Anda di halaman 1dari 10

REKONSTRUKSI “ISLAM TEH SUNDA, SUNDA TEH ISLAM”

Abdurrahman MBP
Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor
Email: ambp1979@yahoo.com

Abstract
This paper describes the background of the “Islam teh Sunda dan Sunda teh Islam”
means that “Islam is the same as the Sunda and Sunda that is Islam”, the term, was
introduced by Haji Endang Saefudin Ansari. To know the term, the authors will focus
on the discussion of the history of the emergence of the term “Islam teh Sunda dan
Sunda teh Islam”, the development of the term “Islam teh Sunda dan Sunda teh
Islam”, and the reconstruction of the term “Islam teh Sunda dan Sunda teh Islam”.
The findings were obtained by the author of the term “Islam teh Sunda dan Sunda
teh Islam”, namely: (1) the term “Islam teh Sunda dan Sunda teh Islam” is the reality
of the Sundanese people who have accepted Islam because in harmony with the
values of their kesundaan; (2) alignment of the Sunda and Islam looks of their belief in
the existence of God the Creator and Owner of Nature (monotheism) as well as the
behavior and ethics of Sunda in harmony with the manners and morals of Islam; and
(3) Reconstruction of the term “Islam teh Sunda dan Sunda teh Islam” carried out by
the foundation reaffirm tawhidullâh (belief in one Allah), build supporting pillars in
the form of refund Hanif nature of mankind and formulate the roof as an umbrella
that is fiqhiyyah rules especially rule “al-‘âdah al-muhakkamah”.

Abstrak
Tulisan ini menjelaskan latar belakang munculnya istilah “Islam teh Sunda dan Sunda
teh Islam” artinya bahwa “Islam itu sama dengan Sunda dan Sunda itu ya Islam”,
istilah tersebut, mulai diperkenalkan oleh Haji Endang Saefudin Anshari. Untuk
mengetahui istilah tersebut, penulis akan memfokuskan kepada pembahasan sejarah
munculnya istilah “Islam teh Sunda dan Sunda teh Islam”, perkembangan istilah
“Islam teh Sunda dan Sunda teh Islam”, dan rekonstruksi istilah “Islam teh Sunda dan
Sunda teh Islam”. Hasil penemuan yang diperoleh oleh penulis dari istilah “Islam teh
Sunda dan Sunda teh Islam” yaitu: (1) istilah “Islam teh Sunda, Sunda teh Islam”
adalah realitas masyarakat sunda yang telah menerima Islam karena selaras dengan
nilai-nilai kesundaan yang mereka miliki; (2) keselarasan antara sunda dan Islam
tampak dari kepercayaan mereka terhadap adanya satu Tuhan Pencipta dan Pemilik
Alam (monoteisme) serta perilaku dan etika sunda yang selaras dengan adab dan
akhlak dalam Islam; dan (3) Rekonstruksi istilah “Islam teh Sunda, Sunda teh Islam”
dilakukan dengan menguatkan kembali pondasi tawhidullâh (keyakinan adanya satu
Tuhan yaitu Allah SWT), membangun tiang-tiang penopang berupa mengembalikan
fitrah hanif umat manusia dan merumuskan atap sebagai payung yaitu kaidah-kaidah
fiqhiyyah khususnya kaidah “al-‘âdah al-muhakkamah”.

Kata Kunci:
Islam teh Sunda dan Sunda teh Islam, masyarakat sunda, ‘urf

A. Pendahuluan luruh umat manusia. Allah SWT berfirman:


Islam adalah rahmat bagi seluruh alam, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melain-
kehadirannya membawa kedamaian bagi se- kan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
20 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 1, April 2015

alam”.1 Imâm Ibn Katsir menafsirkan bahwa- asli ini hingga diyakini sebagai bagian tidak
sannya Allah SWT berfirman kepada kita bah- terpisahkan dari keyakinan asli sunda (Jati
wa Dia telah menciptakan Muhammad SAW Sunda). Komunitas Baduy di Banten selatan
sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan masih meyakini bahwa Batara Tunggal telah
lil ‘âlamîn), artinya, Dia mengirimnya sebagai menurunkan beberapa batara yaitu Batara
rahmat untuk semua orang.2 Kehadiran Nabi Cikal, Batara Patanjala, Batara Wisawara, Ba-
Muhammad SAW dan risalah yang dibawa- tara Wisnu, Batara Brahma, Batara Hyang
nya (Islam) akan membawa rahmat (keda- Niskala dan Batara Mahadewa.6 Berdasarkan
maian) bagi seluruh umat manusia dari ber- nama-nama batara tersebut tampak sekali
bagai suku bangsa di dunia ini. bahwa sebagiannya adalah nama dewa dari
Ketika Islam masuk ke Tatar Sunda, ia agama Hindu yang berasal dari India.
dihadapkan pada kepercayaan yang telah Selanjutnya ketika Islam masuk ke Tatar
ada sebelumnya. Kepercayaan yang diwarisi Sunda, kepercayaan akan adanya Nu Kawasa
secara turun-temurun dan dipengaruhi oleh (al-Qadîr) kembali mendapatkan posisinya
berbagai kepercayaan yang datang setelah- kembali. Jika pada masa Hindu dan Budha
nya yaitu agama Hindu dan Budha.3 Keper- masyarakat Sunda “dipaksa” untuk meyakini
cayaan asli di Tatar Sunda menurut beberapa begitu banyak dewa impor yang berasal dari
ahli adalah Jati Sunda atau Sunda Wiwitan. India, maka ketika Islam datang, keyakinan
Makna wiwitan yaitu mula pertama, asal, adanya Sang Penguasa Alam Raya kembali
pokok atau jati sedangkan “Sunda” ber- muncul dan bertemu pada satu titik yaitu
makna cahaya cemerlang yang putih dan penyembahan terhadap satu Tuhan (mono-
bersih.4 Sehingga dikatakan kepercayaan teisme). Kehadiran Islam dengan konsep
Sunda Wiwitan adalah kepercayaan masyara- tawhidullâh (Keesaan Allah) disambut de-
kat sunda yang pertama (asli).5 ngan suka cita oleh seluruh masyarkat sunda
Setelah kehadiran Hindu dan Budha, sehingga mereka menganggap Islam adalah
agama asli sunda mengalami perubahan de- fitrah sunda yang selama ini dijajah oleh
ngan masuknya pengaruh kedua agama ter- agama-agama politeisme.
sebut. Salah satu pengaruh yang ada adalah Pada bidang perilaku sehari-hari, masya-
penyebutan Batara Tunggal sebagai Dzat rakat Sunda yang telah dipandu selama ber-
yang diyakini sebagai penguasa alam raya abad-abad dengan tradisi karuhun yang adi-
yaitu Nu Ngersakeun. Dewa-dewa dalam luhung, kemudian ditemukan dengan Islam
agama Hindu-pun masuk ke dalam keyakinan yang sangat mengutamakan keluhuran akh-
lak (budi pekerti). Ketika Nabi Muhammad
SAW bersabda: “Sesungguhnya aku diutus
1
QS. al-Anbiyâ’: 107. untuk menyempurnakan akhlak-akhlak mu-
2
Abû al-Fidâ’ Ismâ‘il bin Katsîr, Tafsir al-Qur’ân
al-‘Adzîm (Kuwait: Jam‘iyyah Ihya’ al-Turats al-Islamî.
lia”.7 Oleh karena itu, masyarakat sunda
2001), jilid ke-3, hlm. 1876. mengejawantahkannya dengan istilah silih
3
Nina Herlina Lubis, Sejarah Tatar Sunda asah, silih asih, dan silih asuh serta ulah nga-
(Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. liarkeun taleus ateul yang berarti jangan me-
2003), jilid ke-1, hlm. 155. nyebarkan keburukan/kejahatan. Kaidah hi-
4
Kata Sunda berasal dari kata “Sund” berarti
bagus/baik, segala sesuatu yang mengandung unsur dup ini dikuatkan kembali oleh sabda Nabi
kebaikan. Hasan Mustapa menyebutkan bahwa kata Muhammad SAW: “Orang beriman itu ber-
“Sunda” berasal dari kata “Sundek” yang berarti bagus sikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi se-
secara arti dan hakiki. Lihat Hasan Mustapa, Adat orang yang tidak bersikap ramah. Dan se-
Istiadat Sunda (Bandung: PT. Alumni. 2010), hlm. 225.
baik-baik manusia adalah orang yang paling
Orang Sunda diyakini memiliki etos/watak/karakter
kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup.
Watak/karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur
6
(sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas Anis Djatisunda, Baduy Rawayan Urang
diri), dan pinter (pandai/cerdas). Kanekes (Bandung: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
5
Edi S. Ekadjati, Kebudayaan Sunda: Studi Pen- Provinsi Jawa barat. 1993), hlm. 3.
7
dekatan Sejarah (Jakarta: Pustaka Jaya. 2009), jilid ke-1, Muhammad Nashir al-Dîn al-Albânî, Silsilah al-
cet. Ke-9, hlm. 62. Ahadits al-Shahihah, dalam Maktabah Syamilah.
Abdurrahman MBP, Rekonstruksi Islam teh Sunda, Sunda teh Islam ...| 21

