Anda di halaman 1dari 16

ILMU AKHLAK

A. Pengertian Ilmu Akhlak


Sebelum membahas ilmu, maka penting untuk diketahui apa itu akhlak.
Akhlak berasal dari Bahasa Arab, isim masdar dari kata akhlaqa, yukhliqu,
ikhlaqan yang berarti perangai (sajiyah), al tahabiah ) yang berarti prilaku,tabiat,
watak dasar (Luis Maruf, tt.: 194). Sebenarnya sebagai katamufrad sebagaimana
diatas, kata akhlak yang diambil dari kata masdar dari kata akhlaqa, yukhliqu.
Kata masdar dari kata-kata itu adalahikhlaqan. Berdasarkan hal diatas, maka kata
akhlak

bukanlah isim

masdar,

tapi isim

jamid atau ghairu

musytaq,

yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata.


Kata akhlaq adalah jama dari kata khuluqun. Kata khuluqun inilah yang
dipakai dalam al Quran dan al Hadits. Penggunaan kata khuluqdapat diumpai
dalam dalam al Quran surat al Qalam ayat 41:
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang baik
Ayat al Quran diatas menggunakan akhlak dalam arti budi pekerti/ perangai.
Demikian juga kata khuluq dijumpai dalam al Quran surat al Suara ayat
127. (Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan yang dahulu.
Dalam ayat diatas kata khuluk berarti adalah kebiasan/ adat yang telah
berlangsung sejak lama.
Sedangkan kata khuluq juga digunakan dalam hadith yaitu: Orang
mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang memilik budipekerti
yang paling baik.
Kata akhlak digunanakan dalam hadith yang berbunyi: Bahwasanya aku
diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang mulia.
Dengan demikian kata akhlak dan khuluq sama-sama dapat diartikan
dengan budi pekerti/ perangai, tabiat dan adat kebiasaan yang telah berlangsung
lama.
Sedangkan yang dimaksud ilmu akhlak dalam arti istilah adalah :
1)

menurut al Ghazali (tt. 56) adalah

Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulka berbagai jeni perbuatan
dengan gampang dan mudah, dengan tidak membutuhkan pertimbangan dan
perenungan.
2)

Menurut ibn Maskawih (1934: 40) adalah:


Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan

perbuatan-perbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan


Dengan definisi-definisi diatas, maka akhlak dapat digambarkan sebagai
berikut: pertama, akhlak adalah perbuatan yang tertancap dalam jiwa manusia
secara kuat dan mendalam sehingga telah menjadi watak, karakter dan
keperibadiannya. Sehingga ketika seorang dikatakan mempunyai akhlak tertentu
maka ia akan memperlihatkan sifat dan perangai yang disandangkan kepadanya.
Misalnya Ahmad dikatakan memiliki akhlak rendah hati (tawadlu), maka sifat itu
terpencar dalam semua aktivitas kesehariannya, yaitu rendah hati kepada siapapun
yang dihadapanya dalam dalam semua kondisi dan situasi. Demikian juga ketika
si fulan dinyatakan sebagai seorang yang mempunyai akhlak, perangai dan sifat
sombong, maka ia akan selalu menampilkan sifat dan perangai itu ke semua orang
dalam setiap kesempatan.
Kedua, akhlak sesorang bersifat mudah untuk dikerjakan. Ciri ini
menggambarkan bahwa seorang yang memiliki akhlak tertentu maka ia dengan
mudah melakukannya tanpa dipaksa dan disuruh sekalipun, karena pekerjaan itu
telah menjadi kebiasaan sehari-hari. Misalnya ketika seorang disebut memiliki
akhlak atau sifat dermawan, maka ia akan dapat melakukan aktivitas
kedermawananya dengan mudah tanpa kesulitan karena ia telah terbiasa
melakukukanya, seperti kita ia melihat orang yang sedang kesusahan dan
keterhimpitan, atau ketika ia masuk ke masjid, maka dengan mudah ia akan
menyisihkan sebagia hartanya untuk dibelanjakan di jalan Allah atau untuk
meringankan penderitaan yang sedang dialami orang lain.
Ketiga, adalah bahwa akhlak adalah sifat, perangai yang ketika akan
melaksanakannya tidak memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Ini dapat
dimaknai bahwa seserang yang mempunyai akhlak tertentu, akan dapat
melaksanakan tabiat, sifat secara otomatis, tanpa melalui pertimbangan panjang

