Anda di halaman 1dari 22

PRAKTIK MANASIK HAJI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Praktik Ibadah

Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone

Oleh

KELOMPOK VIII

AHMAD TAUFIK HIDAYATULLAH

862082021083

MISNA

862082021091

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul

“Praktik Manasik Haji” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

dosen pada mata kuliah Praktik Ibadah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan

untuk menambah wawasan tentang bagaimana tata cara pelaksanaan manasik haji

bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ernawati Husain, S.Pd.I.

yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan

wawasan kami sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian

pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan

demi kesempurnaan makalah ini.

Watampone, 30 Mei 2022

Kelompok VIII

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 1

C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Pengertian Manasik Haji 3

B. Komponen Ibadah Haji 3

C. Tata Cara Pelaksanaan Manasik Haji 11

BAB III PENUTUP 18

A. Kesimpulan 18

B. Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam bertugas mendidik dzahir manusia, mensucikan jiwa

manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah

yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah, insya Allah

akan menjadi orang yang beruntung. Ibadah dalam Agama Islam banyak

macamnya. Haji dan umroh adalah salah satunya. Haji merupakan rukun

iman yang kelima setelah syahadat, sholat, zakat, dan puasa. Ibadah haji

adalah ibadah yang baik karena tidak hanya menahan hawa nafsu dan

menggunakan tenaga dalam mengerjakannya, namun juga semangat dan

harta.1

Dalam mengerjakan haji, diperlukan penempuhan jarak yang

demikian jauh untuk mencapai Baitullah, dengan segala kesukaran dan

kesulitan dalam perjalanan, berpisah dengan sanak keluarga hanya dengan

satu tujuan untuk mencapai kepuasan batin dan kenikmatan rohani. Untuk

memperdalam pengetahuan kita, kami mencoba memberi penjelasan secara

singkat mengenai bagaimana tata cara pelaksanaan manasik haji.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian dari manasik haji?

2. Apa sajakah yang termasuk komponen ibadah haji?

3. Bagaimana tata cara pelaksanaan manasik haji?

1
Abdul Azis, “Makalah Fiqh Ibadah Haji”, diakses dari

https://www.academia.edu/39248012/Makalah_Fiqh_Ibadah_HAJI_, pada tanggal 30 Mei 2022

pukul 19.10.

1
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian manasik haji.

2. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk komponen ibadah haji.

3. Untuk mengetahui bagaimana tata cara pelaksanaan manasik haji.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Manasik Haji

Kata Hajj, ditinjau dari makna aslinya adalah mengunjungi Baitullah

untuk menjalankan ibadah.

Haji menurut bahasa ialah menyengaja. Menurut istilah ialah sengaja

mengunjungi Mekkah (Ka'bah) untuk mengerjakan ibadah yang terdiri dari

tawaf, sa'i, wukuf, dan ibadah-ibadah lain, guna memenuhi perintah Allah dan

mengharapkan keridhaan-Nya.2

Ibadah haji ini merupakan bagian dari syariat bagi umat-umat dahulu,

sejak Nabi Ibrahim AS., Allah telah memerintahkan Nabi Ibrahim AS. untuk

membangun Baitul Haram di Mekkah, agar orang-orang tawaf di

sekelilingnya dan menyebut nama Allah ketika melakukan tawaf itu. 3Firman

Allah di dalam QS. Al-Baqarah : 127

َ َّ‫ت َواِ ْسمٰ ِع ْي ۗ ُل َربَّنَا تَقَبَّلْ ِمنَّا ۗ اِن‬


‫ك اَ ْنتَ ال َّس ِم ْي ُع‬ ِ ‫َواِ ْذ يَرْ فَ ُع اِب ْٰر ٖه ُم ْالقَ َوا ِع َد ِمنَ ْالبَ ْي‬
‫ْال َعلِ ْي ُم‬
Terjemahan: “Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan

(membina) dasar-dasar Baitullah, beserta Ismail (seraya berdoa), “Ya

Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah

Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:127)

2
Abdul Hamid & Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, Cet. I; Bandung: CV. PUSTAKA

SETIA, 2009.
3
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, QS. Al-Baqarah/2:127.

