Anda di halaman 1dari 4

Nama Kelompok

Akhmad firdaus akbar (230416019)


Muhammad khoirullah (2304016041)
Hasbi kurniawan (2304016015)

KELAS (A)

SOAL
Buatlah list kearifan lokal yang ada di kaltim terkait dengan pengelolaan hutan dan lahan oleh
masyarakat.

Jawaban :
1.)Kearifan lokal warga mentawir dalam menjaga hutan mangrove.

Pejelasan: lamale yang juga Ketua RT 1 Kelurahan Mentawir ini menjelaskan hutan mangrove yang
saat ini mereka kelola seluas 500 hektar. Ratusan warga dua RT di kawasan itu pun kompak menjaga
mangrove.Dari buah mangrove itu setidaknya ada tiga jenis produk olahan yang saat ini menjadi
sumber penghasilan warga Mentawir. Yaitu produk sirup mangrove, dodol mangrove dan pupur
dingin.

2.)Kearifan lokal masyarakat masyarakat adat dayak bahau yang menjaga hutan kendati menerapkan
sistem ladang pindah.

Penjelasan: Seperti umumnya masyarakat suku Dayak di Kalimantan, kegiatan berladang merupakan
kegiatan rutin. Berladang terutama untuk menanam padi, selain sayur-sayuran dan tanaman tahunan
seperti kopi dan coklat. Ada juga karet dan tanaman buah-buahan (durian, langsat, rambutan, lei,
mangga, kuweni, dsb.). Siklus berladang suku Bahau sekitar 3-4 tahun, tergantung kesuburan lahan :
Bulan ke-4 dan ke-5. Mereka melakukan kegiatan menebas semak belukar di sekitar pohon besar
sebagai persiapan menebang pohon tersebut. Bulan ke-6. Penebasan belukar Bulan ke-8 dan ke-9.
Saat belukar dan ranting-ranting sudah kering, mereka membakarnya.Bulan ke-9 sampai bulan ke-10.
Saat mulai musim hujan mereka mulai menanam padi. Untuk menanam padi ini, masyarakat baru
bisa menanam jika kepala adat sudah memulainya.Akhir bulan ke-10 atau awal bulan ke-11. Apabila
semua warga masyarakat adat selesai menanam padi, mereka akan menggelar upacara adat yang
disebut upacara “hudoq.

3.) Kearifan lokal kampung tenun samarinda

Penjelasan: perkampungan yang disebut Kampung Tenun Samarinda, atau Kampung Wisata Tenun,
dimana hampir semua penghuni kawasan tersebut memproduksi tenun. Bisa dikatakan, rata-rata
rumah di kampung ini memiliki mesin tenun yang masih tradisional. Tak heran, suara decit tarikan
alat tenun begitu menghiasai hari-hari dan meramaikan suasana kampung ini.

4.) Ulap doyo

Penjelasan: ekstil tradisional memiliki ciri khas dan keunikan tertentu. Kain yang digunakan yaitu
berasal dari serat daun doyo yaitu daun semacam pandan yang berserat kuat dan tumbuh liar di
pedalaman Kalimantan. Daun ini dikeringkan dan disayat mengikuti arah serat daun hingga halus, lalu
dijalin dan dilinting hingga membentuk benang kasar. Untuk warna pada tekstil ini menggunakan
pewarna alami dari tumbuhan. Warna cokelat berasal dari kayu uwar, sedangkan warna merah
berasal dari buah glinggam. Motif yang digunakan pada kain ini yaitu flora dan fauna pada tepi
Sungai Mahakam. Proses pembuatan tekstil ini dilakukan secara turun-temurun.

5.) Mengenal Kearifan Lokal Masyarakat Adat Dayak Wehea dalam Menjaga Hutan Lindung Wehea.

Penjelasan: Masyarakat desa yang merupakan Suku Dayak Wehea melakukan pendekatan adat dalam
menjaga Hutan Lindung Wehea.Hal ini merupakan sejarah dan pertama kalinya di dunia dimana
masyarakat adat terlibat langsung dalam aturan tentang perlindungan hutan dan
ekosistemnnya.Pengukuhan Hutan Lindung Wehea juga tidak terlepas dari lembaga swadaya
masyarakat The Nature Conservancy (TNC), pada tahun 2003 mengadakan penelitian terkait dengan
kekayaan Hutan Lindung Wehea. Dari penelitian TNC tersebut, di Wehea ada 12 hewan pengerat, 9
jenis primata, 19 jenis mamalia, 114 jenis burung, dan 59 jenis pohon bernilai.

6.) Tentang bagaimana Suku Dayak dalam berladang

Penjelasan: Sebelum membuka kawasan hutan, mereka wajib memperoleh petunjuk para leluhur
lewat prosesi menenung atau semadi. “Kami menenung untuk memperoleh firasat dari leluhur
dalam melakukan segala hal,” ungkapnya.Dalam menenung, Putes mengaku mampu berkomunikasi
langsung dengan leluhur. Doanya dijawab lewat pertanda kayu tertancap dalam tanah, makin
panjang atau pendek.“Kayu bertambah panjang artinya kami dilarang berladang. Bila kayunya
bertambah pendek, artinya dipersilakan dan tanahnya subur,” ujarnya.

