Anda di halaman 1dari 25

Ragam dan Macam Haji, cara pelaksanaannya, Dam atau denda

dan Hikmah Haji

Makalah ini disusun untuk memenuhi Mata kuliah Fiqih Ibadah

Dosen pengampu : H. Hairillah, S.Ag. M.H

Disusun Oleh :

Kelompok 6

Muhammad Luthfi Alwi 2221508030

Aidur Rahman 2221508030

PROGAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat kesehatan
dan kepahaman sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar
tanpa hambatan yang berarti. Sholawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya Yang
mana jasa beliau telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman
yang terang benderang.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu “Fiqih Ibadah”


yaitu H. Hairillah, S.Ag. M.H yang telah memberikan kepercayaan kepada kami
untuk menyusun makalah yang berjudul “ragam dan macam haji, cara
pelaksanaannya, dam atau denda dan hikmah haji” ini.

Terima kasih pula kepada orang-orang yang telah memberikan sedikit


tenaganya dalam pembuatan makalah ini, kami berharap agar makalah ini dapat
membantu para pembaca untuk memahami materi yang kami susun. Mohon maaf
apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini.

Samarinda, 26 Syawal 1444 H


Rabu 17 Mei 2023

Penulis

Kelompok 10
KATA PENGANTAR......................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
A. Ragam dan Macamm-Macam Haji.........................................................................6
Macam-macam Pelaksanaan Haji...............................................................................6
B. Tata cara Haji.........................................................................................................8
1. Memulai ihram dari Miqat yang telah ditentukan...............................................8
2. Wukuf di Arafah pada 9 Zulhijah.......................................................................9
3. Menginap atau mabit di Muzdalifah...................................................................9
4. Melontar jumrah aqabah...................................................................................10
5. Tahalul.............................................................................................................10
6. Menginap atau mabit di Mina...........................................................................11
7. Thawaf wada........................................................................................................11
C. Dam atau Denda Haji...........................................................................................12
D. Hikmah Haji.........................................................................................................13
BAB III...........................................................................................................................25
PENUTUP.......................................................................................................................25
KESIMPULAN............................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang.

Ibadah haji merupakan perjalanan spiritual yang terdapat dalam rukun


Islam kelima. Seseorang mempunyai kewajiban untuk menunaikan ibadah haji,
minimal satu kali dalam seumur hidup, tetapi diberikan beban hanya kepada
muslim yang mampu secara fisik dan mental serta memiliki dana yang diperlukan
dari awal berangkat ibadah haji sampai kepada pulang kembali ke tanah air.
Ibadah haji merupakan sebuah hal yang unik, karena tidak hanya dalam bentuk
ritual saja, unsur-unsur lain diluar ritual juga diperlukan agar pelaksanaan ibadah
Haji dapat berjalan dengan lancar, sehingga ketika jemaah pulang mendapatkan
gelar haji yang mabrur. Dapat digarisbawahi bahwa pentingnya unsur-unsur di
luar ritual ibadah haji sangat menunjang kesuksesan pelaksanaan ibadah haji, dan
hal itu tidak boleh dikesampingkan.

Semua muslim memiliki kewajiban menunaikan ibadah haji, untuk bisa


menunaikan ibadah haji mereka harus bersabar dalam menunggu waktu yang
cukup lama, menempuh jarak yang jauh, dan memakan biaya yang sangat besar
pula. Bahkan di Indonesia para jemaah haji harus menunggu giliran panggilan haji
sampai beberapa tahun lamanya. Ketika tiba di Mekah mereka juga harus
berdesak dan bersabar dalam setiap langkahnya.

Pada hakikatnya Penyelenggaraan ibadah haji merupakan pelayanan yang


termasuk bagian dari pelayanan publik. Setiap pelayanan publik harus
memperhatikan kepuasan publik. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas pelayanan
haji perlu terus dilakukan, sebab hal tersebut akan berpengaruh pada tingkat
kepuasan para jemaah yang melaksanakan haji.1 Allah berfirman dalam Q.S. Al-
Baqarah ayat 158: “Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari
syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau melakukan
umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka
sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui”. Dalam
ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa sai di antara Safa dan Marwah adalah
bagian dari manasik haji. Barangsiapa melaksanakan ibadahibadah sunah secara
sukarela dan ikhlas karena Allah, maka Allah akan berterima kasih kepadanya.
Dia akan menerima ibadahnya dan akan memberinya balasan yang setimpal.1

B. Rumusan Masalah.

1. Bagaimana ?
2. Bagaimana ?
3. Bagaimana ?
4. Apa saja ?

C. Tujuan Masalah.

1. Mengetahui
2. Mengetahui
3.
4.

1
file:///C:/Users/Asus%20-%20GK/AppData/Local/Microsoft/Windows/INetCache/IE/
4AN8V9OQ/BAB_I[1].pdf
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ragam dan Macamm-Macam Haji


Ibadah Haji termasuk dalam satu dari lima rukun Islam. Haji adalah
fondasi tegaknya agama Islam. Haji berada di urutan kelima rukun Islam,
setelah syahadat, sholat, puasa dan zakat.

Mengutip buku Fikih Madrasah Aliyah oleh Harjan Syuhada dan


Sungarso, haji dalam bahasa berarti menyengaja atau menuju. Secara istilah,
haji adalah menyengaja mengunjungi Kakbah di Makkah untuk melakukan
ibadah kepada Allah SWT pada waktu tertentu dengan cara tertentu pula.

Pelaksanaan haji hukumnya adalah wajib bagi yang mampu. Kewajiban


haji tercantum dalam Al-Qur'an, Surah Ali Imran ayat 97.

