Anda di halaman 1dari 13

PERILAKU MENOLONG

S
U

OLEH:
UMMU AIMAN 1530200089
MUTIARA HAYATI 1530200012

DOSEN PENGAMPUH
DRA. HJ. REPLITA. M.Si
196905261995032001

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM-1


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


IAIN PADANGSIDIMPUAN
T.A. 2017/2018

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu dan amal. Dan
berkat Rahmat dan Hidayah-Nya pula, penulis dapat menyelesaikan makalah Psikologi Sosial
yang insyaallah tepat pada waktunya.

Makalah ini kami buat untuk memenuhi persyaratan kuliah pada mata kuliah
Psikologi Sosial. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu DRA. HJ. REPLITA. M.Si
yang telah membimbing kami untuk mempelajari mata kuliah Psikologi Sosial.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak terdapat banyak
kekurangan. Akhirnya, kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat kami butuhkan
untuk dijadikan pedoman dalam penulisan ke arah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Padang Sidimpuan, 20-November-2017

Penulis

KELOMPOK 12

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku prososial atau tolong menolong dalam kehidupan sehari-hari dapat
dipahami sebagai segala perilaku yang memberi manfaat pada orang lain. Tingkah
laku prososial (Prosocial Behavior) dapat diartikan juga sebagai segala tindakan
apapun yang menguntungkan orang lain. Secara umum istilah ini diaplikasikan pada
tindakan yang tidak menyediakan keuntungan langsung pada orang yang melakukan
tindakan tersebut, dan bahkan mengandung derajat resiko tertentu (Baron & Byrne,
2005).
William (dalam Dayaskini, 2009) membatasi perilaku prososial secara lebih
rinci sebagai perilaku yang memiliki intens untuk mengubah keadaan fisik atau
psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara
material maupun psikologis. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perilaku prososial
bertujuan untuk membantu meningkatkan well being orang lain, dikarenakan
seseorang yang melakukan tindakan prososial turut mensejahterakan dan
membahagiakan kehidupan orang atau penerima bantuan.
Batson (dalam Taylor. dkk, 2009) mengemukakan prosocial behavior
(perilaku prososial) adalah kategori yang lebih luas, ia mencakup pada setiap tindakan
yang membantu atau dirancang untuk membantu orang lain, terlepas dari motif si
penolong.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tolong Menolong


Tingkah laku menolong atau dalam psikologi sosial dengan tingkah laku
prososial.Tingkah laku prososial adalah tindakan individu untuk menolong orang lain
tanpa adanya keuntungan langsung bagi si penolong (Baron, Byrne dan Branscombe
:2006). Menolong sebagai tingkahlaku yang ditujukan untuk membantu orang lain,
dalam beberapa kasus bisa saja tidak dapat mencapai tujuannya.
B. Teori-Teori Tentang Perilaku Menolong
1. Teori Evolusi
Menurut teori evolusi, inti dari kehidupan adalah kelangsungan hidup gen.
Gen dalam diri manusia telah mendorong manusia untuk memaksimalkan
kesempatan berlangsungnya suatu gen agar tetap lestari.
a. Perlindungan kerabat
Kasih orang tua kepada anaknya tidak akan pernah putus. Orang tua
akan selalu siap untuk memberikan bantuan kepada anaknya walau harus
mengorbankan kepentingan dirinya demi anak-anaknya.
Menurut teori evolusi, tindakan orang tua ini adalah demi
kelangsungan gen-gen orang tua yang ada dalam diri anak. Orang tua yang
mengutamakan kesejahteraan anak dibandingkan dengan kesejahteraan
dirinya sendiri, gennya akan mempunyai peluang lebih besar untuk
bertahan dan lestari dibandingkan orang tua yang mengabaikan
anaknya.(Myers,1996).
Hal ini berlaku juga untuk kerabat yang lebih jauh dimana kedekatan
gen gen secara biologis membuat manusia terprogram secara alami untuk
lebih menolong orang yang masih tergolong kerabatnya.
b. Timbal-balik biologik.
Dalam teori evolusi terdapat prinsip timbal-balik ,yaitu menolong
untuk memperoleh pertolongan kembali (sarwono,2002).
Seseorang menolong karena ia mengantisipasi kelak orang yang
ditolong akan menolongnya kembali sebagai balasan,dan bila ia tidak
menolong maka kelak ia pun tidak akan mendapat pertolongan.