7.) Mengenal tingkat kesuburan tanah Kalimantan

Penjelasan: Masyarakat Dayak mengenal kesuburan tanah di Kalimantan hanya dengan melihat
tumbuhan di lokasi tersebut. Ada jenis tumbuhan tertentu tumbuh di tanah tandus dan sebaliknya di
tanah jawak atau subur.“Kami hanya dengan melihat jenis tumbuhan yang tumbuh di tanah tersebut,
” kata Ketua Dewan Adat Dayak Paser Kalimantan Timur (Kaltim) Midin (64).Orang Dayak tidak
pernah sembarangan membuka hutan di area kurang cocok untuk berladang. Mereka hanya
membuka hutan di tanah jawak yang cocok untuk berladang dan persawahan.“Ada beberapa jenis
pohon yang menjadi pertanda subur tidaknya tanah itu,” papar Midin.

8.) Konservasi dalam Balutan Kearifan Lokal : Hutan Adat Sungai Utik di Kalimantan Barat
Penjelasan: Salah satu contoh kearifan lokal di Indoesia yang telah diakui sebagai bentuk pengelolaan
hutan secara lestari yaitu Hutan Adat Sungai Utik yang merupakan hutan adat pertama yang
menerima sertifikasi ekolabel di Indonesia dengan pengelolaan hutan secara lestari pada tanggal 7
Agustus 2008. Sertifikasi tersebut menunjukkan adanya kemampuan masyarakat dalam pengelolaan
hutan lestari memiliki peran yang cukup penting.Bahkan Hutan Adat Sungai Utik bisa mendapatkan
penghargaan Equator Prize oleh PBB atas kontribusi dan inisiatif dari masyarakat dan adatnya yang
bisa berperan dalam menjaga lingkungan. Sistem zonasi yang diterapkan dalam pengelolaan kawasan
hutan adat di Sungai Utik dapat menciptakan suatu pemanfatan sumber daya hutan yang dikelola
dengan fungsi yang berbeda sehingga dapat menghindari terjadinya eksploitasi secara berlebihan.
Adanya sistem zonasi dalam pembagian kawasan hutan didukung dengan adanya kepercayaan dan
pandangan masyarakat Sungai Utik dalam memandang pentingnya kawasan hutan. Salah satunya
ajaran yang turun menurun yaitu mengenai “babas adalah apai kami, tanah adalah inai kami dan ae
adalah darah kami yang memiliki arti hutan adalah bapak kami, tanah adalah ibu kami dan air adalah
darah kami”.

9.) Pengelolaan Hutan Adat

Penjelasan: Beberapa komunitas Dayak juga menerapkan sistem pengelolaan hutan adat di mana
hutan dijaga dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Praktik ini mencakup pemeliharaan pohon kayu
bernilai tinggi, tanaman obat-obatan, dan tumbuhan berguna lainnya.

10.) Pengelolaan pertanian masyarakat Dayak berbasis ekosistem kearifan lokal di kalimantan

Penjelasan: sistem pengelolaan usaha tani masyarakat Dayak di Kalimantan. Pendekatan yang
digunakan adalah Kroeber dan Kluckhohn (1952) dalam kaitannya dengan siklus kebudayaan.
Pendekatan ini penting untuk menjelaskan siklus sistem pengelolaan pertanian dan konsepnya
tentang alam dan lingkungan pada masyarakat Dayak. Dalam konteks bertani ditemukan berbagai
nilai yang ada pada masyarakat Dayak seperti nilai-nilai yang mengandung aspek kebersamaan, kasih
sayang, gotong royong, seni, ritual dan spiritual. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
melalui observasi dan wawancara langsung untuk teknik pengumpulan datanya.

11.) Penggunaan Teknologi Tradisional

Penjelasan: Suku Dayak juga dapat memanfaatkan teknologi tradisional dalam pengolahan lahan,
seperti pembuatan alat pertanian sederhana atau sistem irigasi tradisional.Penting untuk diingat
bahwa praktik pertanian dan pengolahan lahan dapat berbeda dari satu komunitas Dayak ke
komunitas lainnya, tergantung pada faktor-faktor seperti kondisi alam, budaya lokal, dan adat istiadat
yang dipegang teguh.

12.)Rotasi tanam

Penjelasan: Beberapa komunitas suku Dayak menerapkan rotasi tanam di mana lahan pertanian atau
perkebunan dibiarkan beristirahat selama periode tertentu untuk pemulihan tanah dan
meminimalkan degradasi.
13.) Pembatasan Pembalakan

Penjelasan: Pengelolaan hutan Dayak mungkin mencakup pembatasan terhadap penebangan pohon
yang dilakukan dengan aturan yang ketat untuk memastikan kelestarian hutan.

14.) Ladang berpindah

Penjelasan: uku Dayak di Kalimantan Timur telah lama mengamalkan sistem ladang berpindah yang
disebut "tumpangsari". Mereka membuka lahan dengan membakar sebagian kecil hutan, lalu
menanam tanaman pangan. Setelah beberapa tahun, lahan tersebut dibiarkan beristirahat
sementara mereka membuka ladang baru. Hal ini membantu menjaga kesuburan tanah dan
meminimalisasi kerusakan lingkungan.

15.) pengelolaan hasil hutan menjadi obat dan ramuan bagi suku dayak tradisonal

Penjelasan: Suku-suku lokal juga memiliki pengetahuan tentang tumbuhan obat dan ramuan
tradisional yang tumbuh di hutan. Mereka menggunakan pengetahuan ini untuk mengobati berbagai
penyakit dan menjaga kesehatan komunitas mereka.Selain itu, prinsip-prinsip kearifan lokal juga
mencakup adat-istiadat yang mengatur tata cara memanfaatkan sumber daya alam. Misalnya, ada
kepercayaan untuk mematuhi pantangan dan aturan tertentu dalam memanen hasil hutan agar tidak
merusak keseimbangan ekosistem.

Anda mungkin juga menyukai