3
B. Komponen Ibadah Haji

Komponen ibadah haji dalam pembahasan kali ini adalah syarat wajib

haji, syarat sah haji, rukun haji, wajib haji, sunat haji, dan hal-hal yang

membatalkan haji.4

a. Syarat Wajib Haji

Syarat wajib haji adalah ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat

apabila ada pada seseorang, maka wajib haji berlaku bagi dirinya. Syarat-

syarat wajib haji ada yang bersifat umum (berlaku bagi laki-laki dan

wanita) dan ada yang bersifat khusus bagi wanita. Adapun syarat-syarat

yang bersifat umum tersebut terdiri dari empat macam, yaitu:

1. Muslim.

2. Mukallaf.

3. Merdeka.

4. Memiliki Kemampuan.

Menurut ulama mazhab Hanafi dan Maliki kemampuan itu

memiliki tiga komponen, yaitu kekuatan badan atau fisik, kemampuan

harta dan keamanan dalam perjalanan sampai ke tanah suci.

Ulama Mazhab Syafi'i menentukan kriteria kemampuan itu

meliputi 7 komponen, yaitu kekuatan fisik, kemampuan harta,

tersedianya alat transportasi, tersedianya kebutuhan pokok yang akan

dikonsumsi selama di tanah suci, perjalanan dan di tanah suci aman, jika

yang menunaikan haji itu seorang wanita, harus ada mahramnya.

4
Said Agil Husain Al Munawwar & Abdul Halim, Fikih Haji Menuntun Jama’ah

Mencapai Haji Mabrur, Cet. I; Jakarta: Ciputat Press, 2003.

4
Bagi ulama mazhab Hambali kemampuan itu hanya mencakup dua

komponen, yaitu kemampuan dalam bidang harta, dan keamanan dalam

perjalanan dan di tanah suci.

Adapun syarat-syarat wajib yang khusus bagi wanita melaksanakan

ibadah haji meliputi dua hal yaitu:

1. Harus didampingi suami atau mahramnya. Jika seorang wanita tidak

didampingi, maka haji tidak wajib baginya.

2. Wanita yang tidak sedang menjalani masa iddah, baik karena talak

atau karena ditinggal mati suami.

b. Syarat Sah Haji

Syarat sah haji adalah segala ketentuan yang harus dipenuhi

sebelum melaksanakan ibadah haji. Jika terpenuhi, maka ibadah haji yang

dilaksanakannya dipandang sah (diterima). Namun jika ketentuan itu tidak

terpenuhi, ibadah haji yang dilaksanakan tidak sah.


5
Seperti yang dikemukakan Abdurrahman Al-Jaziri, ada beberapa

syarat sah ibadah haji, yaitu:

1. Beragama Islam (Muslim).

2. Mumayyiz.

3. Amalan ibadah haji harus dilakukan pada waktu yang telah ditentukan.

Menurut mazhab Hanafi, waktu-waktu yang dijadikan syarat sah

ibadah haji terbatas pada waktu tawaf ifadah dan waktu wukuf.

Dalam pandangan ulama mazhab Maliki, waktu-waktu yang

dijadikan syarat sahnya ibadah haji yaitu waktu ihram haji, waktu wukuf

di Arafah, waktu tawaf ifadah, dan waktu untuk sisa kegiatan haji, seperti

5
Ahmad Thib Raya & Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk-Beluk Ibadah Dalam Islam,

Cet. I; Bogor: PRENADA MEDIA, 2003.

5
melontar jumrah, memotong rambut, menyembelih hewan dan sa'i antara

Shafa dan Marwah.

Menurut ulama Mazhab Syafi'i, waktu yang menjadi syarat sahnya

ibadah haji adalah mulai dari hari pertama bulan Syawal hingga hari nahar

serta 2 hari Tasyrik.

