Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH SHALAT JAMA’ DAN QASHAR

MAKALAH INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU
PERSYARATAN KELULUSAN BAGI SANTRI TINGKAT AKHIR DI PONDOK PESANTREN
FATHAN MUBINA

N A M A : MUHAMAD HAFIZ ISLAMI


TTL : JAKARTA, 12 - DESEMBER - 2003
KELAS : XII-A IPA
ASAL DAERAH : JAKARTA SELATAN

PEMBINAAN SANTRI TINGKAT AKHIR


PONDOK PESANTREN FATHAN MUBINA
BOGOR – JAWA BARAT – INDONESIA
JANUARI 2022
LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH ILMIAH

Panitia Pembinaan Santri Tingkat Akhir di Pondok Pesantren Fathan Mubina menyatakan
bahwa makalah dengan keterangan dibawah :
Judul : Shalat Jama’ & Qashar
Penyusun : Muhamad Hafiz Islami
Kelas : XII A
Tahun Ajaran : 2021/2022
Kegiatan : PENULISAN MAKALAH ILMIAH
Tujuan Penulis : “Makalah Ilmiah” ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Kegiatan Santri Tingkat Akhir di Pondok Pesantren Fathan
Mubina sebagai persyaratan kelulusan.
Telah disetujui dan disahkan oleh pembimbing dan diperbolehkan untuk kegiatan diskusi.

Bogor,.........Januari 2022
Pembimbing

Ust. Asril Ardiansyah, S.H

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Shalat Jama’ & Qashar”.
Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat Nabi dan Rasul sebagai rahmat
untuk seluruh manusia, dan sebagai tumpuan harapan pemberi cahaya syari’at di akhirat kelak.
Makalah ini telah saya selesaikan dengan baik berkat kerjasama serta bantuan dari berbagai
pihak . Oleh karena itu, saya sampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu secara
maksimal dalam penyelesaian makalah ini. Selain itu saya selaku penulis sebagai manusia biasa
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah ini, baik dari segi tata bahasa,
susunan kalimat maupun isi. Maka dari itu, dengan segala kerendahan hati saya selaku penyusun
menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan
kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Abi Chairuman Kamal, Ma.
2. Pimpinan 1 Pondok Pesantren Fathan Mubina Al-ustadz syahrul mubarok, S.HI.
3. Pimpinan II Pondok Pesantren Fathan Mubina Al-ustadz Jaka Priatna.
4. Ketua panitia kelas akhir Al-ustadz Akhmad Hariyadi Abdillah.

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL

LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................................................iii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................................ 2
C. Tujuan ................................................................................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 3
A. Pengertian Shalat Jama’ Dan Shalat Qashar ..................................................................... 3
B. Dasar Hukum Pelaksanaan Shalat Jama’ dam Qashar .......................................................................... 3
C. Syarat- Syarat Yang Diperbolehkan Jama’ Dan Qashar ....................................................................... 7
D. Tata Cara Melakukan Shalat Jama’ Dan Qashar ................................................................................. 10
PENUTUP ..................................................................................................................................................13
A. Kesimpulan ...................................................................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Shalat merupakan ibadah yang pertama kali dihisab di akhirat kelak. Shalat juga dapat
dijadikan barometer amal-amal lain seperti diungkapkan dalam sebuah hadits:
“Hal yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat”.
Khalifah Umar bin Al Khattab pernah mengirim surat kepada Gubernur yang diangkatnya,
pesannya, “sesungguhnya tugas kalian sebagai Gubernur yang paling utama di mataku adalah
shalat. Barang siapa memelihara shalat, berarti ia telah memelihara agamanya. Barang siapa
yang lalai terhadap shalatnya, terhadap urusan lain akan lebih lalai”.
Begitu pentingnya shalat, karena shalat merupakan penentu amal yang lain. Jika
shalatnya baik, maka baik pula amalnya yang lain. Ada juga para ulama yang mengibaratkan
bahwa shalat itu diibaratkan sebagai angka I (satu) sedangkan amal selain shalat itu diibaratkan
angka 0, sehingga jika shalatnya rusak atau tidak melakukan shalat maka nilai sama dengan nol
walaupun amalnya banyak. Akan tetapi jika shalatnya baik dan selalu dikerjakan maka semua
amalnya itu bernilai.
Oleh karena itu, maka shalat tidak boleh ditinggalkan walau bagaimanapun keadaannya
kecuali orang yang haid atau nifas, atau keadaan bahaya. Namun ada beberapa keringanan
(rukhsah) bagi orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) dalam tata cara pelaksanaan shalat,
yaitu dengan cara shalat jama dan shalat qashar. Hal itu juga bukan berarti boleh meninggalkan
shalat begitu saja, hanya berpindah pelaksanaan pada waktu tertentu (yang telah diisyaratkan)
dengan syarat-syarat tertentu.
Menjama’ dan mengqashar shalat termasuk rukhshah (kelonggaran/keringanan) yang
diberikan Allah SWT kepada hambanya, karena adanya kondisi yang menyulitkan bila shalat
dilakukan dalam keadaan biasa. Rukhsah ini merupakan shodaqoh dari Allah SWT yang
dianjurkan untuk diterima dengan penuh ketawadhu’an.
Jika ada musafir yang tidak mengqashar shalatnya maka shalatnnya tetap sah, hanya saja
kurang sesuai dengan sunnah karena Nabi saw senantiasa menjama’ dan mengqashar
1
Shalatnya. Saat melakukan safar. Seharusnya selaku umat muslim harus menerima
shodaqoh/keringanan (rukhsah) yang diberikan oleh Allah kepada hambanya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana latar belakang disyari'atkannya sholat jama'?