4
2. Teori Empati
Empati merupakan repons yang komplek meliputi komponen afektif dan
kognitif. Dengan komponen afektif berarti seseorang dapat merasakan apa yang
orang lain rasakan dan dengan komponen kognitif seseorang mampu memahami
apa yang orang lain rasakan beserta alasannya.Daniel Batson (1995,2008)
menjelaskan adanya hubungan antara empati dengan tingkah laku menolong serta
menjelaskan bahwa empati adalah sumber dari motivasi altruistik.
3. Teori sosiokultural
Ada tiga norma sosial dasar yang lazim dalam masyarakat manusia:
a. Norm of social responsibility (norma tanggung jawab sosial)
Menyatakan bahwa kita harus membantu orang lain yang bergantung
kepada kita. Contoh: orang tua diharuskan merawat anak-anaknya dan aen
sosial mungkin campur tangan jika orang tua tidak menjalankan
kewajibannya.
b. Norm of reciprocity (norma resiprositas)
Menyatakan kita bahwa membantu orang lain yang perna membantu
kita. Beberapa studi menunjukkan bahwa orang lebih cenderung membantu
orang lain yang pernah membantu mereka.
c. Norm of social justice (norma keadilan sosial)
Aturan tentang keadilan dan distribusi sumber daya secara merata.1
C. Kapan Orang Akan Menolong?
Pengaruh faktor Situasional
1. Bystander
Atau orang-orang yang berada disekitar kejadian mempunyai peran
sangat besar dalam memengaruhi seseorang saat memutuskan antara
menolong atau tidak ketika dihadapkan pada keadaan darurat.
2. Daya Tarik
Sejauh mana seseorang mengevaluasi korban secara positif (memiliki
daya tarik) akan memengaruhi kesediaan orang untuk memberikan
bantuan. Apapun faktor ketertarikan bystander kepada korban, akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya respon untuk menolong
(Clark,dkk,1987 dalam Baron,Byrne,Branscombe 2006).

1
Shelley E. Taylor, Lettia Anne Peplau, David O. Sears, Psikoloi Sosial (Jakarta: Kencana, 2012), Cet.
2, hlm.458-460.

5
3. Atribusi terhadap korban
Seseorang akan termotivasi untuk memberikan bantuan pada orang lain
bila ia mengasumsikan bahwa ketidakberuntungan korban adalah di luar
kendali korban (Weiner,1980).
4. Ada Model
Adanya model yang melakukan tingkah laku menolong dapat
mendorong seseorang untuk memberikan pertolongan pada orang lain.
Seperti seorang figur penting memberikan pertolongan.
5. Desakan waktu
Orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung tidak menolong,
sedangkan orang yang punya waktu luang lebih besar kemungkinannya
untuk memberikan pertolongan kepada yang memerlukannya (Sarwono,
2002).
6. Sifat kebutuhan korban
Kesediaan untuk menolong dipengaruhi oleh kejelasan bahwa korban
benar-benar membutuhkan pertolongan (clarity of need), korban memang
layak mendapatkan bantuan yang dibutuhan (legitimate of need), dan
bukanlah tanggung jawab korban sehingga ia memerlukan bantuan dari
orang lain (atribusi eksternal) (Deaux, Dane, Wrighstman, 1993).2
D. Pengaruh Faktor Dari Dalam Diri
1. Suasana hati (mood)
Emosi seseorang dapat memengaruhi kecenderungannya untuk menolong
(Baron, Byrne, Branscombe, 2006). Maka dari itu, orang cenderung akan
menolong orang lain bila mana suasana hatinya tengah baik.
2. Sifat
Orang yang mempunyai sifat pemaaf (forgiveness), ia akan mempunyai
kecenderungan mudah menolong (Karremans, dkk., 2005). Jika situasi menolong
dpat memberikan penghargaan bagi dirinya, maka ia akan meningkatkan tingkah
laku menolongnya (Deutsch & Lamberti, 1986).
3. Jenis Kelamin

