Anda di halaman 1dari 16

FIQH HAJI DAN UMRAH

(Kekhususan Jema’ah Haji Perempuan, Lansia, Sakit, dan Beresiko Tinggi)


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Haji dan Umrah
Dosen Mata Kuliah :
Ade Irma Imamah, M.H

Disusun Oleh :
Qolbu Dzakirilah 221105070864

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb
Alhamdulillah, Puji serta syukur atas kehadirat Allah ‫ ﷻ‬rabb semesta alam yang telah
memberikan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Jihad Dalam Perspektif Islam” tepat pada waktunya.
Shalawat beriringkan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda kita nabi
Muhammad ‫ﷺ‬, kepada para keluarga, sahabat, tabi’in, hingga kepada kita selaku ummatnya yg
Insya Allah senantiasa istiqomah dalam melanjutkan estafet dakwah-Nya hingga akhir hayat.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ade Irma Imamah, M.H selaku Dosen mata
kuliah Tafsir Tematik yang telah memberikan tugas ini kepada saya, sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berbagi pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini.

Saya juga menyadari, bahwa makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk terus
meningkatkan perbaikan demi kesempurnaan makalah ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Terimakasih
Wassalamu’alaikum wr wb

Bogor, 15 Juni 2023


Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang.............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kekhususan bagi Jema’ah Haji Perempuan ................................. 2
B. Kekhususan bagi Jema’ah Lansia, Sakit, atau sebab lain ............ 7
1. Shalat di Hotel di Tanah Haram............................................. 7
2. Melontar Jumrah .................................................................... 8
3. Thawaf ................................................................................... 9
4. Sa’i ......................................................................................... 10
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Melaksanakan ibadah haji merupakan dambaan umat muslim di seluruh penjuru dunia,
termasuk Indonesia. Masa tunggu antrean haji di Indonesia untuk paket perjalanan haji reguler
(ONH biasa) saat ini bahkan telah mencapai 10 – 30 tahu. Sementara daftar tunggu untuk paket
perjalanan haji plus (ONH Plus) mencapai 5 - 7 tahun.1
Dapat dibayangkan, untuk menunaikan rukun Islam kelima ini, membutuhkan masa
penantian bertahun-tahun. Sungguh, pengorbanan waktu dan ujian kesabaran yang tidak sebentar.
Maka, alangkah ruginya bila calon jemaah haji tidak mempersiapkan diri dengan baik.
Sejatinya, menunaikan ibadah haji bukan masalah sederhana. Pergi haji, bukan semata
masalah materi atau kekuatan fisik. Banyak orang yang sebenarnya mampu untuk menunaikan
haji, akan tetapi belum tergerak melakukannya. Sebaliknya, ada pula orang yang tanpa persiapan
atau pertanda apa pun, ia diberi kemudahan untuk segera menunaikannya. inilah rahasia Allah.
Maka, apabila telah memutuskan untuk pergi ke tanah suci, artinya kita telah siap untuk
memenuhi panggilan-Nya. Kita siap dengan segenap jiwa raga untuk datang dan bersujud di
rumahNya. Kita ikhlas meninggalkan urusan duniawi, termasuk semua yang kita cintai di tanah
air, hanya untuk datang pada-Nya. Kita ikhlas untuk pergi, tanpa tahu kepastian akan kembali,
kecuali atas izin-Nya.
Kita telah memutuskan untuk mengarungi perjalanan ini dalam jarak ribuan kilometer,
selama rentang waktu yang tidak sebentar, serta melalui beratnya medan untuk menunaikan
titahNya. Sungguh, ini perjalanan yang tidak ringan. Oleh karena itu, tiada Iain, doa yang selalu
dipanjatkan Oleh setiap calon jemaah haji adalah memohon kemudahan dan kekuatan. Kemudahan
untuk melalui seluruh rangkaian ibadah ini dengan lancar dan penuh keberkahan. Semua ini
dilakukan untuk mencapai cita-cita, yaitu memperoleh haji yang mabrur, insya Allah.
Seluruh kaum muslim, baik laki-laki maupun perempuan memiliki tanggung jawab yang
sama atas seluruh rangkaian ibadah haji. Pada dasarnya, tidak ada bedanya antara laki-laki dan
perempuan dalam pelaksanaan ibadah haji. Akan tetapi, seperti yang kita ketahui, antara laki-laki
dan perempuan, tetap ada batas pemisah yang membedakan keduanya.
Betapa pun kodrat biologis perempuan mau tidak mau akan berdampak pada kondisi
psikologis dan aspek sosial kemasyarakatan. Secara keseluruhan, ini telah diatur dalam lingkup
syariat Islam, termasuk beberapa aturan pelaksanaan ibadah haji yang secara khusus disesuaikan
dengan kondisi jemaah haji perempuan.
Hal inilah yang akan memberi warna dan nuansa tersendiri sepanjang perjalanan dan
pelaksanaan ibadah haji pada jemaah perempuan. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bagi setiap

1
ESQ Tours & Travel. Di akses pada Selasa, 13 Juni 2023, Pukul 21.00 WIB. https://esqtours.com/mau-
naik-haji-ini-perbedaan-haji-onh-plus-dan-
biasa/#:~:text=Haji%20ONH%20sama%20dengan%20haji%20khusus.%20Haji%20khusus,tahun.%20Bahkan%2C
%20ada%20yang%20kurang%20dari%205%20tahun.