2. Apa saja syarat-syarat diperbolehkannya melakukan sholat jama'?
3. Bagaimana tata cara melaksanakan sholat jama'?

C. Tujuan

1. Mengetahui latar belakang disyari'atkannya sholat jama'


2. Mengetahui syarat-syarat diperbolehkannya melakukan sholat jama'
3. Mengetahui tata cara melaksanakan sholat jama'

2
BABII

PEMBAHASAN

A. Pengertian Shalat Jama’ Dan Shalat Qashar


1. Shalat Jama’
Shalat jama’ adalah dua shalat wajib yang dilaksanakn dalam satu waktu. Seperti
melaksanakan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu Dzuhur. Menjama’ shalat seperti ini
dinamakan Jama’ Taqdim. atau melaksanakan shalat dzuhur dan ashar di waktu Ashar dinamakan
Jama’ Ta’khir.
Dan melaksanakan shalat Magrib dan shalat Isya’ bersamaan di waktu sholat Magrib atau
melaksanakannya di waktu Isya’.

2. Shalat Qashar
Definisi qashar secara etimologi bahasa arab adalah meringkas. Adapun definisi qosor
menurut terminologi syara’ adalah meringkas sholat fardlu yang empat raka’at menjadi dua
raka’at. Maka yang biasa diqashar hanya sholat dzuhur, ashar, dan isya’ saja. Sholat qashar
adalah sholat yang diringkas dari empat raka’at menjadi dua raka’at dengan tetap menbaca al-
fatihah dan surat lainnya. Dengan demikian, sholat maghrib dan sholat subuh tidak dapat
diqashar, karena sholat maghrib tiga raka’at dan subuh dua raka’at.

B. Dasar Hukum Pelaksanaan Shalat Jama’ dam Qashar


1. Shalat Jama’
Shalat jama’ hukumnya boleh bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan, berada dalam
keadaan hujan, sakit atau karena ada keperluan lain yang sukar menghindarinya. Akan tetapi
selain dari perjalanan masih diperselisihkan para ulama. Shalat wajib yang boleh dijama’ ialah
shalat dzuhur dengan shalat ashar dan shalat maghrib dengan shalat isya.
Menjama’ shalat isya dengan shubuh tidak boleh, atau menjama’ shalat ashar dengan
maghrib juga tidak boleh, sebab menjama’ shalat yang dibenarkan oleh Nabi SAW hanyalah pada
seperti tersebut pada hadits-hadits Ibnu Abbas. Adanya orang yang menjamin lima shalat wajib
sekaligus pada saat yang sama adalah perbuatan yang tidak dibenarkan. Orang yang melakukan
hal semacam ini biasanya beranggapan bahwa boleh mengqadha shalat. Padahal shalat wajib

3
yang ditinggalkan oleh seorang muslim, selain karena haid atau nifas atau keadaan bahaya maka
orang itu termasuk melakukan dosa besar dan shalat wajib yang ditinggalkannya tidak dapat
diganti pada waktu yang lain atau diqadha.