bermanfaat bagi manusia. (HR. Thabrânî dan apa yang diterimanya, sehingga “syukuran”
Dâruquthnî. bagian dari tradisi atas nikmat yang diper-
Penyembahan kepada satu Penguasa olehnya. Lebih dari itu, ketika ditimpa mu-
Alam Raya (Nu Kawasa) dan keluhuran peri- sibah ia selalu bersyukur dengan istilah “un-
laku yang ada pada masyarakat sunda me- tung”. Bahkan ketika musibah meninggal ter-
nyambut dengan suka cita nilai-nilai aqidah jadi sekalipun tidak jarang orang sunda ma-
dan kemuliaan akhlak yang ada pada Islam. sih terucap kata “untung”, “untung maot
Sehingga keduanya seperti saudara kembar coba mun hirup meureun jadi tanpa daksa”.
yang kembali berjumpa setelah sekian lama Dalam terminologi Islam ini disebut qana‘ah,
terpisahkan dan dipisahkan dari tangan- yang artinya merasa cukup dengan yang ada
tangan durjana para penyembah dewa dan khususnya masalah dunia sebagai kebajikan
berhala. yang dianjurkan.
Jika dikategorikan, ada beberapa pan-
B. Latar Belakang Munculnya Istilah dangan hidup orang sunda tentang berbagai
“Islam teh Sunda, Sunda teh Islam” hal mengenai manusia sebagai pribadi, ma-
Fenomena masyarakat sunda yang me- nusia dengan masyarakat, dengan alam, de-
nerima Islam dengan suka cita dan melaksa- ngan Tuhan dan hakikat manusia. Misalnya,
nakannya dalam kehidupan sehari-hari telah dalam mencapai tujuan hidup, orang sunda
memberikan inspirasi kepada Haji Endang harus mempunyai keseimbangan yang di-
Saefudin Anshari untuk menyatakan secara sebut sineger tengah yang berarti wajar,
retoris bahwa “Islam teh Sunda dan Sunda tidak berlebihan. Dalam bahasa Islam disebut
teh Islam” artinya bahwa “Islam itu sama de- ummatan wasathan, umat yang pertengahan.
ngan Sunda dan Sunda itu ya Islam”.8 Hal itu tertuang dalam petuah, “jaga urang
Istilah ini tidak berlebihan kiranya apa- hees tamba tunduh, nginum tuak tamba
bila kita menyaksikan bagaimana masyarakat hanaang, nyatu tamba ponyo ulah urang
sunda menjalani kehidupannya sehari-hari. kajongjonan”. Artinya, hendaklah tidur se-
Kekuatan aqidah akan adanya satu-satunya kedar menghilangkan kantuk, minum tuak
illâh (sesembahan) yang berhak disembah sekedar menghilangkan haus, makan seke-
dan pengamalan keislaman yang dipandu dar menghilangkan lapar, jadi dalam perike-
oleh kesadaran keimanan yang mendalam te- hidupan tidak berlebihan. Ini sejalan dengan
lah menjadikan komunitas sunda identik de- ajaran Islam, sikap tamak merupakan sikap
ngan Islam. Terasa aneh apabila orang sunda yang sangat tercela. Bahkan, dalam hidup
itu bukan Islam, demikian seperti yang dapat kita juga dianjurkan untuk adanya keseim-
kita saksikan pada masyarakat sunda saat ini. bangan di dunia dan akhirat, seperti diung-
Islam menjadi jiwa bagi masyarakat sunda di kapkan dalam ayat al-Quran Allah SWT ber-
bumi Parahyang dengan tetap menjalankan firman: “Dan carilah pada apa yang telah di-
tradisi lokal yang tidak bertentangan dengan anugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
aturan-aturan syariatnya. negeri akhirat, dan janganlah kamu me-
Bukti-bukti keharmonisan antara sunda lupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
dan Islam tampak dari berbagai sikap reli- duniawi”.9
giositas orang sunda itu seperti terungkap Manusia sunda sebagai pribadi digam-
dalam peribahasa, “diri sasampiran awak sa- barkan oleh tingkah laku dan budi bahasa-
sampaian”. Artinya, semuanya merupakan nya. Oleh karena itu, dituntut “kudu hade
kepunyaan Allah SWT (Gusti nu murbeng gogog hade tagog” (baik budi bahasa dan
alam). Oleh karena itu, manusia sunda dalam tingkah laku) dan “nyaur kudu diukur, nyab-
kehidupannya selalu menggunakan rasa (bo- da kudu diungang” serta manusia sunda juga
ga rasa rumasa, ngaji diri). Bahkan dalam ba- harus “sacangreud pageuh, sagolek pang-
nyak hal, orang sunda selalu bersyukur atas kek” (teguh pendirian tidak pernah ingkar
janji). Ini juga merupakan nilai-nilai utama da-
8
Ajip Rosjidi, Mencari Sosok Manusia Sunda
9
(Jakarta: Pustaka Jaya. 2010), hlm. 50. QS. al-Qashash: 77.
22 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 1, April 2015