‫ِفْيِه ٰا ٰي ٌۢت َبِّيٰن ٌت َّم َقاُم ِاْبٰر ِهْيَم ۚە َو َم ْن َد َخ َلٗه َك اَن ٰا ِم ًناۗ َو ِهّٰلِل َع َلى الَّناِس ِح ُّج اْلَبْيِت َمِن اْسَتَطاَع ِاَلْيِه َس ِبْياًل ۗ َو َم ْن‬
‫َكَفَر َفِاَّن َهّٰللا َغ ِنٌّي َع ِن اْلٰع َلِم ْيَن‬

Artinya: Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam


Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara)
kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke
Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu109) mengadakan perjalanan ke
sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah
Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.
Macam-macam Pelaksanaan Haji

1. Haji Tamattu

Haji Tamattu yakni melakukan amalan umrah terlebih dahulu pada


musim haji, kemudian melaksanakan amalan haji. Adapun tata cara
mengerjakan haji tamattu dimulai dengan melaksanakan ihram umrah disertai
niat dari miqat sebelum memasuki Kota Makkah. Dalam perjalanan, jamaah
haji membaca talbiyah.Sesampainya di Makkah, jaamah kemudian
mengerjakan tawaf umrah di Kakbah, sa'i di Shafa dan Marwah, dan tahallul
dengan memotong rambut. Demikian amalan umrah telah selesai, jamaah pun
bisa memakai pakaian biasa.

Pada tanggal 8 Zulhijah, jamaah melakukan ihram haji dari penginapan


masing-masing menuju Padang Arafah untuk melaksanakan wukuf. Setelah itu,
jamaah menginap di Muzdalifah lalu pergi ke Mina untuk melaksanakan
lempar jumrah.Kegiatan selanjutnya adalah melakukan tawaf ifadah di Kakbah,
sa'i, dan terakhir tahallul.

2. Haji Ifrad

Haji Ifrad dengan hanya melakukan amalan haji, dan berniat melakukan
ibadah haji tanpa umrah pada bulan haji. Pelaksanaan haji ifrad dimulai dengan
ihram disertai niat haji ifrad dan shalat sunah ihram. Kemudian jamaah haji
menuju Makkah sambil membaca talbiyah. Sesampainya di Masjidilharam,
jamaah melaksanakan tawaf qudum.

Tanggal 8 Zulhijah, jamaah datang ke Padang Arafah untuk melakukan


wukuf. Setelahnya menuju ke Muzdalifah untuk bermalam, dan jamaah
melempar jumrah di Mina. Lalu mengerjakan tawaf ifadah di Kakbah, sai', dan
tahallul.
Setelah melakukan amalan haji, jamaah mengerjakan ibadah umrah.
Bagi jamaah yang berada di tanah haram, harus keluar sampai Tan'im atau
Ji'ranah untuk ihram ibadah umrah.

Kemudian jamaah kembali ke Makkah menuju Masjidilharam untuk


melakukan tawaf, sa'i di antara Shafa dan Marwah, dan menggunting rambut.
Demikian amalan umrah telah selesai.

Ketika hendak meninggalkan Makkah, terlebih dahulu mengerjakan


tawaf wada' di Masjidilharam.

3. Haji Qiran

Haji qiran yaitu mengerjakan haji dan umrah di dalam satu niat dan satu
pekerjaan sekaligus.

Pelaksanaan haji qiran dimulai ihram disertai niat untuk ibadah haji dan
umrah dari miqat kemudian mengerjakan shalat sunah dua rakaat. Ketika
melaksanakan tawaf, sa'i, dan tahallul, hendaknya diniatkan sekaligus untuk
ibadah haji dan umrah.

Ibadah Haji dengan cara qiran bisa dipilih bagi jamaah yang tidak dapat
melaksanakan umrah sebelum dan sesudah haji karena suatu hal. Misalnya,
jamaah haji yang memiliki masa tinggal di Makkah sangat terbatas.2

B. Tata cara Haji

2
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6409181/3-macam-pelaksanaan-ibadah-haji-
dalam-islam-begini-penjelasannya/amp
1. Memulai ihram dari Miqat yang telah ditentukan

Miqat artinya batas waktu dan tempat melakukan ibadah haji serta umrah.
Terdapat dua macam miqat, yaitu miqat zamani (batas waktu) dan miqat
makani (batas tempat). Batas waktu untuk melakukan ibadah haji adalah pada
bulan Syawal, Zulkaidah, dan Zulhijah. Sementara itu, batas tempat untuk
memulai ibadah haji terletak di beberapa kota dan tergantung dari arah
kedatangan jamaah Haji.

Adapun urutan pelaksanaan ihram ialah sebagai berikut:

 Mengerjakan mandi sunnah


 Mengerjakan wudhu
 Mengerjakan pakaian ihram
 Mengerjakan shalat sunnah ihram
 Mengucapkan niat haji
 Berangkat menuju Arafah dengan membaca talbiyah

2. Wukuf di Arafah pada 9 Zulhijah

Wukuf di Arafah dilaksanakan pada 9 Zulhijah dan dimulai setelah


Matahari tergelincir hingga terbit fajar pada 10 Zulhijah atau Hari Raya Idul
Adha. Pada pelaksanaan wukuf, terdapat beberapa amalan yang bisa
dikerjakan, yaitu:

 Mengerjakan sholat Dzuhur dan Ashar dengan cara qasar dan jamak di awal
waktu
 Mendengarkan khutbah wukuf
 Memperbanyak doa
 Memperbanyak dzikir
 Membaca Al-Qur'an
 Mengerjakan sholat Maghrib dan Isya dengan cara qashar dan jamak di awal
waktu
3. Menginap atau mabit di Muzdalifah

Muzdalifah merupakan tempat yang berlokasi antara Arafah dan Mina.


Setelah tengah malam, jamaah haji berangkat dari Arafah menuju Mina.

Sesampainya di Muzdalifah, jamaah haji berhenti walaupun sebentar. Amalan


ini disebut dengan mabit.

