam dan sekaligus menjadi objek
kajian fiqih, mempunyai aspek yang mengikat kepada pelakunya yang telah
mencapai tingkat mukalaf.3
1. Ibadah Mahdhoh

Ibadah mahdoh adalah ibadah yang dilakukan dalam rangka menjalin


hubungan yang baik antara hamba dan Allah SWT. Kaidah ibadah
mahdhoh menyatakan bahwa seluruh ibadah pada asalnya hanya boleh
dikerjakan apabila ada dalilnya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhoh,
adalah : Wudhu, Tayammum, Mandi hadats, Shalat, Shiyam (Puasa ),
Haji, Umrah. Pada jenis ibadah ini diharamkan melakukan kreativitas
karena ibadah ini hanya Allah yang memiliki otoritas penuh dalam
memberikan perintah dan mengatur tata caranya. Manusia tidak punya
pilihan lain kecuali tunduk dan patuh pada ketetapan hukum yang telah
diatur secara terperinci.

Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:

3
Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Press, 2008)

4
1) Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-
Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak
boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya. Haram kita
melakukan ibadah ini selama tidak ada perintah.
2) Tata caranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu
tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh: Dan
Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan
izin Allah…(QS.An-Nisa 4 : 64)
‫فانتهو عنه نهاكم وما فخذوه الرسول آتاكم وما‬
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah,
dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. Al-hasyr 59: 7).
3) Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk
ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan
wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya
yang disebut hikmah tasyri’.
4) Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan
ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini
bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk
kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah
satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
Rumus Ibadah Mahdhah adalah = “KA + SS” (Karena Allah +
Sesuai Syariat)

2. Ibadah Ghairu Mahdhoh

Sedangkan ibadah gairo mahdhoh adalah ibadah yang dilakukan dalam


hubungan antara manusia dengan manusia lainnya. Maka pengertian
ibadah ini berlakunya kaidah muamalah yang menyatakan bahwa seluruh
ibadah muamalah pada asalnya boleh kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.

Dengan demikian dalam masalah ibadah ini terbuka peluang akal untuk
melakukan kreativitas dalam menetapkan suatu hukum. Amal ibadah
ghairu mahdhoh ini yang memiliki korelasi langsung antara amal shaleh
dalam bermuamalah dengan keimanan seorang . Keimanan yang kuat
tentu mendorong manusia untuk bergairah melaksanakan perintah-Nya.
Yang termasuk ibadah ghairu mahdhah antara lain :
a. Bekerja untuk mencari nafkah
b. Tersenyum dengan orang lain
c. Tolong menolong sesama
d. Menafkahkan harta di jalan Allah,
e. belajar,
f. dzikir,
g. dakwah,
h. tolong menolong

2.3 Fungsi Ibadah

Apabila dilihat dari sisi urgensi dalam menafsirkan ayat-ayat tentang ibadah,
ditemukan konsep bahwa ibadah secara fungsional adalah menumbuh
kembangkan nilai-nilai ketauhidan dan mengokohkannya dalam jiwa. Atau
dalam beberapa kitab tafsir dibahasakan bahwa bahwa seseorang hamba
yang dengan jiwa raganya beribadah laksana kebun, dan semakin banyak
mendapat siraman melalui ibadah maka yang bersangkutan semakin subur
yang selanjutnya nilai-nilai ketauhidan akan tumbuh dan berkembang
semakin baik. Sebaliknya, semakin jarang orang melakukan ibadah maka
semakin memberikan kesempatan bagi dirinya terjauh dari nilai-nilai
ketauhidan. 4 Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam.

1) Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya


Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat
dilakukan melalui “muqorobah” dan “khudlu”. Orang yang beriman
dirinya akan selalu merasa diawasi oleh Allah. Ia akan selalu berupaya
menyesuaikan segala perilakunya dengan ketentuan Allah SWT.

4
Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, juz I (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halab wa
Awladuh, 1973), h. 5-6.
2) Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya
Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah
anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban untuk
menerima dan memberi nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-
Qur'an ketika berbicara tentang fungsi ibadah menyebutkan juga
dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat.
3) Melatih Diri Untuk Berdisiplin
Adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita
untuk berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam
pelaksanaan sholat, mulai dari wudhu, ketentuan waktunya, berdiri,
ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya, mengajarkan kita untuk
berdisiplin.