dan berbelit-belit. Bukan berarti tidak melalui kontrol akal pikiran/ kontrol
kesadaran untuk melakukanya, dengan otomatis (kalau tidak dikatakan refleks) ia
dapat melakukan prilaku tersebut.
Sedangkan difinisi ilmu akhlak dapat dikemukan di sini adalah: Ilmu yang
mempelajari keutamaan-keutamaan dan cara melaksanakan / mencapainya dan
kekejian-kekejian dan cara untuk mengosongkan jiwa darinya (Yunus: 436)
Dengan demikian yang dimaksud dengan Ilmu Akhlak adalah ilmu yang
mempelajari sifat/ perbuatan/ amalan/ prilaku yang menghasilkan keutamaan dan
kemuliaan serta cara-cara yang harus ditempuh untuk mencapainya, disamping
itu, ia juga mempelajari sifat/ perbuatan/amalan / prilaku yang mengakibatkan
kehinaan dan kerendahan.
Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa, ketinggian dan keluhuran
akhlak sangat menentukan derajat manusia baik dihadapan Allah maupun di
hadapan sesama manusia. Karena akhlak dapat menjadikan sesorang dapat
melaksanakan kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawab sebagai
seorang Muslim.
B. Obyek Kajian Ilmu Akhlak
Kajian Ilmu Akhlak meliputi semua prilaku, sifat dan perbuatan manusia
dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan prilaku manusia, maka Ilmu
Akhlak memberikan pembelajaran bagaimana manusia berperilaku dan bertindak,
sehingga ia dapat memperoleh prilaku dan tindakan yang sesuai dengan aturan
Allah. Sedangkan berkaitan dengan sifat dan karekater, Ilmu Akhlak memberikan
pembelajaran bagaimana menjadikan sifat dan karakter tersebut tertanam dengan
kuat di jiwa seseorang. Proses pembentukan dan penanaman karakter itu dapat
melalui pembiasaan, latihan dan keteladanan.
Secara garis besar akhlak dibagi menjadi tiga bagian:
1. Akhlak yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah.
2. Akhlak yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia yang
lain.

3. Akhlak yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan hewan, tumbuhtumbuhan dan lingkungan sekitar.
Pembahasan dan penjelasan mengenai perbuatan, prilaku, sifat dan
karakter yang harus dimiliki dan atau dihindari dinukilkan/ disarikan dari ajaranajaran al Quran dan al Hadith Rasulullah SAW.
Secara keseluruhan, sebagian besar ajaran-ajaran al Quran dan al Hadith
mengajarkan akhlak, yaitu bagaimana seseorang berhubungan dengan Tuhannya,
sesama manusia, hewan dan lingkungan sekitar.
Dengan demikian, pembahasan dalam ilmu Akhlak sebenarnya sangat
luas, mengingat cakupannya yang meliputi semua gerak gerik, prilaku dan
perbuatan manusai dalam hubungannya dengan seluruh pihak-pihak diluar dirinya
yang didasarkan kepada ajaran-ajaran al Quran dan al Hadith.
Hubungan manusia dengan Allah-- sebagai Tuhannya-- maka dapat
di break down sebagai berikut:
Pertama, Keyakinan yang benar kepada Allah. Keyakinan kepada Allah
adalah ajaran-ajaran di Ilmu Akhlak yang berkaitan dengan bagaimana seorang
mempunyai keyakinan- kepercayaan yang benar sesuai dengan ajaran-ajaran al
Quran dan al Hadith. Diantara ajaran-ajaran tersebut diatas adalah:
a. Anjuran hanya bertuhan kepada Allah (tauhid) dan larangan keyakinan
mempersekutukan Allah (syirik). Keyikinan akan ke-Esa-an Allah adalah
keyakinan yang paling utama dalam ajaran Islam, sehingga ini mendapat
penekanan yang sangat kuat dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut.
Keyakinan inilah yang membedakan Islamsebagai agama tauhid
(monotheisme)-- dengan agama di luar Islam.
b. Anjuran dan ajaran tentang untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang
mengarah kepada murtad, yang mengakibatkan seorang Muslim keluar
dari agamanya, seperti meragukan kebenaran adanya Allah, meragukan
kebenaran risalah Rasulullah Saw, meragukan adanya Hari Kiamat,
meragukan kebenaran al Quran dan lain-lain. Termasuk keyakinan yang
mendustakan kebenaran syariat sholat, puasa, zakat dan haji.

