Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, peruntukan ruang semakin kompleks bukan hanya karena bertambahnya jumlah
penduduk, tetapi juga munculnya masalah lain yang berdampak langsung pada manusia dan alam
sekitarnya. Wacana seperti perubahan iklim, erosi, bencana longsor dan banjir, hingga urbanisasi
berhubungan langsung dengan peruntukan penggunaan lahan agar berbagai masalah dapat yang
disebutkan di atas dapat dihindari. Di sisi lain, tingginya angka kemiskinan di pedesaan dan kebutuhan
akan uang tunai untuk mengakses barang-barang konsumsi membuat masyarakat pedesaan seringkali
mengambil jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan subsistensi mereka, misalnya dengan menebang
pohon bahkan yang di bantaran sungai. Kondisi seperti ini makin memperparah berbagai kerusakan
lingkungan yang sudah disinggung sebelumnya sehingga membawa masyarakat pedesaan pada berbagai
macam keretanan.

Perhatian terhadap pembangunan berkelanjutan terus menjadi wacana yang digelar dan dituangkan
di dalam kebijakan di banyak negara. Hingga, ketika pada tahun 2015 masa berakhirnya MDGs, kemudian
dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs). Kendati poin-poin yang dihasilkan dari SDGs
lebih banyak dari MDGs, pada prinsipnya tetap sama. Beda, SDGs kini dituangkan di dalam kebijakan resmi
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Di Maluku Utara, berbagai konflik tenurial justru merebak diakibatkan oleh ketidakjelasan
kepemilikan lahan dan tumpang tindih perizinan. Bercermin dari kenyataan seperti itu, perlunya ada
pembuatan peta dan dokumen rencana tata guna lahan (RTGL) untuk memperkecil kemungkinkan konflik
tenurial di masa mendatang. Syaratnya, harus ada kejelasan batas lahan dan konsensus tentang
penggunaan dapat disepakati oleh semua pihak terkait. Untuk itulah, dalam prosesnya, syarat yang wajid
dipenuhi adalah proses pembuatan peta dan dokumen harus transparan dan partisipatif.

Selain itu, proses pembuatan peta dan dokumen rencana tata guna lahan yang dimulai pada tingkat
desa harus didorong sejak dini. Pasalnya, selama ini prosesnya selalu dimulai dari pusat, lalu diinstruksikan
pada berbagai jenjang hingga sampai pada desa. Banyak kasus yang kemudian muncul menyertai proses
seperti ini adalah konflik karena tidak kontekstualnya proses perencanaan yang datang dari pusat.

1.2 Tujuan Perencanaan

Penyusunan peta dan dokumen Rencana Tata Guna Lahan (RTGL) Desa Kosa bertujuan sebagai
berikut:

1) Memberikan gambaran tentang potensi Sumber Daya Alam (SDA) serta menginformasikan jenis
penggunaan lahan di Desa Kosa.
2) Memproyeksikan kebutuhan dan merencanakan penyediaan lahan permukiman masyarakat Desa
Kosa.
3) Merencanakan arahan penggunaan lahan pertanian di Desa Kosa secara lebih produktif dan
berkelanjutan.
4) Mendorong adanya sinkronisasi dalam menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) bagi Pemerintah Kota Tidore Kepulauan.

1.3 Lokasi

Lokasi yang menjadi cakupan dalam RTGL Desa Kosa adalah seluruh hamparan kebun, ladang,
permukiman, semak belukar, kawasan hutan, dan lainnya, yang secara administratif tercatat sebagai
bagian dari Desa Kosa dan secara de facto telah dikelola secara intensif oleh masyarakat Desa Kosa.

1.4 Tahapan Perencanaan

Berikut ini adalah beberapa tahapan dalam penyusunan peta dan dokumen RTGL Desa Kosa:

1) Sosialisasi dan Penyampaian Informasi .

Pertemuan terkait rencana kegiatan penyusunan peta dan dokumen RTGL ini dilakukan di Kantor Desa
Kosa pada tanggal 13 Oktober 2022 dengan jumlah peserta 18 orang yang mewakili aparat desa, tokoh
masyarakat, perwakilan pemuda, perwakilan ibu-ibu, perwakilan Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Gunung
Sinopa dan perwakilan SPTN 1 Weda Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata. Dalam sosialisasi tersebut
telah disampaikan latar belakang, tujuan dan tahapan-tahapan penyusunan peta dan dokumen rencana
tata guna lahan. Sosialisasi ini penting untuk mendapat persetujuan dari masyarakat dalam perubahan
tata ruang desa sesuai dengan prinsip FPIC (Free Prior and Informed Consent). Output dari kegiatan
sosialisasi ini adalah Berita Acara yang menyebutkan bahwa seluruh peserta sepakat dengan kegiatan
penyusunan peta dan dokumen rencana tata guna lahan.

2) Koordinasi dengan Pemangku Kebijakan (stakeholder)

Koordinasi dengan beberapa pihak terkait diantaranya adalah Bappelitbang, Dinas Pemberdayaan
Masyarakat Desa, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perumahan dan Pemukiman, Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang, dan Dinas Pertanian. Sedangkan dari Desa Kosa diwakili oleh Kepala Desa, Sekretatis
Desa, perwakilan pemuda dan perwakilan masyarakat transmigrasi SP 2 Kosa. Koordinasi tersebut
dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 2022, di Kantor Bapelitbang Kota Tidore Kepulauan.

Dalam audiensi tersebut perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sepakat dengan kegiatan
yang akan dilakukan karena akan lebih memudahkan pemerintah desa dalam mengatur tata ruang
wilayahnya untuk kesejahteraan masyarakat. Beberapa OPD juga memberikan solusi atas permasalahan
yang sedang dihadapi khususnya permasalahan tapal batas dengan Kelurahan Payahe dan matinya irigasi
yang berdampak kepada petani transmigran di Desa Kosa dan Desa Koli. Selain itu, beberapa OPD juga
menginformasi terkait pembuatan proposal untuk pemberdayaan masyarakat desa.

3) Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder terdiri dari data dasar terkait kondisi sosial, ekonomi, dan spasial. Data sosial ekonomi
desa didapatkan melalui dokumen Badan Pusat Statistik (BPS) dan dokumen kajian Burung Indonesia.
Sementara data spasial meliputi peta topografi (kadaster), peta kemiringan lereng, peta tutupan lahan,
peta RTRW dan atau RDTR, data curah hujan, jenis tanah, dan sebagainya yang berkaitan dengan peta
rencana tata guna lahan. Data spasial didapat dari situs Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Bapelitbang
Kota Tidore Kepulauan.

4) Penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD)

Tahap selanjutnya dilakukan dengan diskusi bersama masyarakat dan stakeholder mengenai rencana
tata ruang desa. Diskusi yang dilaksanakan dapat dilakukan baik secara formal (FGD) maupun informal
(door to door). Diskusi ini dimaksudkan untuk membangun kesepahaman dan kesepakatan mengenai
rencana tata guna lahan di desa, serta memberikan input kepada pemerintah desa maupun masyarakat
untuk mengalokasikan lahan/kawasan dalam upaya perlindungan habitat maupun kehati yang ada di
desa, cadangan pemukiman, cadangan lahan pertanian untuk ketahanan pangan dan rencana
pembangunan fisik/infrastruktur yang sesuai dengan arah kebijakan desa & pemerintah daerah.