Jamaah haji yang datang sebelum tengah malam, diwajibkan menunggu


sampai tengah malam, sebab waktu pelaksanaan mabit adalah dari tengah
malam sampai terbit fajar. Di Muzdalifah, ada beberapa amalan yang bisa
dikerjakan, di antaranya adalah:

 Membaca talbiyah
 Berzikir, beristighfar, dan berdoa
 Membaca Al-Qur'an
 Mencari kerikil sebanyak 7, 49, dan 70 butir

4. Melontar jumrah aqabah

Selanjutnya adalah melontar jumrah aqabah yang dilaksanakan setelah


fajar menyingsing atau siang hari pada tanggal 10 Zulhijah dengan 7 butir
kerikil. Jumrah aqabah adalah sebuah tugu batu yang terletak di Bukit Aqabah
di Mina.

Setelahnya, jamaah haji menyembelih hewan kurban.

5. Tahalul

Tahalul adalah melepaskan diri dari ihram haji setelah mengerjakan


amalan-amalan haji. Tahalul dilakukan dalam dua tahap.

Tahalul pertama dilaksanakan setelah selesai melontar jumrah aqabah


dengan cara mencukur sekurang-kurangnya tiga helai rambut. Setelahnya,
jamaah haji boleh mengerjakan semua hal yang dilarang pada waktu ihram,
kecuali melakukan hubungan suami istri.
Kemudian, selesai tahalul pertama jamaah haji yang akan melaksanakan
tawaf ifadah dapat langsung menuju Mekkah. Beberapa hal yang dikerjakan di
Mekkah antara lain:

 Masuk ke Masjidil Haram melalui pintu Babussalam


 Mengerjakan thawaf ifadah dengan membaca talbiyah
 Selesai thawaf disunnahkan mencium Hajar Aswad
 Mengerjakan sholat sunnah dua rakaat di dekat makam Ibrahim
 Berdoa di Multazam
 Mengerjakan sholat sunnah dua rakaat di Hijir Ismail
 Mengerjakan sa'i antara Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali

Sementara itu, pada tahalul kedua maka dilaksanakan dengan menggunting


sekurang-kurangnya tiga helai rambut. Seusai itu, jamaah haji diperbolehkan
mengerjakan larangan ihram, termasuk melakukan hubungan suami istri.

6. Menginap atau mabit di Mina

Setelah selesai tahalul, jamaah haji kembali menuju Mina untuk mabit
selama hari Tasyrik, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Setelah Matahari
tergelincir pada setiap siang hari Tasyrik, jamaah haji melontar tiga jumrah
yang masing-masing sebanyak tujuh kali.

Tiga jumrah tersebut adalah jumrah ula, wusta, dan aqabah. Bagi yang
menghendaki, jamaah haji diperbolehkan untuk meninggalkan Mina pada
tanggal 12 Zulhijah setelah melempar jumrah, hal ini disebut dengan nafar
awwal.

Sementara jamaah haji yang meninggalkan Mina pada 13 Zulhijah itu


lebih sempurna. Dengan demikian, jamaah haji tersebut melontar jumrah
selama tiga hari dalam hari Tasyrik yang disebut dengan nafar sani.

Jika sudah selesai, jamaah haji kembali ke Mekkah dan seluruh rangkaian
ibadah haji sudah selesai.
7. Thawaf wada

Thawaf wada adalah thawaf perpisahan. Artinya, setelah selesai


mengerjakan semua rangkaian ibadah haji, jamaah haji melaksanakan thawaf
tersebut. Setelah usai, jamaah haji diperbolehkan pulang ke kampung halaman
atau ke Madinah bagi yang belum melakukan ziarah ke makam Nabi
Muhammad SAW.3

C. Dam atau Denda Haji

Apa Itu Dam? Dalam bahasa Arab dam berarti darah. Dalam sejarahnya,
dam yaitu mengalirkan darah binatang yang disembelih, lalu dibagikan
dagingnya kepada fakir miskin. Namun, yang dimaksud dam dalam ibadah haji
adalah denda. Hal ini diberikan kepada jamaah yang tidak melaksanakan
kewajiban haji atau umrah, atau karena melanggar larangan haji dan umrah.
Penjelasan ini merujuk pada Buku Pintar Muslim dan Muslimah oleh Rina
Ulfatul Muslimah.

Berdasarkan Mukhtashar Ihya' Ulumuddin karya Imam Ghazali dan


diterjemahkan oleh Irwan Kurniawan, berikut adalah larangan dalam ibadah
haji dan umrah beserta dendanya:

1. Dilarang mengenakan kemeja, celana, sepatu, dan serban. Melainkan


menggunakan sarung, selendang, dan sandal.

2. Memakai wewangian. Jamaah haji dan umrah hendaknya menghindari segala


jenis wewangian. Jika mengenakan wewangian dan pakaian yang dilarang,
maka denda atau dam yang dikenai adalah seekor kambing.

3. Mencukur rambut dan memotong kuku. Keduanya dikenakan fidyah yaitu dam
seekor kambing.

3
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6562593/tata-cara-pelaksanaan-haji-dari-awal-
sampai-akhir-ini-urutannya/amp
4. Tidak diperbolehkan bercampur dengan istri. Hal ini membatalkan sebelum
tahallul pertama. Dam atau dendanya adalah seekor unta betina, atau seekor
sapi, atau tujuh ekor kambing. Namun apabila dilakukan setelah tahallul,
maka dam yang dikenai adalah seekor unta betina dan tidak membatalkan haji.

5. Diharamkan juga segala hal yang merupakan pendahuluan berhubungan dengan


istri atau bersentuhan dengan yang membatalkan wudhu. Damnya adalah
seekor kambing.