c. Beribadah kepada Allah, yang terdiri dari ibadah yang telah diatur tata
cara pelaksanaannya (mahdah), dan ibadah yang berkaitan kedudukan
manisia sebagai khalifah Allah (ghair mahdah).
Kedua, Beribadah dan mengabdi kepada Alah dalam semua aktivitgas
kehidupanya.
Ketiga, Keyakinan bahwa Allah mempunyai sifat yang baik ( dalam al
Asmaul Husna)
C. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Telah disebutkan dalam pembahasan terdahulu, bahwa akhlak merupakan
salah satu indikator ketinggian derajat seseorang baik dalam penilaian Allah dan
penilaian manusia, karena dengan menggunakan Akhlak maka seseorang akan
menjaga diri untuk selalu dalam hubungan yang baik kepada Allah dan sesama
makhluknya. Di sinilah secara garis besar manfaat seseorang memiliki akhlak
yang mulia.
Sebelum dijelaskan manfaat mempelejari ilmu akhlak, maka terlebih
dahulu perlu dijelaskan tujuan ilmu akhlak yang menurut Ahmad Amin (, tt: 1)
adalah sebagai berikut:
Tujuan mempelajari Ilmu Akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat
menetapkan sebagian perbuatan yang baik dan sebagian perbuatan lainnya yang
buruk. Bersikap adil merupakan sifat yang baik, sedangkan berbuat dzalim
termasuk perbuatan yang buruk, membayar utang kepada pemiliknya termasuk
sikap yang baik dan mengingkari perbuatan termasuk sikap yang buruk.
Senada dengan Ahmad Amin, Mustafa Zahri menyatakan tujuan
pemberlajaran Akhlak adalah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran
hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci, bersih, bening seperti cermin (
Zahri, 1995: 67)
Berdasarkan rumusan tujuan pembelajaran akhlak sebagaimana di atas
maka dapat dikemukana manfaat dalam mempelajarai ilmu Akhlak
1.

SesEorang dapat membedakan hal/prilaku dan perbuatan yang baik dan


dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana yang ditentukan dalam sumber

Ilmu Akhlak adalah al Quran dan al Hadits. Seluruh ajaran baik yang
dianjurkan maupun dilarang untuk dikerjakan, banyak diambil dari kedua
sumber ajaran Islam tersebut. Dalam pembahasan-pembahasan tentang
akhlak selalu dijelaskan perbuatan/ prilaku yang diperintahkan dan mana
perbuatan yang dilarang. Dengan demikian ilmu akhlak dapat menjadi
pegangan dan pedoman sehingga seorang dapat memilah dan memilih
perbuatan-perbuatannya

dengan

akibat/

konsekwensi

yang

ditimbulkannya. Dengan anggapan yang demikian, seseorang yang


mempelajari Ilmu Akhlak, dapat menuntunnya kearah berbuatan/ sifat dan
karakter yang sesuai dengan ajaran Allah, serta menghindar dari laranganlarangan Allah
2.

Selalu dalam posisi dekat dengan Allah dan sesama manusia,.


Manfaat lain dari pembelajaran ilmu Akhlak adalah memberikan
pengetahuan, pemahaman dan pengalaman untuk mencapai kedekatan
dengan Allah. Upaya pendekatan diri seorang hamba dengan sang Pencipta
dilakukan

melalui

pengamalan

dengan istiqamah melaksanakan

ajaran-ajaran

serangkaian

amal

Akhlak
sholeh

sebagai wasilah menuju Allah. Wasilah itu dapat berupa sholat lima waktu,
sholat sunat (tahajjud, dhuha, witir dan lain-lain), dzikir, puasa wajib dan
sunnat, zakat, shadaqah, haji, umrah dan semua amalan yang dapat
mendekatkan seorang hamba kepada Allah. Dengan menjalankan semua
bentuk peribadatan itu seorang akan merasakan nikmat dan anugerah dari
Allah, yang pada level tertinggi, yaitu merasa dekat kepada Allah, yang
pada akhirnya mencapai tingkatan mahabbah dan marifat kepada Allah
3.

Memperkuat dan memperbaiki hidup dan ibadahnya.