Kalangan mazhab Hambali berpendirian bahwa waktu yang

menjadi syarat sahnya ibadah haji bermacam-macam, yaitu waktu ihram,

waktu wukuf di Arafah, waktu tawaf ifadah dan waktu untuk sisa amalan

lainnya, seperti sa'i antara Shafa dan Marwah.

c. Rukun Haji

Rukun haji adalah amalan-amalan yang wajib dikerjakan selama

melaksanakan ibadah haji. Bila salah satu amalan tersebut tertinggal atau

sengaja ditinggalkan, ibadah haji menjadi batal dan wajib mengulang

pada kesempatan lain.

Ulama Mazhab Syafi'i menetapkan rukun haji sebanyak 6 macam,

yaitu: Ihram, Wukuf di Arafah, Tawaf ifadah, Sa’i, Memotong minimal 3

helai rambut, dan Tertib.

Menurut kalangan Hanafi, amalan yang menjadi rukun haji ada dua

macam, yaitu wukuf di Arafah dan tawaf ifadah sebanyak empat kali

putaran.

Menurut ulama mazhab Maliki, rukun haji terdiri dari empat

macam, yaitu: Ihram, Sa'i, Wukuf di Arafah, dan Tawaf ifadah sebanyak

tujuh kali putaran.

Sedangkan ulama mazhab Hambali menetapkan rukun haji menjadi

empat macam, yaitu: Ihram, Wukuf di Arafah, Tawaf ifadah dan Sa'i

antara bukit Shafa dan Marwah.

6
d. Wajib Haji

Wajib haji adalah rangkaian amalan yang harus dilakukan dalam

ibadah haji di samping rukun haji, bila ditinggalkan akan dikenakan dam

atau denda.

Menurut ulama mazhab Hanafi, amalan yang termasuk wajib haji

ada 4 macam, yaitu:

1. Sa’i antara bukit Shafa dan Marwah.

2. Mabit di Muzdalifah sekalipun sejenak sebelum terbit fajar.

3. Melontar seluruh jumrah.

4. Bercukur atau memotong beberapa helai rambut.

5. Menyembelih hewan setelah bercukur dan tawaf ifadah.

6. Tawaf wada’.

Ulama mazhab Maliki menetapkan amalan wajib haji sebanyak 6

macam, yaitu: Singgah di Muzdalifah, Melontar jumrah Aqabah terlebih

dahulu, Mabit di mina setelah melaksanakan tawaf ifadah, Melontar

jumrah pada hari-hari tasyrik, Mencukur atau menggunting rambut,

Membayar fidyah.

Menurut ulama Mazhab Syafi'i, wajib haji tersebut terdiri dari 6

macam, yaitu:

1. Ihram dari miqat zamani.

2. Melontar jumrah Aqabah pada tanggal 10 Zulhijjah setelah datang

dari Mina dan ketiga jumrah pada setiap hari selama hari tasyrik.

3. Bermalam di Muzdalifah sekalipun sejenak dengan syarat hal itu

dilakukan setelah pertengahan malam setelah wukuf di Arafah.

4. Mabit di mina sampai tergelincir matahari 12 Zulhijjah.

5. Melaksanakan tawaf wada’, jika akan meninggalkan kota Mekah.

7
6. Menjauhi segala yang diharamkan ketika ihram.

Adapun wajib haji menurut mazhab Hambali terdiri dari 7 macam,

yaitu:

1. Melaksanakan ihram dari miqat yang diperhitungkan secara syara’.

2. Berwukuf di Arafah hingga matahari terbenam bila ia

melaksanakannya di siang hari.

3. Mabit di Muzdalifah pada malam nahar (tanggal 10 Zulhijjah).

4. Mabit di mina pada malam-malam hari tasyrik.

5. Melontar jumrah secara tertib.

6. Mencukur atau menggunting rambut

7. Melaksanakan tawaf Wada’.

e. Sunat Haji

Sunat haji adalah amalan-amalan yang dianjurkan agar

dilaksanakan dalam ibadah haji. Bila amalan tersebut dikerjakan, akan

mendapatkan ganjaran pahala. Namun, bila amalan tersebut ditinggalkan,

tidak mendapatkan dosa atau celaan.

Menurut ulama mazhab Hanafi, amalan-amalan yang menjadi

sunat haji adalah:

1. Mabit di Mina pada malam-malam hari tasyrik

2. Mabit di Muzdalifah pada malam tanggal 10 Zulhijjah, setelah keluar

dari Arafah.