1
calon jemaah haji perempuan untuk berupaya mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebelum saat
keberangkatan tiba.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kekhususan bagi Jema’ah Haji Perempuan

Haji merupakan kewajiban Allah kepada hambanya, ia termasuk salah satu rukun Islam
lima, ia termasuk jihadnya para wanita. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam kepada
Aisyah radhiallahu anha, “Jihad kamu semua adalah haji.” HR. Bukhori.

Berikut adalah arahan dan hukum-hukum khusus bagi perempuan yang ingin menunaikan
haji. Hal ini dapat membantu menjadikan hajinya diterima dan mabrur. Sementara haji mabrur
sebagaimana sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

" ‫ليس له ثواب إال الجنة " متفق عليه‬

“Tidak ada pahala baginya (haji mabrur) kecuali surga.” Muttafaq ‘alaihi

1. Ikhlas karena Allah itu syarat sah dan diterima ibadah apa saja diantaranya haji, maka ikhlaskan
hanya untuk Allah saja haji anda. jauhi riya’ karena ia dapat menghapus amalan dan mendapatkan
hukuman, hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah ‫ ﷺ‬yang artinya “Segala sesuatu tergantung pada
Niatnya”2

2. Mengikuti sunah dan menepatkan amalan sesuai petunjuk Nabi sallallahu alaihi wa sallam
adalah syarat kedua sah dan diterimanya amalan. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa
sallam:

" ‫من عمل عمال ليس عليه أمرنا فهو رد " رواه مسلم‬

“Siapa yang beramal suatu amalan dan tidak ada perintah dari kami, maka ia tertolak.” HR.
Muslim.

Hal ini mengajak untuk mempelajari hukum-hukum haji sesuai sunah Nabi sallallahu alaihi
wa sallam dibantu hal itu dengan kitab yang bermanfaat yang bersandarkan dengan dalil shoheh
dari Kitab dan Sunah

3. Seorang wanita tidak diperbolehkan bepergian untuk haji atau lainnya tanpa ada muhrim,
berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

2
Yahya Muhyidin, Hadits Arba’in An-Nawawi, (Maktab Dakwah dan Bimbingan Jaliyat Rabwah), hal. 5

2
" ‫ال تسافر المرأة إال مع ذي محرم " متفق عليه‬

“Jangan seorang wanita bepergian kecuali dengan muhrimnya.” Muttafaq ‘alaihi

Muhrim adalah suami dan semua orang yang diharamkan (menikah) dengan wanita secara
permanen, kekerabatan, sesusuan atau pernikahan. Ia termasuk syarat wajibnya haji bagi wanita.
Kalau seorang wanita tidak mempunyai mahram, maka dia tidak diwajibkan berhaji.

4. Seorang wanita diperbolehkan berihram dengan memakai baju yang disukai baik berwarna
hitam atau lainnya. Dan berhati-hati berhias atau dikenal seperti pakaian sempit, transparan, kecil,
belahan dan hiasan. Begitu juga bagi wanita berhati-hati dari menyerupai lelaki. Atau dari pakaian
orang kafir. Dari sini diketahui bahwa mengkhususkan sebagian orang awam dari kalangan wanita
berihrom dengan warna tertentu seperti hijau atau putih tidak ada dalilnya. Bahkan itu termasuk
bid’ah yang diadakan.

Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan ditanya: Apakah ada keharusan seorang
wanita memakai pakaian yang memiliki warna-warna tertentu ketika menunaikan manasik haji?

Maka beliau menjawab: Tidak ada pakaian yang khusus yang dipakai wanita di dalam haji.
Sesungguhnya dia hanyalah memakai pakaian yang biasa dipakainya yang menutupi badannya dan
yang tidak mengandung perhiasan serta tidak menyerupai laki-laki. Seorang wanita yang ihram
hanya dilarang memakai cadar dan tutup muka yang dijahit untuk menutupi mereka, dan dilarang
memakai kedua kaos tangan yang berjahit untuk menutup kedua telapak tangan. Jadi dia wajib
menutup wajahnya dengan selain cadar dan menutup kedua tangannya dengan selain dua kaos
tangan, karena keduanya adalah aurat yang wajib ditutup. Seorang wanita tidak dilarang menutup
keduanya secara mutlak ketika ihram dan dia hanya dilarang menutup keduanya dengan cadar dan
kedua kaos tangan saja.3

5. Diharamkan bagi orang yang berihram setelah meniatkan berihram memakai wewangian dengan
berbagai macam wewangian. Baik di tubuh atau di pakaian.

6. Diharamkan bagi orang berihram mengambil rambut di kepala dan di seluruh tubuh dengan cara
apapun. Begitu juga memotong kuku

7. Diharamkan bagi orang berihram memakai burqu’ dan niqob (penutup wajah) serta memakai
dua kaos tangan. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihiwa sallam:

" ‫ال تنتقب المرأة وال تلبس القفازين رواه البخاري‬

3
Ihsan fadl, Tanya Jawab Seputar pakaian Wanita dalam Haji, (Jurnal Salakiyun, 2010), diakses pada
Selasa, 13 Juni 2023, pukul 21.44 WIB. https://fadhlihsan.wordpress.com/2010/11/09/tanya-jawab-seputar-pakaian-
wanita-dalam-
haji/#:~:text=Maka%20beliau%20menjawab%3A%20Tidak%20ada%20pakaian%20yang%20khusus,yang%20tidak
%20mengandung%20perhiasan%20serta%20tidak%20menyerupai%20laki-laki.