2.4 Hikmah Ibadah


1. Tidak Syirik
‫ِاَيّاه˚ تَ ْعب˚ ˚د‬ ‫˚د‬
‫˚ه َّ ن‬ َ‫هل ال‬ ِ ‫واس ْوا‬
‫ْو َ ن ك ْنت˚ ْم‬
‫ِا ْن‬ ‫ِذى‬ ‫ج‬
َ‫خلَق‬
Dan bersujudlah kepada Allah, yang telah menciptakan mereka, jika
benar-benar hanya kepada Nya kamu menyembah (beribadah) [Ha Mim
As Sajdah 41:38]. Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk
senantiasa beribadah menyembah kepada Nya maka ia harus
meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-sifat
yang dimiliki Nya adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga
tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli Nya dan dapat dijadikan
tempat bernaung
2. Memiliki Ketakwaan
‫خَلقَ و الَّ ِذ م ْن َق ْب لِ ˚ك ْم َلَعلَّ ˚ك ْم تَ َت ّق˚ ْو َ ن‬ َ‫˚ك ˚م ال‬ ‫ياَ ُيّ َها النَّا اعب˚ ˚د‬
‫˚ك ْم ْي َ ن‬ َّ‫ِذى رب‬ ‫ْو ا س‬
Hai manusia, sembahlah Tuhan mu yang telah menjadikan kamu dan
juga orang-orang sebelummu supaya kamu bertakwa [Al Baqarah 2:22].
Ada dua hal yang melandasi manusia menjadi bertakwa, yaitu karena
cinta atau karena takut. Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul karena
ibadah yang dilakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan
keindahan Allah SWT
3. Terhindar dari maksiat
‫…ان الصلوة نت هى عن الفحشاء والمنكر‪...‬‬
Sesungguhnya shalat mencegah orang dari kekejian dan kejahatan yang
nyata [Al Ankabut 29:46]. Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat
sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi
keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang dilakukan berkualitas.
Ibadah ibarat sebuah baju yang harus selalu dipakai dimanapun manusia
berada.
4. Berjiwa Sosial
Ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan
lingkungan disekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari
ibadah yang dikerjakannya. Sebagaimana ketika melakukan ibadah
puasa, ia merasakan rasanya lapar yang biasa dirasakan orang-orang
yang kekurangan.
5. Tidak Kikir
‫وا ْب س ِب و ساِئ لِ و ِ فى ال’ ِرَقاب‬ ‫وا وا ْل َمس‬ ˚‫لى ح ِ وى ا ْلق‬ ‫واتَ ى ا ْل َما‬
‫ِن ال ْي ِلل ال ْي َ ن‬ ‫ْ يل َتمى ِك ْي َ ن‬ ‫ْربى‬ ‫ِب’ه‬ ‫َل‬
dan karena cinta kepada Nya memberikan harta benda kepada ahli
kerabat, dan anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, dan kaum
musafir, dan mereka yang meminta sedekah dan untuk memerdekakan
sahaya. [Al Baqarah 2:177]. Harta yang dimiliki manusia pada dasarnya
bukan miliknya tetapi milik Allah SWT yang seharusnya diperuntukan
untuk kemaslahatan umat
6. Meraih martabat lil- llah
‫َف ْو ق َا ْي ِد ِه ْم‬ ‫ َي ˚د‬.…
‫لهال‬
Tangan Allah ada di atas tangan mereka [Al Fath 48:11]. Dengan ibadah
seorang hamba meleburkan diri dalam sifat-sifat Allah SWT,
menghanguskan seluruh hawa nafsunya dan lahir kembali dalam
kehidupan baru yang dipenuhi ilham Ilahi.

2.5 Makna Spiritua Ibadah Bagi Kehidupan Sosial

Di dalam setiap ibadah yang kita kerjakan harus bisa menyentuh dan
memasuki dimensi spritual. Dimensi spiritual itu tidak lain adalah ihsan,
“An ta’buda Allah ka annaka tarahu wain lam yakun tarahu fainnahu yaraka.
Kita beribadah kepada-Nya seakan kita melihat-Nya, apabila kita tidak
melihat-
Nya maka sesungguhnya Dia melihat kita”. Dalam beribadah kita akan
merasa kerdil jika dibandingkan Sang Pencipta, hal tersebut dimaksudkan
agar kita selalu ingat kepad Allah yang telah menciptakan bumi dan
seisinya.
Sebagai umat Islam yang patuh akan segala kewajiban beragama, sudah
bukan hal yang ganjil lagi jika ita sering melakukan berbagai hal terkait
dengan ibadah. Seperti sholat, puasa, haji, zakat, bersuci dan sebagainya.
Kesemua hal itu dilakukan semata-mata untuk memenuhi kewajiban sebagai
umat.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ibadah adalah kata dasar (masdar) dari 'abada-ya'budu-ibâdatan yang artinya
mengabdi atau menghambakan diri. Jenis ibadah ada dua yaitu Ibadah
mahdoh adalah ibadah yang dilakukan dalam rangka menjalin hubungan
yang baik antara hamba dan Allah SWT. Sedangkan ibadah gairo mahdhoh
adalah ibadah yang dilakukan dalam hubungan antara manusia dengan
manusia lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, juz I (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halab
wa Awladuh, 1973), h. 5-6.