Seseorang yang memiliki akhlak yang baik/ mulia, maka ia akan
mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam menjalani kehidupannya. Ini
dapat dilakukan karena ia dapat menjadi teman dan sehabat bagi siapa saja
melalui kelembutan dan ketinggian kepribadian yang ia miliki. Demikian
juga ketika ia dapat menghiasi dengan akhlak yang mulia maka ia dapat
meningkatkan kualitas ibadah, karena pada hakikatnya akhlak dapat

membawa kekhusukan, keikhlasan dan kepasrahan, tawadlu, berbaik


sangka dan ketergantungan hanya kepada Allah. Semua sikap dan
pola pikir diatas akan memberikan makna yang mendalam pada jiwa
seseorang sehingga akan mengikatkan kualitas Ibadahnya juga meningkat
lebih baik.
4.

Menjadi manusia yang sempurna (insan kamil)


Ketika seorang Muslim selalu berusaha untuk menghiasi diri dengan
akhlak- akhlak yang terpuji ( al akhlak al mahmudah) dan mengosongkan
diri dengan akhlak yang tercela (al akhlak al madzmumah), maka ia akan
mencapai tingkatan tajalli, yaitu terpencarnya cahaya Ilahi sehingga ia
akan menjadi manusia yang sempurna (insan kamil). Derajat insan kamil
hanya akan dicapai oleh pribadi-pribadi agung yang dapat menampilkan
keluhuran dan kemulian akhlak dalam semua segi kehidupannya seperti
yang dicapai oleh Rasulullah Muhammad SAW.

D. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Lainnya


Sebagai sebuah disiplin, Ilmu Akhlak tidak dapat dipisahkan dengan ilmuilmu lainnya, karena ilmu Akhlak bersumber dari al Quran dan al Hadith, yang
mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam prakteknya Ilmu Akhlak
meliputi ranah pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan. Dengan demikian
ketika seorang Muslim ingin memahami dan mengamalkan Ilmu Akhlak maka ia
juga harus mengetahui, memahami ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya yaitu
ilmu Tauhid (Aqaid), Ibadah (Fiqh), Ilmu Pendidikan, Ilmu Jiwa (Psikologi) dan
lain-lain.
E. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhiddisebut juga Ilmu Aqaid adalah ilmu yang mempelajari
kepercayaan dan keyakinan kepada Allah dan segala sesuatu yang di break
down dari keyakinan kepada Allah tersebut (keyakinan terhadap malaikat, para
rasul, kitab-kitab Allah, Hari Kiamat, qada danqadr).

Ilmu

Tauhid

dapat

juga

disebutkan

sebagai

suatu

ilmu

yang

membahas tentang cara-cara mengesakan Allah, sebagai salah satu sifat yang
terpenting diantara sifat-sifat Allah lainnya (Nasution, 1972: viii)
Sebagai sebuah ilmu, Ilmu Tauhid memberikan pengetahuan pemahaman
tentang bagaimana seorang mempunyai kepercayaan dan keyakinan yang benar
terhadap

Allah,

para

malaikat,

para

rasul,

kitab-kitab

Allah,

Hari

Kiyamat, qada dan qadar dari Allah), yang selanjutnya disebut dengan rukun
iman.
Keimanan dan keyakinan kepada rukun iman diatas, akan melahirkan
akhlak yang baik/ terpuji/ mulia. Keyakinan bahwa Allah itu Maha Ada dan Maha
Mengetahui, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Dekat, akan melahirkan
suatu kesadaran kepada seseorang bahwa ia selalu diawasi dan dilihat, dipantau,
oleh Dzat yang Maha Agung. Kesadaran itu akan membuat ia selalu merasa
berada dalam pengawasan Allah. Ketika seseorang merasa bahwa ia diawasi dan
dilihat Allah maka ia akan selalu waspada dan berhati-hati agar setiap prilaku dan
perbuatannya selalu disenangi, diridhai
Allah dengan selalu berada dalam aturan/ ketentuan Allah. Dengan demikian akan
melahirkan sifat/ prilaku dan perbuatan yang sesuai dengan perintah Allah dan
ditujukan untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Keadaan ini akan melahirkan
akhlak yang mulia dan luhur yaitu selalu berada dalam kerangka ibadah dalam
semua aktivitas kehidupannya untuk menuju keridhaanNya.
Demikian juga, keyakinan kepada Malaikat Allah, suatu keyakinan bahwa
terdapat makhluk Allah sejenis malaikat yang bertugas mencatat amal perbuatan
manusia, akan memberikan kesadaran bahwa segala tindak-tanduk kita akan
dicatat oleh malaikat tersebut dan diminta pertanggung jawaban atasnya. Sama
halnya dengan keyakinan diatas, adalah bahwa terdapat malaikat-malaikat yang
bertugas di neraka dan di surga, memberikan kesadaran bahwa semua amal
perbuatan seseorang akan dibalas dan mendapatkan tempat yang sesuai dengan
amalnya tersebut. Perasaan dan keyinan ini juga akan melahirkan akhlak yang
mulia.