3
“Seorang wanita jangan memakai niqob dan memakai kaos tangan.” HR. Bukhori

8. Wanita yang berihram tidak membuka wajah dan memperlihatkan di depan lelaki asing. Dengan
alasan karena niqob dan dua kaos tangan termasuk larangan ihram. Karena dia memungkinkan
menutup wajah dan kedua telapak tangan dengan apa saja seperti baju, jilbab dan semisal itu.
Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu anha berkata:

" ‫ فإذا حاذونا سدلت إحدانا‬، ‫كان الركبان يمرون بنا ونحن مع رسول هللا صلى هللا عليه وسلم محرمات‬
‫ فإذا جاوزونا كشفناه " رواه أبو داود وصححه األلباني في حجاب المرأة‬، ‫جلبابها من رأسها على وجهها‬
‫ المسلمة‬.

“Para penumpang dahulu melewati kita sementara kita bersama Rasulullah sallallahu alaihi wa
sallam dalam kondisi ihram. Kalau mendekat, maka salah seorang diantara kita menjulurkan
jilbabnya dari kepala ke wajahnya. Kalau telah lewat, maka kami membukanya.” HR. Abu Dawud
dinyatakan shoheh oleh Albani di ‘Hijab Mar’ah Muslimah.

9. Wanita ihram diperbolehkan memakai gamis, celana, kaos kaki, gelang, cincin, jam dan
semisalnya. Akan tetapi harus menutupi perhiasannya dari lelaki selain mahram dalam haji atau
diluar haji.

10. Sebagian wanita ketika melewati miqot dan ingin haji atau umrah kemudian mendapatkan haid,
terkadang tidak berihram dia mengira bahwa ihram disyaratkan suci dari haid. sehingga melewati
miqot tanpa ihram. Ini termasuk kesalahan yang nyata, karena haid tidak menghalangi berihram.
Orang haid dapat berihram, melakukan apa yang dilakukan jamaah haji Cuma dia tidak
towaf di Baitullah. Diakhirkan towafnya sampai dia suci. Kalau dia mengakhirkan ihram dan
melewati miqot tanpa ihram, maka dia harus kembali untuk berihrom dari miqot. Kalau tidak
kembali, maka dia terkena dam karena meninggalkan kewajiban.

11. Wanita hendaknya dia mensyaratkan ketika berihram kalau khawatir tidak dapat
menyempurnakan manasiknya. Dengan mengatakan:

" ‫إن حبسني حابس فمحلي حيث حبستني‬

“Kalau ada penghalang yang menghalangiku, maka tempat tahalulku dimana saya terhalangi”.

Kalau terjadi apa yang menghalangi untuk menyempurnakan haji, maka dia dapat tahalul
dan tidak terkena apa-apa.

12. Ingat amalan-amalan haji berikut:

Pertama, kalau hari tarwiyah yaitu hari kedelapan Dzulhijjah. Mandi dan berihromlah
seraya bertalbiyah mengucapkan :

‫ ال شريك لك‬، ‫ إن الحمد والنعمة لك والملك‬، ‫ لبيك ال شريك لك لبيك‬،‫لبيك اللهم لبيك‬

4
“Kami penuhi panggilan-Mu Ya Allah kami penuhi penggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu kami
penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya seluruh pujian, kenikmatan dan kerajaan hanya milik-Mu
tidak ada sekutu bagi-Mu.”

Kedua, keluar ke Mina, shalat Zuhur, Asar, Magrib, Isya’ dan Fajar di sana dengan di qosor
yang shalat empat rakaat menjadi dua rakaat tanpa di jama.

Ketiga, kalau terbit matahari pada hari kesembilan, berjalanlah ke Arafah. Shalat Zuhur
dan Asar dengan diqosor dari waktu zuhur. Berdiamlah di Arafah sambil berdoa, berzikir dengan
merendah dan bertaubat sampai terbenam matahari.

Keempat, ketika matahri telah terbenan pada hari kesembilan, berjalanlah dari Arafah ke
Muzdalifah. Shalat magrib dan isya’ di sana dengan di jama dan qosor. Berdiamlah sampai shalat
fajar. Bersungguh-sungguh dalam berzikir, berdoa dan munajat sampai (matahari) kelihatan
kuning.

Kelima, berjalanlah dari Muzdalifah ke Mina sebelum terbit matahari pada hari raya.
Ketika sampai di Mina, lakukan amalan berikut

a. Lemparlah jumrah Aqabah dengan tujuh kerikil, bertakbir pada setiap kerikil.

b. Sembelihlah hadyu setelah matahari tinggi.

c. Potong rambut anda menyeluruh sepanjang ruas tangan sekitar 2 cm

d. Turunlah ke Mekah, lakukan towaf ifadah. Sai antara Shofa dan Marwah. Sai haji kalau anda
haji tamattu. Atau anda belum sai waktu towaf qudum kalau anda haji ifrod dan qiron.

Keenam, lemparlah jumrah di hari kesebelas, dua belas dan tiga belas setelah tergelincir
kalau anda ingin mengakhirkan. Atau sebelas dan dua belas kalau anda ingin bersegera. Disertai
mabit (bermalam) malam harinya.

Ketujuh, kalau anda ingin pulang ke negara anda, maka lakukan towaf wada’. Dengan
begitu telah selesai amalan haji.

13. Wanita tidak mengeraskan dalam bertalbiyah. Bahkan melirihkan didengar untuk diri dan
orang disamping dari kalangan wanita. Jangan didengarkan lelaki asing menjauhi dari fitnah dan
perhatiannya. Waktu bertalbiyah dimulai dari setelah ihram haji berlanjut sampai melempar
jumrah Aqabah hari nahr.