Kegiatan ini bersifat partisipatif yang melibatkan pemerintah dan perwakilan masyarakat desa dalam
proses survei (ground check). Partisipatif yang dimaksud adalah penunjukan perwakilan masyarakat yang
akan masuk dalam tim survey rencana tata guna lahan kemudian akan disahkan oleh Kepala Desa melalui
SK Kepala Desa. Setelah mendapat SK Kepala Desa kemudian tim survei akan dibekali dengan pelatihan
cara penggunaan GPS supaya mempermudah dan mempercepat proses survei jika akan dilakukan
pembagian tim. Selain pelatihan GPS, konsultan juga akan melakukan pelatihan penggunaan alat survey
yang bisa dilakukan sebelum dan sesudah peta RTGL disusun seperti avenza map supaya memudahkan
masyarakat dalam melakukan monitoring aktivitas maupun kegiatan-kegiatan yang berada dalam peta
rencana tata guna lahan.

5) Survei Lapangan (Ground Check)

Ground Check merupakan tindak lanjut dari hasil diskusi dengan masyarakat dan stakeholder. Waktu
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan ground check ini ±4-5 hari kerja, dengan catatan semua titik-titik
maupun jalur tracking sudah diketahui pada saat pelaksanaan FGD. Apabila dilakukan pembagian tim
pada saat ground check maka peran anggota dalam tim tersebut akan dibicarakan pada saat pembentukan
tim. Tetapi setidaknya di dalam 1 tim ada yang berperan sebagai pengambil titik koordinat (pemegang
GPS), pencatat (untuk pencatatan nama-nama lokal dan keterangan yang lain dalam suatu titik),
pengambil dokumentasi (foto) dan penunjuk arah.

6) Penyusunan Draft Peta dan Dokumen RTGL

Informasi dari proses FGD dan survei lapangan serta data sekunder yang terhimpun lalu diolah oleh
tim Burung Indonesia. Mulai dari proses digitasi peta dan analisis yang dituangkan pada draft dokumen
RTGL. Adapun peta yang telah didigitasi masih bersifat indikatif karena proses verifikasi di lapangan terus
berjalan.

7) Verifikasi Peta dan Dokumen RTGL

Verifikasi dilaksanakan setelah semua draft peta dan dokumen rencana tata guna lahan telah selesai.
Verifikasi akan dilakukan di tingkat desa dengan mengundang perwakilan masyarakat, pemerintah desa
Kosa, pemerintah Kecamatan Oba, SPTN I Weda Balai Taman Nasional AKetajawe Lolobata dan Kesatuan
Pengelola Hutan Kusu Sinopa. Dalam verifikasi tersebut akan dibuat berita acara kesepakatan terhadap
draft peta rencana tata guna lahan dan revisinya.

Setelah melakukan verifikasi tigkat desa, kemudian hasilnya nanti akan dipresentasikan kepada
Bappelitbang Kota Tidore Kepulauan dan beberapa OPD terkait dalam kegiatan audiensi dengan
pemerintah Kota Tidore Kepulauan.

8) Finalisasi dan Pengesahan Dokumen RTGL

Finalisasi dokumen akan dilaksanakan setelah semua revisi diselesaikan. Pengesahan peta dan
dokumen RTGL akan dilaksanakan di Desa Kosa dengan mengundang perwakilan masyarakat, pemerintah
desa, pemerintah Kecamatan Oba, SPTN I Weda Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata dan Kesatuan
Pengelola Hutan Kusu Sinopa.

1.5 Batasan Perencanaan

Dokumen RTGL Desa Kosa disusun untuk menjadi acuan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
lahan dalam jangka waktu 5 tahun, dimulai dari tahun 2023 hingga tahun 2028. Evaluasi RTGL dapat
dilakukan secara periodik setiap kurun waktu tertentu. Aspek yang direncanakan dalam dokumen RTGL
Desa Kosa meliputi lahan permukiman, lahan pertanian dan non pertanian yang dapat dibudidayakan oleh
masyarakat dan lahan yang dialokasikan untuk dilindungi baik secara kearifan lokal maupun lingkungan.

BAB II
DESKRIPSI WILAYAH
2.1 Letak Desa

Secara administratif, Desa Kosa masuk dalam Kecamatan Oba, Kota Tidore Kepulauan. Berjarak ± 75
Km dari Sofifi, Ibu Kota Provinsi Maluku Utara, dan sekitar 5 Km ke Payahe, Ibukota Kecamatan Oba.
Permukiman Desa Kosa terletak di tepi jalan poros Trans Halmahera Sofifi – Weda, terdiri dari 3
pembagian dusun.

Jika menggunakan batas administratif yang dikeluarkan BPS Tahun 2010, Desa Kosa terbagi dalam tiga
(3) status kawasan hutan, yaitu Taman Nasional, Hutan Produksi Terbatas, dan Areal penggunaan lain.
Wilayah Taman Nasional yang masuk dalam wilayah administrasi Desa Kosa seluas ± 4,47 Ha, sehingga
Desa Kosa menjadi salah satu desa penyangga Taman Nasional, khusus Blok Tajawe. Sementara itu
terdapat ±1.224,52 Ha kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang masuk dalam wilayah administrasi
Desa Kosa. Saat ini kawasan HPT tersebut ditanami tanaman keras oleh masyarakat seperti kelapa,
cengkeh, pala, dan buah-buahan. Luas total Desa Kosa ialah 2748 Ha.

Dari peta dasar yang dirilis Badan Informasi Geospasial (BIG) pada Tahun 2019, batas administratif
Desa Kosa mengalami perubahan yang signifikan sehingga luas wilayah berubah menjadi 4364,8 Ha. Meski
demikian, di tingkat tapak belum ada penegasan batas desa secara keseluruhan, batas yang digunakan
masih versi lama yang penanda batasnya hanya di sekitar jalan poros.

Gambar 1. Lokasi Desa Kosa (Batas Desa BIG 2019)

Adapun batas-batas wilayah Desa Kosa sebagai berikut :

Utara : Desa Koli


Timur : Desa Fidi, Kabupaten Halmahera Tengah
Selatan : Wilayah Payahe
Barat : Desa Koli dan Laut
2.2 Kondisi Fisik Desa
1) Kondisi Topografi, Morfologi dan Kelerengan

Wilayah Desa Kosa untuk permukiman dan perkebunan rakyat berada di ketinggian 20 – 325 Mdpl
dengan kondisi morfologi dataran, dataran bergelombang, perbukitan landai dan perbukitan sedang.
Perkebunan rakyat berada di dataran bergelombang, perbukitan landai dan perbukitan sedang yang
berada pada tingkat kelerangan 5 – 25%. Perkebunan rakyat didominasi dengan tanaman kelapa,
sedangkan komoditas yang lain adalah cengkeh, pala, pisang dan buah-buahan.

Gambar. Peta Toporafi Desa Kosa

2) Kondisi Iklim

Berdasarkan data peta curah hujan dari BMKG Provinsi Maluku Utara yang digambarkan dalam peta
curah hujan Kota Tidore Kepulauan khususnya di Desa Kosa bahwa rata-rata curah hujan 2000-2500 mm.