Dalil yang menunjukkan disyari’atkannya sholat jama’ antara lain yaitu :


Allah berfirman dalam al qur’an surah an-Nisa’ ayat 103 :

‫اط َمأْنَ ْنت ُ ْم‬


ْ ‫ع ٰلى ُجنُ ْو ِب ُك ْم فَ ِاذَا‬ ٰ ‫ص ٰلوة َ فَا ْذ ُك ُروا‬
َ ‫ّللاَ قِيَا ًما َّوقُعُ ْودًا َّو‬ َ َ‫فَ ِاذَا ق‬
َّ ‫ض ْيت ُ ُم ال‬
‫علَى ْال ُمؤْ ِمنِيْنَ ِك ٰتبًا َّم ْوقُ ْوتًا‬َ ‫َت‬ ْ ‫ص ٰلوة َ َكان‬
َّ ‫ص ٰلوة َ ا َِّن ال‬
َّ ‫فَاَقِ ْي ُموا ال‬
Sesunggahnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan oleh waktunya atas orang-
orang yang beriman ( QS: An-Nisa’ ayat 103 )1[7].

Dan waktu-waktu sholat ditentukan secara mutawatir1 maka tidak boleh ditinggalkan.
Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, dia berkata
“ Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW sholat diluar waktunya kecuali dua
sholat, beliau menggabungkan antara sholat maghrib dan ‘isya’ di Muzdalifah, dan
mengerjakan sholat subuh pada hari itu sebelum waktunya”.

2. Shalat Qashar
Menqashar sholat dibolehkan dalam al-qur’an, sunnah, dan ijma’. Adapun dalil al qur’an
dalam surah an-Nisa’:101 yaitu :

‫ص ٰلو ِة ا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ا َ ْن‬ ُ ‫علَ ْي ُك ْم ُجنَاح ا َ ْن ت َ ْق‬


َّ ‫ص ُر ْوا ِمنَ ال‬ َ ‫ْس‬َ ‫ض فَلَي‬ ِ ‫ض َر ْبت ُ ْم فِى ْاْلَ ْر‬ َ ‫َواِذَا‬
َ ‫يَّ ْف ِتنَ ُك ُم الَّ ِذيْنَ َكفَ ُر ْوا ا َِّن ْال ٰك ِف ِريْنَ َكانُ ْوا لَ ُك ْم‬
‫عد ًُّوا ُّم ِب ْينًا‬
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidak lah engkau menqashar sembahyang (mu),
jika kamu takut diserang oleh orang-orang kafir”.
_________________________
1. Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang pada setiap tingkat sanadnya,
yang menurut tradisi mustahil mereka bersepakat untuk berdusta dan karena itu diyakini
kebenarannya.

4
Sementara dalam sunnah, terdapat hadits1 yang menerangkan bahwa rasulullah
SAW. Mengqashar sholatnya di beberapa perjalanan beliau, baik saat haji, umroh, dan berperang.
Perbuatan Rasulullah saw yang diriwayatkan sahabat Anas bin Malik r.a :

ْ ‫صلَّى ْال َع‬


‫ص َر‬ َ ‫الظ ْه َر ِب ْال َمدِينَ ِة أ َ ْر َبعًا َو‬
ُّ ‫صلَّى‬ ِ َّ ‫سو َل‬
َ -‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ّللا‬ ُ ‫عن أَن ٍَس أ َ َّن َر‬ َ
‫ِبذِى ْال ُحلَ ْيفَ ِة َر ْك َعتَي ِْن‬
Bersumber dari Anas bin Malik r.a , Sesungguhnya Rasulullah saw mengerjakan shalat dhuhur di
Madinah 4 raka’at, dan mengerjakan shalat ashar di Dzil Hulaifah 2 raka’at
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabu Shalatil Musaafiriin bab 1 no 690

PENJELASAN :
Rasulullah saw pernah menjama’ shalat dalam perjalanan dan pernah juga tidak menjama’ (shalat pada
waktu masing masing)
Hadits hadits tersebut menjelaskan bahwa menjama’ shalat dalam perjalanan adalah rukhshah
(keringanan) yang dapat dipilih :
* Seorang Muslim yang berada dalam perjalanan , dia boleh menjama’ shalatnya.
* Seorang Muslim yang berada dalam perjalanan , dia boleh shalat pada waktu masing masing.

‫َّللا‬
ُ َّ ُ‫ضه‬ َ ‫علَى َر ْك َعتَي ِْن َحتَّى قَ َب‬ َ ‫سفَ ِر فَلَ ْم َي ِز ْد‬
َّ ‫ فِى ال‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َّللا‬ ِ َّ ‫صحِ بْتُ َر ُسو َل‬ َ ‫ع َم َر قَا َل‬ ُ ‫ع ِن اب ِْن‬ َ
‫علَى َر ْكعَتَي ِْن َحتَّى‬َ ‫ع َم َر فَلَ ْم َي ِز ْد‬ُ ُ‫ص ِحبْت‬ َ ‫َّللا َو‬ َ ‫علَى َر ْكعَتَي ِْن َحتَّى قَ َب‬
ُ َّ ُ‫ضه‬ َ ‫ص ِحبْتُ أ َ َبا َب ْك ٍر فَلَ ْم َي ِز ْد‬ َ ‫َو‬
‫سو ِل‬ ُ ‫َّللا لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِى َر‬
ُ َّ ‫َّللا َوقَ ْد قَا َل‬
ُ َّ ُ‫ضه‬ َ ‫علَى َر ْك َعتَي ِْن َحتَّى قَ َب‬ ْ
َ ‫عث َمانَ فَلَ ْم َي ِز ْد‬ ُ ُ‫ص ِحبْت‬ ُ
َ ‫َّللا ث َّم‬ ُ َّ ُ‫ضه‬ َ ‫قَ َب‬
َ ‫َّللا أُس َْوة ٌ َح‬
ٌ‫سنَة‬ ِ َّ