14. Kalau wanita datang bulan setelah towaf dan belum sai, maka dia dapat menyempurnakan sisa
manasiknya. Dengan sai, meskipun dalam kondisi haid. karena sai tidak disyaratkan suci.

15. Wanita diperbolehkan mempergunakan pil penahan haid agar dapat memungkinkan
menunaikan manasik dengan syarat tidak berbahaya baginya.

5
16. Jauhi berdesakan dengan para lelaki pada semua manasik haji. Terutama towaf waktu di hajar
Aswad dan rukun Yamani. Bagitu juga ketika sai dan melempar jumrah. Carilah waktu yang tidak
begitu padat. Dahulu ummul mukminin Aisyah radhiallahunha towaf menyendiri dari para lelaki.
Begitu juga tidak menyentuh hajar atau rukun kalau disana padat.

17. Bagi wanita tidak ada raml (lari kecil) dalam towaf. Juga tidak ada lari cepat dalam sai. Raml
adalah lari kecil pada tiga putaran pertama towaf. Kalau lari cepat diantara dua tanda hijau di
semua putaran sai. Keduanya sunah bagi para lelaki.

18. Bagi wanita haid diperbolehkan membaca buku doa dan zikir yang dianjurkan. Meskipun di
dalamnya ada ayat Qur’an. Sebagaimana dia juga diperbolehkan membaca Al-Qur’an tanpa
menyentuh mushaf

19. Jauhi menyingkap apapun dari tubuh anda. terutama di tempat yang memungkinkan orang laki-
laki melihat anda. seperti tempat umum untuk wudu. Karena sebagian wanita tidak peduli dengan
keberadaan para lelaki di dekatnya di tempat itu. Sehingga dia menyingkap waktu wudu dimana
tidak diperbolehkan menyingkapnya baik wajah, lengan dan kedua betis. Terkadang melepas jilbab
di kepalanya. Sehingga nampak kepala dan lehernya. Semuanya itu haram tidak diperbolehkan. Di
dalamnya ada fitnah besar baginya dan bagi lelaki lain.

20. Bagi para wanita diperbolehkan pergi dari Muzdalifah sebelum fajar. Karena Nabi sallallahu
alaihi wa sallam telah memberi keringanan kepada sebagian wanita terutama yang lemah agar
meninggalkan Muzdalifah sebelum terbenamnya rembulan di akhir malam. Hal itu agar dapat
melempar jumrah Aqabah sebelum padat. Dalam shohehain dari Aisyah radhiallahu anha:

‫ وكانت امرأة‬، ‫ أن تدفع قبل حطمة الناس‬-‫ أي مزدلفة‬-‫أن سودة رضي هللا عنها استأذنت النبي صلى هللا عليه وسلم ليلة جمع‬
‫ فأذن لها‬-‫ثبطة أي ثقيلة‬

“Bahwa Saudah radhiallahu anha meminta izin kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam malam
Muzdalifah agar berangkat sebelum padatnya orang. Dimana beliau dahulu wanita gemuk. Maka
diizinkannya.

21. Diperbolehkan melempar jumrah sampai malam hari, kalau wali wanita melihat kepadatan
yang sangat di sekitar jumrah Aqabah. Dan hal itu berbahaya bagi orang yang bersamanya dari
kalangan para wanita. Maka diperbolehkan melempar jumrah sampai longgar kepadatannya atau
hilang. Tidak ada apa-apa baginya. Begitu juga ketika melempar pada tiga hari tasyriq,
memungkinkan melempar jumrah setelah asar. Ia termasuk waktu yang tidak begitu padat
sebagaimana yang nampak dan dimaklumi. Kalau tidak memungkinkan, maka tidak mengapa
mengakhirkan melempar sampai malam.

22. Jauhi-jauhi, seorang istri tidak boleh memberikan kesempatan kepada suaminya berhubungan
badan dan bercumbu selagi dia belum tahalul secara sempurna. Di dapatkan tahalul dengan tiga
cara:

Pertama: melempar jumrah Aqobah dengan tujuh kerikil

6
Kedua: memendekkan rambut sepanjang ruas jemari yaitu sekitar 2 cm

Ketiga: towaf haji (towaf Ifadoh)

Kalau seorang wanita telah melakukan tiga hal semuanya ini, maka dia diperbolehkan segala
sesuatu yang diharamkan waktu ihram sampai berhubungan badan. Kalau melakukan dua hal (dari
3 amalan tersebut), dia diperbolehkan segala sesuatu kecuali jima’.

23. Seorang wanita tidak diperbolehkan menampakkan rambutnya kepada lelaki asing waktu
memendekkan ujung rambutnya. Sebagaimana yang dilakukan kebanyakan wanita di tempat sai.
Karena rambut termasuk aurat tidak diperbolehkan menyingkapnya di hadapan siapapun lelaki
asing

24. Hati-hati tidur di depan lelaki. Ini yang kita saksikan kebanyakan wanita yang menunaikan haji
bersama keluarganya tanpa punya tenda atau dari penutup apapun dari pandangan lelaki. Sehingga
mereka tidur di jalanan, emperan, dibawah jembatan layang, di dalam masjid Khoif bercampur
dengan lelaki. Atau dekat dengan lelaki. Ini termasuk kemungkaran besar yang harus dilarang dan
diberantas.

