Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
Muhammad Rayhan Syuja’i
Airini Kurniasih, SE (220016)
Jupri Purwanto
Tak luput kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing matakuliah Fiqih
Ibadah, Bp. Wahyu Misbach, M.A yang akan membimbing kami selama satu
semester kedepan. Semoga Allah azza wa jalla meridhoi dan memberikan
keberkahan serta kemudahan kepada bapak dalam memberikan ilmu kepada kami.
Aamiin Allahumma Aamiin
Semoga makalah Haji dan Umrah ini bermanfaat untuk ummat, khusunya untuk
mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Perguruan Tinggi Da’wah Islam
Indonesia (STAI PTDII).
Kami atas nama penyusun mohon maaf apabila masih terdapat kekurangan dalam
makalah ini, karena itu bimbingan dan masukan guna menyempurnakan makalah
ini sangat kami harapkan.
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Identifikasi Masalah 1
C. Pembatasan Masalah 1
D. Rumusan Masalah 2
E. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Haji dan Umrah 3
B. Pengertian Haji dan Umrah 4
C. Perbedaan Haji dan Umrah 4
D. Syarat,Rukun, dan Wajib Haji dan Umroh
1. Syarat Haji
2. Rukun Haji
3. Wajib Haji
4. Syarat Umroh
5. Rukun Umroh
6. Wajib Umroh
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
3
2. Masih banyak ummat islam yang belum mengetahui syarat, rukun dan
wajib dalam menjalankan ibadah haji dan umroh.
C. Pembatasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Haji dalam Islam telah bermula ribuan tahun yang lalu pada
zaman Nabi Ibrahim AS tahun 1861 – 1686 SM. Nabi Ibrahim AS merupakan
keturunan kepada Sam bin Nuh AS pada tahun 3900 – 2900 SM. Sejarah
ibadah haji erat kaitannya dengan Ka’bah dan kota-kota yang menjadi pusat
pelaksanaan haji. Menurut Ibn Katsir dalam tafsirnya surah Ali Imran 3:96,
bahwa yang pertama kali membangun Ka’bah ialah Nabi Adam Alaihi Salam.
Ketika di turunkan ke bumi, Nabi Adam yang terbiasa beribadah bersama
para malaikat dengan mengelilingi Arsy’ Allah Swt. Sehingga ia merasa
sangat sedih. Karena itu Allah menghiburnya dengan dibolehkan membangun
Ka’bah (bangunan segi empat). Kemudian Nabi Adam diperintah untuk
thawaf atau mengelilingi bangunan tersebut. Setelah sekian lama kemudian
hancur. Akhirnya bangunan Ka’bah ini dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim
dan putranya Nabi Isma’il. Setelah itu Nabi Ibrahim diperintahkan untuk
menyeru manusia melaksanakan haji. Inilah awal mula diperintahkannya
ibadah haji. Dan selanjutnya ibadah ini disempurnakan Allah melalui Nabi
Muhammad Saw. Perintah disyari’atkannya haji ialah pada tahun 6 hijriyah. 1
Mekkah yang merupakan pusat kegiatan ibadah haji adalah tempat Nabi
Muhammad salallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan. Termasuk dibesarkannya
Nabi Ismail Alaihi Salam2 oleh kedua orang tuanya yaitu Nabi Ibrahim Alaihi
Salam dan Hajar yang menajdi awal mula sejarah haji tersebut.
Kewajiban melaksanakan ibadah haji berawal dari wahyu yang
diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya dalam surat Al-Imran ayat 97 :3
1
Ibid., h. 2-6
2
Dr. Zakiah Darajat, haji Ibadan yang Unik, hal. 11
3
https://tafsirweb.com/1229-surat-ali-imran-ayat-97.html
5
“
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam
Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia;
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam (Qs. AL-Imran : 97)”.
Ayat ini turun pada tahun ke-6 Hijriyah pada saat Rasulullah di
Madinah, namun Rasulullah baru melaksanakan ibadah haji pada tahun ke-10
Hijriyah yang biasa kita kenal dengan Haji Wada.
4
Dr. Rosidin, Inti Fiqih Haji dan Umroh,Genius Media, h. 2
5
Said Agil, Fikih Haji, h. 1.
6
Ibid.
7
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 5, terj. Mahyuddin Syaf, Bandung: Alma’arif, cet. XIV, 1978, h. 31
6
Pengertian ‘Umrah menurut bahasa adalah ‘ziarah’, sedangkan
menurut (istilah) syara’ berarti menziarahi Ka’bah.8
8
Dr. Rosidin, Inti Fiqih Haji dan Umroh,Genius Media, h. 2
9
Said Agil, Fikih Haji, h. 21.