Bersumber dari ibnu Umar r.a , dia berkata :


Aku menemani RASULULLAH saw dalam perjalanan,maka beliau saw tidak pernah menambah
dalam shalatnya lebih dari 2 raka’at sampai akhirnya Allah swt mewafatkannya.
Dan aku menemani ABU BAKAR r.a dalam perjalanan,maka beliau tidak pernah menambah dalam
shalatnya lebih dari 2 raka’at sampai akhirnya Allah swt mewafatkannya.
Dan aku menemani UMAR r.a dalam perjalanan , maka beliau tidak pernah menambah dalam
shalatnya lebih dari 2 raka’at sampai akhirnya Allah swt mewafatkannya.
Kemudian aku menemani UTSMAN r.a dalam perjalanan , maka beliau tidak pernah menambah dalam
shalatnya lebih dari 2 raka’at sampai akhirnya Allah swt mewafatkannya
Dan Allah swt telah berfirman : SESUNGGUHNYA TELAH ADA PADA DIRI RASULULLAH ITU
SURI TAULADAN YANG BAIK BAGIMU ( Al Qur’an surah Al Ahzab : 21 )

Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabu Taqshirish Shalah bab 11 no 1102


Muslim Kitabu Shalatil Musaafirin bab 1 no 689 ( ini adalah lafadznya ).
________________________
1 hadits dimaknai sebagai ucapan dan segala perbuatan yang dilakukan Nabi Muhammad
SAW. Sedangkan secara bahasa, hadits berarti perkataan, percakapan, berbicara. ... Sebagian
ulama seperti at-Thiby berpendapat bahwa hadits melengkapi sabda, perbuatan, dan taqrir nabi.

5
Sedangkan dalam ijma’, pendapat para ahli fiqih yang dipegang terpecah menjadi tiga
pendapat: ada yang mengatakan wajib, sunnah, ataupun sekedar keringanan yang diperselisihkan
bagi musafir untuk memilihnya.
Sedangkan dalil nyang menunjukkan disyari’atkannya sholat jama’ antara lain yaitu :
Allah berfirman dalam Al qur’an surah an-Nisa’ ayat 103 :

‫اط َمأْنَ ْنت ُ ْم‬


ْ ‫ع ٰلى ُجنُ ْو ِب ُك ْم فَ ِاذَا‬ ٰ ‫ص ٰلوة َ فَا ْذ ُك ُروا‬
َ ‫ّللاَ قِيَا ًما َّوقُعُ ْودًا َّو‬ َ َ‫فَ ِاذَا ق‬
َّ ‫ض ْيت ُ ُم ال‬
‫علَى ْال ُمؤْ ِمنِيْنَ ِك ٰتبًا َّم ْوقُ ْوتًا‬َ ‫َت‬ ْ ‫ص ٰلوة َ َكان‬
َّ ‫ص ٰلوة َ ا َِّن ال‬
َّ ‫فَاَقِ ْي ُموا ال‬

“Sesunggahnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan oleh waktunya atas orang-
orang yang beriman ( QS: An-Nisa’ ayat 103 ), dan waktu-waktu sholat ditentukan secara mutawatir
maka tidak boleh ditinggalkan.

Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, dia berkata “ Aku tidak pernah melihat
Rasulullahh SAW shalat diluar waktunya kecuali dua sholat, beliau menggabungkan antara sholat
maghrib dan ‘isya’ di Muzdalifah, dan mengerjakan sholat subuh pada hari itu sebelum waktunya”.