6. Membunuh binatang darat juga diharamkan. Maksudnya adalah binatang yang


dimakan dagingnya atau hasil kawin silang antara binatang yang halal dan
haram. Jika membunuh buruan maka dikenai dam dengan binatang serupa
dengan memperhatikan lebih kurang dalam bentuknya.4

D. Hikmah Haji
QS al-Baqarah/02:197,

‫ُفُس وَق َو اَل ِج َداَل ِفي ٱۡل َح ِّۗج َو َم ا َتۡف َع ُل وْا‬ ‫ت َفَم ن َف َرَض ِفيِهَّن ٱۡل َح َّج َفاَل َر َفَث َو اَل‬ٞۚ ‫ر َّم ۡع ُلوَٰم‬ٞ‫ٱۡل َح ُّج َأۡش ُه‬
. ‫َٰٓيُأْو ِلي ٱَأۡلۡل َٰب ِب‬ ‫ٰۖى‬
‫ِم ۡن َخ ۡي ٖر َيۡع َلۡم ُه ٱُۗهَّلل َو َتَزَّوُدوْا َفِإَّن َخ ۡي َر ٱلَّز اِد ٱلَّتۡق َو َو ٱَّتُقوِن‬

Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, maka barangsiapa yang


mewajibkan (atas dirinya) untuk berhaji di dalamnya (bulan-bulan itu), maka
tidak ada rafats (bercampur dengan isteri, cumbu-rayu, dan berkata cabul),
tidak ada kefasikan (berucap atau berbuat sesuatu yang melanggar norma-
norma susila dan agama) dan tidak ada bantah-bantahan di dalam haji. Dan
apa pun yang kamu kerjakan berupa kebaikan, (pasti) Allah mengetahuinya.
Berbekallah kamu! Maka, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa,
4
https://www.detik.com/hikmah/haji-dan-umrah/d-6393198/dam-dalam-haji-dan-umrah-arti-
dan-macam-macamnya/amp
dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal bersih, murni,
dan cerah!
QS Ali ’Imran/3:96-97,

‫ت َّم َق اُم ِإۡب َٰر ِهيَۖم َو َم ن َد َخ َل ۥُه َك اَن‬ٞ ‫ِإَّن َأَّوَل َبۡي ٖت ُوِضَع ِللَّناِس َلَّلِذ ي ِبَبَّك َة ُمَباَر ٗك ا َو ُهٗد ى ِّلۡل َٰع َلِم يَن ِفيِه َء اَٰي ُۢت َبِّيَٰن‬
. ‫َء اِم ٗن ۗا َو ِهَّلِل َع َلى ٱلَّناِس ِح ُّج ٱۡل َبۡي ِت َمِن ٱۡس َتَطاَع ِإَلۡي ِه َس ِبيۚاٗل َو َم ن َكَفَر َفِإَّن ٱَهَّلل َغ ِنٌّي َع ِن ٱۡل َٰع َلِم يَن‬

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah


bagi) manusia, ialah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi
petunjuk bagi seluruh alam. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di
antaranya) Maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah), menjadi
amanlah dia; mengerjakan haji menuju Baitullah adalah kewajiban manusia
terhadap Allah(yaitu bagi) yang sanggup mengadakan perjalanan ke sana,
barangsiapa kafir, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (dan tidak butu)
pada seluruh alam.
HR. al-Imam Ahmad dari Jabir bin ‘Abdullah, bahwa sanya Nabi saw.
bersabda;

.‫َاْلَح ُّج اْلَم ْبُرْو ُر َلْيَس له َج َزاٌء اال اْلَج َّنـَة‬

Haji Mabrur tidak ada imbalan lain baginya kecuali surga.