H. E Hassan Saleh, (ed.), Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2008), hal 3-5

Razak, Nasruddin. 1993. Dienul Islam. Bandung: Al-Ma'arif


MAKALAH

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAAN II

“Hakekat Puasa”

Oleh:
Nama : MUHAMMAD RIVALDY
NIM : 2210411048

PROGRAMS TUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALU 2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmatnya, maka pada hari ini makalah yang berjudulkan
“Hakekat Ibadah” ini dapat diselesaikan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.


Penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saran dari berbagai pihak
sangat diharapkan demi kemajuan selanjutnya.

Palu, 5 Juni

2023 Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................1
1.3 Tujuan.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Pengertian Puasa.........................................................................3
2.2 Keutamaan Puasa........................................................................3
2.3 Rukun Puasa............................................................................... 7
2.4 Puasa dan Pembentukan Insan Berkarakter................................8
BAB III PENUTUP................................................................................................9
3.1 Kesimpulan.................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Puasa merupakan ibadah yang telah lama berkembang dan dilaksanakan


oleh manusia sebelum Islam.1 Islam mengajarkan antara lain agar manusia
beriman kepada Allah SWT, kepada malaikat-malaikatNya, kepada kitab-
kitabNya, kepada rosul-rosulNya, kepada hari akhirat dan kepada qodo
qodarNya. Islam juga mengajarkan lima kewajiban pokok, yaitu
mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai pernyataan kesediaan hati
menerima Islam sebagai agama, mendirikan sholat, membayar zakat,
mengerjakan puasa dan menunaikan ibadah haji.

Menurut Syeikh Mansur Ali Nashif, puasa dapat menjadi benteng dan
pemelihara dari perbuatan-perbuatan maksiat. Dikatakan demikian karena
puasa dapat menghancurkan nafsu syahwat, bahkan dapat memelihara dari
pelakunya dari api neraka.2
Menurut Yusuf Al Qardawi, puasa sebagai sarana pensucian jiwa dan raga
dari segala hal yang memberatkan dalam kehidupan dunia sekaligus bentuk
manifestasi rasa ketaatan seseorang dalam melaksanakan perintah Allah swt,
dalam hal meninggalkan segala larangan untuk melatih jiwa dalam rangka
menyempurnakan ibadah kepadaNya.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana pengertian puasa ?


1.2.2 Apa saja keutamaan puasa ?
1.2.3 Apa saja rukun puasa ?

1
Prof. Dr. Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy,Pedoman Puasa,Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2009
2
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensido, Bandung, 2014

1
1.2.4 Bagaimana puasa dan pembentukan insan berkarater ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui pengertian puasa.


1.3.2 Mengetahui keutamaan puasa
1.3.3 Mengetahui rukun puasa
1.3.4 Mengetahui puasa dan pembentukan insan berkarater
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Puasa

Saumu (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala


sesuatu”, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang
tidak bermanfaat dan sebagainya. Sedangkan menurut istilah, puasa adalah
menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai
dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa
syarat3.
2.2 Keutamaan Puasa

A. Puasa Wajib
1. Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah puasa yang diwajibkan terhadap setiap
muslim selama sebulan penuh pada bulan Ramadhan. Puasa di bulan
Ramadhan termasuk salah satu puasa wajib yang harus dilakukan
oleh segenap kaum muslimin. Firman Allah SWT
‫علَى الَ م ْن َق ْب ِلُك ْم لََعلَّكُ ْم تَ َت ُّقو َ ن‬ ‫َيا َأ ُيّ َها الَّ ِذي َ ن آ ك عَل ْي ’صي َ ك‬
‫ِذي َ ن‬ ‫َمنُوا ِتب ُك ُم ال ا ُم م ِتب‬
‫ا‬
‫ك‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu*) agar kamu bertakwa." (QS. al-Baqarah : 183).

Hampir setiap khatib dan penceramah mengawali uraian atau


muqaddimahnya dengan ayat ini. Berbagai hal yang berkenaan
dengan puasa pun telah dibahas tuntas oleh mereka. Mulai dari dasar
hukum, aturan fiqih, hikmah, hingga serba-serbi, sudah menjadi
sederet topik yang disajikan di hadapan para jamaah.

a. Puasa Asyura

3
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensido, Bandung, 2014
Abu Hanifah, Ahmad, al-Atsram, dan Ibnu Taimiyah
berpendapat puasa yang diwajibkan sebelum Ramadhan ialah
puasa ‘Asyura. Mereka menukilkan pernyataan dari Aisyah RA.
Menurut Aisyah, puasa Asyura kerap dilakukan Quraisy pada
masa jahiliyah, demikian pula Rasulullah.