C. SYARAT- SYARAT YANG DIPERBOLEHKAN JAMA’ DAN QASHAR


6
1. Shalat Jama’
Bagi seseorang diperbolehkan menjamak (menggabungkan) sholat zuhur dengan asar
dan magrib dengan isya'. Sedangkan shalat subuh tetap harus dilakukan pada waktunya. Shalat
jama' dapat dilakukan dengan syarat-syarat:
a) Ketika berada di Arafah dan Muzdalifah

Para ulama' sepakat bahwa menjama' taqdim antara sholat dhuhur dengan shalat ashar
ketika di Arafah dan menjama' ta'khir antara shalat maghrib dengan shalat isya' di Muzdalifah
adalah sunnah. Dalam pendapat yang lain mengatakan bahwa menjamak taqdim di Arafah
maupun Muzdalifah. Berdasarkan hadist dari Abdullah bin Mas’ud:

“Demi zat yang tiada tuhan selain Dia, Rasulullah tidak pernah mengerjakan satu saolat
pun kecuali tepat pada waktunya selain 2 shalat yang beliau jamak yakni zuhur dengan ashar di
Arafah dan maghrib dengan isya’ di Muzdalifah.” (Diriwayatkan oleh syaikhan)

b) Ketika dalam keadaan perjalanan

Menjamak dua shalat dalam satu waktu dari kedua shalat itu boleh dilakukan dengan
syarat-syarat berikut:
• Jarak perjalanan tersebut merupakan perjalanan yang dibolehkan mengqashar. Imam
Maliki berkata “Seorang musafir (orang yang sedang bepergian) tidak boleh
menjama’ sholat kecuali jika perjalanannya memberatkan”
”Rasulullah menjamak antara shalat Dhuhur dan Ashar bilamana beliau berada di tengah
perjalanan dan menjamak antara Maghrib dan Isya’.(HR. Bukhari)
• Jenis perjalanan yang diperbolehkan menjama’:
a. Menurut ibnu qosim perjalanan ibadah seperti Haji dan perang.

b.Menurut Imam Syafi’i perjalanan yang mubah, bukan perjalanan untuk tujuan
maksiat.

7
c) Ketika dalam keadaan hujan
Menurut Imam Syafi’ boleh menjamak bagi yang tidak bepergian namun terdapat halangan hujan,
baik diwaktu siang maupun malam. Sedangkan menurut Malik, boleh menjamak di waktu malam dan
tidak boleh diwaktu siang. Malik juga membolehkan jamak ketika jalanan berlumpur dimalam hari.
Imam Bukhori meriwayatkan: “ Bahwa nabi menjamak sholat maghrib dan isya disuatu malam
ketika hujan lebat.”

d) Ketika dalam keadaan sakit atau udzur


Dibolehkan menjamak disebabkan sakit menurut ulama’ Hanbali, Maliki dan Syafi’i.
Ulama’ Hanbali memperluas kebolehan menjamak ini hingga boleh juga bagi orang yang
berhalangan (uzur) seperti wanita yang mengeluarkan darah istihadhoh, orang besar kencing dan
dan bagi wanita yang sedang menyusui bila sukar mencuci kain setiap hendak shalat.

“Rasulullah pernah menjamak salat zuhur dengan asar, maghrib dengan Isya’ tanpa ada
alasan ketakutan atau turun hujan. Ditanyakan kepada Ibn Abbas: apa maksud Nabi berbuat
demikian itu? Maksudnya untuk tidak membeberatkan ummatnya,’ jawab Ibnu Abbas”
(Hadist Riwayat Muslim).

2. Shalat Qashar
Syarat yang membolehkan mengqashar sholat, yaitu :
a) Berniat untuk safar ( bepergian jauh )

Dalam niat untuk safar disyaratkan dua perkara : Pertama, berniat untuk menempuh
perjalanan dengan sempurna sejak mulai awal perjalanannya. Kedua, berhak menentukan niat
sendiri, maka tidak cukup memerlukan niat apabila seseorang pengikut tanpa adanya niat oleh
orang yang diikuti.
Adapun jarak perjalanan (safar) yang dibolehkan untuk mengqashar ternyata ulama
berbeda pendapat. Ada ulama yang berpendapat jarak minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang
minimal 3 farsakh, ada yang berpendapat safar minimal harus sehari-semalam, bahkan ada yang
berpendapat tidak ada jarak dan waktu yang pasti karena sangat tergantung pada kondisi fisik,
psikis serta keadaan sosiologis dan lingkungan masyarakat. Jika memang perjalanan tersebut
berat dan menyulitkan maka ada keringanan dan kelonggran (rukhsah) berupa shalat jama’ dan
qashar. Sebab maksud pemberian rukhsah adalah untuk mehilangkan beban dan kesulitan.
8
Ada riwayat yang mengatakan dari shahabat Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Saw
mengqashar shalat dalam perjalanan yang berukuran 3 mil atau 1 farsakh.