Musim atau waktu haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, yaitu bulan
Syawwal, Dzulqa’idah, dan 9 Dzulhijjah, ditambah malam ke-10, yakni malam
lebaran Ied al-Adha. Ayat pertama di atas tidak menyebut
kata musim atau waktu dalam redaksi ayat. Hal itu, untuk memberi kesan
bahwa bulan-bulan itu sendiri memiliki kesucian pada dirinya dan akibat
terlaksananya ibadah haji ketika itu. Kesan ini, pada gilirannya, mengharuskan
setiap orang, baik yang melaksanakan haji maupun yang tidak, untuk
menghormatinya dan tetap memelihara kesuciannya dengan menghindari bukan
hanya peperangan, akan tetapi juga segala macam dosa.
Bulan-bulan yang dimaklumi, yakni bulan yang sudah diketahui oleh
masyarakat Arab sejak sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw. Maka
barangsiapa yang mewajibkan atas dirinya dengan menetapkan niat untuk
melaksanakan haji dalam bulan-bulan itu, maka hendaklah ia mengetahui bahwa
tidak ada rafats, tidak ada kefasikan, dan tidak ada juga jidal, yakni
pertengkaran di dalam masa mengerjakan haji. Anak kalimat “dalam bulan-
bulan itu” mengisyaratkan bahwa ibadah haji dapat terlaksana walaupun tidak
dilaksanakan sepanjang bulan-bulan tersebut. Dengan demikian, waktu haji
bukan seperti waktu puasa Ramadhan, yang harus dilaksanakan sejak awal
Ramadhan hingga akhirnya, kecuali yang memiliki uzur (halangan) yang dapat
dibenarkan mengganti puasanya pada hari-hari yang lain.
Bulan-bulan tertentu yang telah dimaklumi atau diketahui itu, antara lain
merupakan waktu permulaan berniat untuk melaksanakan haji. Niat berhaji
sebelum bulan-bulan tersebut di atas tidak sah menurut banyak ulama. Pada sisi
lain, walau waktunya demikian panjang, yakni 2 bulan 10 hari, namun ada
malam-malam haji yang tidak sah dilaksanakan kecuali pada hari-hari tertentu,
seperti wukuf di ‘Arafah yang tidak boleh sebelum tanggal 9 Dzulhijjah, tidak
juga setelah terbitnya fajar 10 Dzulhijjah. Waktu yang berkepanjangan itu,
antara lain, dimaksudkan untuk memantapkan niat, melakukan persiapan bekal
jasmani dan rohani, serta melakukan perjalanan yang hingga kini—lebih-lebih di
masa lalu—membutuhkan waktu yang cukup lama.
Hikmah di Balik Sejarah Pelaksanaan Ibadah Haji.
Ibadah haji mengandung nilai-nilai historis. Dari sejak mengenakan
pakaian ihram yang melambangkan kezuhudan manusia sebagai latihan untuk
kembali kepada fitrahnya yang asli, yaitu sehat dan suci-bersih. Dengan pakaian
seragam putih, mereka berkumpul melakukan Ukuf di ‘Arafah. Kata ukuf berarti
berhenti, sedang kata ‘arafah berarti naik-mengenali. Dari makna bahasa ini
dapat diperoleh suatu hikmah, bahwa Ukuf di ‘Arafah, pada hakekatnya, adalah
suatu usaha di mana secara fisik, tubuh kita berhenti di Padan ‘Arafah, lalu jiwa-
spiritual kita naik menemui Allah swt. Ukuf di ‘Arafah ini memberikan rasa
keharuan dan menyadarkan mereka akan yaumul mahsyar, yang ketika itu,
manusia diminta untuk mempertanggung jawabkan atas segala yang telah
dikerjakannya selama di dunia. Di Padan ‘Arafah itu, manusia insaf dengan
sesungguhnya akan betapa kecilnya dia dan betapa agungnya Allah, serta
dirasakannya bahwa semua manusia sama dan sederajat di sisi Allah, sama-sama
berpakaian putih-putih, memuji, berdoa, sambil mendekatkan diri kepada Allah,
Tuhan semesta alam.
Ibadah thawwaf dan sa’i yang dilakukan secara serempak dalam suasana
khusyu’ mengesankan keagungan Allah. Bacaan-bacaan yang dikumandangkan
mensucikan dan mentauhidkan Allah memberi makna bahwa kaum muslim
harus hidup dinamis, senantiasa penuh gerak dan perjuangan, bahkan
pengorbanan demi untuk menggapai keridhaan Allah swt.
Peristiwa sa’i mengingatkan manusia akan perlunya hidup sehat disertai usaha
sungguh-sungguh dan perjuangan habis-habisan dalam meraih kesehatan,
kesejahteraan, dan kebahagiaan paripurna.

Pada bulan haji, umat Islam se dunia mengadakan pertemuan tahunan


secara besar-besaran, yang pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia,
yang terdiri atas berbagai bangsa. Mereka semua dipersatukan di bawa
lindungan Ka’bah. Ka’bah-lah yang menjadi lambang persatuan dan kesatuan
umat. Pertemuan seperti inilah yang perlu dimanfaatkan oleh umat Islam dalam
rangka pembinaan dan pembangunan masyarakat Islam baik nasional maupun
internasional.