lam Islam, seperti diungkapkan dalam hadits, wajar jika kemudian sunda identik dengan
“seutama-utama manusia adalah yang paling Islam dan Islam identik dengan sunda “Islam
bermanfaat bagi manusia lainnya”. Artinya, teh Sunda, Sunda teh Islam”. Namun har-
kehadiran kita bukan saja tidak menimbulkan moni ini tidak semua orang menyukainya,
kerusakan atau kesulitan bagi orang lain te- pihak-pihak yang tidak menginginkan Islam
tapi juga dapat memberikan manfaat dan dan sunda bergandengan tangan melakukan
maslahat. berbagai agitasi untuk memisahkan dan me-
Orang sunda memiliki filosofi ketuhanan ngadu domba antara keduanya. Maka saat
yaitu keyakinan seperti ajaran Islam, innâ lillâ- ini kita saksikan terjadi jurang pemisah yang
hi wa innâ ilayhi râji‘ûn dengan ungkapan dalam antara para penganut Islam yang be-
“mulih ka jati mulang ka asal”. Dengan demi- rusaha untuk istiqamah yang menganggap
kian juga dalam menjalani kehidupan, orang bahwa budaya dan tradisi lokal tidak sesuai
sunda mempunyai norma dan etika seperti dengan nilai-nilai Illâhiyyah sebagai agama
“ulah pagiri-giri calik pagirang-girang tampi- samawi, sementara pihak-pihak yang berusa-
an” (janganlah berebut kekuasaan dan jabat- ha menapaki jalan karuhun bersikap apatis
an). Dalam Islam ada hadits, yang berbunyi, seolah-olah Islam adalah agama impor yang
“Jangan berikan jabatan kepada orang yang hendak menghancurkan kebudayaan sunda.
memintanya”. Hal ini berbeda dengan feno- Maka sudah selayaknya kita kembali untuk
mena demokrasi sekarang, di mana orang merajut kebersamaan itu sunda yang memi-
yang ingin jabatan harus pamer dan me- liki jiwa kesundaan yang tidak bertentangan
nyombongkan diri lewat kampanye, istilah dengan Islam yang menjadi rahmat bagi se-
sundanya, “agul ku payung butut” (bangga luruh alam.
dengan prestasi buruk).10
Nilai kesundaan yang islami lainnya se- C. Perkembangan Istilah “Islam teh Sun-
perti, “ulah nyaliksik ka buuk leutik” (jangan- da, Sunda teh Islam”
lah memeras rakyat kecil), “ulah kumeok Masyarakat sunda secara mayoritas ber-
memeh dipacok” (jangan mundur sebelum agma Islam, sehingga sangat wajar jika Islam
berusaha), “kudu bisa ka bala ka bale” (bisa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
fleksibel dalam mengerjakan apa saja) dan kehidupan mereka. Ia telah mendarah da-
“mun teu ngakal moal ngeukeul, mun teu ging, menjadi ruh bagi jasad sunda dan men-
ngarah moal ngarih” (berusaha/berikhtiar se- jadi energi bagi berlangsungnya kebudayaan
kuatnya). masyarakat ini. Tidaklah berlebihan jika Isti-
Demikian juga dalam membangun ling- lah “Islam teh Sunda, Sunda teh Islam” mun-
kungan sosial yang damai dalam Islam istilah cul dan mewakili jati diri muslim di tanah
rahmatan lil ‘âlamîn, orang sunda mempunyai Pasundan. Namun tetap saja ada orang-
filosofi, “tiis ceuli herang panon” (hidup da- orang yang tidak suka dengan hal ini, di
mai dan tentram) serta “kudu bisa mihape- antara mereka adalah budayawan Katolik
keun maneh” (tingkah laku menyesuikan ahli sunda, Jakob Sumardjo. Dalam tiga jilid
dengan lingkungan). Nilai-nilai itu turunan bukunya yang berjudul “Simbol-Simbol Ar-
atau tafsir terhadap nilai-nilai keislaman, te- tefak Budaya Sunda” (diterbitkan oleh Pe-
tapi juga warisan budaya dan filosofi masya- nerbit Kelir Bandung Tahun 2009), Sumardjo
rakat sunda bahkan sebelum datangnya Is- berusaha mengaitkan jati diri kasundaan de-
lam. Ini tidak aneh, karena Islam sebagai aga- ngan mengembalikannya pada kepercayaan
ma fitrah pada dasarnya saluran dan peri- sunda yang dipengaruhi animisme11 dan dina-
ngatan terhadap kecenderungan baik (hanif)
dalam diri manusia. 11
Kepercayaan animisme (dari bahasa latin
Berdasarkan sekian banyak titik temu anima atau “roh”) adalah kepercayaan kepada makh-
antara budaya sunda dan Islam maka sangat luk halus dan roh, yang mana animisme merupakan
asas kepercayaan agama yang mula-mula muncul di
kalangan manusia primitif. Kepercayaan animisme
10
M. Didi Turmudzi, Keserasian Islam & Sunda, yaitu percaya bahwa setiap benda di bumi ini, (seperti
dalam http://pajajaran.blogspot.com/2008/09/ kesera- kawasan tertentu, gua, pohon atau batu besar) mem-
sian-islam-sunda.html, diakses tanggal 28 januari 2012. punyai jiwa.
Abdurrahman MBP, Rekonstruksi Islam teh Sunda, Sunda teh Islam ...| 23