ِ َّ ‫سو ُل‬
‫صلى‬- ‫ّللا‬ ُ ‫صالَةِ فَقَا َل َكانَ َر‬ ْ َ‫ع ْن ق‬
َّ ‫ص ِر ال‬ َ ٍ‫َس بْنَ َمالِك‬ َ ‫سأ َ ْلتُ أَن‬ َ ‫ع ْن يَحْ يَى ب ِْن يَ ِزيدَ ْال ُهنَائِ ِى َقا َل‬
َ
‫ص َّلى َر ْك َعتَي ِْن‬
َ – ‫اك‬ُّ ‫ش‬ ُ – ‫ِيرة َ ثَالَث َ ِة أ َ ْم َيا ٍل أ َ ْو ثَالَث َ ِة فَ َرا ِس َخ‬
َّ ‫ش ْع َبةُ ال‬ َ ‫ ِإذَا خ ََر َج َمس‬-‫هللا عليه وسلم‬
“Dari Syu’bah dari Yahya bin Yazid Al-Hanaiy, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada
Anas tentang mengqashar shalat, lalu ia menjawab, “Adalah Rasulullah SAW apabila bepergian
sejauh tiga mil atau tiga farsakh, maka beliau shalat dua reka’at”. (Syu’bah ragu, tiga mil atau
tiga farsakh” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi)

‫كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم اذا سافر فراسخا يقصر الصالة‬
“Adapun Rasulullah SAW bila bepergian sejauh satu farsakh, maka beliau mengqashar
Shalat”(HR. Sa’id bin Manshur. Dan disebutkan oleh Hafidz dalam at-Talkhish, ia mendiamkan
adanya hadits ini, sebagai tanda mengakuinya)
Para ulama juga berbeda pendapat berapa lama perjalanan yang membolehkan musafir
melaksanakan sholat jama’ dan qashar.
Imam Malik, Imam As-Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa maksimal 3 hari
bagi muhajirin yang akan mukim (tinggal) di tempat tersebut. Sementara ada juga yang
berpendapat maksimal 4 hari,
• 10 hari (Muttafaq ‘alayh, dari Anas bin Maliik),
• 12 hari (H.R. Ahmad, dari ‘imran),
• 15 hari (pendapat Abu Hanifah),
• 17 hari, dan 19 hari (muttafaq ‘alayh, dari Ibn ‘Abbas).
Umumnya mereka menceritakan sholat safar sesuai dengan keadaan dan perspektif
mereka masing-masing. Inilah yang kemudian dipahami oleh para Imam Madzhab sehingga
mereka berbeda pendapat dalam batasan jarak dan waktu kebolehan shalat jama’ dan qashar.
Dari pendapat yang ada, yang lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa selama
berstatus sebagai musafir biasa (bukan musafir perang) dan tidak tinggal lebih dari 19 hari di
satu tempat tersebut, maka masih diberikan keringanan untuk menjama’-qashar shalatnya. Tapi
Kalau musafir perang, maka boleh menjama’-qashar shalatnya selama masih dalam suasana
perang.

9
b) Ketentuan qashar tidak berlaku pada perjalanan maksiat

Mayoritas ulama’ membolehkan mengqashar sholat bagi mereka yang melakukan perjalanan
yang sifatnya mendekatkan diri pada Allah SWT, seperti dalam perjalanan haji, umroh dan
jihad. Atau yang mubah seperti perjalanan untuk perdagangan, menjenguk keluarga, dan
sebagainya. Akan tetapi qoshor tidak berlaku bagi orang yang melakukan perjalanan maksiat
seperti merampok, memerangi sesama muslim, dan sebagainya.

c) Seorang musafir ketika sholat tidak boleh makmum kepada orang yang mukim

Seorang musafir ketika sholat tidak boleh makmum kepada orang yang mukim, atau musafir
itu yang menyempurnakan sholatnya.Maka jika seseorang melakukannya, dia wajib
menyempurnakn sholatnya, walaupun saat menjadi makmum ketika sedang tasyahud
akhir.Sedangkan menurut Hanafiyah, apabila bersamanya imam tidak mendapatkan raka’at
secara sempurna, maka sholatnya secara qashar.

Adapun seorang yang bermukim boleh menjadi makmum orang yang bermusafir, dan bagi
musafir hendaknya memberi tahukan bahwa ia akan menqashar sholatnya, sehingga orang yang
bermukim menyempurnakan sholatnya.

D. TATA CARA MELAKSANAKAN SHALAT JAMA’ DAN QASHAR

Dalam menggabungkan dua shalat dianjurkan cukup dengan satu adzan dan dua kali
iqomat untuk tiap-tiap sholatnya.