25. Bagi wanita haid dan nifas tidak ada kewajiban towaf wada’. Ini termasuk keringanan agama
dan kemudahan kepada para wanita. Bagi wanita haid, diperbolehkan pulang bersama keluarganya
meskipun belum towaf wada’. Maka memujilah kepada Allah wahai wanita muslimah serta
bersyukurlah akan kemudahan ini dan nikmat itu.4

B. Kekhususan bagi Jema’ah lansia, jema’ah sakit, beresiko tinggi, dan sebab lainnya.

1. Shalat di Hotel di Tanah Haram

Shalat di Masjidil Haram memiliki kemuliaan, karena pahalanya dilipat gandakan hingga
seratus ribu kali lipat disbanding dengan shalat di tempat lainnya, sebagaimana hadits Nabi: yang
Artinya :

Dari Jabir r.a. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda : “Shalat dimasjidku ini (Masjid Nabawi) lebih utama
daripada seribu shalat ditempat yang lain, kecuali Masjidil haram. Sementara shalat di Masjidil
Haram lebih utama daripada dari pada serratus ribu shalat di tempat yang lain.” (H.R. Ahmad
dan at-Tirmidzi)

Meskipun pahala shalat di Masjidil Haram dilipatkan 100.000 kali disbanding shalat di
masjid lain, namun shalat berjamaah di Masjidl haram hukumnya sunah. Jemaah yang tidak
melaksanakan shalat berjamaah di Masjidil Haram tidak berdosa, khususnya jemaah yang
memiliki keterbatasan karena sakit, lansia dan risti, atau karena sebab lainnya.
Oleh karena itu, shalat berjamaah bisa dilakukan dimana saja di tanah haram baik di hotel
atau di masjid terdekat. Mereka tetap mendapatkan keutamaan pahala shalat sebagaimana di

4
Al Munajjid, Muhammad Saalih, Kekhususan Wanita Dalam Berhaji, Di akses pada Selasa, 13 Juni 2023,
pukul 22.02 WIB. Kekhususan Wanita Dalam Haji - Soal Jawab Tentang Islam (islamqa.info)

7
masjidil haram, sebab seluruh tanah haram adalah Masjidil Haram sebagaimana penjelasan Ibnu
Abbas sebagi berikut; Artinya; Dari Ibnu Abbas berkata; tanah haram seluruhnya adalah Masjidil
Haram.
Berdasarkan keterangan bahwa seluruh tanah haram Makkah adalah Masjidil Haram, maka
shalat di pondokan, di hotel atau di masjid sekitar pondokan, keutamaannya sama dengan shalat di
Masjidil Haram. Ini berarti, jemaah lansia yang selalu berada di hotel dan tidak sempat shalat di
Masjidil Haram karena udzur juga mendapat keutamaan mengikuti sunnah Rasul SAW dimana
selama menunggu Haji beliau tidak pernah mendekati Ka'bah.
Shalat di masjid manapun di tanah haram di Mekah termasuk di hotel bagi jamaah Iansia
juga mendapat pahala 100 ribu kali lipat. Pelipatgandaan pahala juga berlaku di seluruh tanah
haram Mekah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari Hanafiyah, Malikyah dan Syafifyah.5
Adapun dalil pendapat tersebut adalah Lafal (kata) al-Masjid al-Haram adalah tanah haram
Mekah. Ini menunjukan bahwa hukum asal makna al-Masjid al-Haram adalah tanah haram Mekah.
Maka lafal "alMasjid al-Haram" dalam hadits kepada makna asal yaitu tanah haram.
Jadi, bagi jamaah Haji khususnya Iansia dan jamaah memilki uzur Iainnya jika kesulitan
shalat ke masjidil haram maka tidak mengapa mereka shalat di masjidmasjid yang dekat dengan
penginapan, karena pahalanya juga berlipat ganda menjadi 100 ribu kali lipat. Akan tetapi jika
mereka ada kesempatan untuk pergi ke alMasjid al-Haram maka sempatkan untuk shalat di sana
karena lebih afdhal.
Tentu, hal ini sangat bermanfaat bagi Jemaah Haji lemah dan sakit, sebab meskipun hanya
melaksanakan kegiatan ibadah di hotel dan tidak sempat melaksanakan ibadah di Masjidil Haram,
namun tetap memiliki keutamaan yang sebanding dengan di Masjidil Haram.
Biasanya jamaah Haji lebih senang shalat fardlu di Masjidil Haram, akan tetapi mengingat
kondisi padatnya jamaah di Masjidil Haram, maka bagi jamaah Haji yang lemah, lansia dan risti,
sangat dianjurkan agar tidak memaksa diri setiap kali shalat dilaksanakan di Masjidil Haram. Hal
ini semata-mata untuk menjaga kesehatannya, agar tidak timbul resiko kelelahan yang cenderung
mengakibatkan sakit.

2. Melontar Jumrah
Melontar jamrah adalah melontar batu kerikil ke arah jamrah Sughra, Wustha dan Kubra
dengan niat mengenai objek jamrah (marma) dan kerikil masuk ke dalam Iubang marma. Melontar
jamrah dilakukan pada hari nahar dan hari tasyrik.
Hukum Melontar
Hukum melontar jamrah adalah wajib. Apabila seseorang tidak melaksanakannya
dikenakan dam/ fidyah. Bagi Jemaah Lansia yang tidak mampu melaksanakan Iontar jamrah dapat
mewakikan pada orang Iain.
Dalam kitab Fiqh Islami wadillatuhu dijelaskan bahwa melempar jumrah boleh diwakilkan
bagi orang yang tidak dapat melempar sendiri lantaran sakit, ditahan, lanjut usia, atau hamil. Jadi,
orang yang menderita penyakit yang tidak dapat diharapkan untuk sembuh sebelum waktu

5
Al-Mausuuåh al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah 17/200-201 dan 37/239), dan dipilih Oleh Bin Baaz (lihat
Fataawaa Ibnu Baaz 4/130) dan para ulama al-Lajnah Ad-Daimah (lihat Fataawaa al-Lajnah 6/223).