Dengan menunaikan ibadah haji, umat Islam didorong untuk menjadi


manusia yang luas gerak dan pandangan hidupnya, yang dapat menambah ilmu
dan pengalaman dengan berbagai bahasa. Melalui perkenalan itu lahir saling
pengertian yang lebih baik, rasa hormat, dan saling harga-menghargai di antara
sesama umat Islam dari berbagai penjuru dunia. Syarat ”mampu dan kuasa”,
sebagaimana firman Allah swt. dalam QS Ali ’Imran/3:97, telah ditetapkan
oleh Allah untuk menunaikan ibadah haji, mendidik setiap umat Islam agar
mereka menjadi kuat dan sehat dalam bidang harta benda, fisik, dan rohani
untuk dapat melakukan ibadah haji, yang sifatnya wajib hanya sekali seumur
hidup. Karena itu, syarat ini pula mengisyaratkan bahwa haji merupakan ibadah
fisik, ibadah rohani, dan ibadah dana.
Bekal Ibadah Haji.
Jemaah Haji adalah tamu-tamu Allah swt. Dia yang mengundang mereka
melalui Pesuruh-Nya Nabi Ibrahim, as. Di balik undangan itu, ada pesannya
kepada para undangan, sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Baqarah/2:197,
seperti tersebut di atas, “Datanglah dengan membawa bekal”. Bekal inilah yang
akan menentukan “Layanan Tuan Rumah” kepada para tamu. Rumahnya tanpa
warna-warni, mengesankan kesederhaan, namun bangunan itu dapat mengarah
kemampuan jua, dari mana pun Anda masuk selama membawa bekal, Anda akan
diterimanya.
Ada “Tata cara protokoler” yang ditetapkannya, akan tetapi pasti menimbulkan
tanya atau bahkan tawa, jika bekal yang di bawa tidak cukup, betapa tidak, para
tamu diminta mengelilingi rumah, mondar-mandir antara dua bukit, melontar
dengan batu-batu kecil, mencium batu hitam, pakaian yang dikenakan pria tidak
boleh berjahit, alas kaki jangan menutup mata kaki, dan bila pakaian telah
dikenakan, jangan lagi berhias, bersisir, atau menggunting kuku, mencabut bulu
pun bila dilakukan terkena denda, apalagi bercumbu, membunuh binatang, atau
mencabut tumbuhan. Di sekeliling rumah-Nya banyak sekali pengunjung,
sehingga banyak kepentingan yang dapat berbenturan dan ada juga penggoda,
bahkan Iblis dan setan cukup banyak berkeliaran menanti mangsa atau mencari
pengikut. Di sini kalau bekal tidak cukup, bukan rumah Tuhan yang dijumpai,
akan tetapi sarang Iblis yang dihuni.
“Bekal yang terbaik adalah takwa” sebagaimana tersebut pada ayat pertama di
atas (QS al-Baqarah/2:79). Itu pesan Allah swt., yang menjelaskan jenis bekal.
Takwa adalah nama bagi kumpulan simpul-simpul keagamaan, mencakup,
antara lain: pengetahuan, ketabahan, keikhlasan, kesadaran akan jatidiri, serta
persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah swt. Dengan bekal
pengetahuan, sang tamu akan sadar bahwa apa yang dilihat dan dilakukannya
merupakan simbol-simbol yang sarat makna dan apabila dihayati akan
mengantarnya masuk dalam lingkungan Ilahi, ia akan menyadari, misalnya:
rumah-Nya yang mengarah ke seluruh arah itu, melambangkan Allah yang
berada di seluruh arah, dan ketika kesadaran ini muncul, tanpa segan para tamu
akan mencium, atau paling tidak melambai ke batu hitam itu karena itulah
lambang “Tangan Tuhan” yang diulurkan untuk menerima para tamu yang telah
mengikat janji setia.
Dengan bekal kesadaran akan persamaan manusia dan kelemahannya di
hadapan Allah, para tamu akan menanggalkan atribut-atribut “kebesaran” pada
saat ia menanggalkan pakaian sehari-harinya dan mengenakan pakaian ihram
(pakaian khusus para tamu itu) dan sejak itu, ia tidak akan cepat tersinggung
apalagi marah, karena rasa kebesarannya telah pupus sejak ia memiliki bekal itu.
Langkah pertama untuk memperoleh dan memelihara bekal itu, adalah
meluruskan niat, karenanya singkirkan segala rayuan, hapus semua iming-iming
duniawi, dan hadapkan wajah kepada-Nya semata. Nilai setiap perbuatan
ditentukan oleh niat pelakunya, itu keterangan pesuruh-Nya “Nabi Muhammad
saw.”, dan karena itu pula, sejak dini dipesankan: “Sempurnakanlah haji dan
umrah demi karena Allah swt. semata” (QS al-Baqarah/2:196).
Penyempurnaan Agama.
Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. mengishahkan bahwa seorang Yahudi
mengucapkan di hadapan khalifah ‘Umar Ibnu al-Khattab bahwa ada ayat dalam
kitab suci tuan, seandainya kepada kami ditujukan, maka hari turunnya kami
jadikan sebagai hari lebaran. Ayat apa yang Anda maksud, tanya ‘Umar. Orang
Yahudi menjawab, “Hari ini orang-orang kafir telah berputusasa untuk
(mengalahkan) agamamu, karena itu jangan takut kepada mereka, takutlah
kepada-Ku, hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, telah Ku-
cukupkan untukmu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agama
bagimu” (QS al-Maa’idah/05:03). Orang Yahudi tadi mengatakan, “Aku tahu
hari dan tempat turunnya, hari Jum’at, sore, Tahun ke-10 Hijrah, saat Nabi
Muhammad saw. sedang Wukuf di ‘Arafah, dengan mengendarai untanya “Al-
Ghadbaa”.
Tidak keliru orang Yahudi itu, dalam Islam hanya ada dua hari raya. Ied al-
Fithr sebagai hari peletakan batu pertama ajaran Islam, karena pada bulan
Ramadhan pertama kali al-Qur’an turun, dan hari raya Ied al-Adha’, di mana
kita rayakan peletakan bata terakhir ajaran Islam, karena ketika itu
diproklamirkan sempurnanya bangunan agama Islam, bahkan ketika itu—
menurut sementara ulama—putus sudah hubungan langit dan bumi, di mana
berakhir sudah wahyu-wahyu Ilahi.

Menarik untuk dihayati bahwa QS al-Ma’idah/05:03 di atas mengaitkan antara


keputusasaan orang kafir, dan larangan takut kepada mereka dengan
kesempurnaan agama Islam. Keterkaitan itu, menurut pakar al-Qur’an,
mengandung ancaman tersirat, keterkaitan itu berarti, bahwa ketidaksempurnaan
pelaksanaan agama, mengundang optimisme musuh, bahkan melahirkan
keberanian mereka untuk menindas kaum muslimin. Bila Anda ingin bukti,
pelajari saja sejarah umat ini sepeninggal Nabi Muhammad saw.