Rasulullah menjalankan puasa ‘Asyura, yakni puasa yang biasa


dilakukan oleh orang-orang Yahudi pada 10 Muharram. Bahkan,
kaitan dengan puasa ‘Asyura ini, Ibnu ‘Abbas meriwayatkan,
“Sewaktu datang ke Madinah, Rasulullah mendapati kaum
Yahudi sedang berpuasa pada hari ‘Asyura

b. Puasa Nabi Daud


Rasulullah sendiri sewaktu ditanya oleh seorang laki-laki,
“Bagaimana menurutmu tentang orang yang berpuasa satu hari
dan berbuka satu hari?” Beliau menjawab, “Itu adalah puasanya
saudaraku, Dawud a.s.”
Bahkan dalam hadits lain, beliau menyatakan:
‫كا صو ُم ي وي ط ُر َي ْو ًما‬ ‫ْ و ُم أَ ُ و‬ ْ ‫أَ ض‬
‫ْو ًما ف‬ ‫َن ي‬ ‫ ا‬،‫ِخي ص َد‬ ‫ْف ُل ال و‬
‫ِم‬
‫ص‬

Sebaik-baiknya puasa adalah puasa saudaraku, Dawud a.s. Ia


berpuasa satu hari dan berbuka satu hari, (H.R. Ahmad). Puasa
itu kemudian disunnahkan oleh Rasulullah kepada umatnya.
Demikian halnya puasa ‘Asyura dan puasa “ayyamul bidl”.

c. Puasa tiga hari setiap bulan yaitu tiap tanggal 13, 14, 15.
Puasa yang wajib sebelum Ramadhan adalah puasa tiga hari
setiap bulan yaitu tiap tanggal 13, 14, 15. Puasa ini menurut
Atha’, seperti dinukilkan oleh at-Thabari dalam tafsirnya, adalah
puasa beberapa hari yang termasuk kebiasaan masyarakat pra-
Islam, seperti dimaksud dalam surah al-Baqarah ayat 183.

d. Puasa Maryam
Puasa yang dilakukan Maryam, wanita suci yang
mengandung Nabi Isa as. Tetapi bentuknya tidak sekadar
menahan lapar dan dahaga, namun juga tidak berbicara.
Hal ini seperti tercantum dalam Surat Maryam ayat 26.
‫ص ْو ًما َفَل ْن‬ ‫فَ ُك ِلي واش َر وَق ِ ع ْينًا ۚفَ ِا َّما ت م َ ن ش ِر َا َ ح ًد ۙا ِ ي نَذ ت لل َّر‬
‫فَُق و لي ن ْر ْح ٰم ِن‬ ‫ا ْلب‬ ‫َرِي َّ ن‬ ‫ِبي ’ري‬
ِ ْ

‫ُا َك لِ ’ َم ا ْلَي ْو َم ِا ْن ِ سًيّا‬
Maka makan, minum dan bersenang hatilah engkau. Jika engkau
melihat seseorang, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah
bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku
tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini.”(Q.S
Maryam
: 26).

2. Puasa Qada
Puasa Qadha adalah puasa yang dilaksanakan untuk membayar
hutang puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Puasa
Qadha berlaku bagi orang yang sanggup berpuasa namun puasanya
terhambat karena halangan atau uzur yang dialami pada saat bulan
Ramadhan. Qadha puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi umat
Islam yang tidak memiliki uzur sebelum memasuki Ramadhan
berikutnya. Qadha atau membayar puasa merupakan pengganti
ibadah puasa wajib yang belum dilaksanakan pada Ramadhan di
tahun silam.

3. Puasa Nazar
Nazar artinya menjadikan sesuatu dari yang tidak wajib menjadi
wajib, atau ikatan janji yang diperintahkan untuk melaksanakannya.
Jadi, puasa nazar adalah puasa yang telah dijanjikan oleh seseorang
karena mendapatkan sesuatu kebaikan. Allah SWT berfirman
‫و ْ يل ُوفُوا ُن ُذو ْ ل ط َّوفُوا ت ا ْلعَ ِتيق‬ ‫ضوا تَ َفث‬ ْ ‫ُث َّم‬
‫ِبا ْلبَ ْي‬ ‫َرُه ْم َي‬ ‫ُه ْم‬ ‫ق‬
‫و‬ ‫َلي‬
“… dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka
dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling
rumah yang tua itu (Baitullah)”. (QS. Al-Hajj : 29).
4. Puasa Kafarat
Kafarat menurut bahasa berarti denda atau tebusan. Dengan
demikian, puasa kafarat adalah puasa yang dilakukan dengan
maksud untuk memenuhi denda atau tebusan.Melaksanakan puasa
kafarat hukumnya wajib.
 Karena Melanggar Janji
Bagi orang yang melaksanakan ibadah haji dengan cara tamatu`
atau qiran wajib membayar denda berupa menyembelih 1
ekor kambing/domba. Apabila tidak mampu, dia wajib
berpuasa selama 3 hari ketika masih di tanah suci dan tujuh hari
setelah sampai tanah kelahirannya.
Apabila seseorag berjanji untuk melaksanakan sesuatu tetapi
dia tidak memenuhi, maka dia wajib membayar kafarat yaitu
puasa tiga hari ketika tidak mampu, memberi makan sepuluh
orang miskin
 Karena sumpah Dzihar
Dzihar adalah seorang suami yang menyerupakan istrinya sa
ma dengan punggung ibunya. Jika dia ingin berdamai, maka
dia wajib membayar kafarat, yaitu puasa dua bulan berturut-
turut. "Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian
mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan,
maka (wajib atasnya) 1) memerdekakan seorang budak sebelum
kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan
kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan
 Karena Pembunuhan Tanpa Sengaja