8
melempar, orang yang ditahe_une tua, dan wanita hamil, mereka ini boleh menyuruh orang lain
melemparkan seluruh jumrah baginya. Seseorang juga boleh mewakili beberapa orang melempar
jumrah, dengan syarat si wakil harus melempar atas nama dirinya terlebih dulu untuk
masingmasing dari ketiga jumrah. Dianjurkan menyerahkan kerikil kepada si wakil (secara
langsung pada saat akan melempar) jika mampu, dan dialah [orang yang diwakili) yang bertakbir.
Oleh karena itu, mengingat jarak tempuh jamaah haji dari maktab ke tempat jamarat lebih
kurang sekitar 4 km dengan berjalan kaki dan kondisi padat berdesakdesakan, maka bagi jamaah
haji lansia atau yang memiliki uiur syar'i seperti sakit atau hal lain boleh mewakilkan kewajibannya
melontar jamrah kepada orang lain. dengan salah satu cara sebagai berikut:
1. Orang yang mewakilkan orang lain melon tar jamrah terlebih dulu untuk dirinya sendiri
sampai sempurna masing-masing tujuh kali lontaran, mulai dari sughra, wustha, dan kubra.
Kemudian ia kembali melontar untuk yang diwakilkannya mulai dari sughra, wustha, dan
kubra.
2. Orang yang mewakilkan orang lain melontar jumrah ula terlebih dulu untuk dirinya sendiri
sampai sempurna masing-masing tujuh kali lontaran, kemudian dia melontar lagi tujuh kali
lontaran untuk yang diwakili tanpa harus terlebih dahulu menyelesaikan jumrah wustha
dan kubra. Demikian seterusnya Tindakan yang sama ia lakukan di jumrah wushta dan
jumrah kubra.6

3. Thawaf
Thawaf yang menjadi rukun Haji adalah thawaf ifadhah. Mengingat area thawaf penuh
sesak pada musim Haji, lansia perlu memilih waktu yang strategis dan kondusif. Ada dua pendapat
terkait waktu thawaf ifadhah. Pertama, Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa thawaf
ifadhah harus dilaksanakan setelah fajar hari raya Idul Adha. Kedua, Mazhab Syafi'i dan Hambali
membolehkan thawaf ifadhah setelah tengah malam hari raya Idul Adha.
Pendapat mazhab Syafi'i dan Hambali dapat digunakan, sehingga lansia sudah boleh
menjalankan thawaf ifadhah setelah tengah malam sebelum Shubuh yang relatif lebih sepi
dibandingkan setelah Shubuh. Pelaksanaan thawaf tidak harus berjalan kaki. Boleh juga dengan
naik kursi roda atau digendong. Menurut mazhab Syafi'i, memang lebih utama thawaf dengan jalan
kaki, karena mayoritas thawaf Nabi SAW dengan berjalan kaki. Akan tetapi, diperkenankan
berthawaf dengan naik kendaraan (semisal kursi roda), baik ada uzur maupun tanpa uzur. Menurut
mazhab Maliki dan Abu Hanifah, orang yang thawaf dengan naik kendaraan, padahal tidak ada
uzur; maka wajib membayar dam.7
Sebelum melaksanakan tawaf jamaah Haji lansia terlebih dahulu memperhatikan kesehatan
dan waktu, apalagi tawaf ifadhah, tidak perlu terburu-buru mengikuti jamaah yang lain. Jamaah
lansia dapat berkoordinasi dengan petugas Haji baik yang mendampingi maupun petugas PPIH
Arab Saudi terkait mekanisme bagi yang membutuhkan kursi roda atau jasa dorongan.

6
Tuntunan Manasik Haji dan Umrah Kementrian Agama 2020. hal 97
7
Abu al-Husain al-yamani, al-Bayan fi Madzhab al-Imam al-Syafi’I (Beirut: Dar al-Minhaj 2000 4) hal 281-282

9
Saat hendak melaksanakan tawaf jamaah perlu memperhatikan syarat sah thawaf, yaitu . 8
a. Suci dari hadas dan najis; berwudhuk atau bertayamum apabila khawatir menggunakan air
b. Menutup aurat
c. Berada di dalam Masjidil Haram, termasuk di area perluasan pada lantai dua, tiga, atauempat,
meskipun dengan posisi melebihi ketinggian Ka'bah dan terhalang antara dirinya dengan Ka'bah;
d. Memulai dari Hajar Aswad;
e. Ka'bah berada di sebelah kiri;
f. Di luar Ka'bah (tidak di dalam Hijir Ismail);
g. Mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali putaran;

Setelah selesai tawaf jemaah disunnahkan melaksankan shalat sunnah dua rakat di tempat
yang memungkin, setelah itu bersiap -siap untuk melaksanakan sa'i. Bagi Jemaah Haji uzur atau
sakit dapat melakukan tawaf dengan kursi roda di lantai satu, lantai dua, atau lantai empat. Kursi
roda bisa dibawa sendiri Oleh jemaah atau menyewanya berikut biaya jasa pendorong. Jemaah
uzur atau sakit juga dapat melakukan tawaf dan sa'i dengan menggunakan 'arabah
kahrubaaiyyah (skutermatik) roda empat bertenaga baterai dengan cara menyewa yang
disediakan secara khusus di lantai tiga mezzanine.