1. Shalat Jama’
Jama’ itu ada 2 cara yakni:
A. Jama’ Taqdim

yaitu menjamak shalat diwaktu sholat yang pertama. Contohnya menjamak sholat zuhur dan
ashar diwaktu zuhur dan menjamak sholat maghrib dan isya’ diwaktu maghrib. Tata caranya yaitu:
1. Sholat diwaktu yang pertama.(dhuhur sebelum ashar atau maghrib sebelum isya’)
2. Berniat jama’ taqdim pada sholat pertama agar berbeda dari sholat-sholat biasa.

10
3. Berturut-turut dalam mengerjakan diantara keduanya sehingga antara keduanya tidak
berselang lama, yakni lebih kurang selama dua rakaat ringan tetapi diantara kedua sholat itu
diperbolehkan bersuci, adzan dan iqomah. Ketentuan ini berlaku bagi jamak taqdim, sedangkan
untuk jamak ta’khir tidak berlaku.
4. Kedua sholat dilakukan secara tertib, yakni dimulai dengan sholat pertama terlebih dahulu
(dhuhur atau maghrib) yakni:
Contoh:
a.Berniat salat duhur dengan jamak takdim. Bila dilafalkan yaitu:

‫ ِإ َما ًما هلل ت َ َعالَى‬/‫ص ِر َج ْم َع ت َ ْق ِدي ٍْم َمأ ْ ُم ْو ًما‬


ْ ‫عا ِب ْال َع‬ ٍ َ ‫الظ ْه ِر أ َ ْربَ َع َر َكعا‬
ً ‫ت َمجْ ُم ْو‬ ُّ ‫ض‬َ ‫ص ِلى فَ ْر‬
َ ُ‫أ‬

b.Takbiratul ihram
c. Salat duhur empat rakaat seperti biasa.
d.Salam
5. Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (ashar), jika dilafalkan sebagai berikut:

‫إماما هلل تعالى‬/‫اصلى فرض العصر اربع ركعات مجموعا بالظهر جمع تقديم ماموما‬

e. Takbiratul Ihram
f. Salat ashar empat rakaat seperti biasa.
g. Salam
B. Jama’ Ta’khir

yaitu menjamak shalat di waktu shalat yang kedua. Contohnya: menjama’ sholat zuhur dan
asar diwaktu ashar dan menjama’ sholat maghrib dan isya’ diwaktu isya’.
Tata caranya yaitu :
1. Sholat dilakukan diwaktu yang kedua (ashar atau isya’)
2. Berniat sejak waktu yang pertama bahwa ia akan melakukan sholat pertama itu diwaktu
yang kedua, supaya ada maksud yang keras untuk mengerjakan shalat yang pertama dan tidak
ditinggalkan begitu saja.
3. Sholat yang dilakukan terlebih dahulu adalah sholat ashar atau isya’ terlebih dahulu, baru
kemudian sholat dhuhur atau maghrib dan biasa juga dilakukan sholat dhuhur atau maghrib
terlebih dahulu, baru kemudian sholat asar atau isya’.

11
Contoh:

a. Berniat menjamak salat magrib dengan jama’ ta’khir. Bila dilafalkan yaitu:

‫إماما هلل تعالى‬/‫اصلى فرض المغرب ثالث ركعات مجموعا بالعشاء جمع تأخير مأموما‬
b. Takbiratul ihram
c. Salat magrib tiga rakaat seperti biasa.
d. Salam.
5. Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (‘isya), jika dilafalkan sebagai berikut;
‫إماما هلل تعالى‬/‫اصلى فرض العشاء اربع ركعات مجموعا بالمغرب جمع تأخير مأموما‬

C. Qashar
Pada prinsipnya, pelaksanaan shalat qashar sama dengan shalat biasa hanya saja berbeda
pada niat raka’atnya dijadikan dua raka’at dan tidak ada tasyahud awal. Jadi setelah dua raka’at
kemudian melakukan tasyahud akhir dan salam.
Niat dhuhur yang di qashar :
ْ َ‫الظ ْه ِر َر ْكعَتَي ِْن ُم ْست َ ْقبِ َل ْال ِق ْبلَ ِة ق‬
‫إماما هللِ تَعَالَى‬/‫ص ًرا مأموما‬ ُّ ‫ض‬َ ‫ص ِل ْي فَ ْر‬
َ ُ‫أ‬

D. Jama’ Dan Qashar


Jama’ dan Qashar apabila seseorang telah memenuhi syarat – syarat di atas, maka
diperbolahkan mengerjakan shalat dengan cara jama’ dan qashar sekaligus yaitu menggabungkan
dua shalat fardhu dalam satu waktu sambil meringkas rakaatnya.
Tata caranya yaitu :

