MAKALAH
MATA KULIAH
FIQIH
OLEH :
INDRI AGUSTIN
NIM 2107010224
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-
Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai untuk memenuhi tugas
individu mata kuliah Fiqih dengan judul Haji dan Umrah. Tidak lupa saya ucapkan
terimakasih kepada pihak yang sudah membantu atau berkontribusi secara langsung
baik pikiran maupun materi.
Saya sangat berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca
serta menambah rasa ingin terus mempelajari tentang Haji dan Umrah. Bahkan sangat
diharapkan dapat disampaikan kepada kerabat yang akan memunaikan Ibadah Haji dan
Umrah.
Bagi saya sebagai penyusun bahwa mungkin makalah ini tidak sempurna dalam
segi penulisan dan penyusunan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu saya sangat mengharapkan pengertian nya dan apabila ada kritik juga
saran yang membangun mohon disampaikan kepada saya. Akhirnya saya harap
makalah ini dapat berguna dalam pembelajaran kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………..1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………...1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………..2
C. Tujuan……………………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………..…....3
C. Syarat-Syarat Haji...........................……..………………………........................6
A. Kesimpulan……………………………………………………………………...15
B. Saran………………………………………………………..…………………. .15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………….…….……..………..16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam bertugas mendidik dzahir manusia, mensucikan jiwa
manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah yang
tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah, insya Allah
akan menjadi orang yang beruntung. Ibadah dalam agama Islam banyak
macamnya. Haji dan umroh adalah salah satunya. Haji merupakan rukun iman
yang kelima setelah syahadat, sholat, zakat, dan puasa. Ibadah haji adalah
ibadah yang baik karena tidak hanya menahan hawa nafsu dan menggunakan
tenaga dalam mengerjakannya, namun juga semangat dan harta (Zarkasyi,
1995).
Rukun Islam yang terakhir adalah naik haji ke Baitullah. Maksudnya
adalah berkunjung ke tanah suci (Baitullah) untuk melaksanakan serangkaian
amal ibadah sesuai dengan syarat, rukun, dan waktu yang telah ditentukan.
Ibadah haji ditentukan kepada muslim yang mampu. Pengertian mampu atau
kuasa yaitu mempunyai bekal yang cukup untuk pergi dan
bekal bagi keluarga yang ditinggalkannya. Sama halnya dengan umrah yang
dapat dilakukan pada bulan- bulan lain selain bulan Zulhijah. Haji dan umrah
merupakan suatu kegiatan rohani yang di dalamnya terdapat
pengorbanan, ungkapan rasa syukur, berbuat kebajikan dengan kerelaan hati,
melaksanakan perintah Allah, serta mewujud-kan pertemuan besar dengan
umat Islam lainnya di seluruh dunia. Firman Allah swt. Surah A1 Baqarah
Ayat 125 (Aziz dan Hawwas, 2001:482).
Haji dan Umrah, adalah kewajiban bagi setiap muslim yang berakal dan
memiliki kemampuan, namun dari kalangan umum seperti petani, pedagang,
pegawai negeri bahkan para pengusaha sukses pun masih ada yang
belum mengerti tentang Haji dan Umrah (Rasyied, 2003).
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Haji Dan Umrah ?
2. Macam-macam Haji dan Cara Melaksanakannya ?
3. Syarat-Syarat Haji ?
4. Rukun Haji dan Umrah ?
5. Wajib Haji ?
6. Yang Membatalkan Haji ?
C. Tujuan
Memberikan pemahanan tentang Haji dan Umrah, yang mana
dijelaskan rukun dan syarat yang wajib dipahami dalam melaksanakan ibadah
haji dan umrah.
BAB II
PEMBAHASAN
C. Syarat-Syarat Haji
Yang dimaksud dengan syarat haji disini ialah syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk wajibnya seseorang melakukan ibadah haji. Jadi syarat haji
yang dimaksud adalah syarat wajib haji. Para ahli fiqh telah menetapkan bahwa
syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk wajibnya haji adalah beragama Islam,
balig, berakal, merdeka dan memiliki kemampuan.
Syarat-syarat tersebut akan dijelaskan secara ringkas, pada bagian
berikut ini:
1. Islam
Haji adalah salah satu bentuk ibadah yang bertujuan mendekatkan diri
kepada Allah Swt. Oleh sebab itu ibadah ini memerlukan niat sebagai
pernyataan keikhlasan hati melaksanakan perintah Allah. Haji sebagai
ibadah hanya dapat dilakukan oleh orang yang beragama Islam. Orang kafir
tidak diwajibkan melakukan haji karena ia bukanlah orang yang ahli dalam
beribadah seperti yang disyariatkan dalam Islam. Demikian pula orang yang
murtad sebab keahlian beribadahnya telah hilang seiring dengan
kemurtadannya. Itulah sebabnya beragama Islam menjadi salah satu syarat
wajib haji.
2. Baligh
Merupakan syarat bagi seseorang untuk dipikulkan ke pundaknya beban
hukum (taklif). Perintah haji hanya dibebankan kepada orang-orang yang
baligh. Adapun anak kecil tidak dibebani dengan kewajiban ibadah haji
karena persyaratan baligh tidak terpenuhinya. Hal ini sejalan dengan
penegasan nabi Saw dalam sabdanya: Nabi Saw berkata: “Diangkatkan
dosa dari tiga hal, yaitu dari orang yang tidur sampai ia bangun, anak-
anak sampai dewasa (baligh), dan dari orang gila sampai sembuh.” (HR
Abu Daud, Ibnu Majah, dan alTurmizi). Jika anak yang kecil, semasa
kecilnya, melaksanakan ibadah haji, maka hajinya dipandang sah, namun ia
tetap diwajibkan melakukan haji setelah dewasa apabila syarat-syarat wajib
haji terpenuhi padanya.
3. Berakal
Kedudukan akal dalam taklif tidak berbeda dengan kedudukan
baligh. Takliftidak diberikan kepada orang yang tidak berakal, karena
dengan akal seseorang dapat melaksanakan perintah Allah dengan
kesadaran. Itulah sebabnya berakal menjadi syarat mutlak bagi wajibnya
melaksanakan haji. Orang yang gila tidak diwajibkan melaksanakan ibadah
haji sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan kawan-
kawan seperti disebut di atas. Tidak diwajibkannya haji terhadap orang gila
karena haji merupakan ibadah yang mesti dilakukan dengan niat (qasad),
sedang hal itu tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak berakal atau
orang gila.
4. Merdeka
Para ahli fiqh sepakat mengatakan bahwa orang yang wajib haji adalah
orang yang merdeka. Hamba sahaya tidak diwajibkan melakukan ibadah
tersebut. Ketidak wajiban haji bagi hamba sahaya disebabkan karena haji
merupakan ibadah badaniyah dan maliyah yang mesti dilakukan secara
langsung oleh yang bersangkutan dan dengan biaya sendiri, sedangkan ia
mempunyai kewajiban melaksanakan hak-hak tuannya yang terkait
dengannya menjadi hilang.17 Selain itu, sebagai seorang hamba sahaya, ia
tidak memiliki harta kekayaan, sehingga tidak mungkin melakukan ibadah
haji yang memerlukan biaya yang sedikit.
5. Memiliki kemampuan (istita‟ah)
Salah satu syarat wajib haji ialah adanya kemampuan berpergian ke
Baitullah, sebagaimana diterangkan Allah dalam firman-Nya ayat 97 surat
Ali Imran Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitull (QS.
Ali Imran (3): 97) Istita‟ah amaniyah adalah adanya keamanan sekitar
jalan yang dilalui oleh jamaah untuk mencapai kota Mekah dan demikian
halnya kota Mekah sebagi lokasi yang menjadi tempat melaksanakan ibadah
haji tersebut.18 Para ahli fiqh dari kalangan Malikiyah mengatakan bahwa
yang dimaksud degan istita‟ah terdiri dari tiga macam; quwwah al-badn,
wujud al-zad dan tawafur al-sabil. Yang dimaksud dengan quwwah al-badn
ialah keadaan fisik yang menurut adat memungkinkan seseorang calon haji
dapat sampai ke Mekah, baik dengan kendaraan maupun dengan jalan kaki.
Oleh sebab itu, orang buta dan orang yang lumpuh, jika memungkinkan
dapat sampai ke Mekkah meskipun dengan bantuan orang lain disebut kuat
fisik.
E. Wajib Haji
Wajib haji yang dimaksud disini adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh
setiap jamaah haji, dan apabila ditinggalkan wajib membayar dam. Dari literatur yang
dibaca kebanyakan ahli fiqh menetapkan lima macam sebagai wajib haji yaitu:
a. Bermalam di Muzdalifah
Bermalam di Muzdalifah adalah nama daerah yang terletak antara Arafah dan
Mina. Sebelum seseorang sampai di Mina lebih dahulu singgah (bermalam) di
Muzdalifah. Yang dimaksud bermalam di Muzdalifah ialah berhenti walaupun
hanya sebentar, diam sebentar, duduk sebentar atau berjalan-jalan. Kewajiban
bermalam di Muzdalifah dapat terpenuhi dengan kehadiran dan istirahat sebentar
di Muzdalifah. Orang yang telah selesai wukuf di „Arafah kemudian melanjutkan
perjalanan, dan apabila sampai di Muzdalifah diwajibkan singgah sejenak, dan
sebaiknya dilakukan Shalat jamak Magrib dan Isya di waktu Isya (jamak ta‟khir),
karena apabila ia meninggalkan Arafah setelah terbenam matahari, biasanya ia
sampai di Muzdalifah pada waktu isya. Sambil bermalam di Muzdalifah, jamaah
haji mencari batu kerikil untuk melontar jumrah di Mina nanti.
b. Bermalam di Mina
Mina adalah salah satu daerah yang terletak di sebelah Timur Mekah dan jauhnya
dari Arafah melalui Muzdalifah lebih kurang 20 km.35 Bermalam di Mina disebut
juga mabit di Mina. Bagi jamaah yang pada tanggal 12 Zulhijjah sampai matahari
terbenam masih di Mina, wajib tetap bermalam di Mina untuk pada tanggal 13
Zulhijjah melempar jumhur ula, wastha, dan „aqabah.
c. Melempar jumrah Melempar jumrah dilakukan pada tanggal 10 Zulhijjah yang
dimulai dengan melontar jumrah „aqabah atau jumrah kubra. Menurut sunnah
Nabi Saw melontar itu hendaknya sesudah terbit matahari. Waktunya sampai
terbenam matahari pada hari tasyriq. Melempar jumrah itu dilakukan dengan batu
kerikil atau batu-batu kecil, satu persatu dan tujuannya dalah sasaran yang menjadi
kewajiban melempar jumrah itu. Apabila seseorang melempar ke udara, ternyata
jatuh ke tempat sasaran, lemparannya tidak sah, karena hal itu tidak disebut
lemparan sasaran. Demikian juga apabila batu kerikil itu diletakan saja, karena
tidak tercapai arti melempar. Jadi yang penting melempar sasaran yang ditentukan.
Waktu melempar jumrah itu tiga atau empat hari, yaitu Hari Nahar (10 Zulhijjah)
dan hari-hari Tasyriq (11, 12, dan 13 Zulhijjah). Tanggal 10 Zulhijjah melempar
jumrah aqabah sebanyak 7 kali, tanggal 11 Zulhijjah melempar ketiga jumhar
secara berurutan, yaitu pertama jumrah ula 7 kali lemparan, kedua jumrah wusta
juga 7 kali lemparan dan jumrah aqabah 7 kali lemparan. Saat itu kita masih di
Mina. Tanggal 12 Zulhijjah kembali melempar ketiga jumhar seperti tanggal 11
Zulhijjah.
d. Tawaf Wada‟
Tawaf wada‟ adalah tawaf selamat tinggal. Tawaf ini wajib dilakukan oleh setiap
orang yang hendak keluar meninggalkan kota Mekah kembali ke tanah airnya.
Caranya sama dengan tawaf qudum dan ifadah.
e. Bercukur atau bergunting rambut Kebanyak ulama menetapkan bercukur atau
bergunting ini sebagai wajib haji, meskipun fuqaha dari kalangan Syafi‟iyah
menetapkannya sebagai rukun haji. Yang dimaksud dengan bercukur ialah
menghilangkan rambut dikepala dengan pisau atau sejenisnya atau bisa juga
dengan jalan mencabutnya walaupun 3 helai rambut. Adapun yang dimaksud
dengan bergunting ialah memotong rambut kepala dengan gunting atau sejenisnya.
Bercukur menurut kesepakatan ahli fiqh, hanya diwajibkan terhadap laki-laki,
sedang bagi perempuan hal itu tidak diwajibkan. Bagi perempuan hanya
diwajibkan memotong atau menggunting rambut sebagaimana dijelaskan dalam
hadist Nabi Saw: Dari Ibn Abbas ra., sesungguhnya Nabi Saw berkata: “Tidaklah
diwajibkan bercukur bagi perempuan, hanya saja diwajibkan atas
mereka bergunting.” (HR Abu Daud). Bercukur atau bergunting dilakukan setelah
melempar jumrah aqabah pada hari Nahar, dan jika ia mempunyai kewajiban dam
(hadyu), maka bercukur atau bergunting dilakukan setelah menyembelihnya. Bagi
jamaah umrah waktu bercukur atu bergunting adalah setelah selesai dari sa‟I
antara Shafa dan Marwah. Dan setelah menyembelih hadyu bagi yang mempunyai
kewajiban menyembelihnya. Setelah selesai bercukur bagi laki-laki dan bergunting
bagi perempuan, maka seseorang telah masuk tahallul pertama. Dengan demikian
larangan selama ihram telah gugur kecuali menggauli isteri, atau perbuatan-
perbuatan yang diduga keras dapat mengantarnya kepada perbuatan hubungan
suami isteri. Tahallul kedua yang menggugurkan semua larangan ihram terjadi
setelah tawaf ifadah dan sa‟i di Mekah antara Shafa dan Marwah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa masalah
pelaksanaan Haji dan Umroh adalah masalah yang penting, karena termasuk
dari bagian rukun Islam yang ke lima. Pelaksaan ibadah Haji dan Umroh
haruslah sesuai dengan tata cara yang telah diatur dalam
syari’at Islam dalam hal ini seseorang yang ingin melaksanakan ibadah Haji dan
Umroh haruslah mengetahui Rukun, Syarat, sesuatu yang diwajibkan dalam
Ibadah Haji dan Umroh serta kesunnahan-kesunnahannya.
Ibadah haji hanya diwajibkan kepada orang yang memiliki kemampuan
melakukan perjalanan ke Baitullah, Mekah dan kewajiban itu hanya sekali
seumur hidup meskipun seseorang mampu melakukannya setiap tahun.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhari, Imam, Shaheh Bukhari (terjemah), I, Klang Book Center,
Malaysia, 1990
---------, Shahih al-Bukhari, jilid I, Dar Mathabi’ al-Syu’b, t.t., Athiyah Khumais,
Depdiknas, Ensiklopedi Islam, jilid 4, PT. Ichtiar Baru Van Hove, Jakarta, Cet. 10,
Jakarta, 2002
Darajat, Zakiyah, Haji Ibadah yang Unik, jilid I, Jakarta, Ruhama, 1995
Ritonga, A. Rahman, dkk, Fiqh Ibadah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997, 260
halaman
Sabiq, Sayid, alih bahasa, Fikih al-Sunnah-I, Pt. Al-Ma’arif, Bandung, 1365. H, 344
halaman
--------- , Fiqh al-Sunnah, Beirut, Daar al-Fikr, cet. IV, 1983