F. Hubungan Antara Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Fiqh


Ilmu

Fiqh

adalah

ilmu

yang

mempelajari

ketentuan-ketentuan

dalam beribadah kepada Allah SWT. Dengan demikian ilmu Fiqh berisi uraianuraian yang berkaitan dengan materi-materi ibadah, mulai darithaharah (bersuci)
sholat, puasa, zakat, haji, muamalah dan lain-lain.
Ilmu Fiqh berisi ketentuan-ketentuan dan aturan legal formal dalam
perspektif agama Islam menurut pandangan dan perspektif para Imam madzhad
dan fuqaha. Dengan demikian Ilmu Fiqh berisi ketentuan-ketentuan hukum; syah,
wajib, sunnat, makruh, haram dan lain-lain yang berbau legal formal.
Ketika seorang melaksanakan ibadah maka ia akan terikat dengan
ketentuan diatas, misalnya ketika ia sholat, maka terdapat perbuatan dan perkataan
yang mempunyai ketentuan-ketentuan hukum sebagai mana disebutkan di atas.
Sementara ketika ia sholat, maka seseorang diharuskanatau paling
tidak-- dianjurkan melakukukan sholatnya dengan khusyu, tawadlu, tadharru,
khauf dan raja, yang semua itu hanya dapat dipahami dan didalami dalam Ilmu
Akhlak.
Dengan

demikian

Ilmu

Fiqh

mengajarkan

bagaimana

seorang

melaksanakan ibadah dengan benar sesuai dengan ketentuan-ketentuan legal


formal hukum Islam, sedangkan Ilmu Akhlak mengajarkan bagaimana seorang
melakukan sholat dengan hati yang terpusat kepada Allah, hati merendah kepada
Allah dan hati yang pasrah, mengharap dan takut dan penyesalan atas dosa yang
pernah dilakukan.
Dengan kata lain Ilmu Fiqh mengajarkan ibadah dari sisi yang tampak
(eksoterisme), sedangkan Ilmu Akhlak mengajarkan ibadah dari sisi yang tak
tampak (esoterisme). Jikalau ibadah diumpamakan sebagai sosok manusia maka
Ilmu Fiqh adalah sebagai jasad/ tubuh orang tersebut, sedangkan Ilmu Akhlak
sebagai ruh/ jiwa orang tersebut. Jelaslah bahwa keduanya saling berhubungan
erat mengingat tidak mungkin seorang disebut manusia dengan jasad saja atau
dengan roh saja.

G. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Pendidikan


Ilmu pendidikan adalah ilmu yang mempelajari serangkaian proses dalam
mentransfer ilmu pengetahuan, kecakapan dan keahlian dari pendidik kepada
peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Dalam perspektif Islam, Ahmadi mendefinisikan Pendidikan Islam sebagai
usaha

yang

lebih

khusus

keberagamaan (religiousity),

ditekankan

subyek didik

untuk
agar

mengembangkan fitrah

lebih

mampu memahami,

menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.(Ahmadi: 2005: 29)


Sedangkan Dr. Muhaimin, MA, menjelaskan bahwa pendidikan Islam
meliputi tiga pengertian, yaitu:
1. Pendidikan Islam adalah pendidikan menurut Islam atau pendidikan
Islami, yaitu pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran
dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu
al Qur,an dan al Sunnah. Dalam pengertian ini, dapat bewujud pemikiran
dan teori pendidikan yang berdasarkan sumber- sumber dasar Islam.
2. Pendidikan Islam adalah pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama
Islam, yaitu upaya mendidikkan agama Islam atau ajaran- dan nilainilainya, agar menjadi way of life (pandangan hidup) dan sikap hidup
seseorang. Dalam pengertian ini pendidikan Islam dapat berwujud: 1)
segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk
membantu seorang atau