Ulama membolehkan tawaf meggunakan alat baik kursi roda maupun skuter saat
melaksanakan tawaf maupun sa'i bagijemaah udzur, Iansia atau sakit. Seperti disampaikan ibnu
qudamah bahwa tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini."Aku tidak mengetahui adanya
khilaf di antara para ahli ilmu mengenai sahnya thawaf dengan berkendara, di kala ada udzur."

Namun, bagi jemaah Yang tidak dalam kondisi uzur, para ulama' berbeda pendapat. Ada
yang tidak membolehkan tawaf dengan kendaraan dengan alasan hukum yang
berlaku dalam tawaf sama dengan yang berlaku dalam salat. Akan tetapi ada ulama yang
membolehkan tawaf menggunakan kendaraan walau tanpa uzur, hal ini seperti disampaikan
oleh Imam Ibn Mundzir, dengan alasan Nabi sendiri pernah melaksanakan tawaf dengan
mengendarai unta. Tawaf berkendaraan ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw ketika Haji
wada' sebagaimana hadist dari Aisyah r.a.: "Rasulullah Saw tawafpada waktu Haji wada'
dengan mengendarai unta, sambil menyalami rukun Yamani... " (HR. Muslim).

Dari Abi Zubair bahwa ia mendengar Jabir bin Abdillah r.a. berkata, "Nabi SAW ketika
tawafpada Haji wada dengan menaiki tunggangannya, dan juga ketika sa"i di Safa dan
Marwah, orang ramai melihatnya dan beliau dapat menyelia untuk mereka bertanya kepada
beliau, maka sesungguhnya orang ramai mengerumuni beliau.” (HR. Muslim).

4. Sa’i
Sa'i menurut bahasa artinya "berjalan" atau "berusaha". Menurut istilah, sa'i berarti berjalan
dari safa ke Marwah, bolak-balik sebanyak tujuh kali yang dimulai dari Shafa dan berakhir di
Marwah, dengan syarat dan cara-cara tertentu. Sa'i merupakan salah satu rukun Haji dan Umrah
yang harus dikerjakan oleh jemaah Haji, apabila seseorang tidak mengerjakan sa'i maka ibadah
Haji dan Umrahnya tidak sah.
Sa'i harus dilaksanakan setelah thawaf. Disunahkan mengerjakannya secara berturut-turut,
namun boleh memisahkan waktu thawaf dan sa'i, asalkan tidak diselingi oleh rukun Haji yang
lain, semisal wukuf.9 Pendapat ini bisa digunakan oleh lansia yang merasa tidak mampu untuk

8
Tuntunan Manasik Haji dan Umrah Kementrian Agama 2020 hal 82
9
Abu al-Husain al Yamani, al-Bayanfi Madzhab al-Imam alSyafi'i (Beirut: Dar al-Minhaj 2000 4) hal 304

10
melaksanakan thawaf dan sa'i secara berturut-turut. Sa'i dilaksanakan di antara bukit Shafa
(start) dan Marwah (finish) yang berjarak sekitar 450 meter. Jadi, total perjalanan bolak-balik
Shafa dan Marwah tujuh kali adalah 3.150 meter.10 Ini adalah jarak yang relative berat bagi
Iansia, jika harus dilakukan dengan jalan kaki.
Memang disunahkan sa'i dengan cara berjalan kaki, bukan dengan naik kendaraan (kursi
roda). Namun, kesunahan ini hanya berlaku bagi orang yang mampu.11 Jadi, sa'i boleh
dilakukan dengan naik kendaraan, baik ada atau tidak ada uzur. Ini pendapat mazhab Syafi'i.
Menurut mazhab Hanafi, jika dia berada di Makkah, maka sa'i harus diulang dengan berjalan
kaki. Jika sudah pulang ke tanah airnya, maka hukumnya sah, namun harus membayar dam.12
Berdasarkan pendapat mazhab Syafi'i tersebut, Iansia boleh memilih bersa'i dengan jalan
kaki atau naik kursi roda, sesuai situasi dan kondisinya saat itu. Lansia juga perlu
mempertimbangkan tips Imam alNawawi yang menyatakan bahwa yang lebih utama adalah
mencari waktu yang sepi untuk bersa'i. Jika suasana sangat ramai dan berdesak-desakan, lebih
baik menjaga diri agar tidak sampai terdesak atau tersakiti oleh orang Iain. Jika tidak mampu
berjalan cepat karena kondisi sangat ramai, disunahkan bergerak-gerak layaknya orang yang
berjalan cepat.
Bagi orang yang sehat, kuat dan mampu berjalan, sebaiknya sa'i dilakukan dengan berjalan
kaki, sedangkan bagi yang udzur disebabkan lemah atau sakit, boleh dilakukan dengan
digendong, menggunakan kursi roda atau naik skuter matik. Sa'i boleh naik kendaraan
berdasarkan hadits sebagai berikut :
Dari Abi Zubair bahwa ia mendengar Jabir bin Abdillah r.a. berkata “Nabi ‫ ﷺ‬ketika thawaf
pada haji wada dengan menaiki tunggangannya, dan juga ketika sa’i di shafa dan marwah,
orang ramai melihatnya dan beliau dapat menyelia untuk mereka bertanya kepada beliau,
maka sesungguhnya orang ramai mengerumuni beliau.” (H..R. Muslim).