7
“Diangkat pembebanan hukum dari tiga (jenis orang), yaitu orang yang
tidur sampai dia bangun, anak kecil sampaiu ia baligh, dan orang gila
sampai dia sembuh.” (H.R. Bukhari)10
3) Merdeka
Seorang budak tidak dikenakan wajib haji. Karena haji merupakan
ibadah yang menghendaki waktu dan kesempatan, sedang seorang
hamba sahaya (budak) sibuk dengan urusan majikannya dan tidak
mempunyai kesempatan.11
4) Memiliki kemampuan
Seseorang yang tidak memiliki kemampuan tidak dikenakan wajib haji.
Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Q.S. Ali Imran : 97
10
Ibid., h. 22.
11
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 43.
12
Alquran Digital
13
Said Agil, Fikih Haji, h. 24.
14
Ibid
8
Sedangkan madzhab Hambali hanya menyatakan dua kriteria, yaitu
kemampuan harta dan aman dalam perjalanannya. Madzhab Hambali ini
merujuk pada hadis Nabi Saw, berikut:
” Dari Jabir, bahwa Abdullah berkata: Nabi Saw. Pernah ditanya orang
tentang apakah yang dimaksud dengan sabil itu? Nabi menjawab bekal dan
kendaraan. (HR Daruquthni)15
Kemudian syarat wajib haji bagi wanita. Sebenarnya antara pria dan
wanita jika telah memenuhi syarat-syarat di atas sudah ada kewajiban haji
baginya. Hanya saja bagi wanita ada tambahannya, yaitu sebagai berikut:
1) Harus didampingi suaminya atau mahramnya Hal ini berdasar hadis
Nabi Saw:
” dari Abbas r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw. Bersabda:
dan seorang wanita tidak boleh melakukan perjalanan kecuali disertai
mahramnya. (HR Bukhari dan Muslim)16
Menurut Madzhab Syafi’i ialah mensyaratkan suami atau muhrim atau
wanita-wanita yang dipercaya.17
2) Wanita yang tidak sedang menjalani masa iddah. Hal ini berdasar
firman Allah Swt. Berikut:
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah
kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)
iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah
kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah
mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka
mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah,
Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.
kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu
sesuatu hal yang baru.(Q.S. Ath-Thalaq : 1)18
15
Ibid
16
Ibid., h. 25
17
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 52.
18
Alquran Digital
9
Pendapat madzhab Hanbali membolehkan wanita dalam keadaan
iddah talak untuk menunaikan ibadah haji, tetapi melarang wanita
dalam iddah ditinggal mati suami.19
2. Rukun Haji
Rukun haji adalah amalan-amalan yang wajib dikerjakan selama
melaksanakan ibadah haji. Dan apabila salah satu ada yang ditinggalkan
maka hajinya batal dan wajib mengulang pada kesempatan lain.20 Secara
umum rukun haji ada empat, yaitu Ihram, Thawaf, Sa’i dan wuquf di
Arafah.21
1) Ihram
Ihram adalah niat seseorang muslim untuk mengerjakan ibadah haji
atau umrah ke tanah suci Mekkah. Dimana apabila seseorang telah
ihram maka perbuatan yang tadinya dibolehkan menjadi diharamkan.
Dan ia telah berada di anak tangga pertama mendapatkan kedudukan
sebagai tamu Allah.22 Niatnya sebagai berikut ” Ya Allah, aku
bermaksud untuk menunaikan ibadah haji, maka berikanlah kemudahan
bagiku dan terimalah hajiku.”23
2) Thawaf
Thawaf ialah berjalan mengelilingi Ka’bah sampai tujuh kali putaran.
Hal ini berdasar firman Allah Swt berikut:
“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada
badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar
mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling
rumah yang tua itu (Baitullah).24
19
Said Agil, Fikih Haji, h. 26.
20
Ibid., h. 30.
21
Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Fikih Ibadah Fatwa Ibadah Fadhilatus
Syaikh Muhammad Bin Salih Al-Utsmani, terj. Taufik Aulia Rahman, Surakarta: Media Zikir,
2010, h.467.
22
Said Agil, Fikih Haji, h. 61.
23
Ibid.