Puasa dua bulan berturut-turut: “Dan barangsiapa membunuh


seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia (1)
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si
terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
bersedekah”.
Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia
mukmin, maka (2) (hendaklah si pembunuh) memerdekakan
hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari
kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan
kamu, maka (3) (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta
memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa
yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (4) (si
pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara
taubat kepada Allah.” (QS. An-Nisaa: 92).

 Karena berhubungan badan di bulan Ramadhan dengan


sengaja pada saat puasa
Puasa dua bulan berturut-turut sebagaimana yang disebutkan
pada hukum berbuka di bulan Ramadhan. "Wahai Rasulullah,
aku telah celaka. Beliau bertanya: "Apa yang
mencelakakanmu?" Ia menjawab: Aku telah mencampuri istriku
pada saat bulan Ramadhan. Beliau bertanya: “(1) Apakah
engkau mempunyai sesuatu untuk memerdekakan budak?" ia
menjawab: Tidak.
Beliau bertanya: “(2) Apakah engkau mampu shaum dua
bulan berturut-turut?" Ia menjawab: Tidak. Lalu ia duduk,
kemudian Nabi saw memberinya sekeranjang kurma seraya
bersabda: “(3) Bersedekahlah dengan ini." Ia berkata:
"Apakah kepada orang yang lebih fakir daripada kami?

2.3 Rukun Puasa

Tanpa rukun maka puasa menjadi tidak sah di sisi Allah SWT. rukun yang
dimaksud adalah

a. Niat

Dalam hadits riwayat Bukhari, Nabi Muhammad SAW bersabda


"Sesungguhnya amal ibadah itu harus dengan niat. Dan setiap orang
mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya."
Niat wajib dilakukan tiap-tiap malam sebelum fajar terbit. Niat
kebulatan hati melaksanakan puasa karena Allah.

ُ‫’صيَا َم قَ ْب َل الف صيَا َم لَه‬ ‫م ْن لَ ْم ي ع‬


‫ْج ِم ال‬
‫ْج ِر فَ ََل‬

“Barangsiapa belum niat untuk melakukan puasa sebelum fajar, maka


dia tidak mendapatkan puasa.” (HR. Tirmizi,). Untuk puasa sunnah
boleh berniat sebelum matahari “zawal” (sebelum condong ke barat).

Niat apakah dalam hati atau dilafazkan? Mazhab hanafi melafazkan niat,
itu bid’ah karena tidak ada riwayat dari Rasulullah saw. Ibnu Qayyim
mengecam keras mereka yang membolehkan melafazkan niat, beliu
meluruskan pendapat mazhab syafii dalam masalah ini. Ibnu Qayyim
berkata : ketika Rasul akan melaksanakan shalat beliu megucapkan
“Allahu Akbar”. Beliu tidak mengucapkan sesuatu sebelumnya, beliu
tidak melafazkan niat sama sekali. Nasiruddin Al Bani apabila niat
dilafazkan dalam shalat adalah bid’ah

b. Menahan diri dari segala hal dan perbuatan yang dapat membatalkan
puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.

2.4 Puasa dan Pembentukan Insan Berkarakter

Nilai Puasa Bagi Jasmani. Pemberian istirahat selama satu bulan alat
pencernaan, akan menambahkuatnya alat itu. Seperti tanah jika diberi
istirahat, akan menjadi subur dan lebih produktif. Demikian juga anggota
badan, apabila diberi istrahat akan menambah besarnya energi.

Puasa menurut Islam terutama sekali adalah untuk melatih disiplin


rohani. Dalam al-Qur’an pada QS:9:112 dan QS: 66:5 diterangkan bahwa
orang berpuasa itu disebut sa’ih (berasal dari kata saha makna aslinya
adalah bepergian) jadi orang berpuasa sebenarnya adalah musafir rohani.

Ketiga, Puasa dapat membentuk Karakter Bangsa. Sejarah


membuktikan, kehancuran suatu bangsa diawali dengan hancurnya moralitas
masyarakatnya. Bangsa yang bermartabat dan maju, tentunya dapat dilihat
dari adat, sikap, dan perilaku masyarakatnya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
puasa adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu
hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan
niat dan beberapa syarat. Puasa menurut Islam terutama sekali adalah untuk
melatih disiplin rohani.
DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensido, Bandung, 2014

Prof. Dr. Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy,Pedoman Puasa,Semarang: Pustaka Rizki


Putra, 2009
MAKALAH

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAAN II

“ Shalat Tarawih di Bulan Ramadhan”

Oleh:
Nama : MUHAMMAD RIVALDY
NIM : 2210411048

PROGRAM MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALU
2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmatnya, maka pada hari ini makalah yang berjudulkan
“Shalat Tarawih di Bulan Ramadhan” ini dapat diselesaikan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.


Penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saran dari berbagai pihak
sangat diharapkan demi kemajuan selanjutnya.

Palu, 5 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................1
1.3 Tujuan.........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Sejarah Shalat Tarawih di Bulan Ramadhan.............................. 3
2.2 Keutamaan Shalat Tarawih.........................................................3
2.3 Tata Pelaksanaan Sholat Tarawih...............................................4
BAB III PENUTUP................................................................................................7
3.1 Kesimpulan.................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya, setiap agama pasti ada suatu ajaran spiritualitas, baik itu
wajib maupun sunnah untuk dilaksanakan bagi setiap pengikutnya. Begitu
pula dengan agama Islam. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.
ini ada beberapa ajaran yang wajib dilaksanakan bagi setiap umat
pengikutnya. Salah satu ajaran yang wajib dilaksanakan yaitu salat.

Salat menurut bahasa berarti doa. Dalam artian bahwa salat adalah ibadah
yang dalam setiap gerakannya mengandung do‟a. Dalam kajian Islam, salat
adalah ibadah yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.1
Selain shalat wajib adapula berbagai shalat sunnah sebagai nilai amal
tambahan. Artinya apabila mengerjakan akan mendapatkan pahala namun
apabila tidak mengerjakan tidak berdosa. Salat sunnah ini bermacam-
macam. Salah satunya yaitu salat tarawih. Salat tarawih ini biasa dikerjakan
satu bulan tiap tahunnya yaitu ketika bulan Ramadhan. Salat tarawih ini
biasa dikerjakan setelah salat Isya‟ secara berjamaah dan biasanya ada yang
mengerjakan sebanyak delapan rakaat dan adapula yang mengerjakan
sebanyak dua puluh rakaat.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana sejarah shalat tarawih di Bbulan Ramadhan ?


1.2.2 Apa saja keutamaan shalat tarawih ?
1.2.3 Bagaimana tata pelaksanaan shalat tarawih ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui sejarah shalat tarawih di Bbulan Ramadhan.


1
Mohamad Ali Aziz, 60 Menit Terapi Shalat Bahagia (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,
cet. Ke-11, 2016)

1
1.3.2 Mengetahui keutamaan shalat tarawih.
1.3.3 Mengetahui tata pelaksanaan shalat tarawih

2
BAB II

PEMBAHASA

2.1 Sejarah Shalat Tarawih di Bulan Ramadhan

Sejarah shalat tarawih berjamaah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad


SAW. Namun dulunya, istilah 'tarawih' belum dikenal, melainkan disebut
qiyam Ramadan. Qiyam Ramadhan yakni penghidupan atas malam
Ramadan. Maksudnya, pelaksanaan ibadah dilakukan guna menghidupkan
malam-malam Ramadan.

Munculnya istilah 'tarawih' ini kemudian dipakai oleh banyak ulama untuk
menyebutkan salat sunnah pada malam Ramadan. Tarawih dalam bahasa
Arab diartikan sebagai waktu sesaat untuk istirahat. Waktu pelaksanaan
salat sunnah ini ialah selepas salat Isya' hingga terbitnya fajar. Biasanya,
Salat Tarawih ini dilakukan secara berjamaah di masjid. Namun, salat
tarawih juga bisa dikerjakan sendiri (munfarid) di rumah.

Dari beberapa riwayat, dijelaskan bahwa ternyata Nabi Muhammad SAW


pernah melakukan salat tarawih berjamaah di masjid Nabawi bersama para
sahabat.

2.2 Keutamaan Shalat Tarawih

Shalat tarawih dapat juga disebut shalat lail, atau shalat malam, tahajjud,
juga sering dinamakan qiyamullail, atau khusus pada bulan Ramadhan
shalat ini disebut dengan shalat tarawih atau qiyamurramadlan. Tetapi ia
dapat pula dinamakan dengan shalat witir karena shalat malam ini akan
berangkai dengan shalat witir, yaitu shalat yang rakaatnya gasal.

Shalat tarawih adalah shalat sunnah yang mengandung fadlilah atau


keutamaan yang banyaknya sebagaimana ditunjukkan dalam berbagai ayat
al-Qur‟an maupun al-Hadist, antara lain sebagai berikut:

3
“Dan dari sebagian malam itu gunakanlah untuk bertahajud sebagai shalat
sunnah bagimu, semoga Tuhanmu akan membangkitkanmu pada kedudukan
yang terpuji”.(Surat al-Isra‟ ayat 79).