misme12; atau Hindu-Budha. Dalam jilid ketiga teori tentang agama animisme dan dinamis-
yang secara khusus mengenai pantun- me di Indonesia perlu dikaji ulang.
pantun sunda, tafsiran istilah pada pantun
itu ia kaitkan dengan kepercayaan lama yang D. Rekonstruksi Istilah “Islam teh Sunda,
bukan Islam, padahal dalam konteks kekini- Sunda teh Islam”
an, pandangan hidup sunda tidak dapat dipi- Rekonstruksi secara bahasa berarti pe-
sahkan dari Islam.13 ngembalian seperti semula serta penyusun-
Teori-teori dari Barat (Eropa dan sekutu- an (penggambaran) kembali. Istilah me-re-
nya) yang menyatakan bahwa agama asli kon-struk-si bermakna melakukan rekon-
Indonesia adalah animisme dan dinamisme struksi.15 Maka rekonstruksi istilah “Islam teh
sepertinya perlu ditinjau ulang kembali. Keti- Sunda, Sunda teh Islam” bermakna menyu-
dakpahaman mereka akan kepercayaan ma- sun dan membangun kembali makna istilah
syarakat lokal menjadikannya dengan mudah ini dalam ranah kekinian. Upaya ini sebagai
menyatakan hal tersebut. Pendapat seperti bentuk penyegaran kembali pemahaman ter-
ini kemudian diteruskan oleh anak-anak di- hadap harmoni antara Islam dan budaya Pa-
diknya yang belajar dan membebek kepada sundan.
barat, sebagai contoh Rachmat Subagya Apabila Istilah “Islam teh Sunda, Sunda
yang menulis buku dengan judul: “Agama teh Islam” pada awalnya berasal dari realitas
Asli Indonesia”. Buku tersebut sangat sub- bahwa komunitas sunda telah menjadikan
jektif sekali berbicara tentang agama asli Islam sebagai bagian tidak terpisahkan da-
Indonesia tanpa memperhatikan substansi lam kehidupan sehari-hari, maka upaya re-
dari masing-masing agama dan kepercayaan konstruksi dilakukan dengan kembali mem-
tersebut. Sehingga dengan mudah penulis bangun pondasi dan menegakkan tiang-tiang
menyatakan bahwa agama asli Indonesia penyangganya. Setelah itu melengkapinya
adalah paham animisme, dinamisme dan to- dengan atap yang memayungi bangunan
temisme. Padahal apabila kita lebih jeli dalam istilah ini.
melihatnya maka seluruh kepercayaan yang Pondasi dasar bagi istilah ini adalah pe-
mahaman yang sama antara kepercayaan asli
ada di Indonesia bersumber pada kepercaya-
sunda (Jatisunda) dengan Islam. Asas mono-
an adanya satu Penguasa Alam Raya yaitu
teisme yaitu penyembahan kepada satu
Allah SWT dalam keyakinan Islam.
Tuhan (Allah SWT) adalah fakta yang tidak
Bukti-bukti yang menguatkan pendapat
bisa disangkal. Pemahaman masyarakat sun-
ini sangat banyak sekali, salah satunya ada-
da awal tentang hakikat dari Sang Pencipta
lah kepercayaan yang ada pada komunitas
yang mengatur seluruh alam raya masih ter-
Baduy di mana mereka meyakini adanya satu
lihat jelas pada komunitas-komunitas adat di
Nu Kawasa yang menjadi penguasa bagi alam
Tatar Sunda. Sebagai contoh komunitas adat
semesta ini. Demikian pula komunitas Dayak
Baduy di Kenekes, hingga saat ini mereka
yang meyakini adanya Ranying sebagai
masih meyakini bahwa Batara Tunggal (Yang
Tuhan penguasa alam semesta. Pada komu-
Maha Esa) adalah satu-satunya Dzat yang
nitas suku Mee di Papua mengenal Ugatamee
harus disembah. Salah satu dogma mereka
sebagai sebagai Pencipta, Penyelengara, dan
menyebutkan “Sagala nu Lir Kumelip di Bumi
Penjaga dalam hidup suku bangsa ini.14 Maka
Langit, Engkena mah Bakal Balik deui Jadi Hiji
jeung Batara Tunggal” (Semua ciptaan-Nya
12
Kepercayaan terhadap benda-benda di seki- di Bumi dan di Langit, pada Waktunya akan
tar manusia yang diyakini memiliki kekuatan ghaib se- Kembali lagi Menyatu dengan Batara Tung-
perti batu, gunung, dan benda-benda keramat lainnya.
13
Tiar Anwar Bachtiar, Sunda dan Islam, dalam
gal).16
http://www.globalmuslim.web.id/2011/12/sunda-dan-
15
islam.html, diakses tanggal 28 Januari 2012. Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia
14
Demininggus Pekei, Tinjauan Keyakinan dan (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Pusat
Agama Asli Orang Mee di Papua, dalam http://majalah- Bahasa. 2008), hlm. 1189.
16
selangkah.com/content/tinjauan-keyakinan-dan-aga- Judistira K. Garna, Orang Baduy (Bandung:
ma-asli-orang-mee-di-papua, diakses tanggal 28 Januari Primaco Akademikan dan Judistira Garna Foundation.
2012. 2012), hlm. 61.
24 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 1, April 2015