3. Berangkat dari Muzdalifah menuju Mina sebelum terbit matahari.

4. Melontar ketiga jumrah dengan tertib.

8
6
Ulama Mazhab Syafi'i menetapkan sejumlah sunat haji,

diantaranya:

1. Mabit di mina pada malam Arafah.

2. Berjalan dengan cepat di lembah Mahsar, yaitu tempat yang

membatasi Muzdalifah dengan Mina.

3. Menyampaikan khutbah pada waktu yang disunahkan.

4. Bercukur habis bagi laki-laki dan memendekkan bagi wanita.

5. Wukuf di Masy’ar al-Haram yaitu di Jabal Quzah.

6. Tidak cepat-cepat berangkat dari Mina, melainkan tetap di sana

selama malam-malam hari tasyrik.

7. Membaca zikir yang disunatkan.

8. Melunasi semua hutang sebelum berhaji.

9. Memaafkan musuh, bertaubat atas segala maksiat yang telah

diperbuat, dan minta maaf kepada setiap orang yang menjalin

hubungan dan persahabatan dengannya.

10. Jika perlu, hendaknya menuliskan wasiat sebelum berangkat

menunaikan ibadah haji.

11. Banyak-banyak melaksanakan shalat, tawaf dan i’tikaf di Masjidil

haram setiap kali dia memasukinya.

12. Masuk ke dalam Ka'bah (jika dibolehkan) dan melaksanakan shalat

di dalamnya, meskipun salat nafilah.

13. Banyak meminum air zamzam hingga puas sambil menghadap

kiblat.

Menurut mazhab Hambali, sunat haji yaitu:

6
M. Ali Hasan, Tuntunan Haji: (suatu pengalaman dan kesan menunaikan ibadah haji),

Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.

9
1. Bermalam di Mina pada malam tanggal 9 Zulhijjah

2. Bagi Imam hendaknya berkhutbah di Masjidil Haram untuk para

jamaah haji pada tanggal 8 Zulhijjah, 9 Zulhijjah di Arafah, dan pada

hari nahar (tanggal 10 Zulhijjah).

3. Terus membaca talbiyah hingga melontar jumrah Aqabah.

4. Menghadap kiblat ketika melontar jumrah.

f. Hal-Hal yang Membatalkan Haji

Haji menjadi batal lantaran melakukan tiga hal yaitu:

1. Meninggalkan wukuf di Arafah pada waktunya.

2. Meninggalkan salah satu rukun haji

3. Berjimak.

Menurut ulama mazhab Maliki, jimak yang membatalkan haji

adalah dengan memasukkan alat kelamin ke dalam qubul atau dubur

manusia atau yang lainnya. Di samping itu, keluar mani karena mencium,

memandang atau karena berkhayal dan lain sejenisnya, termasuk yang

membatalkan haji.

Ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa jimak yang dilakukan

sebelum wukuf di Arafah membatalkan haji, baik dilakukan secara sadar

atau tidak (lupa).

Menurut ulama Syafi'i, ada 3 syarat jimak yang membatalkan haji:

1. Memasukkan alat kelamin atau sekadarnya ke dalam qubul atau

dubur, meskipun kepada binatang dan menggunakan pelapis.

2. Jimaknya itu dilakukan dalam keadaan sadar (tahu), sengaja dan

dengan kemauan sendiri. Jika jimak itu dilakukan karena tidak tahu,

lupa atau karena dipaksa, maka hajinya tidak batal.

3. Jimak itu dilakukan sebelum tahallul pertama.

10
C. Tata Cara Pelaksanaan Manasik Haji

1. Ihram

Yang dimaksud dengan ihram ialah berniat memulai untuk ibadah

haji atau umrah dengan mengenakan pakaian seragam ihram, yaitu rida'

(selendang) yang menutup badan bagian atas kecuali kepala dan izar

(sarung) yang menutup badan bagian bawah. Pakaian ihram warnanya

putih, bersih, dan tidak berjahit.