“Sesungguhnya yang benar-benar percaya kepada ayat-ayat kami itu


adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu, mereka
segera tunduk sambil bersujud serta mensucikan dan memuji Tuhan, dan
lagi tidak bersikap sombong. Mereka selalu merenggangkan ikat
pinggangnya dari tempat tidur (tidak banyak tidur) karena berdo’a kepada
Tuhan yang timbul karena rasa takut serta mengharap, juga suka
bersedekah dari apa-apa yang telah kami rezekikan kepada mereka”. (as-
Sajadah 15-16).

2.3 Tata Pelaksanaan Sholat Tarawih

1. Shalat Tarawih dilakukan 11 rakaat


Muhammadiyah sesuai manhaj yang dipegangnya, dalam masalah shalat
tarawih berpegang kepada hadits Nabi saw riwayat al-Bukhari dan
Muslim dari Aisyah r.a. dan lain-lainnya yang shahih, tidak merujuk
kepada pendapat ulama.

ًِ‫صلَّى علَ وسلَّ َم ف‬ ‫صا رسو ِ ل‬ ‫كان‬ ‫ك‬ ‫ع ْن َأ ًِب سلَ ب ع ْب ِد ال َّر ْ ح سأ ع ش‬
‫هلال ٌْ ِه‬ ‫هلال‬ ‫لَة‬ ‫ت‬ ‫ٌْف‬ ‫َم ِ ن َأنَّه َل ا ة‬ ‫َمة ِن‬
‫ِئ‬
‫علَى ِ إ ْ ح َد‬ ٌْ ‫واَل ً غ‬
‫َ ض‬ ‫صلَّى علَ وسلَّ َم َ ٌ ِزٌ ُد‬ ‫ضا ت كا رسو ُ ل‬ ‫ر َم‬
‫ِ ر ِه‬ ‫م ا‬ ‫هلال ٌْ ِه‬ ‫هلال‬ ‫َن َقال ما َن‬
‫ر َن‬
‫ص لِ ًّ َأ ْر َب ًعا سأ ْ حس ِن ِه طو لِ ِه َّ ن‬ ‫ص ًِّل َأ ْر الَ ت سأ ْ حس ِن ِه طو لِ ِه‬ ‫ر ْك‬ ‫ع ش َ رة‬
‫َّن و‬ ‫فَالَ ت ْل ن‬ ‫َّن ثُ َّم‬ ‫َّن و‬ ‫ْل ن‬ ‫َب ًعا‬ ً‫َعة‬

‫ع‬ ‫ع‬
‫ ]ثُ َّم ٌُص لِ ًّ ثَاَلثًا [رواه البخاري ومسلم‬.

Dari Abi Salamah Ibnu Abdir-Rahman (dilaporkan) bahwa ia bertanya


kepada Aisyah tentang bagaimana shalat Rasulullah saw di bulan
Ramadhan. Aisyah menjawab: Nabi saw tidak pernah melakukan salat
sunnat (tathawwu„) di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari
4
sebelas rakaat.

5
Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana indah
dan panjangnya, kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan
engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau salat
lagi tiga rakaat ... [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Karena salat tarawih itu ibadah mahdlah, kita harus ittiba‟ kepada
Rasulullah saw. Muhammadiyah melaksankan shalat tarawih delapan
rakaat tambah tiga rakaat witir, jadi sebelas rakaat, berdasarkan hadist
tersebut. Bahkan Imam asy-Syafi'i berkata: “Apabila hadits itu shahih,
itulah pendapatku”

Adapun Shalat tarawih 20 rakaat terjadi pada zaman Umar bin Khattab
dan shalat tarawih 36 rakaat pada zaman Umar bin Abd Aziz. Sepanjang
penelitian Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, hadits-hadits yang menerangkan tentang salat tarawih
23 rakaat hadistnya dla‟if.

Shalat tarawih 23 rakaat, bahkan menurut Imam Malik 36 rakaat, adalah


ijtihad ulama dan dipegang oleh sebagian ulama atau hanya berpegang
kepada hadits dla‟if yang diperselisihkan oleh para ahli hadits.

2. Shalat tarawih dilakukan dengan cara membagi rakaat menjadi


empat-empat tiga, atau dua-dua-dua-dua-dua-satu
Dasar untuk pola pertama ditunjukkan oleh hadist di atas, sedang untuk
pola yang kedua adalah sebagai berikut:
“Adalah Nabi saw shalat malam dua-dua rakaat, dan shalat witir satu
rakaat”. (H.R. Bukhari Muslim dari Ibnu Umar r.a.).
Dalam HPT cetakan ketiga telah dimuat keputusan Muktamar Tarjih di
Wiradesa tahun 1392 H/ 1972 M. Dalam Muktamar diputuskan tentang
shalat Lail berdasarkan dalil-dalil yang lebih luas.
Salat Lail dapat dilakukan empat raka‟at – empat raka‟at lalu tiga
raka‟at, juga dilakukakan dua raka‟at – dua raka‟at kemudian tiga
raka‟at yang semuanya berjumlah 11 raka‟at, sesudah dilakukan salat
Iftitah dua raka‟at.