24
Alquran Digital
10
3) Sa’i
Sa’i adalah berlarilari kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwah dan
sebaliknya sebanyak tujuh kali. Hal ini berdasar Hadis Nabi Saw
berikut:
“Dari Aisyah binti Syaibah bahwa seorang perempuan telah
menyampaikan kepadanya bahwa dia telah mendengar Nabi Saw
bersabda di antara Bukit Shafa dan Marwah: telah diwajibkan atas
kamu sa’i, maka hendaklah kamu kerjakan.”(HR. Ahmad)25
4) Wukuf di Arafah
Rasulullah Saw bersabda: ِ
“Ibadah haji itu dengan melaksankan wukuf di Arafah. Siapa yang
datang pada malam hari di Mudzalifah sebelum terbit fajar, ia sudah
mendapatkan haji.” (HR. Ibnu Majah)26
3. Wajib Haji
Disamping rukun haji, ada juga serangkaian ibadah yang wajib
dilaksanaka, yaitu wajib haji. yang apabila salah satu ditinggalkan maka ia
wajib membayar dam(denda).27
Secara umum rukun haji, di antaranya ihram dari miqat, wuquf di
arafah sampai terbenam matahari, mermalam (mabit) di Mudzalifah, mabit
di mina dua malam setelah hari idul adha, melempar jumrah, dan thawaf
wada’.28
Sementara itu empat madzhab berbeda pendapat mengenai hal ini.
Ulama madzhab Hanafi ada enam amalan wajib haji, yaitu:
1) Sa’i antara bukit Shafa dan Marwah.
2) Mabit di Mudzalifah sekalipun sejenak sebelum terbit fajar.
25
Said Agil, Fikih Haji, h. 109
26
. Ibid., h. 119.
27
Said Agil, Fikih Haji, h. 32.
28
Adbullah, Fikih Ibadah, h. 469.
11
3) Melontar seluruh jumrah(jumrah aqabah setelah salat subuh pada 10
zulhijjah, jumrah ula, wustha, aqabah pada setiap hari tanggal 11,12,13
zulhijjah)
4) Mencukur atau memotong beberapa helai rambut.
5) Menyembelih hewan setelah bercukur dan thawaf ifadah.
6) Thawaf wada”.29
Kemudian madzhab Maliki menetepakan sebagai berikut:
1) Singgah di mudzalifah dalam perjalanan ke mina.
2) Melontar jumrah aqabah pada 10 zulhijjah sebelum mencukur rambut
dan thawaf ifadah.
3) Mabit di mina setelah thawaf ifadah(11,12,13 zulhijjah).
4) Melontar jumrah pada hari-hari tasyri’(11,12,13 zulhijjah). Setiap
jumrah ialah tujuh kerikil.
5) Mencukur atau menggunting rambut. Bagi wanita cukup dipotong
sepanjang satu ujung jari.
6) Membayar fidyah, menyerahkan hewan kurban untuk mengganti
sesuatu yang batal, dan seeokor kurban untuk haji qiran dan haji
tamattu’.30
Selain itu, wajib haji menurut madzhab Syafi’i yaitu:
1) Ihram dari miqat zamani31 dan miqat makani.32
2) Melontar jumrah aqabah pada 10 zulhijjah, dan melontar ketiga jumrah
pada hari-hari tasyri’ sejalan dengan pendapat hanbali.
3) Mabit di mudzalifah sekalipun sejenak dengan syarat hal itu dilakukan
setelah pertengahan malam setelah wuquf arafah. Tidak disyaratkan
berhenti (diam), melainkan cukup sekedar lewat.
4) Mabit di mina sampai tergelincir matahari pada 12 zulhijjah.
5) Thawaf wada’, jika akan meninggalkan kota mekkah.
29
Said Agil,Fikih Haji,h. 32
30
Said Agil,Fikih Haji,h. 33-34.
31
Miqat zamani adalah waktu mulai ihram, yaitu bulan syawal, zulqaedah, dan sembilan hari
pertama bulan zulhijjah
32
Miqat makani adalah tempat memulai ihram.
12
6) Menjauhi segala yang diharamkan ketika ihram.33
Sedangkan menurut madzhab Hanbali, wajib haji yakni:
1) Ihram dari miqat yang telah ditentukan syara’.
2) Wuquf di arafah hingga matahari terbenam, jika ia melaksanakannya di
siang hari.
3) Mabit di mudzalifah pada malam nahar (10 zulhijjah).
4) Mabit di mina pada malam-malam tasyri’.
5) Melontar jumrah secara tertib, yaitu di awali dengan jumrah ula (dekat
masjid Khaif), kemudian jumrah Wustha, dan terakhir jumrah aqabah.
6) Mencukur atau menggunting rambut.