Orang-orang yang akan melakukan ibadah haji atau umrah

dianjurkan memperhatikan hal-hal berikut yang merupakan adab-adab

ihram.

a. Kebersihan, wudhu atau mandi, memotong kuku menggunting kumis,

dan merapikan rambut. Sedangkan kaum wanita yang sedang haid

atau nifas, juga disunatkan mandi karena ia akan melakukan segala

amalan haji kecuali tawaf di Ka'bah hingga ia suci kembali.

b. Melepaskan segala pakaian biasa (berjahit), kemudian memakai

pakaian ihram, sehelai untuk badan bagian bawah tanpa penutup

kepala.

c. Memakai harum-haruman, baik badan maupun pakaian. Jika bekasnya

masih ada setelah ihram maka hal itu tidak apa-apa.

d. Salat dua rakaat dengan niat sunah ihram. Pada rakaat pertama setelah

Al-Fatihah, disunahkan membaca surat Al-Kafirun dan dua rakaat

kedua surat Al-Ikhlas.

e. Mengucapkan talbiyah dengan suara yang nyaring bagi kaum pria dan

dengan suara yang rendah bagi kaum wanita, langsung setelah

berihram. Lafadz talbiyah sesuai tabiyah Rasulullah SAW:

11
َ ‫ك َو ْال ُم ْل‬
‫ك‬ َ َ‫ ِإ َّن ْال َح ْم َد َوالنِّ ْع َمةَ ل‬،‫ك‬
َ ‫ لَبَّ ْيكَ الَ َش ِر ْيكَ لَكَ لَبَّ ْي‬، َ‫ك اللَّهُ َّم لَبَّ ْيك‬
َ ‫لَبَّ ْي‬
َ‫الَ َش ِر ْيكَ لَك‬
Artinya: “Aku datang memenuhi seruan-Mu, ya Allah, aku datang,
aku datang memenuhi perintah-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku
datang memenuhi perintah-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nikmat
serta kekuasaan hanya milik-Mu tiada sekutu bagi-Mu" (HR. Bukhari
Muslim)
2. Tawaf

Yang dimaksud dengan tawaf ialah mengelilingi Ka'bah sebanyak

7 kali putaran, dimulai dari Hajar Aswad dengan posisi Ka'bah di sebelah

kiri orang yang tawaf. 7Firman Allah SWT dalam QS. Al-Hajj : 29.

ِ ‫ت ْال َعتِي‬
‫ْق‬ ِ ‫ثُ َّم ْليَ ْقضُوْ ا تَفَثَهُ ْم َو ْليُوْ فُوْ ا نُ ُذوْ َرهُ ْم َو ْليَطَّ َّوفُوْ ا بِ ْالبَ ْي‬
Terjemahan: “Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang
ada di badan) mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka dan
melakukan tawaf sekeliling rumah tua (Baitullah).” (QS. Al-Hajj:29)
Orang yang tawaf harus menutup aurat, suci dari hadas dan najis.

Menurut Syafi'i, awal waktunya mulai tengah malam hari Nahar dan

waktu yang paling utama melakukannya ialah pada waktu dhuha dari

nahar. Bacaan sewaktu tawaf ialah seperti yang disebut dalam sabda

Rasulullah SAW:

‫هّٰللا‬
ِ ‫ َم ْن طَافَ بِ ْالبَ ْي‬: ‫صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُوْ ُل‬
‫ت‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫ع َْن اَبِي هُ َر ْي َرةَ اَنَّهُ َس ِم َع النَّب‬
‫َس ْبعًا َواَل يَتَ َكلَّ ُم اِاَّل ُسب َْحانَاهّٰلل ِ َو ْال َح ْم ُد هّٰلِل ِ َواَل اِ ٰلهَ اِاَّل هّٰللا ُ َوهّٰللا ُ اَ ْكبَ ُر َواَل َحوْ َل َواَل‬
‫ت َو ُرفِ َع لَهُ بَها‬ٍ ‫ب لَهُ َع ْش ُر َح َسنَا‬ َ ِ‫ت َو ُكت‬ ٍ ‫ت َع ْنهُ َع ْشـ ُر َسي ِّٰا‬ ْ َ‫قُ َوةَ اِاَّل بِاهّٰلل ِ ُم ِحي‬
)‫ (رواه ابن ماجه‬.‫ت‬ ٍ ‫َع ْش ُر د ََر َجا‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah, bahwasanya ia telah mendengar Nabi
SAW. bersabda, "Barang siapa berkeliling Ka'bah 7 kali dan tidak berkata
selain dari Mahasuci Allah dan segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan
yang patut disembah kecuali Allah. Allah Maha Besar dan tidak ada upaya
dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah". Orang yang membaca

