Anda di halaman 1dari 13

I’TIKAF

MAKALAH

Disusun dan diajukan untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Fiqih

Dosen Pengampu: Muhammad Nur Shidiq, M.Ag

Oleh:

Leni Julita

NIM: 202206039

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PERSATUAN ISLAM GARUT

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, puji dan syukur atas segala nikmat dan Anugrah ke khadirat Illani Rabbi
atas Rahmat dan Kasih sayang-Nya penulis di berikan kecukupan waktu dan kesempatan untuk
menyusun makalah ini.

Terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Fiqih Ustadz Muhammad Nur Shidiq, M.Ag
yang sudah membingbing, memberi arahan penyusunan makalah ini. Terima kasih kepada
teman-teman BKPI kelas B atas kebersamaan dan semangat yang luar biasa, semoga
dikumpulkan kelak sampai Syurga- Nya.

Penulis mohon maaf atas kesalahan dalam menyusun makalah ini, apabila banyak sekali
kekurangan dan kesalahan. Maka dengan keluasan hayi di tunggu kritik, saran dan masukkan
tepada pembaca dan juga dosen agar menjadi Lebih baik dan memperbaiki kesalahan.

Garut, Desember 2022

Leni Julita

NIM. 202206039
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1

B. Rumusan masalah ....................................................................................................... 1

C. Tujuan penulisan..........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 2

A. Pengertian I’tikaf ........................................................................................................2

B. Hukum I’tikaf..............................................................................................................3

C. Rukun I’tikaf dan Syarat-Syaratnya............................................................................4

D. Orang yang Beri’tikaf ................................................................................................4

E. Niat Beri’tikaf.............................................................................................................4

F. Tempat Beritikaf.........................................................................................................5

G. Hal yang Membatalkan I’tikaf...................................................................................5

H. Hal yang Dibolehkan I’tikaf ......................................................................................6

BAB III PENUTUP....................................................................................................... 11

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 11

B. Saran ................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 12
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu amalan yang di lakukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah I'tikaf.
I'tikaf memiliki beberapa makna yakni merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Selain itu juga Itikaf sebagai ibadah untuk menghidupkan malam lailatul qadar dari penghujung
ramadhan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan keutamaan diatas, penulis akan mengkaji Itikaf dan keutamaannya, rukun
i'tikaf dan syarat-syarat nya, hal hal yang membatalkan Itikaf dan hal yang di bolehkan saat
I'tikaf.

C. Tujuan Penulisan Tujuan

Tujuan penulisan ini selain sebagai salah satu Mata kuliah Fiqih, penulis juga bertujuan
menyampaikann amalan sunnah yang dilakukan Rasulullah di penghujung 10 Malam terakhir
Ramadhan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian I’tikaf

Melaksanakan ibadah I'tikaf adalah Ibadah yang amat di anjurkan untuk di kerjakan
terlebih bulan Ramadhan. Namun bukan Berarti hanya dikerjakan pada bulan Ramadhan saja di
luar bulan ramadhan pun I'tikaf tetap di syariatkan untuk di kerjakan.

Dalil dalam al-qur'an:

a. QS. Al- Baqarah:125

‫َو َع ِه ْدنَٓا اِ ٰلٓى اِب ْٰر ٖه َم َواِسْمٰ ِع ْي َل اَ ْن طَهِّ َرا بَ ْيتِ َي لِلطَّ ۤا ِٕىفِ ْينَ َو ْال ٰع ِكفِ ْينَ َوالرُّ َّك ِع ال ُّسجُوْ ِد‬

“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk
orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud!”

b. QS. Al- Baqarah: 187

‫َواَل تُبَا ِشرُوْ ه َُّن َواَ ْنتُ ْم عَا ِكفُوْ ۙنَ فِى ْال َم ٰس ِج ِد‬

“Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid.”

Penyandaran Iitikaf kepada mesjid yang khusus digunakan untuk beribadah dan perintah
untuk tidak bercampur dengan istri di karenakan sedang beritikaf merupakan indikasi bahwa
itikaf merupakan ibadah.