3) Karateristik Fisik Lahan

Karateristik lahan diperoleh dari beberapa sumber data yaitu peta jenis tanah, peta kelerengan, peta
topografi, peta curah hujan, data sosial (sejarah desa) dan beberapa referensi serta pengamatan di
lapangan. Terdapat 4 jenis tanah yang ada di Kosa antara lain:
Tabel 1. Jenis Tanah di Desa Kosa

No Jenis Tanah Keterangan


Jenis tanah ini berasal dari bahan induk organik seperti dari
hutan rawa atau rumput rawa, dengan ciri dan sifat: tidak terjadi
deferensiasi horizon secara jelas, ketebalan lebih dari 0.5 meter,
warna coklat hingga kehitaman, tekstur debu lempung, tidak
1 Organosol Hemik :
berstruktur, konsistensi tidak lekat-agak lekat, kandungan
organik lebih dari 30% untuk tanah tekstur lempung dan lebih
dari 20% untuk tanah tekstur pasir, umumnya bersifat sangat
asam (pH 4.0), kandungan unsur hara rendah.
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor
lokal, yaitu topografi merupakan dataran rendah atau cekungan,
hampir selalu tergenang air, solum tanah sedang, warna kelabu
hingga kekuningan, tekstur geluh hingga lempung, struktur
2 Gleisol Eutrik : berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5
– 6.0), kandungan bahan organik. Ciri khas tanah ini adanya
lapisan glei kontinu yang berwarna kelabu pucat pada
kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari profil tanah selalu
jenuh air, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun.
Tanah kambisol adalah tanah yang berkembang di atas batu
gamping.Jenis tanah ini ditemukan di dataran tinggi batu
gamping dan daerah sekitar erosi.Tanah ini memiliki horizon A
berwarna merah gelap hingga coklat gelap kemerahan dengan
tekstur sedang (lempung) hingga agak halus (lempung liat
berdebu) memliki konsistensi gembur hingga agak teguh pada
3 Kambisol Eutrik :
keadaan lembab. Jenis tanah ini agak masam (pH 5,5) dan
memiliki solum dengan kedalaman dalam sampai sangat dalam,
dan tersebar pada area dengan kemiringan lereng >15 %. Secara
genesis tanah ini merupakan tanah yang sedang berkembang
karena tidak ditemukan gejala-gejala hidromorfik (pengaruh air)
di dalam penampang 59 cm dari permukaan tanah
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan,
berasal dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam,
belum terbentuk struktur, konsistensi dalam keadaan basah
4 Aluvial Gleik :
lekat, pH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga
tinggi.Penyebarannya di daerah dataran aluvial sungai, dataran
aluvial pantai dan daerah cekungan.
2.3 Kondisi Demografi Desa

Berdasarkan dokumen RPJMDes Kosa Tahun 2022 menunjukan bahwa jumlah penduduk yang tercatat
secara administrasi adalah 987 jiwa dengan 292 kepala keluarga. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 494
jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 487 jiwa, dengan kepadatan penduduk mencapai 35.68
jiwa/km².

Tabel 2. Jumlah penduduk berdasarkan usia tahun 2021

No Kelompok Usia Jumlah (Jiwa)


1 0-4 41
2 5-9 93
3 10-14 92
4 15-19 131
5 20-24 75
6 25-29 92
7 30-34 67
8 35-39 88
9 40-44 78
10 45-49 60
11 50-54 34
12 55-59 42
13 60-64 37
14 65-69 30
15 70-74 13
16 >75 14
Sumber: RPJMDes Kosa 2022

Jika dilihat dari tabel di atas, maka mayoritas penduduk Desa Kosa adalah usia remaja dengan jumlah
131 jiwa. Sedangkan usia produktif 20-54 tahun sebanyak 494 jiwa yang berarti 50.05% dari total jumlah
penduduk Desa Kosa.

Tabel 3. Jumlah dan pertumbuhan penduduk 5 tahun terakhir Desa Kosa

Jumlah Pertumbuhan Persentase


Tahun
Penduduk Penduduk (%)
2016 750
2017 939 189 25.2
2018 977 38 4.05
2019 1011 34 3.48
2020 1032 21 2.08
2021 987 -45 -4.36
Sumber: Kecamatan Oba dalam Angka 2017-2021 dan RPJMDes Kosa 2022

Tabel di atas menunjukkan angka pertumbuhan penduduk dari tahun 2016-2021 yang justru semakin
menurun. Hal ini disebabkan pada tahun 2018 ketika perusahaan tambang nikel PT IWIP yang mulai
beroperasi dan membutuhkan banyak karyawan, sehingga banyak warga Kosa yang bermigrasi ke Desa
Lelief untuk bekerja sebagai karyawan PT IWIP karena salah satu persyaratan untuk bekerja di PT IWIP
adalah memiliki KTP yang berdomisili di Kabupaten Halmahera Tengah, sehingga banyak warga yang
mengajukan perpindahan domisili dari Desa Kosa ke Desa Lelilef.

Desa Kosa terdapat 1 dusun yang merupakan Satuan Pemukiman (SP) Transmigrasi yang dibentuk
pada tahun 2013. Masyarakat transmigrasi nasional berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, sementara
untuk masyarakat transmigrasi lokal berasal dari warga Desa Kosa suku Makean, karena dulunya terdapat
syarat-syarat khusus pada saat pembebasan lahan areal SP II Transmigrasi.

2.4 Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Fasilitas pelayanan sosial yang tersedia di Desa Kosa cukup lengkap, fasilitas tersebut dirasa cukup
mampu memberikan pelayanan umum kepada warga Desa Kosa. Selain fasilitas umum, untuk
ketersediaan rumah warga, terdapat beberapa rumah tidak layak huni menurut data SDG’s Desa Kosa
Tahun 2021 yang ditampilkan dalam table di bawah ini.

Tabel 4. Jumlah rumah di Desa Kosa Tahun 2021

No Uraian Jumlah Satuan


1. Rumah Tak Layak Huni 6 Unit
2. Rumah Permanen 102 Unit
3. Rumah Semi permanen 23 Unit
4. Rumah Tidak Permanen 2 Unit

Dalam usaha peningkatan hasil usaha perkebunan dan mendekatkan akses warga Desa Kosa menuju
kebunnya, maka pemerintah Desa Kosa membangun sejumlah akses jalan. Jalan-jalan tersebut dapat
dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5. Sarana dan Prasarana Desa Kosa Tahun 2021

No Uraian Jumlah Satuan


1. Jalan Desa 1,50 Km
2. Jalan Rabat beton 1,20 Km
3. Jalan Tani 3,60 Km
4. Jembatan 3 Unit
5. Saluran Drainase 400 Meter
6. Talud Pantai/ Sungai 120 Meter
7. Kantor Desa 1 Unit
8. Balai pertemuan Desa 1 Unit

Kesehatan masyarakat memiliki peran penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia, penanggulangan kemiskinan dan pembangunan ekonomi. Indeks Pembangunan Manusia
meletakkan kesehatan adalah salah satu komponen utama pengukuran selain pendidikan dan
pendapatan. Kondisi umum kesehatan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku, dan pelayanan
kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan terdiri dari beberapa komponen antara lain ketersediaan
dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan
dan manajemen kesehatan.

Dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat dan pencegahan stunting di Desa Kosa berikut
sarana dan prasarana serta sumber daya manusia di bidang kesehatan yang dapat dilihat dalam table di
bawah ini.