sekelompok

peserta

anak

didik

dalam

menanamkan dan/ atau menumbuhkembangkan ajaran Islam dan nilainilainya, 2) segenap fenomena atau peristiwa perjumpaan antara dua orang
atau

lebih

yang

dampaknya

ialah

tertanamnya dan/

atau

tumbuhkembangknya ajaran Islam dan nilai-nilainya pada salah satu atau


beberapa pihak.
3. Pendidikan Islam adalah pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktek
penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam
realitas sejarah ummat Islam. Dalam pengertian ini, pendidikan Islam
dalam

realitas

sejarahnya

mengandung

dua

kemungkinan,

yaitu

pendidikan Islam tersebut benar-benar dengan idealitas Isalm dan/ atau


mungkin

mengandung jarak

kesenjangan

dengan

idealitas

Islam.

(Muhaemin, 2003: 23-24)


Dr. Ahamd Tafsir mendefinisiskan pendidikan Islam sebagai bimbingan
yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan
ajaran Islam. Atau dengan kata yang lebih singkat pendidikan Islam adalah
bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi Muslim yang utuh (Tafsir: 2006:
32)
Dengan definisi diatas, Ahamd Tafsir menekankan kepada sifat dari
aktivitas pendidikan Islam, yaitu suatu upaya yang tidak hanya ditekankan kepada
aspek pengajaran (trasfer ilmu pengetahuan), tapi berupa arahan, bimbingan,
pemberian petunjuk dan pelatihan menuju terbentuk pribadi Muslim yang
seutuhnya yaitu pribadi yang memiliki sifat, prilaku yang terpuji/ mulia di sisi
Allah dan di sisi manusia.
Selanjutnaya Dr. Abdul Mudjib menyatakan bahwa pendidikan Islam
adalah proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik
melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan
pengembangan potensinya guna mencapai keselarasan dan kesempuranaan hidup
di dunia dan akhirat (Mujib, 2006: 27)
Sedangkan

Omar Mahammad

al

Toumiy mendefinisikan

pendidikan dengan: proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan


pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu
aktivitas azasi dan sebagai profesi profesi asasi dalam masyarakat.
Defiisi diatas lebih menekankan pada upaya mengubah tingkah laku yang
buruk kepada perilaku yang baik dalam hubungan anak didik dengan sesama
manusia, alam sekitar dan masyarakatnya dengan melalui proses pembelajaran
yang dilakukan secara professional.
Selanjutnya, dapat ditegaskan bahwa pendidikan Islam adalah proses
pembentukan individu untuk mengembangkan fitrah keagamaannya, yang secara
konseptual dipahami, dianalisis serta dikembangkan dari ajaran al Quran dan al
Sunnah melalui proses pembudayaan dan pewarisan dan pengembangan kedua

sumber Islam tersebut pada setiap generasi dalam sejarah ummat Islam dalam
mencapai kebahagian, kebaikan di dunia dan diakhirat.
Dari berbagai pendapat diatas, jelaslah bahwa pendidikan Islam ditujukan
untuk membentuk pribadi yang dapat melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang itu
tercermin dalam ketinggian dan kemulian akhlak.
H. Hubungan Dengan Ilmu Jiwa Islami
Jiwa manusia menjadi discourse penting dalam filsafat, tasawwuf, karena
terkait dengan esensi manusia. Manusia mempunyai dua substansi yaitu substansi
materi (jasad) dan substansi immateri (jiwa). Substansi immateri adalah hakekat
manusia, dan itulah yang menentukan ketinggian dan kesempurnaan derajat
manusia.
Dalam discoouse filsafat

Islam,

pembahasan

tentang

jiwa

sering

mengedapankan daya berpikir sebagai alat untuk mencapai kesempurnaan


intelektual, yaitu melalui hubungan dengan al aqal al faal(Akal Aktif) yang
merupakan sumber pengetahuan tertinggi. Sedangkan dalam tasawwuf, upaya
mencapai tingkat kesempurnaan tertingi dengan menggunakan al dzauq.
Kajian tentang jiwa dalam bidang tasawwuf ( Ilmu Akhlak) lebih
ditekankan pada bagaimana