1. Mengerjakan shalat dhuhur dua rakaat, pada rakaat yang kedua langsung membaca tasyahud
akhir kemudian salam.

2. Kemudian setelah salam berdiri kembali untuk mengerjakan shalat ashar 2 rakaat kemudian
salam.
Niat shalat jama’ taqdim qashar:

ْ ‫عا ِب ْال َع‬


ْ َ‫ص ِر َج ْم َع ت َ ْق ِدي ٍْم ق‬
‫ص َرا هللِ ت َ َعالَى‬ ً ‫الظ ْه ِر َر َك َعتَي ِْن ُم ْست َ ْق ِب َل ْال ِق ْبلَ ِة َمجْ ُم ْو‬
ُّ ‫ض‬ َ ُ‫أ‬
َ ‫ص ِل ْي فَ ْر‬
Niat shalat jama’ takhir qashar:
ْ َ‫ص ِر َج ْم َع ت َأ ْ ِخي ٍْر ق‬
‫ص َرا هللِ ت َ َعالَى‬ ْ ‫عا ِب ْال َع‬
ً ‫الظ ْه ِر َر َك َعتَي ِْن ُم ْست َ ْق ِب َل ْال ِق ْبلَ ِة َمجْ ُم ْو‬
ُّ ‫ض‬ َ ُ‫أ‬
َ ‫ص ِل ْي فَ ْر‬
12
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari paparan di atas saya mengambil kesimpulan :


1. Shalat jama’ dan qashar adalah keringanan (rukhsah) yang diberikan Allah kepada hambanya,
yang harus diterima oleh umat muslim sebagai rasa kasih sayang dari Allah SWT. Shalat yang
dapat di jama’ adalah semua shalat fardhu kecuali sholat subuh.Dan shalat yang dapat di qashar
adalah semua shalat fardhu yang empat rakaat yaitu shalat isya’, dhuhur dan ashar.

2. Hal-hal yang membolehkan jama’ dan qashar ada beberapa hal, yaitu : Safar
(Bepergian), Hujan, Sakit, Keperluan (kepentingan) Mendesak.

3. Dalam persoalan jarak safar, para ulama’ berbeda pendapat. Ada ulama yang berpendapat jarak
minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang minimal 3farsakh, ada yang berpendapat safar minimal
harus sehari-semalam, bahkan ada yang berpendapat tidak ada jarak dan waktu yang pasti karena
sangat tergantung pada kondisi fisik, psikis serta keadaan sosiologis dan lingkungan masyarakat.

B. Saran

Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan untuk penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Syakir Jamaluddin. sholat sesuai tuntunan Nabi SAW mengupas kontroversi hadis sekitar
sholat. LPPI UMY.

DR. Ahmad Hatta, MA. Tafsir Qur’an perkata, 2009. Magfirah Pustaka.
http://makalahcyber.blogspot.com/search/label/Makalah%20Pendidikan
Ust. Mubarak Abdul Halim - http://hijrahmenanti.blogspot.com/2017/03/shalat-jamadan-
qashar.html
Ar-Rahbawi , Abdul qodir. 2008. Salat Empat Madzhab. Bogor : PT Pustaka Litera AntarNusa
Kamal, Abu malik bin As-Sayyid Salim. 2006. Shahih Fikih Sunnah. Jakarta : Pustaka Azam
Rasjid, Sulaiman. 1983. Fiqh Islam. Jakarta: Attahiriyyah
Rusyd, Ibnu. 2006. Bidayatul Mujtahidin. Jakarta : Pustaka Azam
Dalam fiqih islam cetakan ke-2
Arfan, Abbas.Fiqh Ibadah. Malang : UIN Maliki Press 2011
Az-Zuhaili, Wahban. fiqih islam wa adillatuhu, depok: Gema Insani. 2010
Al qur’an dan terjemah, Departemen Agama: Menara Kudus. 1997
Abdul Aziz Muhammad Azzam. FIQIH IBADAH. Abdul Aziz sayyed Hawwas. Jakarta:
amzah. 2009. Hlm 288
Muhammad Baghir al-Habsy, FIKIH PRAKTIS :MENURUT AL QUR’AN, AS-SUNNAH DAN
PEDAPAT PARA ULAMA’. Bandung: Mizan Media utama. 2002. Hlm 208
Ahmad Yaman, Panduan Lengkap Sholat Menurut Empat Madzhab, Jakarta: Pustaka Al- Kaustar. 2005. Hlm
283

14
15

Anda mungkin juga menyukai