Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH`

SALAT JUMAT

Makalah ini disusun guna memenuhi mata kuliah fikih ibadah

Dosen Pengampu: Miftah Solehuddin M.HI

Disusun Oleh:

1. Imam Japar Sodik (220201110093)


2. Latifah Wahidatul Hidayah (220201110109)
3. Fauzal Akbar Wirajaya (220201110116)
4. A’yun Ami Cantika (220201110125)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN................................................................................................................................iii
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................iii
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................iv
1.3 Tujuan.........................................................................................................................................iv
1.4 Manfaat.......................................................................................................................................iv
1.5 Metode Penulisan........................................................................................................................iv
BAB II....................................................................................................................................................1
PEMBAHASAN....................................................................................................................................1
A. Hukum Salat Jumat.....................................................................................................................1
3. Dasar Hukum Salat Jumat......................................................................................................3
B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Salat Jumat..............................................................................5
C. Syarat-Syarat dan Rukun Salat Jumat.........................................................................................8
D. Orang-Orang yang Berkewajiban Melaksanakan Salat Jumat..................................................11
BAB III................................................................................................................................................17
PENUTUP............................................................................................................................................17
Ringkasan Materi.............................................................................................................................17
Implikasi dan Rekomendasi..............................................................................................................18
Saran untuk Penelitian Selanjutnya..................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................19

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan rakmatnya
kepada kita semua sehingga penulis bisa menyelesaikan penugasan ini dengan penuh rasa
syukur yang tiada henti-hentinya. Selanjutnya sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam yang telah
membimbing kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang ini yakni ad-
dinul islam wal iman.

Makalah ini penulis susun atas penugasan kelompok pada mata kuliah fikih ibadah
yang mana dalam hal ini penulis mengangkat judul ‘’ Salat Jumat’’.

Penulis menyadari bahwa penugasan makalah kelompok ini tidak sempurna karena
kemampuan penulis yang terbatas. Maka dari itu, penulis mohon maaf apabila ada
kekurangan ataupun kesalahan dalam penulisan makalah ini, adapun kritik dan saran
pembangun akan penulis terima dengan sepenuh hati sebagai bahan evaluasi nantinya.

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam merupakan agama yang rahmatan lil ‘alamin. Segala perkara dari yang sifatnya
sederhana hingga kompleks dibahas dan di ijtihadi oleh para ulama’ dengan mengikuti
revolusi zaman atau dinamisasi zaman. Ibadah merupakan suatu bentuk penghambaan
seseorang kepada Tuhannya. Adapun tujuan dari ibadah adalah untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat. Tentunya dalam mencapai kebahagiaan tersebut tidak bisa diperoleh
dengan cuma-cuma, dalam pelaksanaannya ada beberapa syarat diterimanya ibadah, yakni
ikhlas, diniatkan hanya karena Allah bukan karena ingin mendapat pujian dari makhluk, serta
disyari’atkan mengikuti cara yang benar.

Ibadah dapat dibagi menjadi dua jenis yakni mahdhoh dan ghoiru mahdhoh, adapun
ibadah mahdoh meliputi salat, zakat, puasa, haji. Dan ibadah ghoiru mahdhoh meliputi
shadaqoh. Salat merupakan komponen penting sebab amalan yang pertama kali di hisab di
akhirat. Adapun salat jumat merupakan salah satu bagian dari ibadah mahdhoh yang
hukumnya fardlu ‘ain bagi seorang muslimin yang telah memenuhi syarat sahnya
melaksanakan salat jumat. Adapun kefardluan tersebut dinukil dari firman Allah Qs. Al-
Jumu’ah ayat 9 yang artinya ‘’hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
salat jumat, maka bersegeralah kamu pada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.’’

Berbicara tentang sholat jum’at tidaklah luput dari hari yang agung diantara hari-hari
yang lain. Adapun hari jum’at adalah hari yang memiliki fadhilah yang luar biasa. Seperti
halnya beberapa fadhilahnya adalah dikabulkannya hajat yangmana dari para ulama’
mengatakan waktu mustajab tersebut berada pada ketika khatib khotbah yang kedua,
kemudian ada juga yang mengatakan waktu tersebut berada setelah waktu ashar, dan ada juga
yang mengatakan bahwasanya semua waktu di hari jum’at adalah waktu yang mustajab. Atas
pendapat tersebut salat jumat dapat dikatakan ibadah yang agung bagi kaum muslimin.

Maka dari itu, salat jumat merupakan salah satu syari’at Islam yang harus
dilaksanakan oleh setiap kaum muslimin yang sudah memenuhi syarat pelaksanaannya dan
dapat dipahami sebagai ibadah yang sangat besar sekali fadhilahnya serta ancamannya pun
sangatlah menakutkan.

iii
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Bagaimana hukum salat jumat ?


2. Kapan dan dimana waktu yang tepat untuk pelaksanaan salat jumat?
3. Apa sajakah syarat dan rukun khotbah jumat?
4. Bagaimana kriteria orang yang berkewajiban melaksanakan salat jumat?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji penjelasan hukum melakasanakan salat jumat


2. Mengkaji waktu dan tempat pelaksanaan salat jumat
3. Mengkaji syarat-syarat dan rukun – rukun khotbah jumat
4. Mengkaji kriteria orang-orang yang berkewajiban melaksanakan salat jumat

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah:

1. Meningkatkan kualitas keimanan


2. Mempererat habluminallah dan hablumminannas
3. Meningkatkan ketaqwaan

1.5 Metode Penulisan


1. Kajian Pustaka

Dalam penyusunan makalah ini, penulis merujuk pada beberapa referensi yang
sifatnya kompleks. Adapun litelatur yang penulis gunakan dalam peroses penyelesaian
makalah ini diantaranya buku-buku baik elektronik ataupun non elektronik, kitab-kitab
klasik khas pesantren, serta jurnal-jurnal maupun artikel yng relevan dengan
pembahasan yang penulis tetapkan.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hukum Salat Jumat

1. Pengertian Salat Jumat

Dalam mendefinisikan arti kata ‘’salat’’ dari segi bahasa dan istilah para
ulama’ memiliki pendapat yang berbeda-beda. Dari segi bahasa ada yang mengartikan
sebagai ‘’tempat ibadah orang-orang yahudi dan orang-orang ahli kitab’’ hal ini
dinukil dari bahasa Ibrani shaluta. Sementara itu jika dilihat dari sudut arti
berdasarkan kamus bahasa arab kata salat berarti berdoa dan mendirikan. Sedangkan
menurut ahli bahasa kata salat diartikan sebagai doa.

Kendati demikian salat secara syara’ diartikan sebagai suatu ibadah yang
diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.1

Salat jumat dinukil dari kata’’ al-jumu’ah’’ yang berasal dari kata ‘’ijtima’.
Disebut hari jumat karena pada hari tersebut diciptakannya Adam dari air dan tanah. 2

Hari jumat disebut juga sebagai ‘’sayyidul ‘ayyam’’ atau dapat dikatakan
sebagai hari yang lebih utama daripada hari arafah dan hari Nahr atau hari raya
kurban. Pada hari jumat Allah menampakkan kepada hambanya berbagi nikmat dan
berkah yang tak terhitung jumlahnya. Dan pada hari tersebut Allah mengkhususkan
orang muslimin untuk mendirikan salat jumat,mendengarkan khotbah dari khatib,
serta mengitba’ sunnah-sunnah Nabi Saw.

2. Hukum Salat Jumat


Hukum salat jumat adalah fardlu ‘ain bagi setiap kaum muslimin yang telah
memenuhi syarat, serta bukan merupakan pengganti salat dhuhur. Tetapi jika

1
Nasution, Ahmad Yani, ‘’Ta’addud Al-Jum’at menurut Empat Madzhab’’, JURNAL MANDIRI: Ilmu
Pengetauan, Seni, dan Teknologi, No. 1, (2017): 25
2
Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam, prof. Dr. Abdul Wahab Sayyed Hawwas, fikih Ibadah,
(Jakarta:Amzah, 2009), hlm. 303

1
seseorang tersebut tertinggal melaksanakan salat jumat maka ia wajib untuk
menggantinya dengan sholat dhuhur empat rakaat.3
Adapun kewajiban tersebut didasarkan pada al-qur’an, sunnah, dan ijma’
ulama.
a. Firman Allah Qs. Al-jumu’ah ayat 9

َ‫ي لِلص َّٰلو ِة ِم ْن يَّوْ ِم ْال ُج ُم َع ِة فَا ْس َعوْ ا اِ ٰلى ِذ ْك ِر هّٰللا ِ َو َذرُوا ْالبَ ْي ۗ َع ٰذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم اِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬
َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا نُوْ ِد‬

artinya :

‘’hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat jum’at, maka
bersegeralah kamu pada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.’’

b. Sunnah
Hadits dari Thariq bin Syihab dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam

ً‫ق َوا ِجبٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم فِي َج َما َع ٍة ِإاَّل َأرْ بَ َعة‬ ٌّ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل ْال ُج ُم َعةُ َح‬
َ ‫ب ع َْن النَّبِ ِّي‬
ٍ ‫ق ْب ِن ِشهَا‬ ِ َ‫ع َْن ط‬
ِ ‫ار‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َولَ ْم‬ َّ ِ‫ب قَ ْد َرَأى النَّب‬
َ ‫ي‬ ٍ ‫ق بْنُ ِشهَا‬ ُ ‫ار‬ِ َ‫صبِ ٌّي َأوْ َم ِريضٌ قَا َل َأبُو دَا ُود ط‬ َ ْ‫ك َأوْ ا ْم َرَأةٌ َأو‬
ٌ ‫َع ْب ٌد َم ْملُو‬
‫رواه أبو داود‬.‫يَ ْس َم ْع ِم ْنهُ َش ْيًئا‬
Dari Thariq bin Syihab, dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Jum’at itu wajib atas setiap Muslim dengan berjama’ah, kecuali empat golongan,
yaitu hamba sahaya, perempuan, anak-anak dan orang sakit.” Abu Daud berkata,
“Thariq bin Syihab benar-benar melihat Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, namun
belum pernah mendengar sesuatu pun dari beliau.” (HR Abu Dawud).

c. Syarat sah salat jumat


Adapun syarat sah salat jumat sebagai berikut:
1. Salat jumat diadakan dalam satu tempat baik ( tempat tinggal) di desa maupun di
kota. Tidak sah melaksanakan salat jumat di tempat yang tidak merupakan daerah
tempat tinggal seperti ladang atau jauh dari perkampungan penduduk.
2. Salat jumat diadakan secara berjamaah. Jumlah jamaah menurut pendapat
sebagian ulama’ adalah empat puluh orang laki-laki dewasa dari penduduk negeri
setempat. Adapun ulama’ lain berpendapat lebih dari empat puluh jamaah dan

3
Al-Juzairi, syeikh Abdurrahman, fikih empat madzab jilid 1, (tanpa kota: pustaka al-kautsar, tanpa tahun),
Hlm.675

2
sebagia ulama’ yang lain berpendapat cukup dengan dua orang saja, karena sudah
berarrti berjamaah.
3. Sebaiknya dilaksanakan pada waktu dhuhur. Rasulullah saw. bersabda :
‘’dari Anas bin Malik ra., Rasulullah saw. bersabda: salat jumat ketika telah
tergelincir matahari.’’ (H.R. Bukhari).
4. Sebaiknya dilaksanakan setelah dua khotbah. Hadis tentang khutbah ini
menyatakan sebagai berikut :

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra., Rasulullah saw. bersabda: berkhutbahlah pada hari
jumat dua khutbah dengan berdiri dan beliau duduk di antara kedua khutbah itu.’’
(H.R. Bukhari dan Muslim)4

3. Dasar Hukum Shalat Jum’at

Berdasarkan pada firman Allah Q.S Al-Jumu’ah: 9

‫ي لِلص َّٰلو ِة ِم ْن يَّوْ ِم ْال ُج ُم َع ِة فَا ْس َعوْ ا اِ ٰلى ِذ ْك ِر هّٰللا ِ َو َذرُوا ْالبَ ْي ۗ َع ٰذلِ ُك ْم خَ ْي ٌر لَّ ُك ْم اِ ْن ُك ْنتُ ْم‬
َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا نُوْ ِد‬
َ‫تَ ْعلَ ُموْ ن‬

artinya :

‘’hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat jum’at, maka
bersegeralah kamu pada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.’’

Dalam ayat tersebut dapat dipahami bahwasanya apabila telah mendengar


seruan adzan dan dzikir kepada Allah maka segeralah menunaikan perintah tersebut
dikarenakan hal tersebut adalah suatu kefardluan seorang muslim.

Adapun ulama tafsir menyebutkan dalam kitab tafsir Al – Mukhtasyar


dibawah pengawasan dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid bahwasannya makna dari “
hai orang – orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat” adalah
seruan adzan ketika khtib telah duduk di mimbar pada hari jumat, karena pada masa
rosulullah tiodak ada seruan untuk shalat jumat selain seruan tersebut. adapun adzan
pertama pada hari jumat adalah seruan yang dimulai pada masa kholifah Ustman bin
Affan dengan persetujuan para sahabat ketika kota Madinah semakin meluas.

4
Nasution, Ahmad Yani, ‘’Ta’addud Al-Jum’at menurut Empat Madzhab’’, JURNAL MANDIRI: Ilmu
Pengetauan, Seni, dan Teknologi, No. 1, (2017): 26

3
“maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah “ maksudnya adalah
bergegaslah menuju dzikir kepada Allah yakni khotbah dan solat jumat di masjid. Dan
sebelumnya sibukanlah kalian dengan persiapaannya seperti mandi, berwudhu, dan
berangkat.

“dan tinggalkanlah jual beli” maknanya tinggalkanlah jual beliau dan


muamalat lainnya, karna jika adzan telah dikumandangkan untuk salat jumat maka
jual beli haram dilakukan.

“yang demikian itu” yakni bergegas untuk berdzikir kepada Allah dan
tinggalkan jual beli.

“ lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” yaitu lebih baik dari berjual beli
dan lebih baik dari tidak bergegas, dikarenakan dengan menjalankan perintah terdapat
pahala yang besar.

Adapun hadist nabi yang memerintahkan salat jumat adalah dari hadist Thoriq
bin Syihab .

Artinya : jumatan adalah hak yang wajib bagi setiap muslim dengan
berjamaah, selain atas 4 golongan yakni Budak, wanita, anak kecil, atau orang yang
sakit ( HR. Abu Daud )

Jadi hukum salat jumat bagi laki – laki adalah fardhu Ain yakni wajib
dilakukan bagi setiap laki – laki. Sedangkan bagi wanita tidak diwajibkan, namun
tetap harus melakukan salat dzuhur. Maka bagi yang diwajibkan sholat jum’at
sebagaimana diatas namun tidak mengerjakan dengan udzur syar’i, hukum
meninggalkan salat jumat adalah haram.

“Barangsiapa yang meninggalkan salat jumat 3 kali tanpa sebab maka Allah
akan mengunci mata hatinya.” ( HR. Malik )

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah SAW. Bersabda pada


kaum yang enggan melaksanakan salat jumat,

‫لقد همنت ان امر رجال يصلي بالناس ثم احرق على رجال يتخافون عن الجمعة بيوتهم‬

4
Aku sebenarnya ingin sekali memerintahkan seseorang untuk memimpin salat
(jumat, menggantikan diriku), kemudian aku sendiri akan membakar rumah orang-
orang yang enggan melaksanakan salat jumat.5

Salat jumat pertama kali dilaksanakan oleh Rasulullah SAW di Masjid Bani
Salim bin Auf pada tanggal 16 Rabiul Awal, pada tahun pertama hijriah. Di samping
itu Mus’ab bin Umair merupakan orang yang pertama kali melaksanakan salat jumat
di Madinah hingga akhirnya Rasulullah tiba di madinah dan melakukan salat jumat
ketika matahari tergelincir. Dalam pelaksanaannya, dilaksanakan oleh 12 orang. Dan
dalam 12 orang tersebut, As’ad merupakan seorang ‘amir.

Sedangkan menurut riwayat Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik dari ayahnya,
bahwasanya jika seruan pada hari jumat telah terdengar ia selalu memohonkan rahmat
kepada Allah SWT untuk As’ad bin Zurarah. Kemudian beliau bertanya pada
ayahnya, “ Mengapa setiap kali mendengar panggilan shalat jum’at kau selalu
memohonkan rahmat untuk As’ad bin Zurarah.” Ayahnya menjawab, “karena dialah
norang pertama yang memimpin shalat jum’at bersama kami di Hazm An-Nabit dari
Harrah Bani Bayyadhah di Naqi’ yang disebut Al-Khashmat.” Beliau bertanya, “
Berapa jumlah orang dikala itu?” Ayahnya menjawab, “ Empat Puluh Orang.” 6

B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Salat Jumat


1. Waktu Pelaksanaan Salat Jumat

Sekelompok Ulama’ diantaranya mayoritas ulama’ selain madzhab maliki


berkeyakinan bahwa waktu waktu yang di anjurkan itu di mulai dari awal hari sampai
tergelincirnya matahari, dan terbagi menjadi lima bagian. Mayoritas ulama’
menganjurkan untuk berangkat di awal siang namun, pendapat yang paling jelas
seperti yang di sebutkan madzhab maliki, yaitu beberapa jam sebelum tergelincirnya
matahari, karena jam di tinajau secara syari’at maupun bahasa adalah bagian dari
waktu. Tidak pernah di sebutkan oleh para sahabat bahwa beliau SAW. pergi untuk
menunaikan salat jumat sebelum matahari terbit atau beberapa saat setelahnya.

5
Hasibuan Mahmudin, ‘’Sholat Jum’at’’, hlm. 2-3
6
Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam, prof. Dr. Abdul Wahab Sayyed Hawwas, fikih Ibadah,
(Jakarta:Amzah, 2009), hlm. 307-308

5
Para ulama’ menyebutkan bahwa syarat wajib dan syarat sah salat jumat hanya
berlaku manakala waktu shalat dhuhur sudah masuk hingga habisnya waktu shalat
dhuhur yaitu dengan masuknya waktu shalat ashar.

Sedangkan mazhab Al-Hanabilah berbeda pendapat dengan mazhab lainnya


dalam hal ini. Mazhab Al-Hanabilah berpendapat bahwa kewajiban untuk
mengerjakan saalat jumat sudah berlaku sejak pagi, yaitu sejak sejak selesai shalat idul
fitri atau idul adha.

Dasar pendapat mazhab ini adalah hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin
Sidan RA. Berikut ini :

‫شهدت الجمعة مع أبي بكر فكانت خطبته و صالته قبل نصف النهار‬

Artinya : Dari Abdullah bin Sidan berkata, “Aku ikut shalat jum’at bersama Abu
Bakar, khotbah dan shalatnya dilakukan sebelum pertengahan siang.” (HR. Ad-
Daruquthny)

Selain itu juga ada hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah RA.

‫كان يصلي الجمعة ثم نذهب إلى جمالنا فنريحها حين تزول الشمس‬

Artinya : Dari Jabir bin Abdullah berkata bahwa Rasulullah SAW salat jumat
kemudian kami mendatangi unta-unta kami ketika matahari zawal (masuk waktu
dhuhur). (HR.Muslim)

Dan diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud, Jabir, Saad, dan Muawiyah RA,
bahwa mereka salat jumat sebelum zawal, atau sebelum masuk waktu dhuhur. Dan
tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.

Namun demikian, dalam pandangan Mazhab Al-Hanabilah ini tetap saja yang
lebih utama adalah mengerjakan salat jumat setelah zawal, sebagaimana pendapat
jumhur ulama’.7

2. Tempat Pelaksanaan Salat Jumat

7
Ahmad Sarwat, Shalat Jum’at, (Jakarta selatan:Rumah Fiqh Publishing, 2018), hlm. 15

6
Menurut madzhab Hanafi sholat jumat dilaksanakan di masjid besarnya atau
mushola kota. Yaitu semua tempat yang memiliki gubernur dan hakim yang
melaksanakan hukum dan menerapkan hukuman. Pendapat ini yang termasyhur dalam
madzhab Hanafi. Akan tetapi, pendapat yang diikuti oleh sebagian besar pengikut
hanafi, bahwa kota sebagaimana yang telah kita sebutkan sebelumnya yakni masjid
terbesarnya tidak bisa menampung penduduknya yang wajib melaksanakan salat
jumat. Ini merupakan syarat wajib dan sahnya salat jumat, maka tidak sah
dilaksanakan salat jumat kecuali di kota dan daerah yang bersatu dengannya.

Adapun menurut madzhab Maliki masjid tersebut harus berada di tengah –


tengah penduduk, yaitu sebuah daerah atau kampung. Dibangun dari batu atau
sejenisnya ataupun dari anyaman kayu pepohonan, namun tidak boleh didirikan di
dalam kemah yang terbuat dari rambut atau kayu. Karena syarat sahnya salat menurut
mereka adalah jika terpenuhinya empat syarat, yaitu imam, jama’ah, masjid, dan
tempat penduduk.

Sementara menurut madzhab Syafi’i memutuskan hendaknya salat jumat


didirikan dibatas sebuah daerah atau kampung. Jika tidak bisa dilaksanakan di masjid.
Jangan pula melaksanakan di tengah para penghuni kemah meskipun mereka menetap
di padang pasir tersebut selamanya, karena mereka seperti dalam keadaan musafir
yang bersiap – siap untuk melanjutkan perjalanan karna mereka tidak memiliki tempat
mukim tetap.

Sedangkan madzhab Hambali menyatakan, hendaknya orang – orang yang


melaksanakan salat jumat adalah orang – orang yang diwajibkan untuk
melaksanakannya. Mereka berjumlah 40 orang atau lebih dari penghuni tetap
dikampung, yaitu tinggal di suatu kampung yang bangunannya berdekatan.

Intinya, mendirikan salat jumat harus dilakukan disuatu kota atau sebuah
kampung menurut mayoritas ulama.

3. Kriteria Masjid yang digunakan Untuk Salat Jumat

Para ulama sepakat menetapkan bahwa adanya tempat tertentu untuk


dilaksanakannya salat jumat, menjadi syarat sah sekaligus menjadi syarat wajib.
Artinya, apabila kriteria tempat itu tidak memenuhi syarat sah dan syarat wajib, maka

7
selain tidak sah dikerjakan, salat jumat juga menjadi tidak wajib. Menurut madzhab
Maliki salat harus dilaksanakan di sebuah masjid yang selamanya digunakan untuk
berjamaah maka tidak sah bila dilakukan di dalam rumah, di halaman rumah, di hotel,
atau di tanah lapang. Secara umum, salat jum'at tidak boleh dilakukan di tempat-
tempat yang kotor, seperti tempat buang air dan tempat dosa.

Menurut Wahbah Azzuhaili untuk masjid sendiri terdapat empat syarat yaitu
berbentuk bangunan, dan bangunannya sendiri sesuai dengan adat serta kebiasaan
setempat. Boleh dibangun dari buluh kayu atau sejenisnya. Hendaknya masjid
menyatu dan berhubungan dengan kampung setempat, karena shalat jum'at tidak bisa
dilaksanakan kecuali harus menyatu dengan kampung. jika ada beberapa masjid maka
yang sah untuk dijadikan tempat salat jum'at adalah masjid yang paling tua dan
pertama dibangun, bukan yang lainnya. Yang dimaksud dengan masjid tua adalah
masjid yang pertama kali didirikan shalat jum'at di dalamnya, meskipun
pembangunannya terlambat dari masjid-masjid lainnya.

Tidak disyaratkan masjid harus memiliki atap menurut pendapat yang paling
jelas. Tidak pula disyaratkan masjid tersebut selamanya digunakan untuk pelaksanaan
salat jumat atau salat lima waktu. Tidak boleh melaksanakan salat jum'at di atap
masjid, meskipun masjid penuh sesak oleh jamaah. Tidak boleh juga di tempat-tempat
yang dilarang, seperti kamar mandi dan tempat mabuk-mabukan.8

C. Syarat-Syarat dan Rukun Salat Jumat

1. Syarat-Syarat Khotbah Jumat


Menurut kitab safinatun najah dalam bab salat jumat, bahwasanya syarat
khotbah ada 10, diantaranya9:
‫شروط الخطبتين عشرة‬:
1. ‫الطهارة عن الحدثين االصفر واألكبر‬
2.‫ والمكان‬،‫ والبدن‬،‫الطهارة عن النجاسة في الثوب‬
3 .‫ستر العورة‬
4.‫القيام على القادر‬

8
Wahbah al – zuhaili, Fiqh al – islami jilid 2,(Jakarta: Darul Fikir, 2010) hlm.391-393
9
Syaikh Salim Samir Al-Hadhromi Asy-Syafi’i, ‫ سفينة النجاه في ما يجب علي العبد لمواله‬, (Lebanon: Darul
Minhaj,1430H/2009) Hlm. 50

8
5.‫الجلوس بينهما فوق طمانينة الصالة‬
6.‫المواالة بينهما‬
7.‫المواالة بينهما و بين الصالة‬
8.‫أن تكونا بالعربية‬
9‫أن يسمعها أربعين‬.
1‫أن تكون كلها في وقت الظهر‬

1. Suci dari dua hadatas: kecil dan besar


2. Suci dari najis pada baju, badan, dan tempat
3. Menutup aurat
4. Berdiri bagi yang mampu
5. Duduk diantara dua khutbah seperti thuma’ninah shalat
6. Muwalah (tanpa diselingi apapun) keduanya
7. Muwalah keduanya dengan shalat
8. Khutbah berbahasa Arab
9. Didengarkan oleh 40 orang
10. Dan semua itu dilaksanakan di waktu dhuhur
2. Rukun-Rukun Khotbah Jumat

‫ ثم‬،̄‫وأركان الخطبتين خمسة حمدهللا تعالى ثم الصالة على رسول هّللا صلّى هّللا عليه وسلّم ولفظهما متعين‬
‫الوصية بالتقوى وال يتعين¯ لفظها على الصحيح وقراءة أية في احداهما والدعاء للمؤمنين والمؤمنات في الخطبة‬
‫الثانية‬.

Berdasarkan kitab fathul qorib rukun-rukun khotbah dibagi menjadi lima,


diantaranya10:

1. Memuji kepada Allah swt.


Khotbah jumat itu wajib dimulai dengan memuji kepada Allah SWT, misalnya
lafal Alhamdulillah, innalhamda lillah, pendeknya minimal ada kata Alhamdulillah
dan lafazd Allah baik dari khutbah pertama atau khutbah kedua.
Contoh bacaannya :
‫ َم ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ فَاَل‬،‫ت َأ ْع َمالِنَا‬
ِ ‫ُور َأ ْنفُ ِسنَا َو ِم ْن َسيَِّئا‬
ِ ‫ َونَعُو ُذ بِاهللِ ِم ْن ُشر‬،ُ‫إن الـ َح ْم َد هّلِل ِ نَـحْ َم ُدهُ َونَ ْست َِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُره‬
َّ
ُ‫ي لَه‬
َ ‫ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَاَل هَا ِد‬،ُ‫ض َّل لَه‬
ِ ‫ُم‬

10
Syeikh al-allamah Muhammad bin qosim al-Ghazali, Fathal Qorib, 2017, (Kediri: santri salaf press, 2017),
hlm.297-298

9
2. Membaca shalawat kepada Nabi saw. dan lafadz keduanya telah ditentukan
Contoh bacaannya :
َ ‫عَلى ُم َح ّم ٍد َوعَلى آلِ ِه ِوَأصْ َحابِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َسا ٍن ِإلَى يَوْ ِم ال ّديْن َو َسلّ ْم‬
‫ص ّل اَللهُ ُّم‬
3. Wasiat taqwa
Yang dimaksud dengan wasiat ini adalah perintah atau ajakan atau anjuran
untuk bertakwa atau takut kepada Allah SWT. Dan menurut Az-Zayadi, washiyat
ini adalah perintah untuk mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-
larangan-Nya. Sedangkan menurut Ibnu Hajar, cukup dengan ajakan untuk
mengerjakan perintah Allah. Sedangkan menurut Ar-Ramli, washiyat itu harus
berbentuk seruan kepada ketaatan kepada Allah. Lafadznya sendiri bisa lebih
bebas. Misalnya dalam bentuk kalimat: "takutlah kalian kepada Allah". Atau
kalimat: "marilah kita bertaqwa dan menjadi hamba yang taat".
Contoh bacaannya :
َ‫ق تقاته وال تَ ُموتُ َّن ِإاَّل َوَأنتُ ْم ُم ْسلِ ُمون‬
ّ ‫ياَأيُّهَاالَّ ِذ ْينَ آ َمنُوااتَّقُوا هللا ح‬
4. dan pendapat ashah, membaca ayat al-qur’an pada salah satu khotbah dua
Minimal satu kalimat dari ayat al-qur’an yang mengandung makna lengkap.
Bukan sekedar potongan yang belum lengkap pengertiannya. Maka tidak
dikatakan sebagai pembacaan al- qur’an tentang tema ayatnya bebas saja, tidak ada
ketentuan harus ayat tentang perintah atau Quran bila sekedar mengucapkan
lafadz: "tsumma nazhar". larangan atau hukum. Boleh juga ayat Quran tentang
kisah umat terdahulu dan lainnya.
Contoh bacaanya :

ِ ‫ت ۚ َأ ْينَ َما تَ ُكونُوا يَْأ‬


‫ت بِ ُك ُم هَّللا ُ َج ِميعًا ۚ ِإ َّن هَّللا َ َعلَ ٰى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر‬ ِ ‫َولِ ُك ٍّل ِوجْ هَةٌ ه َُو ُم َولِّيهَا ۖ فَا ْستَبِقُوا ْال َخ ْي َرا‬

5. Berdoa untuk orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan pada khotbah yang
kedua.
3. Tata Cara Pelaksanaan Khotbah
1. Khatib naik ke atas mimbar setelah tergelincirnya matahari (waktu dzuhur),
kemudian memberi salam dan duduk.
2. Muadzin mengumandangkan adzan sebagaimana halnya adzan dzuhur.
3. Khotbah pertama: Khatib berdiri untuk melaksanakan khutbah yang dimulai
dengan hamdalah dan pujian kepada Allah SWT serta membaca shalawat kepada
Rasulullah SAW. Kemudian memberikan nasehat kepada para jama’ah,

10
mengingatkan mereka dengan suara yang lantang, menyampaikan perintah dan
larangan Allah SWT dan RasulNya, mendorong mereka untuk berbuat kebajikan
serta menakut-nakuti mereka dari berbuat keburukan, dan mengingatkan mereka
dengan janji-janji kebaikan serta ancaman-ancaman Allah Subhannahu wa Ta’ala.
Kemudian duduk sebentar
4. Khotbah kedua: Khatib memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah dan
pujian kepadaNya. Kemudian melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan yang
sama dengan khutbah pertama sampai selesai
5. Khatib kemudian turun dari mimbar. Selanjutnya muadzin melaksanakan iqamat
untuk melaksanakan shalat. Kemudian memimpin shalat berjama’ah dua rakaat
dengan mengeraskan bacaan.

D. Orang-Orang yang Berkewajiban Melaksanakan Salat Jumat

1. Kewajiban Melaksanakan Salat Jumat


Adapun hukum melaksanakan salat jumat adalah fardhu “ain bagi setiap
muslim yang mukallaf, laki – laki, merdeka, sehat, dan bukan musafir. Namun,
para ulama menyalahkan orang yang berpendapat bahwa hukum shalat jumat
adalah fardhu kifayah. Shalat jumat tidak wajib dilaksanakan oleh orang yang buta
jika tidak ada yang menuntunnya. Namun, menjadi wajib apabila dia menemukan
orang yang mau menuntunnya. Demikian pendapat Imam Maliki, Syafi’i dan
Hambali, sedangkan Imam Hanafi tetap berpendapat tidak diwajibkan.
2. Orang – Orang yang Berkewajiban Melaksanakan Salat Jumat
Hal ini selaras dengan penjelasan dari ulama madzhab Myafi’i tentang syarat
wajib salat jumat. diungkapkan oleh Imam taqiyuddin, syarat wajib salat jumat :
a. Islam, maka orang yang selain islam tidak wajib melakukan salat jumat
b. Laki – laki, maka salat jumat itu tidak wajib bagi wanita,. Akan tetapi apabila
ia ingin melaksanakan salat jumat, maka hukumnya sah dan cukup baginya
sebagai pengganti shalat dzuhur.
c. Merdeka, artinya salat jumat tidak wajib bagi hamba sahaya ( budak ). Akan
tetapi apabila dia melaksanakannya maka salatnya sah.
d. Berakal, maksudnya salat jumat itu tidak wajib bagi orang gila.

11
e. Baligh, salat jumat tidak wajib bagi anak kecil yang belum mencapai usia
baligh.
f. Sehat, jika dalam keadaan sakit tidak diwajibkan untuk salat jumat.
g. Istithan, bermukimatau memliki tempat tinggal tepat dimana tempat salat
jumat itu diselenggarakan secara permanen. Contohnya, orang yang tinggal
disekitar masjid. Tidak pergi dari tempat itu baik di musim penghujan maupun
musim kemarau, selain ada keperluan seperti pergi untuk ziaroh atau
berdagang.
3. Dispensasi Atau Keringanan Dalam Melaksanakan Salat Jumat
Dalam islam, ada salah satu bagian kecil dari ke istimewaan hukum islam,
yaitu kesesuaian dalam segala keadaan. Salah satunya dengan adanya rukhsoh
yang diperboehkan oleh Allah SWT dalam keadaan darurat sebagai keringanan
bagi mukallaf agar terhindar dari kesulitan. Rukhsoh juga dinamai sebagai hukum
yang berdasar pada suatu dalil dan menyalahi dalil yang ada ( pertama kali ) karna
adanya udzur. Adapun dalil diperbolehkannya mengambil suatu keringanan,
yaitu :
a. Dalil Al – Quran
Beberapa ayat al – quran yang menjadi dasar adanya rukhsoh tersebut, seperti :
‫فمن اضطر غير باغ وال عاد فآل اثم عليه ان هللا غفور الرحيم‬

Terjemahnya :
“tetapi barangsiapa terpaksa, bukan karna menginginkannya dan tidak pula
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah maha
pengampun, maha penyayang” ( QS. Al – Baqarah : 173)
Didalam beberapa ayat terdapat redaksi yang hampir sama. Seperti firman –
Nya yang lain :
‫وقد فصل لكم ما حرم عليكم اال ما اضطررتم إليه وإن كثيرا ليضلون بأهوائهم بغيرعلم إن ربك هو‬
¯‫أعلم بالمعتدين‬

Terjemahnya:

allah telah menjelaskan kepadamu apa yang di haramkan-Nya kepadamu,


kecuali jika kamu dalam keadaan terpaksa. Sungguh banyak orang yang
menyesatkan orang lain dengan keinginannya tanpa dasar pengetahuan.

12
Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.”(QS. Al-
An’am: 119).

Ulama menyimpulkan salah satu kaidah fiqih yang disepakati dari kedua ayat
ini dan ayat ayat lain seperti:

‫"ا "الضرورة تبيح المحظورات‬

"kedaruratan itu membolehkan hal hal yang dilarang"11


Berdasarkan hal ini, dapat di ketahui bahwa mengambil keringanan
tidak mengadakan salat jumat untuk sementara seperti yang sudah pernah
terjadi di Indonesia adalah salah satu sarana untuk menghindari kemudharatan
yang berupa wabah yang semakin meluas. Oleh karena itu, tidak boleh
seseorang beranggapan bahwa apa yang telah di putuskan lewat fatwa dan
kebijakan pemerintah sebagai perbuatan meremehkan salat dan usaha
menjauhkan orang-orang dari masjid.
b. Sunnah
Banyak hadist yang menjadi dalil di perbolehkannya memliki udzur
untuk tidak melakukan salat jama’ah, begitu pula shalat jum’at yang menjadi
dasar kebijakan dan fatwa. Salah satunya seperti hadist berikut ini :

Terjemahnya :
Dari Abdullah bin Al Harits dari Abdullah bin Abbas. Dia mengatakan pada
muadzinnya ketika turun hujan, jika engkau telah mengucapkan “Asyhadu an
laa ilaaha illalaah, asyhadu anna Muhammadan Rosulullah” . maka janganlah
kamu mengucapkan “hayya ala sholaah” namun ucapkanlah “sholluu fii
buyuutikum” ( salatlah kalian dipersinggahan kalian ). Abdullah bin Abbas
berkata : “ternyata orang – orang sepertinya tidak menyetujui hal ini,” lalu ia
berkata : “apakah kalian merasa heran terhadap ini semua padahal yang
demikian pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku. Salat jumat
memang wajib, namun aku tidak suka jika harus membuat keluar sehingga
kalian berjalan dilumpur dan comberan. ( HR. Muslim )12

11
A. Djazuli, Kaidah Kaidah Fikih, ( Kencana, Jakarta: Kencana,2017) ,hlm. 72
12
Muslim, Shahih Muslim, juz 4, hlm. 1743

13
Dari hadist ini, dapat di pahami bahwa di perbolehkan untuk
meniadakan salat jumat dan jamaah dengan tujuan menghindari kesulitan
keluar rumah karena hawa yang sangat dingin, hujan, atau jalanan yang becek
karena hujan.
Hadist ini di perkuat keberadaannya dengan hadist lain yang berkenaan
dengan bolehnya salat tidak shalat berjamaah di masjid. Seperti hadist berikut
ini:
‫ ال يورد ممرض على‬:‫فان رسول هللا صلّى هللا عليه و سلم قال‬
ّ ‫ان ابا الرحمن بن عو‬
ّ ،‫عن ابن شهاب‬
‫مص ّح‬
Artinya : Dari Ibnu Syihab bahwa Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf
telah menceritakan kepadanya bahwa rasulullah SAW. telah bersabda: “ Yang
sakit jangan mendekat kepada yang sehat.” (HR. Muslim)
Dalam hadist lain yang di riwayatkan oleh Muslim juga yang berbunyi:
‫ فأرسل إليه النب ّي صلّى هللا عليه‬،‫ كان في وفد ثقيف رجل مجذوم‬:‫ قال‬،‫ عن ابيه‬،‫عن عمر بن الشريد‬
)‫وسلّم( إنّا قد بايعناك فارج‬
Artinya: Dari Amru bin al-Syarid dari bapaknya, Dia berkata: dalam delegasi
Tsaqif (yang akan di bai’at Rasulullah SAW.) terdapat seorang laki-laki yang
berpenyakit kusta. Maka Rasulullah mengirim seorang utusan supaya
mengatakan kepadanya: “Kami telah menerima bai’at anda, karena itu anda
boleh pulang.” (HR. Muslim)13

Dari kedua hadist di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Rasulullah


mengajarkan bahwa jangan berkumpul dengan orang yang sakit menular. Dan
tidak bertempat di suatu wilayah yang penduduknya sedang di dera wabah
penyakit. Hal ini bukan tanpa alasan. Untuk memelihara jiwa dan ruh serta
potensi penularan wabah

Dalam hal ini, ulama’ madzhab memiliki pemahamannya masing


masing. Menurut Ibnu Najim di dalam madzab Hanafi boleh tidak
melaksanakan salat Jumat lebih tepatnya shalat berjamaah bagi orang sakit-
sakitan, jika hujan deras, bersembunyi dari pemimpin yang dzolim, dan takut
dipenjara.
13
Syamsuddin,’’ Keringanan (Rukhshah) Meniadakan Shalat Jumat dan Shalat Jama’ah serta Kewajiban
Menaati Ulul Amri’’, Jurnal ‘Adl, No. 2, 2020:173-175.

14
Disisi lain Al-Shawi menuturkan sudut pandang madzhab Maliki
tentang udzur yang dapat mengugurkan salat Jumat dan salat jamaah
diantaranya, jalanan yang penuh lumpur, hujan deras, sakit kusta, sakit yang
memberatkan untuk pergi, merawat orang sakit, ada kerabat yang sakit keras,
takut atas hilangnya harta, takut ditangkap atau dipukul apa lagi jika lebih dari
itu seperti dibunuh atau dilukai, tidak mempunyai pakaian sama sekali, bau
yang mengganggu jamaah yang lain sehingga wajib diusahakan untuk
dihilangkan terlebih dahulu, orang buta yang tidak ada penuntunnya sehingga
tidak dapat pergi sendiri.

Adapun menurut salah satu ulama madzhab Syafi’i yakni Ahmad bin
Hamzah al-Ramli memaparkan bahwasanya sebab udzhur salat Jumat dan
jamaah adalah hujan deras, salju yang membasahi baju, jalan berlumpur,
dingin atau panas yang sangat diwaktu malam atau siang, sakit, rasa lapar dan
haus yang jelas, tertidur, tidak punya pakaian, makan makanan berbau nyengat
yang sulit dihilangkan, takut akan keselamatan dan hartanya, sibuk merawat
orang sakit, atau sibuk membelikan obat, angin yang kencang pada malam
hari, gempa, kusta, dan sebagainya.

Kendati demikian Al- Mardawi dari madzhab Hanbali juga memiliki


pendapat lain terkait udzhur dalam pelaksanaan shlat jum’at dan jamaah
diantaranya, sakit (hal ini disepakati para ulama) begitu pula jika takut sakit,
telah dihidangkan makan dan nafsu untuk memakannya, atau takut kehilangan
harta, takut akan kerugian dalam penghidupannya seperti menjaga kebun atau
imam terlalu panjang bacaannya. Selain itu ada udzur yang lainnya seperti
meninggalnya kerabat, atau merawat orang yang sakit, dan tidak ada yang
menggantikan, terlalu mengantuk atau capek (akan tetapi lebih baik
menghadiri), kesulitan karena hujan, lumpur atau turun salju, angin bertiup
kencang dan dingin pada malam hari, dan makan makanan yang berbau.

Berdasarkan beberapa perbedaan pendapat ulama’ madzhab tersebut


dapat disimpulkan bahwasanya yang mendasari udzur tersebut adalah adanya
kesulitan dengan berbagai bentuknya, sebagaimana yang disebutkan al-
Nawawi, ia menyatakan:

15
ٌ
‫أن باب األعذار في ترك الجمعة والجامعة ليس مخصوصا بل كل ما لحق به مشقة شديدة فهوعذر‬

Artinya : sesungguhnya pembahasan tentang udzur dalam


meninggalkan salat jumat dan jamaah tidak terkhusus (pada dalil hadis yang
mendasarinya) tetapi setiap yang mendatangkan kesulitan yang berat maka itu
termasuk uzur.

16
BAB III

PENUTUP

Ringkasan Materi
Bahwasanya hukum salat jumat adalah fardlu’ain bagi setiap muslim yang mukallaf.
Adapun dalil yang mewajibkannya yakni Qs. Al-Jumu’ah: 9. Akan tetapi jika seseorang
tertinggal salat jumat maka wajib untuk menggantikannya dengan salat dhukur 4 rakaat
sebagaimana mestinya. Kendati demikian syarat sah dalam pelaksanakaan salat jumat
diantaranya, dilaksanakan di suatu tempat baik di desa maupun di kota, dilaksanakan secara
berjamaah, dan di waktu dhuhur serta di tegakkan setelah dua khutbah

Waktu yang tepat unruk melaksanakan salat jumat berbeda-beda dari beberapa
pandangan ulama’ madzab. Akan tetapi jumhur ulama’ berpendapat bahwasanya lebih utama
melaksanakan salat jumat yakni di waktu zawal (tergelincirnya matahari). Tempat
pelaksanaan salat jumat menurut ulama’ madzhab berbeda-beda akan tetapi mayoritas ulama’
berpendapat intinya salat jumat dilaksanakan di suatu kampung atau kota. Adapun syarat
masjid yang dapat digunakan untuk pelaksanaan salat jumat diantaranya menurut pendapat
yang paling jelas masjid tiak harus disyaratkan ada atap, selain itu tidak disyaratkan masjid
tersebut selamanya digunkan untuk pelaksanaan salat jumat dan salat lima waktu.

Berdasarkan kitab safinatun naja syarat-syarat khotbah ada sepuluh diantaranya suci
dari dua hadas yakni hadas kecil dan besar, suci dari najis pada baju, badan, dan tempat,
menutup aurat, berdiri bagi yang mampu, duduk diantara dua khotbah seperti thuma’ninah
salat, muwalah (tanpa diselingi apapun) keduanya, muwalah keduanya dengan salat, khotbah
berbahasa Arab, didengarkan oleh 40 orang, dan semua itu dilaksanakan di waktu dhuhur.
Kendati demikian rukun – rukun khotbah jumat terbagi menjadi lima berdasarkan kitab fatul
qarib dintaranya, memuji kepada Alla swt., membaca shalawat nabi dan lafadz keduanya telah
ditentukan, wasiat taqwa, membaca al-qur’an di salahsatu khotbah dua, serta berdoa untuk
orang-orang mukmin laki-laki dan perempan pada khotbah kedua.

Kriteria orang yang berkewajiban melaksanakan salat jumat diantaranya, Islam, maka
orang yang selain islam tidak wajib melakukan salat jumat, laki – laki, merdeka, berakal,
baligh, sehat, serta istithan.

17
Implikasi dan Rekomendasi
Salat jumat merupakan salah satu dari cabang ibadah dimana dalam pelaksanaannya
terdapat suatu ketentuan khusus didalamnya. Adapun hari jumat sendiri merupakan hari yang
istimewa bagi umat islam dengan berdasarkan pada pendapat para ulama’ terkait waktu-waktu
yang mustajab untuk berdoa. Implikasi dari materi salat jumat diantaranya yakni, dapat
meningkatkan ketaqwaan yangmana di hari jumat disunnahkan untuk membaca surah al-kahfi
dan fadhilahnya akan diberikan dua cahaya, selain itu dianjurkan pula untuk memperbanyak
shalawat kepada nabi Muhammad saw. dan lain sebagainya. Dari kesemua amaliah- amaliah
tersebut tentunya sangat mendorong seseorang untuk senantiasa bermunajat dan
bermuhasabah sehingga setiap langkahnya selalu terniatkan hanya untuk Allah swt.

Saran untuk Penelitian Selanjutnya


1. Menggali sumber-sumber pustaka yang lebih akurat akan keshahihannya
2. Metode penelitian selanjutnya bisa dengan observasi ke lapangan yang disertai dengan
narasumber yang ahli dibidangnya
3. Pembobotan materi lebih diutamakan

18
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku
A. Djazuli. Kaidah Kaidah Fikih, Jakarta: Kencana,2017

Muslim.Shahih Muslim. juz 4

Syeikh al-allamah Muhammad bin qosim al-Ghazali. Fathal Qorib, Kediri: Santri Salaf
Press,2017

Wahbah al- Zuhaili. Fiqh al- islami jilid 2, Jakarta: Darul Fikir, 2010

Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam, prof. Dr. Abdul Wahab Sayyed Hawwas. Fikih
Ibadah, Jakarta: Amzah,2009.

Ahmad Sarwat. Shalat Jum’at, Jakarta selatan: Rumah Fiqh Publishing, 2018

Al-Juzairi, syeikh Abdurrahman, fikih empat madzab jilid 1, tanpa kota: pustaka al-kautsar,
tanpa tahun.

Referensi Kitab
Syaikh Salim Samir Al-Hadhromi Asy-Syafi’i. ‫ سفينة النجاه في ما يجب علي العبد لمواله‬, Lebanon:
Darul Minhaj, 1430H/2009

Referensi Jurnal
Syamsuddin,’’ Keringanan (Rukhshah) Meniadakan Shalat Jumat dan Shalat Jama’ah serta
Kewajiban Menaati Ulul Amri’’, Jurnal ‘Adl, No. 2, 2020
Hasibuan Mahmudin, ‘’Sholat Jum’at’’
Ahmad Yani, Nasution ‘’Ta’addud Al-Jum’at menurut Empat Madzhab’’, JURNAL
MANDIRI: Ilmu Pengetauan, Seni, dan Teknologi, No. 1, 2017

19

Anda mungkin juga menyukai