menyucikan jiwa yang dibahasakan dalam kata-

kata; al nafs, al qolb dan al ruh. Upaya penyucian jiwa itulah yang disebut
dengan tazkiyat al nafs, yaitu penyucian jiwa dari segala perbuatan- perbuatan
kotor serta menghiasi jiwa dengan perbuatan-perbuatan yang baik (terpuji)
Dalam al Quran nafs yang berarti jiwa disebutkan sebanyak 32 kali
dalam, yang tersebar dalam 30 ayat pada 25 surat. Kata nafs yang berarti jiwa itu
tersebut sebanyak 12 kali dalam bentuk mufrad bukan dalam bentuk idhafah dan 7
kali dalam bentuk idhafah. Penyebutan dalam bentuk jama (anfus) disebut
sebanyak 13 kali.
Nafs dalam al qur,an juga sering disebutkan dlam bentuk kata jadian
yaitu tanafasa, yatanaffasu,

naffasa,

anfus,

nufus.

Dalam

bentuk

jama anfus disebut 158 kali dan dalam bentuk nufus sebanyak 2 kali..Sedangkan

kata-kata tanafasa, yanafasu, mutanaffisun masing- masing disebut sekali dalam al


quran. Dalam surat al Anbiya ayat 35:
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian. Kami akan menguiji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan
hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.
Dalam ayat diatas nafs berarti jiwa dengan menjelaskan bahwa tiap-tiap
jiwa akan mengalami kematian dan kematian adalah berarti berpisahnya jiwa
dari badannya.
Nafs dalam arti jiwa dapat disebutkan sebagai berikut
a. Nafs sebagai aspek kejiwaan dari manusia.
Dalam surat al Imron 185, jiwa merupakan esensi dari manusia. Jiwa
adalah sesuatu yang terdapat dalam badan dan dapat berpisah dengannya. Jiwa
adalah roh yang telah memperibadi setelah masuk ke dalam tubuh yang akan
menjadi manusia.
Nafs dalam al Quran dapat diartikan sebagai kejiwaan (sisi dalam)
manusia, yang menghasilkan prilaku. Ini dapat terlihat dalam surat al Rad ayat
11dan al Anfal ayat 53.
b.

Nafs sebagai pengerak prilaku manusia.


Al Quran menegaskan bahwa Nafs selain berarti aspek kejiwaan ( diri

dalam) manusia juga secara substansi dan berfungsi sebagai sebagai penggerak
prilaku manusia.
Ini dapat terlihat dalam surat al Syams ayat 7 dan 8
Ayat ini menegaskan bahwa jiwa sebagai penggerak perilku manusia itu
jika dibersihkan dan disucikan akan beruntung dan berbahagialah orang itu.
Demikian juga jika seseorang mengotori jiwanya maka akan mengalami kerugian.
Kata fa alhamaha terambil dari kata al lahm yaitu menelan sekaligus. Dari
sinilah lahir kata iham. Ilham atau intiusi datang secara tiba-tiba dengan tidak
disertai analisis sebelumnya, bahkan kadangkala tidak terpikirkan sebelumnya.
Kata ilham dipahami sebagai pengetahuan yang diperoleh oleh seseorang dalam
dirinya, tanpa diketahui secara pasti dari mana sumbernya. Ia seperti rasa lapar.

Ilham berbeda dengan wahyu, karena wahyu walaupun termasuk dalam


pengetahuan yang diperoleh namun diyakini bersumber dari Allah swt.[13]
Senada dengan hal itu adalah penjelasan pada surat al Naziat ayat 40 dan
41 yang menjelaskan bahwa seseorang mengakui akan luasnya kekuaasaan Allah
lalu merasa takut akan keagungan-Nya dan menjaga al nafs dari dorongan
syahwat atau hawa nafsuyaitu kecendrungan kepada syahwat-- akan mencapai
kebahagiaan

di

akhirat

dengan

mendapatkan

surga

sebagi

tempat

tinggalnya. [14]Menuruti doronganhawa itu merupakan tingkah laku hewan


yang yang dengannya akan menurunkan derajatnya sebagai manusia.[15]
Thabathabaie sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan mengilhami jiwa adalah
penyampaian Allah kepada manusia tentang sifat perbuatan apakah ia termasuk
ketakwaan atau kedurhakaan, setelah memepejelas perbuatan dimaksud dari sisi
substansinya sebagai

perbuatan

yang

dapat

menampung ketakwaan

dan

kedurhakaan. Sebagai contoh memakan harta, maka dapat menjadi ketakwaan jika
memakan harta sendiri jika diperoleh dengan cara yang halal, namun jug adapt
menjadi