10
Muhammad Mamdouh, Hajj and Umrah: A to Z Riyadh (Dar Eshbelia 1999) hal. 37
11
Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, (Dar Fikri pdf Jilid 3) hal. 172
12
Abu al-Husain al-Yamani, al-Bayan fi Madzhab al-Imam al-Syafi’I (Beirut : Dar al-Manhaj 2000 4) hal.
307-308

11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Haji merupakan kewajiban Allah kepada hambanya, ia termasuk salah satu rukun Islam
lima, ia termasuk jihadnya para wanita. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam kepada
Aisyah radhiallahu anha, “Jihad kamu semua adalah haji.” HR. Bukhori.

Meskipun pahala shalat di Masjidil Haram dilipatkan 100.000 kali disbanding shalat di
masjid lain, namun shalat berjamaah di Masjidl haram hukumnya sunah. Jemaah yang tidak
melaksanakan shalat berjamaah di Masjidil Haram tidak berdosa, khususnya jemaah yang
memiliki keterbatasan karena sakit, lansia dan risti, atau karena sebab lainnya.
Hukum melontar jamrah adalah wajib. Apabila seseorang tidak melaksanakannya
dikenakan dam/ fidyah. Bagi Jemaah Lansia yang tidak mampu melaksanakan Iontar jamrah dapat
mewakikan pada orang Iain.
Dalam kitab Fiqh Islami wadillatuhu dijelaskan bahwa melempar jumrah boleh diwakilkan
bagi orang yang tidak dapat melempar sendiri lantaran sakit, ditahan, lanjut usia, atau hamil. Jadi,
orang yang menderita penyakit yang tidak dapat diharapkan untuk sembuh sebelum waktu
melempar, orang yang ditahe_une tua, dan wanita hamil, mereka ini boleh menyuruh orang lain
melemparkan seluruh jumrah baginya. Seseorang juga boleh mewakili beberapa orang melempar
jumrah, dengan syarat si wakil harus melempar atas nama dirinya terlebih dulu untuk
masingmasing dari ketiga jumrah. Dianjurkan menyerahkan kerikil kepada si wakil (secara
langsung pada saat akan melempar) jika mampu, dan dialah [orang yang diwakili) yang bertakbir.
Pendapat mazhab Syafi'i dan Hambali dapat digunakan, sehingga lansia sudah boleh
menjalankan thawaf ifadhah setelah tengah malam sebelum Shubuh yang relatif lebih sepi
dibandingkan setelah Shubuh. Pelaksanaan thawaf tidak harus berjalan kaki. Boleh juga dengan
naik kursi roda atau digendong. Menurut mazhab Syafi'i, memang lebih utama thawaf dengan jalan
kaki, karena mayoritas thawaf Nabi SAW dengan berjalan kaki. Akan tetapi, diperkenankan
berthawaf dengan naik kendaraan (semisal kursi roda), baik ada uzur maupun tanpa uzur. Menurut
mazhab Maliki dan Abu Hanifah, orang yang thawaf dengan naik kendaraan, padahal tidak ada
uzur; maka wajib membayar dam.
Sa'i harus dilaksanakan setelah thawaf. Disunahkan mengerjakannya secara berturut-turut,
namun boleh memisahkan waktu thawaf dan sa'i, asalkan tidak diselingi oleh rukun Haji yang lain,
semisal wukuf.13 Pendapat ini bisa digunakan oleh lansia yang merasa tidak mampu untuk
melaksanakan thawaf dan sa'i secara berturut-turut. Sa'i dilaksanakan di antara bukit Shafa (start)
dan Marwah (finish) yang berjarak sekitar 450 meter. Jadi, total perjalanan bolak-balik Shafa dan
Marwah tujuh kali adalah 3.150 meter.14 Ini adalah jarak yang relative berat bagi Iansia, jika harus
dilakukan dengan jalan kaki.

13
Abu al-Husain al Yamani, al-Bayanfi Madzhab al-Imam alSyafi'i (Beirut: Dar al-Minhaj 2000 4) hal 304
14
Muhammad Mamdouh, Hajj and Umrah: A to Z Riyadh (Dar Eshbelia 1999) hal. 37

12
DAFTAR PUSTAKA
ESQ Tours & Travel. Di akses pada Selasa, 13 Juni 2023, Pukul 21.00 WIB.
Yahya Muhyidin, Hadits Arba’in An-Nawawi, (Maktab Dakwah dan Bimbingan Jaliyat
Rabwah),
Ihsan fadl, Tanya Jawab Seputar pakaian Wanita dalam Haji, (Jurnal Salakiyun, 2010),
Al Munajjid, Muhammad Saalih, Kekhususan Wanita Dalam Berhaji, Di akses pada
Selasa, 13 Juni 2023,
pukul 22.02 WIB.
Al-Mausuuåh al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah 17/200-201 dan 37/239),
Tuntunan Manasik Haji dan Umrah Kementrian Agama 2020. hal 97
Abu al-Husain al-yamani, al-Bayan fi Madzhab al-Imam al-Syafi’I (Beirut: Dar al-Minhaj
2000 4) hal 281- 282
Tuntunan Manasik Haji dan Umrah Kementrian Agama 2020 hal 82
Abu al-Husain al Yamani, al-Bayanfi Madzhab al-Imam alSyafi'i (Beirut: Dar al-Minhaj
2000 4) hal 304
Muhammad Mamdouh, Hajj and Umrah: A to Z Riyadh (Dar Eshbelia 1999) hal. 37
Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, (Dar Fikri pdf Jilid 3) hal. 172
Abu al-Husain al-Yamani, al-Bayan fi Madzhab al-Imam al-Syafi’I (Beirut : Dar al-Manhaj
2000 4) hal. 307- 308

13

Anda mungkin juga menyukai