7
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, QS. Al-Hajj/17:29.

12
kalimat tersebut dihapuskan sepuluh kejahatannya dan dituliskan sepuluh
kebaikan dan diangkat derajatnya sepuluh tingkat.” (HR. Ibnu Majah)
Adapun macam-macam Tawaf yaitu tawaf qudum, tawaf ifadah,

tawaf wada’, dan tawaf sunah.

Bertawaf secara beturut-turut. Menurut madzhab Malik dan Ahmad

jika terputus hanya sebentar saja, tidak mempengaruhi tawaf walaupun

tanpa uzur. Menurut Imam Hanafi dan Syafi'i, Dilakukan berurutan itu

hanya sunah saja.

3. Sa’i

Yang dimaksud dengan sa'i ialah berlari-lari kecil antara bukit

Shafa dan bukit Marwah. Dua bukit Shafa dan Marwah adalah tempat Siti

Hajar berlari-lari kecil kesana-kemari untuk mencari air bagi putranya

yang masih kecil yaitu Ismail, pada waktu mereka ditinggalkan oleh Nabi

Ibrahim. Dengan demikian, bukit itu dijadikan monumen tentang

kebesaran dan ketabahannya dalam menghadapi kesukaran dan cobaan.

Karena kebesaran inilah, maka Al-Quran menyebutkan tentang sa'i, yaitu

berputar-putar antara bukit Safa dan Marwah.


Syarat-Syarat Sa’i yaitu:

a. Sa’i dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit Marwah.

b. Sa’i dilakukan 7 kali, dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali dan

kembalinya dihitung satu kali.

c. Sa’i harus dilakukan setelah tawaf, baik tawaf rukun atau tawaf sunah.

4. Wukuf di Arafah

Arafah atau arafat adalah nama sebuah padang di sebelah timur

kota Mekkah yang jaraknya kurang lebih sembilan mil. Para ulama dari

berbagai mazhab sepakat mengatakan bahwa wukuf di Arafah merupakan

rukun haji. Mengenai waktu wukuf, para ulama sepakat mengatakan

13
bahwa wukuf di Arafah dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijjah. Namun,

mereka berbeda pendapat tentang awal dan akhir waktu dari pelaksanaan

wukuf tersebut.

Ulama mazhab Hanafi, Syafi'i dan Maliki sepakat menyatakan

bahwa wukuf dimulai dari tergelincirnya matahari pada hari ke-9 Zulhijjah

sampai terbenam matahari. Sedangkan, bagi mazhab Hambali, waktu

wukuf dimulai semenjak terbitnya fajar pada tanggal 9 Zulhijjah sampai

terbitnya fajar pada tanggal 10 Zulhijjah.

Bagi mereka yang akan melakukan wukuf hendaknya

memperhatikan adab-adab wukuf yaitu:

1. Bergerak ke Mina pada pagi hari, tanggal 9 Zulhijjah, menuju ke

Namirah melalui jalan Dhab.

2. Mandi sunat untuk melakukan wukuf.

Kedua hal ini dianjurkan kepada semua orang yang akan

melakukan wukuf, meskipun dalam keadaan haid. Di samping itu, selama

melakukan wukuf, jamaah haji disunnahkan menggunakan seluruh

waktunya untuk berdzikir, berdoa dan mengucapkan talbiyah.