kemaksiatan

jika

memakan

harta

anak

yatim

dengan

cara

yang bathil Demikian juga pelampiasan dororngan seksual dapt menjadi


kedurhakaan jika tidak didahului dengan perkawinan yang sah, dan sebaliknya
akan menajdi ketakwaan juwa didahului denngan pernikahan yang sah.[16]
Dengan demikian jelaslah bahwa kualitas nafs berpengaruh terhadap
kemuliaan dan kebahagian seseorang. Jika kualitas nafs maka baiklah perbuatan
seseorang dan jika kualitas nafs itu buruk maka akan menghasilkan perbuatan
yang buruk juga. Dalam perkataan lain ketika kualitas nafs dikembangkan dengan
melalui penanaman, pembiasaan, pembudayaan nilai-nilai yang terpuji akan
melahirkan perbuatan, sikap, prilaku yang baik yang sesuai dengan ketentuan
Allah dan Rasul-Nya.
Nafs merupakan substansi yang membedakan antara manusia dengan
makhluk yang lainnya yang dengannya manusia dapat berpikir, merasa dan
merenung. Dengan daya pikirnya itulah manusia dapat mengambil keputusan-

keputusan dalam menghadapi segala persoalan hidupnya, sehingga ia dapat


memilih jalan dan sarana yang harus ditempuhnya.
Dalam upaya memilih dan menetapkan keputusannya itu manusia
dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan faktor internal. Termasuk dalam hal ini
adalah bagaimana manusia mengendalikan dan memberdayakan fitrah yang ia
milikiyang

disebutkan

sebagai

potensi

dasardan

interaksi

dengan

lingkungannya.
Keputusan yang diambil manusia itulah yang memberikan akibat ia akan
melakukan perbuatan-perbuatan dan menetukannya apakah ia akan mendapatkan
derajat yang tinggi (taqwa) atau ia akan mendapatkan kehinaan dengan
menyimpang dari jalan Allah yang lurus. Berkaitan dengan ini Allah berfirman
dalam surat al Isra ayat 15
Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah, maka sesungguhnya ia
telah berbuat bagi keselamatan dirinya, dan barangsiapa yang sesat, maka
sesungguhnya ia tersesat bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak
dapat memikul dosa orang lain dan Kami tidak mengadzab sebelum Kami
mengutus seorang rasul.

[1] Luis Maruf, Kamus al Munjid, (Beirut: al Maktabah al Katiuliyah, tt) 194
[2] Abu Hamid Muhammad al Ghazali, Ihya Ulum al Din, Jilid III (Beirut: Dar al
Fikr, tt ) 56
[3] Ibn Maskawih, Tahzib al Akhlak wa Tathir al Araf, (Mesir: al Maktabah al
Mishriyah, 1934), 40
[4] Abdul Hamid Yunus, Dairah al Maarif,II (kairo: As-Syab,tt) 436.
[5] Ahmad Amin, Kitab al Akhlak, (Mesir: Dar al Kutub al Mishriyah, Cet.III, tt),
1
[6] Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf (Surabaya: Bina Ilmu,
1995), 67

[7] Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah: Analisa Perbandingan.


Jakarta: Unuiversitas 1972), viii
[8] Ahmadi, Ideologi Pendidikan Islam, ( Yogyakarta;Pustaka Pelajar, Cet.
I,2005), hal.29
[9] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, ( Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003), hal. 23-24.
[10] Aahamad tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung : PT
Remaja Rosda Karya Cetakan ke IV, 2006, 32.
[11] Abdul Mudjib dan Jususf Mudzakiir, Ilmu Pendidikan Islam,, Jakarta:
Kencana Pranada Media, Cetakan I, 2006, 27
[12] Departemen Agama RI, al Quran dan Terjemahannya, hal. 499
[13] M.Quraish Shihab, Tafsir sl Mishbah, Vol. 15, hal 298
[14] Muhammad Abdul, Tafsir Juz Amma . terj. Muhammad Bagir, (Bandung:
Mizan, cet. VI, 2201) hal.27,
[15] Ahmad Musthafa al Maraghi, Tafsri al Maraghi, ( Beirut: Dar al Ihya al
Turath al Arabiyah, 1985 vol. X, juz xxx, hal 168
[16] M.Quraish Shihab, Tafsir al Mishbah, Vol. 15, hal 298

Anda mungkin juga menyukai