7) Thawaf wada’.34
Artinya :
“Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada
Allah di Masy'arilharam (Mudzalifah). (Q.S. Al-Baqarah : 198)35
33
Said agil, Fikih Haji, h. 34-35. 36Alquran Digital. 37Said Agil, Fikih Haji, h. 137
34
Ibid.
35
Alquran Digital.
36
Said Agil, Fikih Haji, h. 137
13
Dalil mabit di Mina berdasar firman Allah berikut:
Artinya :
“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang
berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah
dua hari, Maka tiada dosa baginya. dan Barangsiapa yang ingin
menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), Maka tidak ada
dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. dan bertakwalah kepada
Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-
Nya.”(Q.S. Al-Baqarah : 203)37
1. Islam
Orang non muslim tidak sah dalam melaksanakan haji atau
umrah. Jika dia berkunjung ke tanah suci bahkan mengikuti ibadah
37
Alquran Digital.
38
Alquran Digital.
14
haji atau umrah seperti thawaf dan sa'i maka perjalanan haji atau
umrahnya hanya sebatas melancong saja.
2. Baligh
Anak kecil tiak diwajibkan berhaji atau pun umroh, baik yang
sudah mumayyiz maupun yang belum. Kalau sudah mumayyiz ia naik
haji atau umroh maka sah, tetapi pelaksanaan haji atau pun umroh
yang sebelum mumayyiz itu merupakan sunnah dan kewajiban
melaksanakan haji atau pun umroh tidak gugur. Setelah baligh dan
bisa atau mampu, ia wajib melaksanakan haji atau pun umroh lagi,
menurut kesepakatan ulama mazhab.
3. Berakal sehat
Orang gila sebenarnya tidak mempunyai beban atau bukan
seorang mukallaf. Kalau dia naik haji atau umroh dan dapat
melaksanakan kewaiban yang dilakukan oleh orang yang berakal,
maka haji atau umrohnya itu tidak diberi pahala dari kewajiban ittu,
sekalipun pada waktu itu akal sehatnya sedang datang kepadanya.
Tapi kalau gilanya itu musiman dan bisa sadar (sembuh) sekitar
pelaksanaan haji atau umroh, sampai melaksanakan kewajiban dan
syarat-syaratnya dengan sempurna, maka dia wajib melaksanakannya.
Tapi kalau diperkirakan waktu sadarnya itu tidak cukup untuk
melaksanakan semua kegiatan-kegiatan haji atau umroh, maka
kewajiban itu gugur.
4. Merdeka
Maksud dari merdeka ini adalah tidak berstatus sebagai budak
(hamba sahaya di masa Rasulullah Saw yang di masa modern ini
hampir tidak ditemukan di dunia). Istilah merdeka juga bisa diartikan
bebas dari tanggungan hutang dan tanggungan nafkah keluarga yang
ditinggalkan
5. Istitha'ah (mampu)
15
5. Rukun Umroh
1) Miqat
2) Thawaf
3) Sa’i
4) Tahallul
5) Tertib
6. Wajib Umroh
1) Ihram dari miqat
2) Mencukur atau memendekkan rambut.
16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
17
B. Saran
Dalam makalah yang jauh dari sempurna ini, tentunya terdapat banyak
kesalahan-kesalahan. Terutama mengenai pendapat-pendapat penulis pribadi.
Karenanya, penulis membuka pintu kritik dan saran yang luas, untuk
menjadikan makalah ini lebih baik lagi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Fikih Ibadah Fatwa Ibadah Fadhilatus
Syaikh Muhammad Bin Salih Al-Utsmani, terj. Taufik Aulia Rahman, Surakarta:
Media Zikir, 2010.
Abu Bakar bin Muhammad al-Husni, Imam Taqiyuddin, Kifayatul Akhyar (kelengkapan
Orang Saleh), Surabaya: CV Bina Iman, cet. II, 1995.
Agil Husain Al Munawar, H. Said, H. Abdul Halim, Fikih Haji, Penuntunan Jama’ah Haji
Mencapai Haji Mabrur, Jakarta Selatan: Ciputau Press, 2003.
Alquran Digital.
Darajat, Zakiah, Haji ibadah yang unik, , jakarta: Yayasan Pendidikan Islam Ruhama,
1992.
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah 5, terj. Mahyuddin Syaf, Bandung: Alma’arif, cet. XIV, 1978.
Syarifuddin, Prof. Dr. Amir, Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta: Prenada Media, 2003.
Sya’bi, Achmad, Kamus An-Nur Bahasa Arab-Indonesia-Arab, Surabaya: Halim Jaya.
19