Tabel 6. Jumlah sarana dan prasarana serta tenaga kesehatan di Desa Kosa Tahun 2021

No Uraian Jumlah Satuan


1. Puskesmas - Unit
2. Pustu 1 Unit
3. Posyandu 1 Unit
4. Dokter - Orang
5. Mantri Kesehatan 1 Orang
6. Perawat - Orang
7. Bidan 1 Orang
8. Dukun Bermitra 2 Orang
9. Kader Posyandu 5 Orang
10. Kader Stunting 3 Orang
11. Kader Desa Siaga 7 Orang

2.1 Perekonomian Desa

Sumber penghidupan warga Desa Kosa berasal dari komoditas perkebunan kelapa yang dipanen
setiap 3-4 bulan dan diolah menjadi kopra. Warga Desa Kosa (Suku Makian) mengupayakan kopra sebagai
sumber penghidupan namun belum mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup, dikarenakan mereka
berhutang pada tengkulak/penampung kopra. Hutang tersebut dilunaskan saat petani menjual kopra ke
tengkulak. Dikarenakan hasil penjualan langsung dipotong, mereka pun tidak ada tabungan untuk
pendidikan anak, kesehatan dan untuk hal-hal yang tak terduga, yang berdampak pada penjualan aset
(tanah dan hewan ternak). Sampai bulan November 2022 kisaran harga kopra rata-rata Rp. 5.000-6.000,-
/kg.
Sementara itu, komoditas lain berupa cengkeh dan pala masih dalam proses pertumbuhan. Ada
sebagian yang baru mulai berbuah, namun jumlahnya tidak banyak. Sebagian lahan juga dikonversi untuk
menanam kelapa dalam. Dibutuhkan pembukaan lahan baru untuk menanam pala dan cengkeh, akan
tetapi lahan mereka berada di dalam kawasan hutan produksi terbatas. Ada juga warga yang bekerja
sebagai pencari kayu di hutan dengan penghasilan Rp. 500.000 – 2.000.000,-.

Foto: Lahan pertanian hortikultura di Transmigrasi Kosa


dan Perkebunan Kelapa Desa Kosa (Afp&Art)

Untuk warga Desa Kosa di SP II Transmigrasi, mereka mengusahakan pertanian hortikultura, menjadi
pedagang sayur keliling, hingga buruh bangunan dan buruh tani. Rata-rata penghasilan warga transmigrasi
1-2 Juta/bulan. Kendala yang dihadapi oleh para petani hortikultura saat ini adalah pergeseran musim
yang tidak dapat diprediksi, serta permasalahan kepemilikan lahan dan sarana dan prasarana produksi
yang tidak tersedia. Sampai sekarang SP II transmigrasi Kosa belum diserahkan kepada Pemerintah Kota
tetapi masih dalam pengawasan Disnakertrans sehingga berdampak pemerintah desa tidak dapat
melakukan pengalokasian dana desa bagi transmigrasi SP II Kosa.
BAB III
KONDISI TATA GUNA LAHAN DESA KOSA TAHUN 2019

3.1 Klasifikasi Penggunaan Lahan Saat Ini

Pada tahun 2019 telah dilaksanakan pemetaan tata guna lahan desa Kosa secara partisipatif dengan
menghasilkan sebuah peta yang memuat penggunaan lahan sebaran kebun masyarakat, pemukiman,
fasilitas umum, fasilitas sosial, jalan (tani, desa, utama), sungai dan rawan bencana. Peta disusun melalui
interpretasi citra satelit dan survei lapangan secara sporadik bersama masyarakat dan pemerintah desa.

Kendati demikian belum ada batasan pasti terkait luasan desa, sebab belum adanya penegasan batas
desa yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam tingkat tapak, kesepakatan batas desa hanya di jalan umum
dengan beberapa penanda berupa tugu, tapi delineasi batas hingga wilayah hutan belum ada. Batasan
klasifikasi penggunaan ini pada dasarnya menggunakan peta administratif yang disedikaan oleh BIG pada
tahun 2019, setelah sebelumnya berpatokan pada peta administratif tahun 2010 yang disediakan oleh
BPS. Luas batas desa menggunakan peta BPS yaitu 2748,42 Ha, sementara peta BIG seluas 4364,83 Ha.
Peta penggunaan lahan ini di bawah ini mengikuti batas administratif BIG serta delineasi di perkebunan
kelapa dan campuran yang telah dikelola oleh masyarakat meski itu berada di luas batas administratif.

Klasifikasi penggunaan lahan di bawah ini disepakati dibagai menjadi sejumlah area, antara lain
permukiman dan pekarangan, pertanian lahan kering untuk hortikultura, kebun campuran dengan semak
belukar, lahan terbuka, hutan rimba, dan kawasan mangrove. Alasan klasifikasi ini dengan kepentingan
mempermudah proses delineasi, misalnya terkait area kebun campuran yang digabung dengan semak
belukar, dimana tanaman masyarakat berupa kelapa, pala, cengkeh, kadang bercampur dengan semak
belukar sehinggan menyulitkan proses delineasi.

Tabel Klasifikasi Penggunaan Lahan

No Penggunaan Lahan Luasan (Ha)


1 Permukiman dan Pekarangan 15,8
2 Hutan Rimba 2311
3 Kebun Campuran dan Semak 2217
4 Pertanian Lahan Kering 36,6
5 Lahan Terbuka 19,4
6 Lapangan 1,6

Berikut ini adalah peta indikatif penggunaan lahan di Desa Kosa.


1) Permukiman

Masyarakat Desa Kosa bermukim secara mengelompok dan dibagi menjadi 3 dusun, yaitu
permukiman dusun 1, permukiman dusun 2 dan satuan permukiman transmigrasi II Kosa yang merupakan
dusun 3. Permukiman dusun 1 dan dusun 2 berada di tepi kiri dan kanan jalan trans Sofifi-Payahe,
sedangkan SP Transimgarsi II Kosa berada di sebelah selatan dusun 1. Luasan permukiman dan
pekarangan dari delineasi yang dilakukan seluas 15,8 Ha. Adapun persebaran fasilitas umum dan sosial di
Desa Kosa tersebar di 3 dusun, yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel . Sebaran fasilitas umum dan sosial di Desa Kosa

No Fasilitas Letak
1 Kantor Desa Dusun 1
2 Balai Desa Dusun 1
3 Sekolah Dasar Dusun 1
4 Sekolah Menengah Pertama Dusun 1
5 Masjid Besar Dusun 1
6 Tower Telkomsel Dusun 1
7 Lapangan Sepak Bola Dusun 2
8 Puskesmas Pembantu Dusun 2
9 TK dan PAUD Dusun 2
10 Pondok Pesantren Dusun 2
11 Sumber Air Bersih (sumur bor+Bak Penampung Air) Dusun 2
12 MCK Umum Dusun 2
13 Masjid SP 2 Dusun 3
14 Balai Dusun Dusun 3
15 Gudang Logistik Dusun 3
16 Saluran Irigasi Dusun 3

Letak Desa Kosa dapat dikatakan sangat strategis karena berada di jalur transportasi Halmahera
(Sofifi-Payahe-Weda) yang menghubungkan antara Kota Tidore Kepulauan dengan Kabupaten Halmahera
Tengah, sehingga intensitas transportasi darat baik travel penumpang, angkutan barang dan kendaraan
pribadi cukup tinggi mengingat bahwa di Desa Lelilef (Kabupaten Halmahera Tengah) terdapat
perusahaan tambang nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (PT IWIP).

Masyarakat Desa Kosa mengandalkan sumur gali dan sumur bor untuk memenuhi kebutuhan air
bersih khususnya di Dusun 1 dan Dusun 3. Sedangkan di Dusun 2 menggunakan sumur bor yang dialirkan
di permukiman dusun 2. Sementara itu, tidak semua rumah di permukiman dusun 2 memiliki MCK
sehingga pemerintah desa Kosa membangun fasilitas MCK umum.

Saluran irigasi berada di Dusun 3 yang merupakan kawasan pertanian transmigrasi yang dibangun
pada tahun 2019 yang cukup membantu para petani trans dalam memenuhi kebutuhan air untuk tanaman
baik di pekarangan rumah maupun di lahan usaha. Tetapi kondisinya saat ini sudah tidak mengalir lagi
sejak akhir tahun 2021 karena salah satu bangunan dari bendungan di Sungai Bale jebol. Bangunan
tersebut yang mengalirkan air sungai bale menuju jalur irigasi trans SP 1 Koli dan trans SP 2 Kosa. Selain
itu terdapat salah satu jalur irigasi yang terletak di Desa Koli jebol karena tidak mampu menahan aliran air
dari anak sungai Bale.