2
Sarlito W. Sarwono, Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2014), hlm.
131-134.

6
Peranan gender sangat bergantung pada situasi dan bentuk pertolongan.
(Deaux, Dane, Wrightsman,1993). Kecenderungan untuk menolong pada remaja
perempuan lebih besar daripada remaja laki-laki (Zimmer-Gemmbeck, 2005).
4. Tempat Tinggal
Orang yang tinggal didaerah pedesaan lebih penolong daripada yang tinggal di
daerah perkotaan. (Deaux, Dane, Wrightsman,1993). Lingkungan tempat tinggal
memperngaruhi seseorang menjadi penolong.
5. Pola Asuh
Pola asuh di dalam keluarga yang bersifat demokratis cenderung membentuk
anak menjadi penolong. Sebaliknya, pola asuh di dalam keluarga yang bersifat
liberalis cenderung menjadi enggan menolong.3
Namun, sering kali kita menemui beberapa perilaku yang berkaitan dengan menolong
orang lain. Terdapat faktor-faktor tambahan yang juga memiliki pengaruh pada
kemungkinan menolong atau tidak, yaitu:
1. Menolong Orang yang Disukai. Segala hal faktor yang dapat meningkatkan
ketertarikan kepada korban akan meningkatkan kemungkinan terjadinya respon
prososial apabila individu tersebut memutuhkan pertolongan.
2. Atribusi Menyangkut Tanggung Jawab Korban. Pertolongan tidak diberikan secara
otomatis ketika seseorang mengasumsikan bahwa “kejadian tersebut akibat kesalahan
korban sendiri”, terutama jika penolong yang potensial cenderung mengasumsikan
bahwa kebanyakan kesialan dapat dikontrol. Jika demikian, masalah dipersepsikan
sebagai kesalahan korban.
E. Intervensi Orang Sekitar: Membantu Orang Asing Yang Membutuhkan
Beberapa penilitian psikologi sosial memperlihatkan bahwa perilaku prososial
dipengaruhi oleh karakteristik situasi, karakteristik penolong, dan karakteristik orang
yang membutuhkan pertolongan.
1. Situasi
Faktor utama dan pertama, menurut penelitian psikologi sosial, yang
berpengaruh pada perilaku menolong atau tidak menolong adalah adanya
orang lain yang kebetulan berada bersama ditempat kejadian ( bystenders
). Semakin banyak orang lain, semakin kecil kecenderungan orang untuk

3
Ibid, hlm. 134-138

7
menolong. Sebaliknya, orang yang sendirian cenderung lebih bersedia
menolong.
Orang yang paling altruis sekalipun cenderung tidak memberikan
bantuan dalam situasi tertentu. Penelitian yang telah dilakukan
membuktikan makna penting beberapa faktor situasional, yang meliputi
kehadiran orang lain, sifat lingkungan, fisik, dan tekanan keterbatasan
waktu.
2. Kehadiran Orang Lain
Sebuah Hipotesis diajukan oleh Psikolog sosial Bibb Latane dan John
Darley ( 1970 ). Mereka mengemukakan bahwa kehadiran orang lain yang
begitu banyak mungkin telah menjadi alasan bagi tiadanya usaha untuk
memberikan pertolongan. Misalnya Orang-orang yang menyaksikan
sebuah tragedi pembunuhan disuatu tempat, mungkin menduga bahwa
orang lain sudah menghubungi polisi, sehingga kurang mempunyai
tanggungjawab pribadi untuk turun tangan.
Untuk menguji gagasan bahwa jumlah saksi mempengaruhi pemberian
bantuan, Darley, dan latene ( 1968 ) merancang penelitian laboraturium.
Para mahasiswa yang mendengar adanya ” keadaan darurat ” lebih
cenderung memberikan reaksi bila mereka sendirian ketimbang bila
mereka mempunyai anggapan bahwa orang lain juga mengetahui situasi
tersebut. Semakin banyak orang yang hadir, semakin kecil kemungkinan
seseorang benar-benar memberikan pertolongan, dan semakin besar rata-
rata tentang waktu pemberian bantuan. Darley menamakannya efek
Penonton ( bystender Effect ).4
3. Kondisi Lingkungan
Keadaan fisik juga mempengaruhi kesediaan untuk membantu. Kalau
orang merasa mampu, ia akan cenderung menolong, sedangkan kalau
merasa tidak mampu ia tidak menolong.
Efek cuaca terhadap pemberian bantuan diteliti dalam dua penelitian
lapangan yang dilakukan oleh Cunningham ( 1979 ). Dalam penelitian
pertama, para pejalan kaki dihampiri diluar rumah dan diminta untuk
membantu peneliti dengan melengkapi quisoner. Orang lebih cenderung