Dogma ini harus dianalisis terlebih da- Fitrah yang dimaksud dalam ayat ini
hulu, apakah ia murni berasal dari keperca- adalah bahwa setiap manusia akan senan-
yaan lokal? atau telah mengalami reduksi dan tiasa meyakini bahwasanya hanya Allah-lah
pengaruh dari agama lain? Saya berpendapat satu-satunya pencipta dan Dzat yang berhak
bahwa dogma ini telah mengalami pengaruh untuk disembah. Hal sebagaimana firman
dari agama Hindu, terbukti dengan istilah Allah SWT: “…tetaplah atas fitrah Allah yang
“Batara Tunggal” yang berasal dari ajaran telah menciptakan manusia menurut fitrah-
Hindu aliran Ciwa yang hidup pada masa nya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah
kerajaan Pajajaran hingga menjadi agama itulah agama yang lurus”.20
Ciwa-Pajajaran.17 Berikutnya kepercayaan pe- Ayat dan hadits ini menjadi tiang peno-
nyatuan antara makhluk dengan Tuhan juga pang bahwasanya setiap manusia memiliki
merupakan keyakinan dari orang-orang Sufi fitrah yang lurus yaitu meyakini adanya satu
dengan slogan manunggaling kawulo lan gus- al-Khâliq (Sang Pencipta) dan satu-satunya
ti (menyatunya antara hamba dan Tuhan) Illâh yang harus diibadhi (Sesembahan). Ma-
yang banyak dipengaruhi oleh agama-agama syarakat sunda sejak awal telah meyakini
Persia dan India. Sehingga pemahaman ter- bahwasanya hanya ada satu Pencipta yaitu
hadap satu-satunya Dzat yang telah mencip- Sang Hyang Keresa. Dialah yang telah mencip-
takan alam semesta dan satu-satunya yang takan alam semesta ini. Selain itu mereka ju-
harus disembah merupakan kepercayaan ga mengenal satu-satunya Dzat yang berhak
sunda. untuk diibadahi (ditaati) yaitu Illâh (Batara
Merujuk kepada teori-teori agama primi- Jagat) sebagai penguasa alam raya yang ha-
tive,18 bahwa sejatinya kepercayaan-keperca- rus ditaati. Adanya berbagai keyakinan
yaan yang ada pada masyarakat lokal di ber- dewa-dewa dan makhluk-makhluk ghaib lain-
bagai penjuru dunia merujuk pada satu- nya disinyalir adalah pengaruh dari agama
satunya Dzat yang menciptakan, mengatur berhalaisme.
dan menguasai alam raya dengan berbagai Bidang hukum Islam yang telah ada se-
nama dan istilahnya.19 Demikian pula yang jak masa awal masyarakat sunda adalah
kita dapati pada komunitas sunda di masa sundat atau khitan. Prabu Ratu Dewata (1535
lalu, ia berakar kuat di tengah masyarakat – 1543 M) sebagai salah satu raja Pajajaran
sehingga ketika Islam datang mereka me-
yang sangat alim dan taat kepada agama
nyambutnya seolah-olah seorang Panglima
telah melakukan upacara “sunatan” (adat
Perang yang membebaskan mereka dari se-
khitan pra-Islam).21 Satu sisi dapat dipahami
gala bentuk keyakinan kepada banyaknya
bahwa sunat atau khitan telah ada di Tatar
dewa-dewa (baca: berhala).
Sunda sebelum kehadiran Islam, sehingga
Rekonstruksi berikutnya adalah bahwa
ketika Islam datang maka ia menyempurna-
tiang-tiang penyangga ini didasarkan kepada
kan tradisi yang baik ini. Pada bidang perka-
fitrah manusia yang sejatinya berada pada
jalan yang lurus (hanif). Rasulullah SAW ber- winan adanya istilah seserahan sejatinya ada-
sabda: “Seorang bayi tak dilahirkan (ke dunia lah bukti penghormatan calon pengantin
ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fit- laki-laki kepada pengantin perempuan dan
rah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang keluarganya. Demikian juga nasihat-nasihat
akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, yang diberikan pada saat saweran adalah se-
ataupun Majusi”. (HR. Muslîm) laras dengan tradisi Arab pra Islam yang
memberikan nasihat kepada calon pe-
ngantin.
17
Ibid. hlm. 6. Sebuah riwayat yang dibawakan oleh
18
Istilah primitive digunakan oleh ahli-ahli dari
Sayyid Sabbiq dalam al-Fiqh al-Sunnah me-
Barat yang menganggap bahwa agama selain dari
Eropa dianggap tertinggal. Penulis sangat tidak setuju
dengan istilah ini sebagaimana juga tidak setuju de-
20
ngan istilah tradisional dan modern dalam terminologi QS. al-Rûm: 30.
21
Barat. Saléh Danasasmita, Nyukcruk sajarah Pakuan
19
E. E. Evans Pritshard, Teori-teori tentang Aga- Pajajaran jeung Prabu Siliwangi (Bandung: Kiblat Buku
ma Primitif (Yogyakarta: PLP2M. 1984), hlm. 17. Utama. 2003), hlm. 23.
Abdurrahman MBP, Rekonstruksi Islam teh Sunda, Sunda teh Islam ...| 25

ngenai seorang ibu bernama Bintu al-Hârits, lokal ini tentunya harus dijaga jangan sampai
sedangkan si pengantin perempuan berna- hanya sekadar tradisi yang tidak memberi ar-
ma Umm ‘Ayyâys binti ‘Auf bin ‘Alam al- ti bagi pengantin dan keluarga.
Syaybanî.22 Ia memberikan nasihat kepada Rekonstruksi istilah ini adalah dengan
anak perempuannya yang akan menikah dan menggali sumber-sumber Islam yaitu al-
kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan Quran dan al-Sunnah yang berkaitan dengan
ketika menjadi seorang istri. Allah SWT telah tradisi dan adat-istiadat pada suatu masyara-
memberikan nasihat bagi pasangan suami kat. Ranah hukum Islam menyebut istilah ini
istri dalam firman-Nya: “Dan gaulilah istri- dengan ‘urf, ‫ العرف‬yaitu kebiasaan yang dila-
istrimu dengan cara yang ma‘ruf. Maka sean- kukan oleh kebanyakan masyarakat, baik da-
dainya kalian membenci mereka, karena bo- lam perkataan maupun perbuatan yang dila-
leh jadi ada sesuatu yang kalian tidak sukai kukan secara terus-menerus dan diakui seba-
dari mereka, sedangkan Allah menjadikan pa- gai sesuatu yang baik oleh mereka.25 Teori
danya banyak kebaikan.”23 Demikian pula ‘urf merupakan respon ahli hukum Islam ter-
hadap adat kebiasaan yang berlaku di masya-
wasiat Nabi Muhammad SAW kepada setiap
rakat. Inti teori ini adalah bahwa adat ke-
suami “Pergaulilah istri-istri dengan baik, ka-
biasaan yang dilakukan oleh manusia secara
rena sesungguhnya mereka itu mitra hidup
berulang-ulang dan dipandang baik oleh me-
kalian”, riwayat yang lainnya beliau bersabda
reka bisa diterima oleh Islam sebagai dalil hu-
“Mukmin yang paling sempurna imannya
kum. Sejatinya penerimaan ‘urf sebagai dalil
adalah yang paling baik akhlaqnya. Dan se- hukum Islam telah dilakukan sejak masa Nabi
baik-baik kalian adalah yang paling baik ter- Muhammad SAW dan para sahabatnya.26 Tra-
hadap istrinya”. (HR. Ahmad) disi ini dilanjutkan oleh para ahli hukum Islam
Ayat dan hadits tersebut merupakan na- pada masa-masa berikutnya.
sihat bagi calon pengantin serta suami istri Ahli hukum Islam yang menggagas teori
agar bisa hidup damai, bahagia di dunia di ini adalah Mâlik bin Anas, beliau berpendapat
akhirat. Makna nasihat-nasihat tersebut ter- bahwa ‘urf masyarakat harus dipertimbang-
dapat pula dalam teks sawer “Bismillâh da-
kan dalam memformulasikan suatu ketetap-
mel wiwitan, Mugi Gusti nangtayungan,
an dalam hukum Islam. Ia menetapkan ‘amal
Eulis-Asép nu réndéngan, Mugia kasalamet-
penduduk Madinah sebagai sumber hukum
an. Salamet nu panganténan, ulah aya kaki-
ketika tidak ditemukan secara eksplisit dalil
rangan, sing tiasa sasarengan, sangkan jadi
kasenangan. Sing senang laki rabina, nu
diwuruk pangpayunna, nyaéta badé istrina,
masing dugi ka hartina. Hartikeun Eulis ayeu-
na, Lebetkeun kana manahna, manawi aya 25
Wahbah al-Zuhaylî, Ushul Fiqh al-Islamî. hlm.
gunana, nu dipamrih mangfaatna. Mang- 282. Lebih lanjut lihat Muhammad Abû Zahrah, Ushul al-
faatna lahir batin, Eulis téh masing prihatin, Fiqh, (t.t.: Dâr al-Fikr al-‘Arabi. 1958), hlm. 273. ‘Abd
ayeuna aya nu mingpin, ka carogé masing Wahhab Khallaf, Ushul Fiqh (Beirut: Dâr al-Fikr. 1986),
cet. ke-20, hlm. 79. Ahmad Fahmi Abû Sinnah, al-‘urf wa
tigin. Tigin Eulis kumawula, ka raka ulah ba- al-‘Âdah fî Ra’yi Fuqahâ (Mesir: Mathba‘ah al-Azhar.
hula, bisi raka meunang bahla, kudu bisa silih 1947), hlm. 11. Zakî al-Dîn Sa‘bân, Ushul al-Fiqh al-Islamî
béla. Silih béla jeung carogé, ulah ngan pe- (Kairo: Dâr Nahdloh ‘Arabiyyah. 1968), hlm. 192.
lesir baé, mending ogé boga gawé, ngarah Mushtafâ Ahmad Zarqâ, al-Madkhal fî Fiqh al-‘Amm.
rapih unggal poé. Répéh rapih nu saimah, hlm. 872. ‘Abdul Karîm Zaydân, al-Madkhal lî Dirâsah al-
Syarî‘ah al-Islâmiyyah (Iskandariyah: Dâr ‘Umar bin
rumah tangga tumaninah, tapi lamun loba Khattan. t.th.), hlm. 205.
salah, laki rabi moal genah….”.24 Kearifan 26
‘Umar bin Khattab tercatat sebagai khalifah
yang banyak menjadikan adat kebiasaan masyarakat
pada negeri-negeri taklukan sebagai bagian dari sistem
22
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Mesir: Dâr al-Fath. kekhalifahannya. Misalnya ia mengadopsi sistem
t.th.), 128. diwan, registrasi, kharaj dan layanan pos yang sebagian
23
QS. al-Nisâ: 19. diambil dari adat kebaisaan kekaisaran Bizantium dan
24
Yus Rusyana, Bagbagan Puisi Sawer Sunda Persia. Lihat lebih lanjut Muhammad al-Madanî,
(Bandung: Proyek Penelitian Pantun dan Folklore Nadzarât fî Fiqh al-Farûq ‘Umar ibn al-Khattab (Kairo:
Sunda. 1971), hlm. 68. Wizarah al-Awqaf. 2002), hlm. 158.
26 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 1, April 2015

dalam al-Quran maupun al-Hadits.27 Ia juga ‘urf.32 Muhammad Syaybanî merumuskan be-
melakukan takhshish terhadap ayat al-Quran berapa syarat yang memungkinkan ‘urf dite-
dengan ‘urf Arab pada permasalahan hak rima oleh hukum Islam.33
menyusui bagi seorang ibu.28 Menurutnya, Ahmad bin Hambal dan pengikutnya
walaupun ayat ini memerintahkan para ibu menggunakan ‘urf sebagai sumber hukum
untuk menyusui anaknya hingga dua tahun, Islam. Ibnu Qudamah berpendapat bahwa
namun dalam praktiknya ibu-ibu di Arab te- ‘urf dianggap sebagai sumber hukum Islam
lah terbiasa dengan menyusukan anak-anak- dan ia menguatkan aturan-aturan fiqh-nya
nya kepada perempuan-perempuan dari wi- dengan merujuk kepada adat.34 Al-Thufî
layah pedalaman dengan harapan anak-anak- menjadikan ‘urf sebagai salah satu dari sem-
nya tersebut mendapatkan pendidikan dan bilan belas sumber hukum dalam Islam.35
lingkungan pertumbuhan yang baik. Ahli hukum Islam dari mazhab Hambali
Imâm Syâfi’î juga menggunakan ‘urf se- berikutnya yang membahas tentang ‘urf
bagai dalil dalam menetapkan suatu hukum adalah Ibnu Taymiyah dan muridnya Ibnu al-
Islam, terlihat dari perubahan hukum ketika Qayyim al-Jawziyah. Ia mencatat dalam ki-
ia berpindah dari Baghdad ke Mesir dengan tabnya I‘ilam al-Muwaqqi‘în:
pertimbangan ‘urf penduduk Mesir.29 Ulama ‫ب َعلَى‬ ِ ُ‫ول ِيف الْ ُكت‬ ِ ‫ومن أَفْ َت النَّاس ِِبُجَّرِد الْمْن ُق‬
Syâfi‘iyyah yang membahas masalah ‘urf َ َ َ َ ْ ََ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ف ُع ْرف ِه ْم َو َع َوائده ْم َوأ َْزمنَت ِه ْم َوأ َْمكنَت ِه ْم‬ِ ‫اختِ ََل‬
adalah Imâm Suyûthî, ia menyatakan: ْ
‫أن اعتبار العادة والعرف ُرِج َع إليه يف الفقه يف مسائل ال‬ ِِ ِ ِِ
‫َوأَ ْ َواا ْم َوَ َرائ ِن أَ ْ َواا ْم فَ َق ْد َ َّل َوأَ َ َّل‬
‫تُ َع ُّد كثرة‬ Sesungguhnya orang yang berfatwa ha-
nya berdasarkan dalil naqli dan berten-
Bahwa adat dan ‘urf merupakan sumber
tangan dengan tradisi, urf, situasi, dan
hukum yang bisa memecahkan dalam
kondisi masyarakat maka berarti dia te-
berbagai persoalan, diantaranya masa-
lah berlaku sesat dan menyesatkan.36
lah haid masalah batas dewasa dll.30
Selain ahli hukum Islam dari empat maz-
Abû Hanîfah telah banyak menggunakan
hab klasik, ahli hukum Islam kontemporer ju-
istihsan yang salah satunya menjadikan adat ga menyepakati bahwa ‘urf menjadi bahan
kebiasaan sebagai bahan pertimbangan. Me- pertimbangan dalam menetapkan hukum
tode ini diteruskan oleh murid-muridnya Islam.37 Sehingga bisa dikatakan bahwa jum-
yaitu Abû Yûsuf, Sarakhsî dan Syaybanî. Abû hur ulama salaf dan khalaf telah sepakat me-
Yûsuf berpendapat bahwa ‘urf menjadi ba- ngenai kedudukan ‘urf sebagai dalil hukum
han pertimbangan utama dalam sistem hu- Islam.
kum Hanafiyyah, ketika nash yang jelas tidak
ditemukan.31 Menurut Sarakhsi, Abû Hanîfah
akan menolak qiyas untuk lebih memilih
32
Al-Sarakhsî, Al-Mabsûth (Kairo: Maktabah al-
Sa‘adah. 1912), jilid 12, hlm. 199.
33
Ratno Lukito, Pergumulan antara Hukum Islam
27
Ahmad Fahmi Abû Sinnah, al-’urf fî Ra’yi dan Adat di Indonesia. hlm. 20.
34
Fuqaha. hlm. 12. Abû ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad Ibnu
28
Allah SWT berfirman: “Para ibu hendaklah Qudamah, al-Mugnî (Kairo: Dâr al-Manar. 1947), hlm.
menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, 485.
35
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Ratno Lukito, Pergumulan Hukum Adat dan
(QS. al-Baqarah: 233). Hukum Islam di Indonesia. hlm. 23.
29 36
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam: Studi Abû ‘Abdillah Muhammad bin Bakr bin Ayyub
tentang Qawl Qadim dan Qawl Jadid (Jakarta: Raja Ibnu al-Qayyim al-Jawziyyah, I‘lam al-Muwaqi‘în. hlm.
Grafindo Persada. 2002), hlm. 311. 40.
30 37
Jalâl al-dîn al-Suyûthî, al-Asybah wa al-Nazhâir Ahli hukum Islam kontemporer yang meng-
(Beirut: Dâr al-Kutub al- ‘Arabî. t.th.) hlm. 90. kaji secara mendalam teori ‘urf adalah Fahmî Abû
31
Ibnu Hummam, Syarh Fath al-Qadîr (Kairo: Sinnah, Wahbah al-Zuhaylî, Muhammad Abû Zahrah,
Mathba‘ah Mushthafâ Muhammad. 1937), jilid 5, hlm. ‘Abdul Wahab Khalaf, Hasbi Ash-Shidiqie dan ahli
283. hukum Islam lainnya
Abdurrahman MBP, Rekonstruksi Islam teh Sunda, Sunda teh Islam ...| 27

Teori ‘urf didasarkan ayat-ayat al-Quran anak-anakku kecuali apa yang aku ambil
dan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW.38 dari hartanya tanpa sepengetahuannya.
Ayat-ayat al-Quran yang menjadi dasar bagi Apakah aku berdosa karena itu? Rasu-
teori ini adalah firman Allah ta’ala: lullah SAW. bersabda: Ambillah dari har-
ِ ِ ْ ‫ف وأَع ِر ع ِن‬
ِ ِ
َ ‫ااَاهل‬ َ ْ ْ َ ‫ُخ الْ َع ْف َو َوأ ُْم ْر ِالْ ُع ْر‬
tanya dengan cara yang baik yang dapat
mencukupimu dan mencukupi anak-
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah
anakmu. (HR. al-Bukhârî dan Muslîm)
orang mengerjakan yang ma‘ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang
Imâm al-Qurthubî berpendapat bahwa
yang bodoh”.39 hadits ini sebagai dalil tindakan Nabi SAW
yang membolehkan menggunakan ‘urf seba-
Makna ma‘ruf dalam ayat ini adalah se-
gai pertimbangan hukum. Selanjutnya adalah
suatu yang telah diketahui kebaikannya oleh
riwayat mawquf dari ‘Abdullah bin Mas‘ud, ia
semua manusia. ‘Abdurrahman bin Nashir al-
berkata:
‫َما َرآآُ الْ ُم ْسلِ ُمو َن َ َسنًنا فَ ُه َو ِعْن َد اللَّ ِه َ َس ٌن‬
Sa‘di menafsirkan kata al-’urf dengan:
‫ وخلق كامل للقريب والبعيد‬،‫كل ول سن وفعل مجيل‬
Apa saja yang dipandang baik oleh umat
Seluruh perkataan yang baik dan perbuatan
Islam, maka hal itu juga baik menurut
yang mulia serta akhlak yang sempurna ke-
Allah.41 (HR. Ahmad)
pada orang-orang yang dekat dan orang-
orang yang jauh.40
Riwayat ini menjelaskan bahwa kebiasa-
Adapun dasar dari hadits adalah sabda
an yang dianggap baik oleh umat Islam maka
Nabi Muhammad SAW kepada Hindun binti di mata Allah juga baik. Hal ini sejalan dengan
‘Uqbah sebagai istri Abû Sufyan:
hadits Nabi SAW yang lainnya di mana beliau
َ ‫ت ِهْن ُد يَا َر ُس‬
‫ول اللَّ ِه‬ ِ ِ
ْ َ‫َع ْن َعائ َشةَ َر َي اللَّهُ َعْن َها َال‬ bersabda:
َ ‫آخ‬ُ ‫اح أَ ْن‬
ِ ِ
ٌ ‫إ َّن أََا ُس ْفيَا َن َر ُج ٌل َشح‬
ٌ َ‫يح فَ َه ْل َعلَ َّي ُجن‬ ‫ال َْتَ ِم ُع أ َُّم ِ َعلَى َ َللَ ِة‬
ِ ‫ال خ ِ ِالْمعر‬ ِ ِِ ِ
‫وف‬ ُ ََ‫ي‬ َّ َِ‫م ْن َماله َما يَكْف ِيي َو‬
Umatku tidak akan bersatu dalam kese-
ُْ َ satan. (HR. Ahmad dan Al-Thabrânî)
Dari ‘Aisyah r.a., Hindun binti ‘Utbah,
istri Abû Sufyân, datang menemui Rasu- Maka adat kebiasaan yang itu dipan-
lullah SAW. lalu berkata: Wahai Rasu- dang baik oleh masyarakat bisa dilaksanakan
lullah! Sesungguhnya Abû Sufyân adalah selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai
seorang lelaki yang kikir, dia tidak per- Islam yang universal yairu ‘urf yang berlaku
nah memberikan nafkah kepadaku yang pada suatu masyarakat. Termasuk dalam hal
dapat mencukupi kebutuhanku dan ini setiap tradisi di Tatar Sunda yang tidak
bertentangan dengan nilai-nilai al-Quran dan
38
Al-Quran menggunakan kata ‘urf dengan be- al-Sunnah maka bisa dijadikan sebagai pedo-
berapa lafadz, yaitu ‘Arafa: QS. Yûsuf: 58. QS. Muham- man dalam menetapkan hukum.
mad: 6. Lafadz ‘Arrafû: QS. al-Baqârah: 89. QS. al-
Mâidah: 83. Lafadz ‘Arafta: QS. Muhammad: 30. Lafadz E. Penutup
‘Arrafa: QS. al-Tahrîm: 3. Lafadz ya‘rifû: QS. al-Baqârah: Berdasarkan pembahasan mengenai re-
146. QS. al-An‘âm: 20. QS. al-A‘râf: 46, 48. QS. al-Nahl:
konstruksi istilah “Islam teh Sunda, Sunda
83. QS. al-Mu’min: 69. QS. al-Hajj: 72. QS. al-Naml: 93.
Lafadz ‘urf dan al-’urf: QS. al-Mursalât: 1. QS. al-A‘râf:
teh Islam” maka ada beberapa kesimpulan:
199. Lafadz ma‘ruf dan al-ma‘ruf: QS. al-Baqârah: 178,
180, 228, 229, 231, 234-236, 240, 241, 263. QS.
41
Muhammad: 21. QS. al-Nisâ: 114. QS. al-Mumtahanah: Imam al-Sakhâwî berpendapat bahwa matan
12. QS. Luqmân: 15. QS. al-Nisâ: 5, 6, 8. QS. al-Nûr: 53. hadits ini terdapat dalam musnad Imâm Ahmad ibn
QS. al-A‘râf: 157. QS. Luqmân: 17. QS. ali-‘Imrân: 104, Hanbal dan berstatus mauqûf dari ‘Abdullah ibn
110, 114. QS. al-Nisâ: 19, 25. QS. al-Hajj: 41. QS. al-Taw- Mas‘ud serta statusnya hasan. Pendapat senada juga
bah: 67, 71, 112. Lafadz i‘tarofu: QS. al-Tawbah: 102. dilontarkan oleh al-Alla‘î sebagaimana yang dikutip
Lafadz yata‘arrafu: QS. Yûnus: 45. oleh Abû Bakr al-Suyûthî yang menyatakan bahwa ma-
39
QS. al-A‘râf: 199. tan hadits ini tidaklah marfu‘ dari Rasulullah SAW akan
40
‘Abdurrahman bin Nâshir al-Sa‘dî, Taysîr al- tetapi merupakan perkataan ‘Abdullah ibn Mas‘ud.
Karîm al-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Manân (Kuwait: Lihat Jalâl al-dîn al-Suyûthî, al-Asybah wa al-Nazhâir.
Jam‘iyyah Ihyâ’ al-Turats al-Islamî. 2008), hlm. 313. hlm. 91.
28 | Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 1, April 2015

1. Sejarah munculnya istilah “Islam teh Hummam, Ibnu. 1937. Syarh Fath al-Qadîr.
Sunda, Sunda teh Islam” adalah realitas Kairo: Mathba‘ah Mushthafâ Muham-
masyarakat Sunda yang telah menerima mad.
Islam karena selaras dengan nilai-nilai ke- Katsîr, Abû al-Fidâ’ Ismâ‘il bin. 1876. Tafsir al-
sundaan yang mereka miliki; Qur’ân al-‘Adzîm. Kuwait: Jam‘iyyah Ih-
2. Keselarasan antara sunda dan Islam ya’ al-Turats al-Islamî.
tampak dari kepercayaan mereka terha- Khallaf, ‘Abd Wahhab. 1986. Ushul Fiqh. Bei-
dap adanya satu Tuhan Pencipta dan Pe- rut: Dâr al-Fikr.
milik Alam (Monoteisme) serta perilaku Lubis, Nina Herlina. 2003. Sejarah Tatar Sun-
dan etika Sunda yang selaras dengan da. Bandung: Lembaga Penelitian Uni-
adab dan akhlak dalam Islam; versitas Padjadjaran.
3. Agama dan kepercayaan berhalaisme Madanî, Muhammad al-. 2002. Nadzarât fî
atau keyakinan dengan banyak tuhan (tri- Fiqh al-Farûq ‘Umar ibn al-Khattab. Kairo:
nitas, dewa-dewa dan politeisme lainnya) Wizarah al-Awqaf.
tidak mungkin diterima oleh komunitas Mubarok, Jaih. 2002. Modifikasi Hukum Islam:
sunda karena bertentangan dengan keya- Studi tentang Qawl Qadim dan Qawl
kinan awalnya; dan Jadid. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
4. Rekonstruksi istilah “Islam teh Sunda, Mustapa, Hasan. 2010. Adat Istiadat Sunda.
Sunda teh Islam” dilakukan dengan me- Bandung: PT. Alumni.
nguatkan kembali pondasi tawhidullâh Pekei, Demininggus. 2011. Tinjauan Keyakinan
(keyakinan adanya satu Tuhan yaitu Allah dan Agama Asli Orang Mee di Papua,
SWT), membangun tiang-tiang penopang dalam http://majalahselangkah.com/-
berupa mengembalikan fitrah hanif umat content/tinjauan-keyakinan-dan-agama-
manusia dan merumuskan atap sebagai asli-orang-mee-di-papua, diakses tanggal
payung yaitu kaidah-kaidah fiqhiyyah khu- 28 Januari 2012.
susnya kaidah “al-‘âdah al-muhakkamah”. Pritshard, E. Evans. 1984. Teori-teori tentang
Agama Primitif. Yogyakarta: PLP2M.
Qudamah, Abû ‘Abdillah Muhammad bin
Daftar Pustaka Ahmad Ibnu. 1947. al-Mugnî. Kairo: Dâr
al-Manar.
Anonimous. 2008. Kamus Besar Bahasa Indo- Rosjidi, Ajip. 2010. Mencari Sosok Manusia
nesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Sunda. Jakarta: Pustaka Jaya.
Nasional. Rusyana, Yus. 1971. Bagbagan Puisi Sawer
Bachtiar, Tiar Anwar. 2011. Sunda dan Islam, Sunda. Bandung: Proyek Penelitian Pan-
dalam tun dan Folklore Sunda.
http://www.globalmuslim.web.id/2011/12 Sa‘bân, Zakî al-Dîn. 1968. Ushul al-Fiqh al-
/sunda-dan-islam.html, diakses tanggal Islamî. Kairo: Dâr Nahdloh ‘Arabiyyah.
28 Januari 2012. Sabiq, Sayyid. t.th. Fiqh Sunnah. Mesir: Dâr al-
Danasasmita, Saléh. 2003. Nyukcruk sajarah Fath.
Pakuan Pajajaran jeung Prabu Siliwangi. Sarakhsî, al-. 1912. al-Mabsûth. Kairo: Makta-
Bandung: Kiblat Buku Utama. bah al-Sa‘adah.
Djatisunda, Anis. 1993. Baduy Rawayan Urang Sinnah, Ahmad Fahmi Abû. 1947. al-‘urf wa al-
Kanekes. Bandung: Dinas Pendidikan ‘Âdah fî Ra’yi Fuqahâ. Mesir: Mathba‘ah
dan Kebudayaan Provinsi Jawa barat. al-Azhar.
Ekadjati, Edi S. 2009. Kebudayaan Sunda: Suyûthî, Jalâl al-dîn al-. t.th. al-Asybah wa al-
Studi Pendekatan Sejarah. Jakarta: Pus- Nazhâir. Beirut: Dâr al-Kutub al- ‘Arabî.
taka Jaya. Taysîr, ‘Abdurrahman bin Nâshir al-. 2008. al-
Garna, Judistira K. 2012. Orang Baduy. Karîm al-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Ma-
Bandung: Primaco Akademikan dan Ju- nân. Kuwait: Jam‘iyyah Ihyâ’ al-Turats al-
distira Garna Foundation. Islamî.

Anda mungkin juga menyukai