2) Pertanian Lahan Kering

Pada tahun 2013, telah dibuka area transmigrasi SP 2 Kosa. Area transmigrasi tersebut dihuni oleh
pendatang yang berasal dari Jawa dan juga masyarakat lokal. Wilayah transmimgrasi yang saat ini menjadi
sentra komoditas pertanian lahan kering khususnya hortikultiura. Hasil delineasi area pertanian seluas
36,6 Ha.

Komoditasnya antara lain tomat, cabe/rica, bawang merah, padi, jagung, berbagai sayur mayur yang
dipanen secara berkala setiap bulan dan dipasok ke daerah Tidore Kepulauan hingga ke Halmahera
Tengah. Untuk saat ini, petani lebih menanam hortikultura dan menjual sayurnya ke wilayah Halmahera
Tengah di Desa Lelilef maupun di Kota Weda karena keuntungannya jauh lebih besar daripada menanam
padi dan jagung. Mereka menanam di sekitar pekarangan (1/4 Ha) dan lahan usaha 1 (1 Ha) maupun lahan
usaha 2 (3/4 Ha). Namun dari 36,6 Ha ini tidak semua ditanami, sisanya masih berupa lahan tidur yang
digarap paruh waktu.

Harga tanaman hortikultura bervariasi tetapi yang paling sering ditanam oleh warga transmigrasi
adalah sawi, kangkung, terong, cabe dan tomat, menurut mereka harganya cukup stabil dan selalu habis
jika dijual.

3) Kebun Campuran

Masyarakat Desa Kosa yang bermukim di dusun 1 dan dusun 2 mayoritas bermata pencaharian
sebagai pekebun dengan tanaman yang dominan adalah kelapa dengan produk turunannya kopra. Lahan
mereka berada di sebelah utara dan barat permukiman Desa Kosa yang secara administratif masuk dalam
wilayah administrasi Desa Koli. Selain itu mereka juga menanam pala, pisang, jeruk, durian dan sejumlah
tanaman lain dengan pola tumpang sari. Area kebun mereka juga bercampur dengan semak belukar
dengan total luas 2217 Ha.

Untuk pendapatan utama masyarakat berasal dari kopra, yang saat ini berkisar diharga Rp 4.000-
6.000,-/kg dengan hasil produksi rata-rata 1-2 ton/3 bulan. Hasil produksi tersebut dijual ke pengepul
terdekat di sekitar Kelurahan Payahe dan Desa Talagamori. Masyarakat akan menjual kopranya di
tengkulak yang biasanya warga berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari selama 3 bulan.
Ketika sudah panen maka hasilnya akan dipotong untuk membayar hutang mereka. Pembayaran hutang
sesuai dengan kesepakatan antara tengkulak dengan masyarakat, tidak selalu hutang tersebut dilunasi
pada saat panen tiba, karena disesuaikan dengan kebutuhan hidup maupun keperluan yang lainnya
khususnya biaya pendidikan dan makan.
4) Hutan

Merujuk SK No. 302/Menhut-II/2013 terkait penunjukan status kawasan hutan, wilayah administrasi
Desa Kosa terdapat 3 status kawasan yaitu lain Areal Penggunaan Lain (APL), Hutan Produksi Terbatas
(HPT) dan Hutan Lindung (HL). Luas masing-masing kawasan yaitu APL seluas 1989,41 Ha, HPT seluas
2301,03 Ha, HL seluas 34,96 Ha, dan Tubuh Air dengan luas 21,94 Ha. Di area HPT terdapat sebaran kebun
campuran milik masyarakat seluas ± 285 Ha. Berikut adalah peta status kawasan hutan di Desa Kosa.

Gambar. Peta Kawasan Hutan Di Desa Kosa

Wilayah hutan rimba meski belum ada pembukaan lahan sama sekali, menurut informasi, telah
dikaveling dan dibagi kepemilikannya. Beberapa narasumber mengatakan bahwa untuk mendapatkan
sebidang tanah, warga mengajak tokoh masyarakat dan keluarga untuk mengukur tanah yang belum
dimiliki oleh orang lain. Kemudian diukur menggunakan tali, sehingga walaupun tanah tersebut tidak akan
digarap tetapi sudah dapat diklaim menjadi tanahnya karena sudah ada saksi (tokoh masyarakat). Sistem
kepemilikan lahan tersebut melegalkan masyarakat untuk mengambil kayu yang diklaim bahwa lahan
tersebut adalah miliknya walaupun masih berupa rimba. Sehingga ada kecenderungan bahwa ketika lahan
pertanian/perkebunan sudah mulai terbatas maka kemungkinan akan merambah lahan yang masih
berupa hutan.

5) Lahan Terbuka dan Lapangan

Terdapat 19,4 Ha lahan terbuka di sisi utara dan selatan permukiman. Paling luas berada di sisi utara
dekat jalan menuju perkebunan warga. Lahan terbuka tersebut menjadi tempat melepas ternak sapi milik
warga. Lahan terbuka ini yang diproyeksikan untuk perluasan pemukiman nantinya. Sementara kawasan
lapangan berada di selatan permukiman, terdiri dari lapangan voli dan lapangan bola kaki yang saat ini
dalam proses renovasi.
3.1 Permasalahan Tata Guna Lahan Desa Kosa

Mengacu pada Kesepakatan Pelestarian Alam Desa (KPAD) yang disusun pada tahun 2019 dan direvisi
pada tahun 2021 serta pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka penyusunan peta dan
dokumen rencana tata guna lahan tahun 2022, maka terdapat 3 isu utama yaitu penanganan bencana
banjir, kebersihan lingkungan dan peningkatan sumber penghidupan secara adil dan berkelanjutan.

Banjir pada tahun 2016 mengakibatkan kerugian yang besar antara lain: terputusnya jalan yang
terkena banjir hal ini menyebabkan aktivitas/mobilisasi di jalan kabupaten menjadi terhambat, matinya
tanaman-tanaman sayur yang ditanam masyarakat sehingga menyebabkan gagal panen dan
berkurangnya pendapatan masyarakat. Berdasarkan kajian yang dilakukan secara partisipatif di tiap-tiap
dusun maka penyebab banjir tersebut antara lain: karena adanya aktivitas penebangan pohon di kawasan
hutan yang sampahnya (bekas penebangan dan rakit untuk menyeberangkan kayu di sungai) tidak
dibersihkan dengan baik sehigga membendung sungai dan menyebabkan penyempitan badan sungai,
serta aktivitas masyarakat yang membuat kebun di bantaran sungai.

Berkaitan dengan pemanfaatan lahan, masih banyak lokasi lahan kosong dalam wilayah administrasi
Desa Kosa yang ditumbuhi oleh semak belukar dan tidak memiliki nilai ekonomis. Lahan kosong ini
berfungsi sebagai lahan penggembalaan sapi, sehingga jika dimanfaatkan untuk produksi pertanian maka
sudah memiliki unsur hara yang mencukupi.

Terkait dengan kebersihan lingkungan, belum adanya tempat sampah di masing-masing rumah serta
tempat pembuangan sementara (TPS) di Desa Kosa menyebabkan pencemaran lingkungan dan
tersumbatnya saluran air, sehingga menyebabkan genangan air yang masuk ke dalam permukiman warga.