4
Shelley E. Taylor, Lettia Anne Peplau, David O. Sears, op. cit, hlm. 479-480.

8
membantu bila hari cerah dan bila suhu udara cukup menyenangkan (
relatif hangat di musim dingin dan relatif sejuk di musim panas ). Dalam
penelitian kedua yang mengamati bahwa para pelanggan memberikan tip
yang lebih banyak bila hari cukup cerah. Penelitian yang lain menyatakn
bahwa orang lain cenderung menolong pengendara motor yang mogok
dalam cuaca cerah daipada dalam cuaca mendung. Singkatnya cuaca
memang benar-benar menimbulkan perbedaan pemberian bantuan,
meskipun para pakar psikologi masih memperdebatkan alasan yang tepat
untuk efek ini.
4. Tekanan waktu
Biasanya orang-orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung untuk
tidak menolong, sedangkan orang yang santai lebih besar kemungkinannya
untuk memberi pertolongan kepada yang memerlukannya. Darley &
Batson ( 1973 ) mengadakan percobaan dengan mahasiswa-mahasiswa
Teologia Universitas Princenton, Nj. Para mahasiswa itu dibagi dalam dua
kelompok. Kedua kelompok diberi kuliah tentang perilaku menolong.
Setelah kuliah, mereka diminta ke ruang lain untuk menyaksikan
pemutaran video. Pada kelompok 1 di beri tahu bahwa mereka harus cepat-
cepat karena mereka sudah terlambat,sedangkan pada kelompok 2
diberitahu bahwa mereka masih mempunyai banyak waktu karena
persiapan alat video. Ada seorang pria tua terbatuk-batuk berat. Ternyata,
hanya 10 % dari kelompok 1 yang menawarkan bantuan, sementara dari
kelompok 2, 2/3 diantaranya menawarkan bantuan kepada pria tua itu.5
Dari penelitian diatas hasilnya sudah memperlihatkan bahwa siswa
yang tergesa-gesa mempunyai kecenderungan yang lebih kecil untuk
menolong dibanding mereka yang tidak mengalami tekanan waktu.
5. Kemampuan Yang Dimiliki
Faktor situasional dapat meningkatkan atau menurunkan
kecenderungan orang untuk melakukan tindakan proposial. Namun, yang
juga diperlihatkan penelitian-penelitian ini adalah bahwa beberapa orang
tetap memberikan pertolongan meskipun kekuatan situasional
menghambat pemberian bantuan, dan yang lain tidak memberikan bantuan

5
Michael Adriyanto, Psikologi Sosial, Jilid V,( Jakarta: Erlangga,1985), hlm. 65.

9
meskipun berada dalam kondisi yang sangat baik. Ada perbedaan
individual.
Kalau orang merasa mampu, ia akan cenderung menolong sedangkan
kalau merasa tidak mampu ia tidak menolong. Di taiwan terdapat norma
masyarakat yang mengharuskan anak-anak yang sudah dewasa untuk
mendukung ekonomi orang tuanya yang sudah lanjut usia, tetapi hanya
orang-orang yang kemampuan ekonominya cukup yang melaksanakan
ketentuan itu.6
Mengapa ada perbedaan individual. Dalam usaha memahami mengapa
ada orang yang lebih mudah menolong dibandingkan orang lain, para
peneliti menyelidiki karakteristik keoribadian yang relatif menetap
maupun suasana hati dan psikologis yang lebih mudah berubah.
F. Meningkatkan Tingkah Laku Menolong
1. Adanya situasi darurat dan rasa tanggung jawab setiap orang meningkatkan
tingkah laku menolong. Orang yang dalam keadaan bahaya, cenderung ditolong.
2. Meningkatkan rasa bersalah dan menciptakan self-images (gambaran diri) yang
positif pada Kita dapat membalik faktor-faktor yang menghambat perilaku
menolong. Kita dapat mengambil langkang-langkah untuk mengurangi ambiguitas
dari suatu kondisi yan darurat, untuk membuat suatu ketertarikan personal dan
untuk meningkatkan rasa tanggung jawab.
3. Kita dapat menggunakan reputasi atau teknik doorin-the-face untuk memicu
perasaan bersalah atau suatu kepedulian terhadap gambaran diri.
4. Kita dapat menajarkan altruism. Yaitu untuk menajarkan perilaku positf.
5. penolong potensial juga dapat meningkatkan kemungkinan munculnya
pertolongan.
6. Melalui kegiatan amal dan memberi dukungan pada orang-orang yang melakukan
tingkah laku menolong. Seperti mensosialisasikan pentingnya menolong sesama,
baik sesama manusia maupun sesama mahluk hidup.7

6
Sarlito Wirawan Sarwo, Psikologi Sosial, (.Jakarta : Balai Pustaka, 2002), hlm 340-341.
7
David G. Myers, Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), hlm. 229-240.

10
D. Aspek - Aspek Prososial
1. Untuk melakukan pengukuran terhadap perilaku prososial dapat dilihat
melalui aspek aspek perilaku menolong. Menurut Mussen (1989: 360)
aspek-aspek perilaku menolong adalah sebagai berikut:
2. Berbagi, yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam
suasana suka maupun duka. Hal ini dilakukan apabila penerima
menunjukkan kesukaan sebelum ada tindakan melalui dukungan verbal
dan fisik
3. Menolong, yaitu kesediaan memberikan bantuan kepada orang lain baik
materiil maupun moril. Menolong meliputi membantu orang lain,
memberitahu, menawarkan bantuan pada orang lain, atau melakukan
sesuatu yang menunjang berlangsungnya kegiatan orang lain.
4. Memberi, yaitu kesedian untuk berderma, membantu secara sukarela
sebagian barang miliknya kepada orang yang membutuhkan.
5. Kerjasama, yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi
tercapainya suatu tujuan.
6. Menurut Hoffman (dalam Goleman, 1997: 148), menyatakan bahwa pada
akhir masa kanak-kanak, tingkat empati paling akhir muncul ketika anak-
anak sudah sanggup memahami kesulitan yang ada dibalik situasi yang
tampak dan menyadari bahwa situasi atau status seseorang dalam
kehidupan dapat menjadi sumber beban stres kronis. Pada tahap ini,
mereka dapat merasakan kesengsaraan suatu golongan, misalnya kaum
miskin, kaum tertindas, mereka yang terkucil dari masyarakat.

11
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa tingkah laku prososial
adalah tingkah laku sosial positif yang menguntungkan, yang ditujukan bagi
kesejahteraan orang lain sehingga menjadikan kondisi fisik dan psikis orang lain
menjadi lebih baik, selain itu tindakan prososial dilakukan atas dasar sukarela tanpa
mengharapkan reward eksternal. Faktor internal dan eksternal turut mempengaruhi
perkembangan perilaku prososial pada diri manusia

12
DAFTAR PUSTAKA

David G. Myers, (2012), Psikologi Sosial, Jakarta: Salemba Humanika..

Michael Adriyanto, (1985), Psikologi Sosial, Jilid V, Jakarta: Erlangga.

Sarlito Wirawan Sarwo, (2002), Psikologi Sosial, Jakarta : Balai Pustaka.

Sarlito W. Sarwono, Eko A. Meinarno, (2014), Psikologi Sosial, Jakarta: Salemba Humanika.

Shelley E. Taylor, Lettia Anne Peplau, David O. Sears, (2012), Psikoloi Sosial, Jakarta:
Kencana.

13

Anda mungkin juga menyukai