Dalil dalam Sunnah

Hadits dari Ummu al Mukminin, Aisyah radhiallah anha beliau mengatakan:

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan
hingga beliau wafat kemudian para istri beliau beritikaf sepeninggal beliau." (Muttafaq Alaihi)

Sedangkan dalam ilmu fiqih definisi itikaf adalah berdiam di mesjid dengan tata cara tertentu dan
disertai niat (Ibnu qudamah al Maqdisi al mughni syarah muktasar al Khiraqi (kaira, t.pm,
1968/1388 hlm 2/83
Pada hakikat nya ritual itikaf tidak lain adalah shalat dalam masjid baik secara hakiki
maupun secara hukum. Shalat secara hakiki maksudnya adalah shalat fardu lima waktu dan juga
shalat-shalat sunnah lainnya. Sedangkan yang di maksud dengan secara hukum adalah menunggu
datangnya waktu shalat di dalam mesjid. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

Dari Abu Hurairah Rasullullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dan jika seorang
hamba shalat (di mesjid), malaikat akan senantiasa mendoakan nya selama dia berada didalam
mesjid, Allahuma sholli 'alaihi, Allahuma irhammu," dan dia masih terhitung shalat (pahalanya
sama seperti shalat), selama menunggu waktu shalat lainnya.” (HR Bokhari)

Itikaf adalah ibadah penyerahan diri kepada Allah ta'ala, dengan cara memenjarakan diri
dalam mesjid dan menyibukan diri dengan berbagai bentuk ibadah yang layak dilakukan di
dalamnya. Dimana dia memiliki misi untuk berupaya menyamakan dirinya layaknya malaikat
yang tidak bermaksiat kepada Allah, mengerjakan semua perintah Allah, bertasbihsiang malam
tanpa henti.

B. Hukum I'tikaf

Hukum itikaf adalah sunnah bahkan menurut Mazhab Hanafi, hukum beritikaf pada
sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan bagi penduduk satu kawasan secara kolektif adalah
sunnah kifayah, dalam arti jika satu kawasan sudah ada sejumlah orang yang melakukan I'tikaf
maka yang tidak beritikaf ikut mendapatkan pahalanya.

Namun hukum beritikaf dapat berubah menjadi wajib apabila seseorang bernadzar untuk
melakukannya, sebagai bentuk permohonan atas suatu permintaan kepada Allah ta'ala.

Dari aisyah ra: Nabi-Shallallahu allaihi wa sallam bersabda: "Siapa yang bernadzar Untuk
mentaati Allah maka taatilah Dia. Dan siapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada-Nya
maka Jangan lakukan." (HR. Bukhari)

Dari Umar bin Khatab ia berkata: “Ya Rasulullah, Aku pernah bernadzar pada masa
Jahiliyah untuk melakukan itikaf satu malam di masjid al-Haram, Nabi shallallahu alaihi wa
sallam menjawab: Tunaikan Nadzarmu, dan beritikaflah semalam.” (HR. Bukhari)
C. Rukun Itikaf dan Syarat Syaratnya

Pada umumnya para ulama menyepakati bahwa dalam ibadah i'tikaf ada empat rukun yang
harus di penuhi, yaitu:

1. Orang yang beritikaf (Multakif)


2. Niat beritikaf
3. Tempat I'tikaf (mutakaf fih)
4. Menetap di tempat I'tikaf.

D. Orang Yang Beri'tikaf (al- Mutakif)

Rukun yang pertama dalam ibadah I'tikaf adalah orang yang beritikaf atau di sebut dengan
mutakif. Dimana para ulama menetapkan bahwa syarat dari sahnya seseorang sebagai Mu'takif
adalah:

1. Muslim
2. Akil
3. Mumayyiz
4. Suci dari hadats besar.

Adapun dasar atas larangan yang berjanabah atau berhadats melakukan itikaf di dalam masjid
adalah firman Allah ta'ala:

‫ارى َح ٰتّى تَ ْعلَ ُموْ ا َما تَقُوْ لُوْ نَ َواَل ُجنُبًا اِاَّل عَابِ ِريْ َسبِ ْي ٍل َح ٰتّى تَ ْغت َِسلُوْ ا‬
ٰ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَ ْق َربُوا الص َّٰلوةَ َواَ ْنتُ ْم ُس َك‬

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk
sehingga kamu tidak mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula kamu hampir mesjid)
sedang kamu dalam keadaan Junub terkecuali sekedar berlalu saja sehingga kamu mandi.” (QS.
An-Nisa: 43)

E. Niat beri'tikaf.
Para ulama umumnya sepakat bahwa niat adalah amalan yang harus di lakukan saat ber
itikaf. Fungsi dari niat ketika beritikaf ini antara lain untuk menegaskan perbedaan antara ibadah
dan ibadah saat seseorang berdiam diri di mesjid. Sebab, bisa saja orang yang berdiam diri di
mesjid, namun bukan dalam ibadah seperti sekedar duduk ngobrol dengan rekannya. Meski
keduanya sama-sama duduk untuk mengebrol yang satu mendapat pahala'tikaf yang satunya
tidak mendapat pahala Itikaf.

Fungsi lain dari niat ketika beritikaf juga menegaskan bahwa hukum itikaf itu sendiri, apakah
termasuk itikaf yang wajib seperti karena sebelumnya sempat benadzar ataukah i'tikaf yang
hukumnya Sunnah.

F. Tempat itikaf

Para ulama sepakat bahwa untuk bertikaf atau al- mutakaf fih adalah mesjid. Dan bangunan
selain mesjid tidak sah untuk dilakukan itikaf.

Dasarnya adalah firman Allan Ta'ala:

‫َواَل تُبَا ِشرُوْ ه َُّن َواَ ْنتُ ْم عَا ِكفُوْ ۙنَ فِى ْال َم ٰس ِج ِد‬

"Dan Janganlah kamu melakukan persetubuhan ketika kamu beritikaf di masjid” (QS. Al
Baqarah: 187)

Dan Juga tidak diriwayatkan Rasulullah melakukan itikaf selain mesjid.

Para ulama juga sepakat bahwa beritikaf di tiga Masjid, yaitu Mesjid Al-Haram di
Mekkah, Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Al Aqsa di Al-Ouds Palestina. Lebih utama dan
lebih besar pahalanya bila dibandinkan dengan pahala beritikaf di masjid yang lain.

Demikian juga para ulama sepakat bahwa masjid Jami' yang ada shalat jamaahnya adalah
masjid yang sah digunakan untuk beritikaf

G. Hal yang Membatalkan I'tikaf


1. Jima

Yang di maksudkan jika jima dilakukan di Rumah. Dimana bisa saja seseorang yang masih
berstatus malakukan I'tikaf berada di rumahnya dalam rangka memenuhi kebutuhan yang
dibolehkan jika keluar dari seperti hendak mengambil makanan. Namun saat berada di rumah
lantas melakukan jima' dengan istrinya saat itulah, itikafnya otomatis telah batal.

2. keluar Dari Masjid

Yang di maksud dengan keluar dari mesjid adalah apabila seseorang keluar dengan seluruh
tubuhnya dari mesjid. Sedangkan bila sebagian tubuhnya yang keluar dan Sebagian lainnya
masih tetap berada di dalam mesjid hal itu belum membatalkan i'tikaf. Sebab itu kejadian di
lakukan rasullulah shallalahu 'alain wasallam disebutkan dalam hadits berikut:

Dari Aisyah ra berkata: “Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam menjulurkan kepalanya


kepadaku padahal aku berada dalam kamarku. Maka aku menyisirkan rambut kepalanya
sedangkan aku sedang haidh.” (HR. Muslim)

Namun keadaan akan berbeda pendapat ketika menetapkan jenis kebutuhan apa saja yang
dianggap di bolehkan dan tidak msmbatalkan i'tikaf seperti buang air dan mandi wajib, makan
dan minum, menjenguk orang sakit dan shalat jenazah.