Berdasarkan permasalahan di atas, diperlukan identifikasi terhadap karateristik tanah Desa Kosa dan
modifikasi kesesuaian lahan terhadap alternative sumber penghidupan yang dipilih oleh masyarakat.
Selain itu, dalam tahap implementasi dibutuhkan teknik pengolaan lahan yang tepat (Good Agriculture
Practise) dan memaksimalkan kondisi tanah sehingga dapat meningkatkan hasil panen dan pendapatan
masyarakat.
BAB IV
RENCANA TATA GUNA LAHAN DESA KOSA

Bab ini menjabarkan tindak lanjut dari berbagai temuan potensi dan permasalahan yang dijelaskan
dalam Bab 2 dan Bab 3 dalam dokumen ini. Melalui pendekatan partisipatif dan analisis sumberdaya lahan
Desa Kosa akan direncanakan dan dialokasikan untuk berbagai aspek, antara lain: permukiman, mitigasi
bencana, pengembangan sumberdaya pertanian dan pelestarian kawasan yang perlu dilindungi. Tabel di
bawah ini memberikan rincian terkait alokasi luasan rencana sumberdaya lahan yang dimanfaatkan untuk
berbagai penggunaan selama 5 tahun ke depan.

Tabel. Arahan Pemanfaatan Sumberdaya Lahan Desa Kosa Tahun 2023-2028

No Aspek Perencanaan Arahan Pemanfaatan Luas (Ha)


1. Permukiman saat ini 15.8
Permukiman
2. Rencana Pengembangan Permukiman 5.7
3. Sawah -
4. Sumberdaya Pertanian Pertanian Lahan Kering/holtikultura 7.2
5. Perkebunan campuran -
6. Daerah Rawan Banjir dan genangan 10.4
7. Mitigasi Bencana Daerah perlindungan bantaran sungai 17.5
8. Hutan Lindung/Mangrove 265.1
Jumlah 321.7

4.1 Proyeksi Kebutuhan Lahan untuk Cadangan Permukiman

Berbagai perencanaan pembangunan pada tingkat lokal maupun nasional sangat membutuhkan
informasi dasar penduduk seperti jumlah penduduk, umur, jenis kelamin dan karakteristik lainnya.
Dengan demikian proyeksi penduduk sangat bermanfaat dan merupakan kunci aktivitas perencanaan
pembangunan, karena selain dapat dijadikan pijakan dalam menentukan arah dan dasar pengambilan
keputusan rencana dimasa akan datang, juga dapat digunakan sebagai evaluasi pencapaian kegiatan
pembangunan baik pada jangka pendek, menengah dan juga panjang.

Berdasarkan data penduduk Desa Kosa Tahun 2021, jumlah penduduk Desa Kosa sebanyak 987 jiwa
dengan 292 kepala keluarga. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa dalam 1 rumah tangga terdapat
3 anggota keluarga. Asumsi ini menjadi dasar dalam merencanakan luasan lahan yang perlu dialokasikan
untuk pembangunan rumah tangga baru selama 5 tahun mendatang (2023-2028). Berikut adalah tabel
hasil penghitungan pertumbuhan penduduk selama 5 tahun terakhir.
Tabel. Hasil penghitungan pertumbuhan penduduk tahun 2016-2021
Jumlah Pertumbuhan Prosentase
Tahun
Penduduk Penduduk (%)
2016 750
2017 939 189 25.2
2018 977 38 4.05
2019 1011 34 3.48
2020 1032 21 2.08
2021 987 -45 -4.36
Sumber: Kecamatan dalam angka kecamatan Oba 2017-2020 dan Profile Desa Kosa Tahun 2021

Mengacu pada tabel di atas, dapat dikatakan bahwa rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun di
Desa Kosa adalah sebesar 6%. Dalam 5 tahun mendatang, penduduk Desa Kosa secara Geometrik akan
bertambah menjadi 1.321 atau selisih 334 dari jumlah penduduk tahun ini. Artinya, terdapat kurang lebih
111 rumah tangga baru yang akan tinggal di wilayah Desa Kosa. Jika rata-rata luas lahan yang dibutuhkan
setiap rumah tangga seluas 80 m2 (8x10) maka dibutuhkan sekurangnya 8.880 m2 (0.8 ha) untuk lahan
cadangan pemukiman Desa Kosa.

Penghitungan proyeksi penduduk dengan metode geometric menggunakan asusmsi bahwa jumlah
penduduk akan bertambah secara geometric menggunakan dasar perhitungan bunga majemuk. 1 Formula
yang digunakan pada metode geometric adalah sebagai berikut:

Pn = Po (1+r)t ,dimana r = ( )1/t – 1

Pn = Jumlah Penduduk Pada Tahun t

P0 = Jumlah Penduduk Pada Tahun Awal

r = Laju Pertumbuhan Penduduk

t = interval waktu

1
Pedoman penghitungan proyeksi penduduk dan angkatan kerja
Gambar . Peta Rencana Pembangunan Cadangan Pemukiman, Saluran Air dan Jalan Desa Kosa

Hasil diskusi dengan pemerintah desa Kosa yang dilaksanakan dalam perencanaan tata guna lahan
secara partisipatif ini menghasilkan beberapa arahan lokasi yang berpotensi untuk disiapkan sebagai lahan
cadangan pemukiman, yaitu: sepanjang jalan belakang permukiman dusun 1 dan dusun 2. Hal yang
penting bagi pengembangan cadangan permukiman salah satunya adalah akses jalan baik itu menuju
kebun maupun menuju fasilitas umum dan sosial. Akses jalan untuk cadangan permukiman yang belum
ada adalah lokasi di belakang dusun 1 dan dusun 2 sebelah Utara Desa Kosa. Oleh karena itu, perlu adanya
pembangunan jalan tani untuk menuju akses kebun masyarakat maupun arahan lahan pertanian.

Tabel. Rencana Pembangunan Jalan


No Lokasi Perencanaan Panjang (m)
1 Jalan Belakang Masjid ke Arah Barat ± 900
2 Jalan Samping Pustu ke Arah Timur ± 300
3 Jalan Lapangan ke Arah Pesantren ± 240
4 Jalan Tani Kali Laka ± 600
5 Jalan Setapak Pemukiman ± 100

4.2 Arahan Penggunaan Lahan Pertanian

Usaha pertanian membutuhkan pengetahuan mengenai jenis tanah, kelembaban tanah (pH), curah
hujan, topografi dan morfologi. Dalam pengembangan usaha pertanian maka dilakukan overlay beberapa
peta tersebut serta pengambilan sample pH tanah untuk menentukan kesesuaian lahan pertanian Desa
Kosa.
1) Pengelolaan Lahan Pertanian Hortikultura
Lahan di Desa Kosa
menurut sejarah
pembentukannya
merupakan tanah rawa dan
gambut yang kemudian
dilakukan penimbunan yang
ada di sekitar permukiman
warga, sedangkan untuk
tanah-tanah yang menuju
ke sebelah Utara dan
Selatan Desa Kosa masih
asli. Dalam Bab 2 telah
dijelaskan bahwa jenis
tanah di Desa Kosa
merupakan jenis tanah
Organosol Hemik, Gleisol Eutrik, Kambisol Eutrik dan Aluvial Gleik, yang berdampak pada
kelembaban tanah (pH) sekitar 4.0 – 6.0 pH yang dipengaruhi salah satunya oleh curah hujan yaitu
2000 mm/tahun.