Hari raya peletakan bata terakhir dari ajaran Islam (Hari Raya Ied al-
Adha’) hendaknya dapat menjadikan umat Islam, lebih menghayati lagi ajaran
agamanya, dan lebih mengenal betapa berbeda beragama secara hakiki dan
beragama secara imitasi. Tahukah Anda bedanya? Saya sadurkan tulisan DR.
Ahmad Amin, seorang pujangga Mesir kenamaan, agar semakin jelas bedanya,
dengan ungkapannya, “Tahukah tuan perbedaan antara sutera asli dan sutera
tiruan, antara harimau dengan gambarnya, antara api yang sedang menyala
dengan kata “api” yang keluar dari mulut yang hampa? Tahukah tua beda
antara manusia yang hilir mudik bekerja dengan patung yang dipajang
dietalase, diberi baju layaknya manusia? Tahukah tuan beda antara sang Ibu
yang menangisi putrinya yang wafat dan wanita yang dibayar untuk menangis?
Kalau tuan tahu membedakannya, maka begitu pulalah kiranya perbedaan
antara beragama dengan benar dan beragama secara tiruan. Dalam agama
tiruan, shalat hanya gerak tubuh belaka, haji hanya perjalanan tamasya, tiada
lain, upacara ritual hanya bak adegan sandiwara. Demikian seterusnya”.
Sungguh wajar bagi setiap muslim untuk bercermin, menatap diri pada hari raya
kesempurnaan agama itu, dan bertanya: “Telah sesuaikah sikapnya dengan
ajaran Islam? Brenar, sudahkah cara ia beragama? Sudahkah
diperkenankannya firman Allah: “Masuklah kalian seluruhnya di dalam agama
Islam”.
Haji Akbar.
Hakekat “Haji Akbar” dalam perspektif al-Qur’an berbeda dengan
pemahaman manusia umumnya. Manusia umumnya memahami bahwa haji
akbar itu adalah apabila wukuf di ‘Arafah jatuh pada hari Jum’at. Sedangkan
Haji Akbar perspektif al-Qur’an adalah berbeda dengan pandangan manusia
umumnya. Namun tidak perlu gusar, karena pada hari apa pun jatuhnya wukuf,
haji Anda tetap dinamai Haji Akbar, karena ibadah haji dinamai oleh al-
Qur’an al-Hajj al-Akbar (Haji Besar/Haji Akbar), sedang ‘Umrah, yang tanpa
wukuf di ‘Arafah itu, dinamai al-Hajj al-Ashghar (Haji Kecil).
Pada Tahun ke-9 Hijrah, Nabi Muhammad saw. mengangkat Abu Bakar
ra. sebagai Amir al-Hajj, dan setelah keberangkatan beliau ke Mekkah, turunlah
QS al-Taubah/9:3, yang terjemahnya: “Dan (inilah) permakluman dari Allah
dan Rasul-Nya (Nabi Muhammad saw.) kepada manusia pada Hari Haji Akbar,
bahwa Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik, demikian juga Rasul-Nya.
Kemudian, jika kamu (kaum musyrik) bertaubat, maka ia (taubat itu) baik bagi
kamu; dan jika kmu berpaling, maka ketahuilah bahwa kamu tidak dapat
melemahkan Allah. Dan gembirakanlah orang-orang kafir dengan siksa yang
pedih”, maka Ali bin Abiy Thalib diutus untuk menyampaikan maklumat Allah
dan Rasul-Nya kepada seluruh manusia. Hari proklamasi itulah dinamai oleh al-
Qur’an dengan Yaum al-Hajj al-Akbar (Hari Haji Akbar).
Al-Imam al-Qurthubiy mengemukakan dalam Kitab Tafsirnya beberapa
pendapat tentang Haji Akbar, di antaranya: Haji Akbar adalah hari Wukuf di
‘Arafah (kapan pun terjadinya). Inilah pandangan Mazhab Abu Hanifah dan itu
pula yang dikatakan oleh al-Imam al-Syafi’i; sedang Imam Malik dan al-
Thabariy berpendapat bahwa hari Haji Akbar adalah hari lebaran Ied al-Adha’.
Pendapat serupa dikemukakan pula oleh Ulama Besar Syi’ah Muhammad
Husain al-Thaba’Thaba’i dalam kitab tafsirnya, bahwa jatuhnya Wukuf di
‘Arafah pada hari Jum’at merupakan suatu keistimewaan, tidak dapat disangkal,
karena ketika itu, salat Jum’at dan Wukuf terlaksana dalam sehari. Namun,
bukan karena ini, haji menjadi Haji Akbar. Maklumat Allah yang disampaikan
pada hari Haji Akbar itu adalah bahwa: 1) Allah swt. dan Rasul-Nya berlepas
diri (tidak merestui) siapa pun yang mempersekutukan-Nya; 2) Kekuasaan Allah
tidak terbendung oleh siapa pun; 3) Perjanjian (walau terhadap musuh/orang
musyrik) harus tetap dijunjung tinggi.

Sedangkan Maklumat Nabi Muhammad saw. disampaikannya pada Haji Akbar


(Haji Perpisahan), isinya, antara lain, adalah: 1) Persatuan dan kesatuan umat
manusia harus terus dipelihara, tiada perbedaan antara seseorang dengan lainnya
kecuali atas dasar pengabdian; 2) Jiwa, darah, kehormatan, harta benda, harus
dijunjung tinggi; 3) Orang-orang lemah, seperti wanita harus dibela; dan 4)
Penindasan dalam bidang ekonomi harus dihapuskan.

Tujuan Ibadah Haji.


Haji sebagai ibadah fisik, ibadah rohani, dan ibadah dana, bertujuan
untuk memusatkan segala yang dimiliki hanya tertuju kepada Allah, dan
dilaksanakan bukan di tempat yang sepi, melainkan di tempat berkumpulnya
orang banyak. Boleh jadi, orang yang menjalankan ibadah haji ditemani oleh
isterinya, namun ia tidak boleh berbicara dengan dia yang merangsang nafsu
birahi; boleh jadi, ia ditemani oleh musuhnya, namun ia tidak diperbolehkan
bertengkar dengan dia; ini semua dimaksudkan agar ia mendapat pengalaman
rohani yang tinggi, bukan sekedar pengalaman rohani orang pertapa, yang
memutuskan hubungan dengan dunia luar (orang banyak) dan bukan pula
pengalaman rohani orang yang menjalankan ibadah di pojok yang sepi,
melainkan pengalaman rohani orang yang tinggal di daerah keramaian yang
penuh kesibukan, yang ditemani oleh isterinya, kawan-kawannya, dan musuh-
musuhnya, sebagai ujian menuju suatu kehidupan paripurna, yakni sehat dan
bahagia fisik dan rohani di dunia dan selamat di akhirat kelak. Ibadah haji yang
mulia tapi berat ini, erat pula kaitannya dengan perintah ber-qurban (Al-
Ma'idah,5:27).
Pesan-pesan Allah swt.

Hari ini usai sudah ibadah haji, para jama’ah telah bersiap kembali, ada
pesan Allah yang bermula tertuju kepada mereka yang baru saja menyelesaikan
ibadah haji, namun ditujukan pula kepada seluruh kaum muslimin, bahkan
diamalkan secara populer walau hanya setengah maksudnya oleh hampir semua
muslim. Sahabat Nabi saw. Anas bin Malik, suatu ketika dikunjungi oleh
sekelompok kaum muslimin:

“Do’akan kami”, kata mereka!