5. Mabit di Muzdalifah

Muzdalifah berasal dari kata zaf artinya dekat, tempat itu

dinamakan Muzdalifah karena orang yang bermalam di muzdalifah akan

merasa dekat dengan Allah. Di dalam Al-Quran dinamakan masy'aril

haram (monumen suci), dan di tempat inilah orang diperintahkan supaya

mengingat Allah.8

8
Slamet Abidin, Moh. Suyono, Maman Abd Djalie, Fiqih Ibadah, Cet. I; Bandung: CV.

PUSTAKA SETIA, 1998.

14
Apabila jamaah haji telah tiba di Muzdalifah, mereka

melaksanakan shalat Magrib tiga rakaat, shalat Isya dua rakaat dengan

qasar dan jama’ takhir dengan satu adzan dan dua iqamah, dan tidak shalat

sunah antara dua shalat itu.

6. Melontar Jumrah

Jumrah berarti tempat pelemparan, yang didirikan untuk

memperingati Nabi Ibrahim AS yang di goda setan agar tidak melaksankan

perintah Allah menyembelih putranya Ismail AS. Jumhur ulama

berpendapat bahwa melempar jumrah merupakan wajib haji, bukan

termasuk rukun haji. Jika jamaah meninggalkannya, maka yang

bersangkutan harus membayar dam (denda).

Waktu yang paling baik untuk melontar jumrah pada hari nahar, 10

Zulhijjah, ketika waktu dhuha. Sebab, Nabi SAW melontar jumrah pada

waktu tersebut sebagaimana yang diriwayatkan Ibn Abbas bahwasanya

Nabi SAW memerintahkan keluarganya yang lemah-lemah berjalan lebih

dahulu ke mina serta mengatakan : “janganlah kamu melempari jumrah

Aqabah hingga matahari terbit.”

Dengan berpedoman pada perbuatan Nabi tersebut, Imam Malik,

Syafi’i dan Ahmad mensyaratkan tertib antara tiga jumrah dengan tertib

yang telah diterangkan sebagimana Nabi SAW kerjakan. Berbeda dengan

pendapat ini, kalangan Hanafi menilai tertin dalam lontar hukumnya sunat.

7. Mabit di Mina

Mina adalah suatu kota di antara Mekkah dan Muzdalifah yang

araknya 8 km dari Muzdalifah. Apabila telah sampai di Mina para jemaah

haji langsung menuju tempat melontar jumrah aqabah dengan posisi

berdiri dengan Kiblat di sebelah kiri, dan Mina di sebelah kanan, tidak

15
jauh dengan saasaran melempar jumrah agar batu-batu yang dilontarkan

itu tidak meleset. Pada waktu melontar jumrah, Para jamaah haji pun

berhenti dan mengucapkan talbiyah. Kemudian mulai melontarkan sebutir

batu sampai tujuh kali lontaran dan setiap lontaran disertai ucapan:

‫هّٰللَا ُ اَ ْكبَ ُر اَ ٰللّهُ َّم اجْ َع ْلهُ َح ًّجا َم ْبرُوْ رًا َو َذ ْنبًا َم ْغفُوْ رًا‬
Artinya: “Allah Maha Besar, ya Allah, jadikanlah ibadah hajiku ini haji

mabrur dan dosaku dosa yang diampuni.”

Menurut ulama mazhab Maliki, Syafi'i dan Hambali, mabit

(bermalam) di Mina wajib dilakukan selama 3 malam (malam-malam hari

tasyrik) atau dua malam (malam 11 dan 12 Zulhijjah).

Dalam pandangan para ulama di atas, meskipun boleh mabit di

Mina selama 2 malam, tetapi disyaratkan agar jamaah tersebut keluar dari

Mina sebelum terbenam matahari pada hari ke-12 Zulhijjah.

8. Bercukur atau Menggunting Rambut

Bercukur atau menggunting rambut merupakan satu dari empat

amalan haji yang dilakukan pada hari nahar. Jumhur ulama berpendapat

menggunting rambut hukumnya wajib. Bila ditinggalkan, dikenakan dam.

Sedangkan ulama Mazhab Syafi'i berpendapat mencukur rambut

merupakan salah satu rukun haji bila mencukur ditinggalkan, ibadah haji

menjadi batal.