3. Seyogyanya shalat malam didahului oleh shalat Iftitah sebanyak


dua rakaat yang ringan

Alasan dari penegasan ini adalah bersandar pada hadist Rasulullah saw:
“Apabila seseorang di antara kalian bangun malam, maka hendaklah
memulai shalatnya dengan dua rakaat (shalat iftitah) yang
ringan/singkat”. (H.R. Muslim dari Abu Hurairah r.a)

Shalat iftitah dilakukan dengan cara : pada rakaat pertama setelah


takbiratul-ihram membaca doa iftitah
‫ وا ْل ِك ْب وال ظ َم ِة‬،‫ وال َ ج ت‬،‫س ْب َ حا َ ن ذي ال َمل ت‬
‫ َع‬،‫ِر ٌَا ِء‬ ‫َب ُر ْو‬ ‫ُكو‬ ‫هلال‬
Maha Suci Allah yang memiliki alam semesta, yang Maha sempurna,
maha Besar dan Maha Agung. Atau membaca do‟a ini
‫ب َ ها َِدة ت تَ ْح ُك ُم َ ب ٌْ َ ن‬ َ
‫واأل عا لِ َم‬ ‫ج ْب و ٌِم َكا ِ س َرافٌِ ط َ ما‬ ‫اللَّ ُه َّم رب‬
‫وال أَ ْن ش‬ ٌْ َ‫ا ْلغ‬ ‫ْرض ت‬ ‫َوا‬ ‫ل‬‫ا‬ ‫ر‬ َ َ
‫َل ف ا‬ ‫ل‬ ‫ئ‬
‫ِ َ إ‬ٌ ‫ئ‬
ٌ ِ ‫ا‬ ‫ر‬ َ
‫س‬ ‫و‬ ‫َل‬
‫ص َراط‬ ‫ْ شا ُء‬ ‫إِ ْذ َّن تَ ْه‬ ‫ع َبا ِدك ٌ كانُوا ِ فٌ ِه َ ٌ ْ ختَ ِلُفو َ ن ا ل َما ا ف ٌ م ْن ا ْل‬
‫ِإلَى‬ ‫ن‬ ‫نِ ك ِدي ك‬ ‫ِه‬ ِ‫ْه ِد ًِن ْختُ ل‬ ‫َم ا‬
‫َح ِ ق‬
‫َت‬
‫م‬
‫مستَ ٌِق ٍم‬
Kemudian membaca al-Fatihah, dan pada rakaat pertama dan kedua
hanya membaca al-Fatihah (tanpa membaca surat lain).
Dasarnya Nabi saw : “Aku pernah mendatangi Nabi saw pada suatu
malam, beliu mengambil wudhu kemudian shalat lalu aku
menghampirinya dan berdiri disebelah kirinya lalu aku ditempatkan
disebelah kanannya, kemudian beliu bertakbir dan membaca doa
“Subhanallah dzil malakuti wal jabaruti wal kibriya-i wal adzamah”.

4. Waktu untuk melaksanakan shalat tarawih antara waktu sehabis


shalat Isya’ sampai menjelang subuh. Namun di antara waktu
tersebut, maka tengah malam yang akhir adalah waktu yang paling
utama.
5. Pada shalat witir hendaklah dibaca surat al-A’la pada rakaat
pertama, surat al-Kafirun pada rakaat kedua, dan surat Ikhlas
pada rakaat ketiga.
6. Tertib
7. Setelah selesai mengerjakan shalat witir, maka hendaklah membaca
“Sub ha:nal malikil Quddu:s” tiga kali, lalu dilanjutkan dengan
membaca “Rab bul mala:ikati warru:hi”

Hal ini beralasan pada hadist Rasulullah saw sebagai berikut:

Adalah Rasulullah saw pada shalat witir membaca „Sabbihismarabbikal


a‟la‟ dan Qul ya:ayyuhal ka:firu:n‟ dan „Qul huwalla:hu ahad‟.
Kemudian jika beliau telah membaca salam, beliau lanjutkan membaca :

„Subha:nal malikil Quddu:s‟ sebanyak tiga kali dengan memanjangkan


suaranya dan membaca „Rabbul mala:ikati warru:hi”. Maha Suci Allah
Raja yang maha mulia dan Tuhan para malaekat dan jibril”

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Shalat tarawih dapat juga disebut shalat lail, atau shalat malam, tahajjud,
juga sering dinamakan qiyamullail, atau khusus pada bulan Ramadhan
shalat ini disebut dengan shalat tarawih atau qiyamurramadlan.
DAFTAR PUSTAKA

Mohamad Ali Aziz, 60 Menit Terapi Shalat Bahagia (Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, cet. Ke-11, 2016)

Anda mungkin juga menyukai