.‫َر َّبَنٓا َء اِتَنا ِفي ٱلُّد ۡن َيا َح َس َنٗة َوِفي ٱٓأۡلِخَر ِة َحَس َنٗة َوِقَنا َع َذ اَب ٱلَّناِر‬

Tuhan Pemelihara kami, anugerahilah kami hasanah (segala yang baik) di


dunia dan hasanah (segala yang baik) di akhirat dan peliharalah kami dari
siksa neraka.
“Singkat nian doamu”, kata mereka. “Apa lagi yang kalian inginkan lebih dari
itu? Kebajikan dunia dan akhirat telah kumohonkan?”. Doa Anas bin Malik di
atas diangkat dari pesan Allah dalam QS al-Baqarah/2:201 di sana setelah
diperintahkan kepada para Jama’ah yang baru saja selesai melaksanakan ibadah
haji agar banyak menyebut/mengingat Allah swt. setelah selesai pesan ini—
diinformasikan bahwa, “Ada orang yang berkata dan/atau berdoa:
“Anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia” (tanpa memohon kebajikan
di akhirat. Dan ada pula yang menggabungkannya, seperti doa Anas di atas. Hal
ini ditegaskan dalam QS al-Baqarah/2:202, yang terjemahnya: “Mereka semua
akan memperoleh bahagian dari usaha mereka”.
Ada dua hal yang perlu digarisbawahi dari informasi tersebut. Pertama,
ucapan atau doa mereka dinamai oleh al-Qur’an usaha. Ini sebagai isyarat bahwa
doa memang salah satu bentuk dari usaha manusia. Karena itu, ia hendaknya
selalu harus disertai dengan usaha, bukan sekadar ucapan belaka. Pilu hati
melihat yang hanya pandai memohon dan berkepanjangan pula tanpa dibarengi
usaha. Mereka bermohon, tapi tidak berusaha. Kedua, ayat di atas menjanjikan
setiap doa/usaha akan diperkenankan Allah swt., semua akan memperoleh
bahagian: “Siapa yang menghendaki (berusaha memperoleh) kesenangan hidup
duniawi, maka Kami segerakan baginya apa yang dikehendakinya, bagi orang
yang Kami kehendaki”. Ayat ini terlihat dalam QS al-Isra’/17:18, demikian juga
tentunya bagi mereka yang berusaha memperoleh kebajikan duniawi dan
ukhrawi. Intinya, sekali lagi adalah “usaha”.
Mengenai “kebajikan duniawi”, ayat di atas tidak menjelaskannya, akan
tetapi “Silahkan mengisi wadah itu dengan kebajikan apa pun yang Anda
inginkan”, namun tak ada salahnya kita dengarkan sedikit perincian para pakar.
Kata mereka, kebajikan duniawi meliputi: afiat, rezeki yang memuaskan, rumah
luas, kendaraan menyenangkan, pasangan cantik/gagah, ilmu bermanfaat, amal
shaleh, nama harum, dan sebagainya. Sedangkan kebajikan ukhrawi meliputi,
antara lain: rasa aman ketika makhluk lain ketakutan, hisab/perhitungan yang
ringan di Padang Mahsyar, kenikmatan memandang Wajah Allah swt., dan
sebagainya.
Akhirnya, haji sebagai ibadah fisik, ibadah rohani, dan ibadah dana,
bertujuan untuk memusatkan segala yang dimiliki hanya tertuju kepada Allah,
dan dilaksanakan bukan di tempat yang sepi, melainkan di tempat berkumpulnya
orang banyak. Dengan bekal kesadaran akan persamaan manusia dan
kelemahannya di hadapan Allah, para tamu akan menanggalkan atribut-atribut
“kebesaran” pada saat ia menanggalkan pakaian sehari-harinya dan mengenakan
pakaian ihram (pakaian khusus para tamu itu) dan sejak itu, ia tidak akan cepat
tersinggung apalagi marah, karena rasa kebesarannya telah pupus sejak ia
memiliki bekal itu. Langkah pertama untuk memperoleh dan memelihara bekal
itu, adalah meluruskan niat, karenanya singkirkan segala rayuan, hapus semua
iming-iming duniawi, dan hadapkan wajah kepada-Nya semata. Nilai setiap
perbuatan ditentukan oleh niat pelakunya, itu keterangan pesuruh-Nya “Nabi
Muhammad saw.”. Sungguh wajar bagi setiap muslim untuk bercermin, menatap
diri pada hari raya kesempurnaan agama itu, dan bertanya: “Telah sesuaikah
sikapnya dengan ajaran Islam? Benar, sudahkah benar cara ia beragama?
Sudahkah diperkenankannya firman Allah: “Masuklah kalian seluruhnya di
dalam agama Islam”. Seluruh rangkaian ibadah haji diakhiri dengan doa: “Ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka”. Itulah yang dimohonkan atau itulah yang
harus diusahakan, bukan saja oleh mereka yang baru menunaikan ibadah haji,
akan tetapi setiap muslim yang telah mampu membaca doa, yang selama ini
dikenal dengan doa sapu jagad itu. 5

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6409181/3-macam-pelaksanaan-ibadah-
haji-dalam-islam-begini-penjelasannya/amp

https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6562593/tata-cara-pelaksanaan-haji-dari-
awal-sampai-akhir-ini-urutannya/amp
5
https://uin-alauddin.ac.id/tulisan/detail/HAJI,--MAKNA-DAN-HIKMAHNYA
https://www.detik.com/hikmah/haji-dan-umrah/d-6393198/dam-dalam-haji-dan-
umrah-arti-dan-macam-macamnya/amp

https://uin-alauddin.ac.id/tulisan/detail/HAJI,--MAKNA-DAN-HIKMAHNYA

Anda mungkin juga menyukai