Adapun waktu untuk mencukur bagi jamaah haji adalah setelah

melontar jumrah aqabah pada hari nahar (10 Zulhijjah). Setelah selesai

mencukur atau memotong rambut, jamaah haji menukar pakaian ihram

dengan pakaian biasa, kemudian berangkat ke Mekah (bagi yang mampu)

16
untuk melaksanakan tawaf ifadah dan sa'i bagi yang belum

melaksanakannya.

9. Menyembelih Hewan (Hadyu)

Hadyu adalah binatang yang disembelih dan dihadiahkan kepada

penduduk Mekah, untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Adapun

hewan kurban itu adalah unta, lembu, dan biri-biri atau kambing.

Mengenai jumlah korban yang dianjurkan bagi seseorang, dapat memilih

beberapa alternatif. Ia boleh menyembelih seekor biri-biri atau kambing,

atau menyembelih seekor unta untuk 7 orang, atau menyembelih seekor

lembu untuk 7 orang.

Imam Malik membatasi waktu penyembelihan baik wajib atau

sunat hanya pada hari nahar. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa

penyembelihan pada hari nahar hanya terbatas pada sembelihan untuk haji

Tamattu’ dan haji Qiran. Perbedaan pendapat para ulama ini terjadi karena

tidak adanya ketentuan yang tegas dari nash Al-Qur’an dan hadis tentang

waktu penyembelihan hewan kurban tersebut.

10. Tahallul

Tahallul secara etimologi, berarti menjadi boleh atau

diperbolehkan. Sedangkan secara terminologi, tahallul adalah

diperbolehkannya atau dibebaskannya seseorang dari larangan atau

pantangan ihram. Menurut ulama fikih, tahallul terbagi menjadi dua yaitu

tahallul ashghar (tahallul kecil) dan tahallul Al-Tsani (tahallul besar).

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diatas, dapat di simpulkan

bahwa:

1. Haji menurut bahasa ialah menyengaja. Menurut istilah ialah sengaja

mengunjungi Mekkah (Ka'bah) untuk mengerjakan ibadah yang terdiri

dari tawaf, sa'i, wukuf, dan ibadah-ibadah lain, guna memenuhi

perintah Allah dan mengharapkan keridhaan-Nya.

2. Komponen ibadah haji dalam pembahasan kali ini adalah syarat wajib

haji, syarat sah haji, rukun haji, wajib haji, sunat haji, dan hal-hal yang

membatalkan haji.

3. Adapun tata cara pelaksanaan manasik haji yaitu ihram, tawaf, sa’i,

wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di

Mina, mencukur atau menggunting rambut, menyembelih hewan

(hadyu), dan tahallul.

B. Saran

Dari pemaparan materi diatas kita telah mengetahui bagaimana tata cara

pelaksanaan manasik haji. Namun, kita tidak boleh hanya berpacu pada

materi itu saja, karena materi tersebut belum tentu sudah sempurna

sehingga kita perlu mencari referensi lain agar kita bisa menambah

wawasan dan pengetahuan yang lebih luas lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Azis. Makalah Fiqh Ibadah “Haji”.

https://www.academia.edu/39248012/Makalah_Fiqh_Ibadah_HAJI_. (30

Mei 2022, 19.10)

Abdul Hamid & Beni Ahmad Saebani. Fiqh Ibadah. Cet. I; Bandung: CV.

PUSTAKA SETIA, 2009.

Ahmad Thib Raya & Siti Musdah Mulia. Menyelami Seluk-Beluk Ibadah Dalam

Islam. Cet. I; Bogor: PRENADA MEDIA, 2003.


Kementerian Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya.
M. Ali Hasan. Tuntunan Haji: (suatu pengalaman dan kesan menunaikan ibadah

haji). Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.

Said Agil Husain Al Munawwar & Abdul Halim. Fikih Haji Menuntun Jama’ah

Mencapai Haji Mabrur. Cet. I; Jakarta: Ciputat Press, 2003.

Slamet Abidin, Moh. Suyono, Maman Abd Djalie. Fiqih Ibadah. Cet. I; Bandung:

CV. PUSTAKA SETIA, 1998.

19

Anda mungkin juga menyukai