Hasil pengambilan sampel di Desa Kosa yang dilaksakan pada tanggal 2 – 4 Desember 2022,
menunjukkan bahwa rata-rata pH tanah sebesar 5.3 pH. Pengambilan sampel dilakukan di 15 titik yang
tersebar di Desa Kosa yang mewakili tiap dusun yaitu di kebun pekarangan trans, LU I trans, Kebun PKK
Kosa, LU II peralihan, pekarangan warga dusun 2, pekarangan warga dusun 1 dan lahan kosong untuk
arahan lahan pertanian. Setiap sampel diambil 5 titik (di 4 sudut dan 1 di tengah lahan) untuk kemudian
dirata-rata. Alat yang dipakai dalam pengambilan sampel tersebut adalah pH meter dengan melibatkan
perwakilan masyarakat desa Kosa.

Tingkat kelembaban tanah dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori, sebagai berikut:
1. pH tanah > 4.5 = sangat masam
2. pH tanah 4.5 – 5.5 = masam
3. pH tanah 5.6 – 6.5 = agak masam
4. pH tanah 6.6 – 7.5 = netral
5. pH tanah 7.6 – 8.5 = agak alkalis
6. pH tanah < 8.5 = alkalis (basa)

Dalam kategori tersebut maka Desa Kosa berada dalam kategori 2 yaitu masam karena rata-rata pH
tanah sebesar 5.3 pH. Beberapa penyebab pH tanah rendah adalah sebagai berikut:2

a. Kurang tersedianya unsur Ca (Kalsium) dan Mg (Magnesium)

2
Tanah gambut atau rawa selalu ber-pH rendah dan bereaksi masam, hal ini karena tanah
gambut mengandung bahan organik yang sangat tinggi sehingga aktifitas dekomposisi bahan
organik juga tinggi, dimana dalam proses tersebut selalu diiringi dengan hilangnya unsur Ca
dan Mg yang ada di dalam tanah.
b. Kelebihan unsur Fe (besi), Al (Alumunium) dan Cu (Tembaga)
Unsur Fe, Al, dan Cu dalam jumlah berlebih dapat mengakibatkan tanah bereaksi masam.
Daerah-daerah yang banyak mengandung beberapa unsur tersebut selalu dijumpai tanah
masam, seperti di daerah pertambangan nikel, besi dan tembaga.
c. Curah hujan yang tinggi
Pada daerah yang curah hujannya tinggi, tanah selalu bereaksi masam. Tingginya curah hujan
dapat mengakibatkan terjadinya pencucian unsur hara dalam tanah sehingga secara alami
tanah akan menjadi masam.
d. Drainase yang kurang baik
Air yang selalu menggenang karena system drainase yang kurang baik dapat mengakibatkan
tanah menjadi masam pada tanah rawa.
e. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan
Penggunaan pupuk pembentuk asam secara berlebihan dan terus menerus dapat
menyebabkan pH tanah menurun dan bereaksi masam. Beberapa jenis pupuk nitrogen
seperti ZA, Urea, ZK, Amonium Sulfat dan KCl berpengaruh terhadap menurunnya pH tanah.

Untuk mengatasi pH tanah yang rendah maka dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut ini:

a. Pengapuran
Pemberian kapur dalam pertanian menggunakan dolomit (kapur pertanian) dapat menaikkan
pH tanah. Harga 1 kg kapur dolomit Rp. 5.000 – Rp 8.500,- (April 2022), sedangkan dibutuhkan
1- 1,5 ton/Ha untuk menaikkan pH tanah. Terdapat bahan pengganti kapur dolomit yaitu abu
dapur/abu kayu karena mengandung unsur Kalium, Phospor, Kalsium, Magnesium dan
Ferrum. Selain itu bisa menggunakan pupuk Kalsium organik dengan bahan tulang hewan,
cangkang telur, tanduk (sapi/kerbau/kambing), cangkang kerang.
b. Pemupukan
Pemberian pupuk dengan memperhatikan waktu, penempatan dan dosis pupuk dapat
membantu menaikkan pH tanah. Karena salah satu faktor penyebab rendahnya pH tanah
adalah penggunaan pupuk kimia yang berlebihan, maka disarankan tidak menggunakan
pupuk kimia tetapi dengan menggunakan pupuk organik yang dapat dibuat sendiri sehingga
mampu menekan biaya produksi pertanian. Jenis pupuk organik yang disarankan adalah
menggunakan pupuk yang mengandung unsur makro yang paling dibutuhkan oleh tanaman
yaitu N, P, K dan Ca.
c. Herbisida
Tanah yang masam terutama tanah gambut biasanya dipenuhi rumput ilalang dan jenis gulma
ini merusak keseimbangan hara dalam tanah, sehingga tanaman tidak maksimal
pertumbuhannya. Untuk pengendaliannya dapat menggunakan herbisida yang tentunya
penggunaan tetap harus bijaksana dengan memperhatikan dosis dan cara aplikasinya.
d. Pemberian mikro organisme pengurai
Dalam tanah gambut terlalu banyak bahan organik yang belum terurai secara maksimal, maka
diperlukan mikroba tambahan untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam proses
penguraiannya. EM4 (Effective Micro organism 4) merupakan salah satu bakteri pengurai
yang dijual di toko pertanian dengan harga Rp 40.000,-/botol. Tetapi bahan pengurai seperti
EM4 dan MOL (Mikro Organisme Lokal) dapat dibuat sendiri dengan bahan-bahan organik
yang ada di sekitar rumah.

Berikut ini merupakan tabel pH tanah ideal untuk tanaman hortikultura dan komoditas.

Tabel. pH Tanah Ideal untuk Tanaman Hortikultura


No Jenis Tanaman Nilai pH Ideal No Jenis Tanaman Nilai pH Ideal
1 Bambu 5,5 - 6,3 16 Ketimun 6-7
2 Bawang Merah 6–7 17 Kubis 6,5 - 7
3 Bawang Putih 6 - 6,5 18 Labu 5,5 - 6,8
4 Bayam 6–7 19 Melon 6,5 - 7
5 Brokoli 6 - 6,5 20 Nanas 5-6
6 Bunga Matahari 5,5 - 6,5 21 Pisang 6 - 7,5
7 Cabe Rawit 6–7 22 Sawi 6 - 6,8
8 Jagung 5,7 - 7,5 23 Selada 6-7
9 Jahe 6 - 6,5 24 Seledri 6 - 6,8
10 Jeruk 5–6 25 Semangka 5,5 - 6,8
11 Kacang 5,3 - 6,6 26 Talas 5-6
12 Kangkung 5,5 – 6 27 Tembakau 5,5 - 6,5
13 Kedelai 6–7 28 Terong 5,5 - 7,2
14 Kedelai Hijau 5,5 - 7 29 Tomat 6-7
15 Kentang 5–6 30 Wortel 6-7

Tabel . pH Tanah Ideal untuk Tanaman Komoditas


No Jenis Komoditas Nilai pH Ideal
1 Cengkeh 5.5 – 6.5
2 Kelapa 6 – 7.5
3 Pala 5.5 – 6.5

2) Pengelolaan Lahan Perkebunan (Komoditas)

Warga Desa Kosa khususnya Suku Makean bermata pencaharian sebagai petani kopra dengan
perkebunan komoditasnya adalah kelapa, cengkeh dan pala. Tetapi terdapat beberapa kendala dalam
pengelolaan komoditas tersebut antara lain:
1. Keterbatasan lahan (pembukaan kebun baru)

Dalam Bab 3 sudah dijelaskan bahwa sebaran kebun warga desa Kosa masuk dalam status kawasan
hutan produksi terbatas (HPT) bahkan sudah berada di luar batas desa administrasi Kosa. Sementara
masih banyak lahan kosong yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada di sekitar kawasan
pemukiman dan cadangan kawasan pemukiman (bagian Utara dan Selatan).

