bukanlah isim
masdar,
tapi isim
musytaq,
Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulka berbagai jeni perbuatan
dengan gampang dan mudah, dengan tidak membutuhkan pertimbangan dan
perenungan.
2)
dan berbelit-belit. Bukan berarti tidak melalui kontrol akal pikiran/ kontrol
kesadaran untuk melakukanya, dengan otomatis (kalau tidak dikatakan refleks) ia
dapat melakukan prilaku tersebut.
Sedangkan difinisi ilmu akhlak dapat dikemukan di sini adalah: Ilmu yang
mempelajari keutamaan-keutamaan dan cara melaksanakan / mencapainya dan
kekejian-kekejian dan cara untuk mengosongkan jiwa darinya (Yunus: 436)
Dengan demikian yang dimaksud dengan Ilmu Akhlak adalah ilmu yang
mempelajari sifat/ perbuatan/ amalan/ prilaku yang menghasilkan keutamaan dan
kemuliaan serta cara-cara yang harus ditempuh untuk mencapainya, disamping
itu, ia juga mempelajari sifat/ perbuatan/amalan / prilaku yang mengakibatkan
kehinaan dan kerendahan.
Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa, ketinggian dan keluhuran
akhlak sangat menentukan derajat manusia baik dihadapan Allah maupun di
hadapan sesama manusia. Karena akhlak dapat menjadikan sesorang dapat
melaksanakan kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawab sebagai
seorang Muslim.
B. Obyek Kajian Ilmu Akhlak
Kajian Ilmu Akhlak meliputi semua prilaku, sifat dan perbuatan manusia
dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan prilaku manusia, maka Ilmu
Akhlak memberikan pembelajaran bagaimana manusia berperilaku dan bertindak,
sehingga ia dapat memperoleh prilaku dan tindakan yang sesuai dengan aturan
Allah. Sedangkan berkaitan dengan sifat dan karekater, Ilmu Akhlak memberikan
pembelajaran bagaimana menjadikan sifat dan karakter tersebut tertanam dengan
kuat di jiwa seseorang. Proses pembentukan dan penanaman karakter itu dapat
melalui pembiasaan, latihan dan keteladanan.
Secara garis besar akhlak dibagi menjadi tiga bagian:
1. Akhlak yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah.
2. Akhlak yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia yang
lain.
3. Akhlak yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan hewan, tumbuhtumbuhan dan lingkungan sekitar.
Pembahasan dan penjelasan mengenai perbuatan, prilaku, sifat dan
karakter yang harus dimiliki dan atau dihindari dinukilkan/ disarikan dari ajaranajaran al Quran dan al Hadith Rasulullah SAW.
Secara keseluruhan, sebagian besar ajaran-ajaran al Quran dan al Hadith
mengajarkan akhlak, yaitu bagaimana seseorang berhubungan dengan Tuhannya,
sesama manusia, hewan dan lingkungan sekitar.
Dengan demikian, pembahasan dalam ilmu Akhlak sebenarnya sangat
luas, mengingat cakupannya yang meliputi semua gerak gerik, prilaku dan
perbuatan manusai dalam hubungannya dengan seluruh pihak-pihak diluar dirinya
yang didasarkan kepada ajaran-ajaran al Quran dan al Hadith.
Hubungan manusia dengan Allah-- sebagai Tuhannya-- maka dapat
di break down sebagai berikut:
Pertama, Keyakinan yang benar kepada Allah. Keyakinan kepada Allah
adalah ajaran-ajaran di Ilmu Akhlak yang berkaitan dengan bagaimana seorang
mempunyai keyakinan- kepercayaan yang benar sesuai dengan ajaran-ajaran al
Quran dan al Hadith. Diantara ajaran-ajaran tersebut diatas adalah:
a. Anjuran hanya bertuhan kepada Allah (tauhid) dan larangan keyakinan
mempersekutukan Allah (syirik). Keyikinan akan ke-Esa-an Allah adalah
keyakinan yang paling utama dalam ajaran Islam, sehingga ini mendapat
penekanan yang sangat kuat dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut.
Keyakinan inilah yang membedakan Islamsebagai agama tauhid
(monotheisme)-- dengan agama di luar Islam.
b. Anjuran dan ajaran tentang untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang
mengarah kepada murtad, yang mengakibatkan seorang Muslim keluar
dari agamanya, seperti meragukan kebenaran adanya Allah, meragukan
kebenaran risalah Rasulullah Saw, meragukan adanya Hari Kiamat,
meragukan kebenaran al Quran dan lain-lain. Termasuk keyakinan yang
mendustakan kebenaran syariat sholat, puasa, zakat dan haji.
c. Beribadah kepada Allah, yang terdiri dari ibadah yang telah diatur tata
cara pelaksanaannya (mahdah), dan ibadah yang berkaitan kedudukan
manisia sebagai khalifah Allah (ghair mahdah).
Kedua, Beribadah dan mengabdi kepada Alah dalam semua aktivitgas
kehidupanya.
Ketiga, Keyakinan bahwa Allah mempunyai sifat yang baik ( dalam al
Asmaul Husna)
C. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Telah disebutkan dalam pembahasan terdahulu, bahwa akhlak merupakan
salah satu indikator ketinggian derajat seseorang baik dalam penilaian Allah dan
penilaian manusia, karena dengan menggunakan Akhlak maka seseorang akan
menjaga diri untuk selalu dalam hubungan yang baik kepada Allah dan sesama
makhluknya. Di sinilah secara garis besar manfaat seseorang memiliki akhlak
yang mulia.
Sebelum dijelaskan manfaat mempelejari ilmu akhlak, maka terlebih
dahulu perlu dijelaskan tujuan ilmu akhlak yang menurut Ahmad Amin (, tt: 1)
adalah sebagai berikut:
Tujuan mempelajari Ilmu Akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat
menetapkan sebagian perbuatan yang baik dan sebagian perbuatan lainnya yang
buruk. Bersikap adil merupakan sifat yang baik, sedangkan berbuat dzalim
termasuk perbuatan yang buruk, membayar utang kepada pemiliknya termasuk
sikap yang baik dan mengingkari perbuatan termasuk sikap yang buruk.
Senada dengan Ahmad Amin, Mustafa Zahri menyatakan tujuan
pemberlajaran Akhlak adalah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran
hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci, bersih, bening seperti cermin (
Zahri, 1995: 67)
Berdasarkan rumusan tujuan pembelajaran akhlak sebagaimana di atas
maka dapat dikemukana manfaat dalam mempelajarai ilmu Akhlak
1.
Ilmu Akhlak adalah al Quran dan al Hadits. Seluruh ajaran baik yang
dianjurkan maupun dilarang untuk dikerjakan, banyak diambil dari kedua
sumber ajaran Islam tersebut. Dalam pembahasan-pembahasan tentang
akhlak selalu dijelaskan perbuatan/ prilaku yang diperintahkan dan mana
perbuatan yang dilarang. Dengan demikian ilmu akhlak dapat menjadi
pegangan dan pedoman sehingga seorang dapat memilah dan memilih
perbuatan-perbuatannya
dengan
akibat/
konsekwensi
yang
melalui
pengamalan
ajaran-ajaran
serangkaian
amal
Akhlak
sholeh
sebagai wasilah menuju Allah. Wasilah itu dapat berupa sholat lima waktu,
sholat sunat (tahajjud, dhuha, witir dan lain-lain), dzikir, puasa wajib dan
sunnat, zakat, shadaqah, haji, umrah dan semua amalan yang dapat
mendekatkan seorang hamba kepada Allah. Dengan menjalankan semua
bentuk peribadatan itu seorang akan merasakan nikmat dan anugerah dari
Allah, yang pada level tertinggi, yaitu merasa dekat kepada Allah, yang
pada akhirnya mencapai tingkatan mahabbah dan marifat kepada Allah
3.
Ilmu
Tauhid
dapat
juga
disebutkan
sebagai
suatu
ilmu
yang
membahas tentang cara-cara mengesakan Allah, sebagai salah satu sifat yang
terpenting diantara sifat-sifat Allah lainnya (Nasution, 1972: viii)
Sebagai sebuah ilmu, Ilmu Tauhid memberikan pengetahuan pemahaman
tentang bagaimana seorang mempunyai kepercayaan dan keyakinan yang benar
terhadap
Allah,
para
malaikat,
para
rasul,
kitab-kitab
Allah,
Hari
Kiyamat, qada dan qadar dari Allah), yang selanjutnya disebut dengan rukun
iman.
Keimanan dan keyakinan kepada rukun iman diatas, akan melahirkan
akhlak yang baik/ terpuji/ mulia. Keyakinan bahwa Allah itu Maha Ada dan Maha
Mengetahui, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Dekat, akan melahirkan
suatu kesadaran kepada seseorang bahwa ia selalu diawasi dan dilihat, dipantau,
oleh Dzat yang Maha Agung. Kesadaran itu akan membuat ia selalu merasa
berada dalam pengawasan Allah. Ketika seseorang merasa bahwa ia diawasi dan
dilihat Allah maka ia akan selalu waspada dan berhati-hati agar setiap prilaku dan
perbuatannya selalu disenangi, diridhai
Allah dengan selalu berada dalam aturan/ ketentuan Allah. Dengan demikian akan
melahirkan sifat/ prilaku dan perbuatan yang sesuai dengan perintah Allah dan
ditujukan untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Keadaan ini akan melahirkan
akhlak yang mulia dan luhur yaitu selalu berada dalam kerangka ibadah dalam
semua aktivitas kehidupannya untuk menuju keridhaanNya.
Demikian juga, keyakinan kepada Malaikat Allah, suatu keyakinan bahwa
terdapat makhluk Allah sejenis malaikat yang bertugas mencatat amal perbuatan
manusia, akan memberikan kesadaran bahwa segala tindak-tanduk kita akan
dicatat oleh malaikat tersebut dan diminta pertanggung jawaban atasnya. Sama
halnya dengan keyakinan diatas, adalah bahwa terdapat malaikat-malaikat yang
bertugas di neraka dan di surga, memberikan kesadaran bahwa semua amal
perbuatan seseorang akan dibalas dan mendapatkan tempat yang sesuai dengan
amalnya tersebut. Perasaan dan keyinan ini juga akan melahirkan akhlak yang
mulia.
Fiqh
adalah
ilmu
yang
mempelajari
ketentuan-ketentuan
dalam beribadah kepada Allah SWT. Dengan demikian ilmu Fiqh berisi uraianuraian yang berkaitan dengan materi-materi ibadah, mulai darithaharah (bersuci)
sholat, puasa, zakat, haji, muamalah dan lain-lain.
Ilmu Fiqh berisi ketentuan-ketentuan dan aturan legal formal dalam
perspektif agama Islam menurut pandangan dan perspektif para Imam madzhad
dan fuqaha. Dengan demikian Ilmu Fiqh berisi ketentuan-ketentuan hukum; syah,
wajib, sunnat, makruh, haram dan lain-lain yang berbau legal formal.
Ketika seorang melaksanakan ibadah maka ia akan terikat dengan
ketentuan diatas, misalnya ketika ia sholat, maka terdapat perbuatan dan perkataan
yang mempunyai ketentuan-ketentuan hukum sebagai mana disebutkan di atas.
Sementara ketika ia sholat, maka seseorang diharuskanatau paling
tidak-- dianjurkan melakukukan sholatnya dengan khusyu, tawadlu, tadharru,
khauf dan raja, yang semua itu hanya dapat dipahami dan didalami dalam Ilmu
Akhlak.
Dengan
demikian
Ilmu
Fiqh
mengajarkan
bagaimana
seorang
yang
lebih
khusus
keberagamaan (religiousity),
ditekankan
subyek didik
untuk
agar
mengembangkan fitrah
lebih
mampu memahami,
sekelompok
peserta
anak
didik
dalam
menanamkan dan/ atau menumbuhkembangkan ajaran Islam dan nilainilainya, 2) segenap fenomena atau peristiwa perjumpaan antara dua orang
atau
lebih
yang
dampaknya
ialah
tertanamnya dan/
atau
realitas
sejarahnya
mengandung
dua
kemungkinan,
yaitu
mengandung jarak
kesenjangan
dengan
idealitas
Islam.
Omar Mahammad
al
Toumiy mendefinisikan
sumber Islam tersebut pada setiap generasi dalam sejarah ummat Islam dalam
mencapai kebahagian, kebaikan di dunia dan diakhirat.
Dari berbagai pendapat diatas, jelaslah bahwa pendidikan Islam ditujukan
untuk membentuk pribadi yang dapat melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang itu
tercermin dalam ketinggian dan kemulian akhlak.
H. Hubungan Dengan Ilmu Jiwa Islami
Jiwa manusia menjadi discourse penting dalam filsafat, tasawwuf, karena
terkait dengan esensi manusia. Manusia mempunyai dua substansi yaitu substansi
materi (jasad) dan substansi immateri (jiwa). Substansi immateri adalah hakekat
manusia, dan itulah yang menentukan ketinggian dan kesempurnaan derajat
manusia.
Dalam discoouse filsafat
Islam,
pembahasan
tentang
jiwa
sering
kata; al nafs, al qolb dan al ruh. Upaya penyucian jiwa itulah yang disebut
dengan tazkiyat al nafs, yaitu penyucian jiwa dari segala perbuatan- perbuatan
kotor serta menghiasi jiwa dengan perbuatan-perbuatan yang baik (terpuji)
Dalam al Quran nafs yang berarti jiwa disebutkan sebanyak 32 kali
dalam, yang tersebar dalam 30 ayat pada 25 surat. Kata nafs yang berarti jiwa itu
tersebut sebanyak 12 kali dalam bentuk mufrad bukan dalam bentuk idhafah dan 7
kali dalam bentuk idhafah. Penyebutan dalam bentuk jama (anfus) disebut
sebanyak 13 kali.
Nafs dalam al qur,an juga sering disebutkan dlam bentuk kata jadian
yaitu tanafasa, yatanaffasu,
naffasa,
anfus,
nufus.
Dalam
bentuk
jama anfus disebut 158 kali dan dalam bentuk nufus sebanyak 2 kali..Sedangkan
dalam) manusia juga secara substansi dan berfungsi sebagai sebagai penggerak
prilaku manusia.
Ini dapat terlihat dalam surat al Syams ayat 7 dan 8
Ayat ini menegaskan bahwa jiwa sebagai penggerak perilku manusia itu
jika dibersihkan dan disucikan akan beruntung dan berbahagialah orang itu.
Demikian juga jika seseorang mengotori jiwanya maka akan mengalami kerugian.
Kata fa alhamaha terambil dari kata al lahm yaitu menelan sekaligus. Dari
sinilah lahir kata iham. Ilham atau intiusi datang secara tiba-tiba dengan tidak
disertai analisis sebelumnya, bahkan kadangkala tidak terpikirkan sebelumnya.
Kata ilham dipahami sebagai pengetahuan yang diperoleh oleh seseorang dalam
dirinya, tanpa diketahui secara pasti dari mana sumbernya. Ia seperti rasa lapar.
di
akhirat
dengan
mendapatkan
surga
sebagi
tempat
perbuatan
yang
dapat
menampung ketakwaan
dan
kedurhakaan. Sebagai contoh memakan harta, maka dapat menjadi ketakwaan jika
memakan harta sendiri jika diperoleh dengan cara yang halal, namun jug adapt
menjadi
kemaksiatan
jika
memakan
harta
anak
yatim
dengan
cara
disebutkan
sebagai
potensi
dasardan
interaksi
dengan
lingkungannya.
Keputusan yang diambil manusia itulah yang memberikan akibat ia akan
melakukan perbuatan-perbuatan dan menetukannya apakah ia akan mendapatkan
derajat yang tinggi (taqwa) atau ia akan mendapatkan kehinaan dengan
menyimpang dari jalan Allah yang lurus. Berkaitan dengan ini Allah berfirman
dalam surat al Isra ayat 15
Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah, maka sesungguhnya ia
telah berbuat bagi keselamatan dirinya, dan barangsiapa yang sesat, maka
sesungguhnya ia tersesat bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak
dapat memikul dosa orang lain dan Kami tidak mengadzab sebelum Kami
mengutus seorang rasul.
[1] Luis Maruf, Kamus al Munjid, (Beirut: al Maktabah al Katiuliyah, tt) 194
[2] Abu Hamid Muhammad al Ghazali, Ihya Ulum al Din, Jilid III (Beirut: Dar al
Fikr, tt ) 56
[3] Ibn Maskawih, Tahzib al Akhlak wa Tathir al Araf, (Mesir: al Maktabah al
Mishriyah, 1934), 40
[4] Abdul Hamid Yunus, Dairah al Maarif,II (kairo: As-Syab,tt) 436.
[5] Ahmad Amin, Kitab al Akhlak, (Mesir: Dar al Kutub al Mishriyah, Cet.III, tt),
1
[6] Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf (Surabaya: Bina Ilmu,
1995), 67