3. Murtad

Orang yang sedang beritikaf lalu tiba-tiba dia murtad atau keluar dari agama islam maka
i'tikafnya otomatis batal dengan sendirinya. Sebab keislaman seseorang menjadi salah satu syarat
syah I'tikaf. Dasarnya adalah firman Allah talala:

َ‫لَ ِٕى ْن اَ ْش َر ْكتَ لَيَحْ بَطَ َّن َع َملُكَ َولَتَ ُكوْ ن ََّن ِمنَ ْال ٰخ ِس ِر ْين‬

"Bila kamu menyekutukan Allah (murtad), maka Allah akan menghapus amal-amal mu dan kamu
pasti jadi orang yang rugi.” (QS. Az-Zumar: 65)

4. Mabuk

Jumhur Ulama (Maliki, Syafi'i, Hambali) sepakat apabila seseorang yang sedang beritkaf
mengalami mabuk, maka i'tikafnya batal.

5. Haid dan Nifas.


Jika seseorang wanita beritikaf lalu tiba-tiba Keluar darah haidnya maka batal i'tikafnya.
Demikian pula wanita yang baru melahirkan dan merasa sudah selesai nifasnya kalau ketika dia
beritikaf lalu tiba-tiba darah nifasya keluar lagi, dan memang masih di mungkinkan karena masih
dalam rentang waktu kurang dari 60 hari, maka dia harus meninggalkan masjid.

H. Hal yang di bolehkan saat i'tikaf.

Berikut adalah hal hal yang di bolehkan saat itikaf:

1. Makan dan Minum.

Makan dan minum secara umum di bolehkan oleh para ulama untuk dilakukan di dalam
masjid. Tidak disarankan makanan yang akan Mengotori masjid dan di beri alas jika kita mau
makan. Misalnya pilihlah kurma dari pada semangka yang dinilai akan mengotori majid

Dari Abdillah bin al-Harib bin Jazi az-Zubaidi ra, ia berkata : “Dahulu di masa Nabi SAW
Kami makan roti dan daging di dalam masjid.” (HR. Ibn Majah)

2. Tidur

Masjid juga dibolehkan digunakan untuk idur sehingga seorang yang sedang beritikaf di
Masjid tentu saja di bolehkan untuk tidur beristirahat, tidur tidak membatalkan Itikaf, sebagai
mana tidur juga tidak membatalkan puasa.

3. Berbicara atau diam

Baik berbicara ataupun diam keduanya di bolehkan untuk i'tikaf. Beritikaf bukan berarti
selalu berdiam diri dan membisu. Orang yang beritikaf dibolehkan berbicara, asalkan bukan
berbicara yang di haramkan seperti rafas, fusuq, jidal juga pembicaraan-pembicaraan yang
dilarang ducapkan di masjid, seperti jual beli dan mengumumkan benda hilang. Jika tidak
munghindari perkataan kotor maka disarankan untuk diam

4. Memakai Pakaian bagus dan Parfum

Dibolehkan bagi mereka memakai pakaian bagus. Firman Allah Ta'ala:


"Hai anak Adam pakailah pakaianmu yang indah di setiap masjid, makan dan minumlah
dan janganlah berltih-letihan. Sesugguhnya Allan tidak menyukai orang-orang yang
berlebihlebihan."
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Itikaf merupakan ketaatan kepada Allah Ta'ala dengan cara berdiam diri di Masjid.
Memperhatikan syarat dan larangan dalam beritikaf. Itikaf yang paling utama di kerjakan di
sepuluh hari terakhir pada nulan Ramadhan

Saran

Penulis menyadari banyak keterbatasan dan kekurangan menyusun Makalah ini. Maka
nesar harapan penulis kritik dan saran dari pembaca juga dosen selaku pembingbing

9.
DAFTAR PUSTAKA

As- Suyuthi, Jalaluddin, Tafsir Jalalain, (Kairo: Dar al- Hadits, tt), cet. 1, h. 39

Ansory, Isnan, I’tikaf, Qiyam al- Lail, Shalat Ied dan Zakat al- Fithr di Tengah

Wabah, (Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2020)

9.

Anda mungkin juga menyukai