Apabila masyarakat ingin menanam pala masih bisa ditanam disela-sela tanaman kelapa sehingga
menjadi perkebunan campuran/agroforesty yang saat ini sudah dipraktikan oleh beberapa warga Kosa,
bahkan dalam lahan perkebunan kelapa tersebut terdapat beberapa macam tanaman antara lain; pala,
durian, jeruk, pisang, dan lain-lain. Tetapi jika ingin menanam cengkeh maka warga harus membuka lahan
baru yang berada dalam kawasan hutan produksi terbatas.

2. Tidak menguasai GAP (Good Agriculture Practise) dalam pengelolaan komoditas.

Pengelolaan kelapa dalam tidak terlalu sulit bagi warga Desa Kosa karena memang sudah terbiasa
dalam pengelolaan buah kelapa yang dijadikan kopra. Tetapi untuk pengelolaan cengkeh dan pala dapat
dikatakan baru bagi warga desa Kosa, walaupun rata-rata tiap rumah tangga memiliki kebun pala dan
cengkeh tetapi jumlah tanamannya masih sedikit serta baru berumur 4-5 tahun yang artinya buahnya
belum maksimal.

Beberapa warga Kosa menyatakan bahwa belum terlalu mengetahui bagaimana cara budidaya pala
dan cengkeh secara benar. Sehingga dalam praktiknya mereka hanya melakukan sesuai dengan apa yang
orang lain (dari luar desa) katakan dan hal tersebut belum tentu benar.

4.3 Kawasan Lindung dan Mitigasi Bencana

Desa Kosa pada tahun 2016 mengalami kejadian bencana banjir yang mengakibatkan akses jalan lintas
kabupaten terputus dan banyak rumah warga yang terendam air. Kerugian material ditafsir sampai
dengan ratusan juta rupiah. Hal tersebut diakibatkan karena minimnya drainase dan menumpuknya
sampah baik yang berada di Kali Laka (kayu sisa penebangan) maupun saluran pembuangan di kawasan
permukiman warga (sampah rumah tangga).

Potensi banjir bukan saja ditentukan oleh jjmlah curahan air hujan, akan tetapi bsa juga disebabkan
oleh bergabungnya beberapa debit anak sungai yang tiba secara bersamaan walaupun masing-masing
anak sungai membawa debit yang kecil. Akumulasi tersebut dapat meningkatkan debit sungai utama
hingga melampaui daya tampung sungainya. Desa Kosa terdapat 5 Daerah Aliran Sungai, sehingga banyak
anak-anak sungai yang melintas di Desa Kosa. 5 Daerah aliran sungai dan luasannya dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini:
Tabel . Daerah Aliran Sungai Di Desa Kosa
NO NAMA DAS LUAS (Ha)
1 Iyadimatiti 266.17
2 Koli 2,738.05
3 Tayawi 1,271.39
4 Payahe 31.81
5 Fidi 58.74
TOTAL 4,366.16

Gambar . Peta Daerah Aliran Sungai di Desa Kosa


Tahun 2020 telah dilakukan normalisasi sungai di Kali Laka dan meneruskan pembuangan (saluran air)
ke laut dan cukup mengurangi luasan area yang terkena dampak bencana banjir bahkan sudah jarang
terkena bencana banjir walaupun hujan berturut-turut selama 2-3 hari. Tetapi hal ini tidak akan bertahan
lama apabila:

1. Tidak ada tempat pembuangan sampah di masing-masing rumah tangga dan tempat
pembuangan sementara yang mengkibatkan terjadinya genangan air di permukiman warga.
2. Pembukaan lahan secara besar-besaran di sebelah Utara Kali Laka, yang saat kondisinya di
sebelah Selatan sudah ada kebun masyarakat di sepanjang bantaran sungai.
3. Penebangan liar di hutan dan sisa penebangan yang dibuang ke sungai.
4. Tidak dilakukan pembersihan saluran air yang ada di permukiman warga, yang kondisinya saat
ini banyak terdapat tanaman liar serta sampah rumah tangga.

1) Daerah Rawan Banjir dan Genangan

Genangan air mengkibatkan warga kesulitan dalam mengolah tanahnya untuk dijadikan lahan
produksi pertanian bulanan, sehingga berdampak pada penurunan hasil produksi dan pendapatan
masyarakat.

Gambar 2 Peta Rawan Genangan Air

Jika melihat dari peta rawan genangan air di atas maka terdapat rencana pembangunan saluran air
dan gorong-gorong di desa Kosa yang ditampilkan dalam peta rencana pembangunan saluran air dan
gorong-gorong di bawah ini. Melihat peta rencana pembangunan saluran air dan gorong-gorong di atas
maka kebutuhan (panjang) saluran air ditampilkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel . Kebutuhan Rencana Pembangunan Saluran Air / Drainase di Desa Kosa
No Rencana Pembangunan Panjang (m)
1 Drainase Dusun 1 ±50
2 Drainase Dusun 2 ± 50
3 Drainase Dusun 3 ± 783

2) Perlindungan Bantaran Kali Laka


Selain pembangunan saluran air, maka penting untuk melakukan perlindungan di bantaran Kali Laka
dengan buffer 50 m sepanjang bantaran Kali Laka mengingat bahwa lokasi perkebunan warga Desa Kosa
berada di sepanjang Kali Laka. Adapun luasan prioritas perlindungan bantaran kali seluas ± 17,7 Ha.

3) Kawasan Hutan Lindung


Dalam peta kawasan hutan, terdapat kawasan hutan lindung di dalam administrasi Desa Kosa seluas
34,9 Ha. Dalam kawasan tersebut tidak boleh ada aktivitas apapun karena terlindungi secara aturan serta
secara fungsi dapat menjadi kawasan penyangga dan resapan air. Secara adminitratif, Desa Kosa juga
memiliki kawasan hutan mangrove seluas ± 265,1 Ha yang menjadi prioritas untuk dimasukan sebagai
kawasan lindung, mengingat mangrove memiliki sejumlah fungsi yang salah satunya adalah melindungi
pantai dari abrasi.

Peta Rencana tata Guna Lahan Desa Kosa dapat dilihat pada lampiran berikut:
BAB IV
REKOMENDASI

Terdapat beberapa rekomendasi terkait dengan rencana tata guna lahan Desa Kosa, yaitu sebagai
berikut:

1. Melakukan skema Perhutanan Sosial yang dibatasi luasannya supaya tidak melakukan pembukaan
lahan secara massif sampai di kawasan lindung.
2. Penyediaan tempat sampah di setiap rumah, karena hal ini merupakan permasalahan kebersihan
lingkungan Desa Kosa yang dapat mengakibatkan mampetnya saluran air karena membuang
sampah rumah tangga di saluran air.
3. Pembangunan tempat pembuangan sampah sementara, karena Desa Kosa tidak mempunyai
tempat pembuangan sampah sementara sehingga banyak sampah yang menumpuk di saluran
sungai.
4. Memberikan pelatihan GAP (Good Agriculture Practise) tentang komoditas pala dan cengkeh
kepada warga Desa Kosa beserta pendampingannya.
5. Jenis tanah di Desa Kosa merupakan jenis tanah asam sehingga diharapkan para petani dapat
menggunakan pupuk organik secara bertahap untuk pertanian hortikultura supaya dapat
menekan biaya produksi pertanian dan meningkatkan kesuburan tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai