Wadah Kolaborasi Pelestarian dan Pengelolaan Kawasan Sungai Pusur Kabupaten Klaten
"Sungai yang dikelola dengan baik akan membuat masyarakat terhindar dari bencana,
mendatangkan rezeki hingga membangun peradaban yang tinggi. Sungai tidak boleh lagi
jadi halaman belakang, sungai harus jadi teras, yang selalu dirawat dan
dibersihkan. Tentunya dengan kolaborasi pengelolaan yang terintegrasi untuk
memjadikan sungai asri dan meningkatkan potensi ekonomi.”
***
Pendahuluan
Sejarah mencatat bahwa berdirinya sebuah peradaban tidak jauh dari sumber air
seperti sungai dan lautan. Hal itu dibuktikan dengan letak beberapa kerajaan di
Pulau Jawa yang berdekatan dengan sumber air . Air menjadi sumber penghidupan dan
merupakan kebutuhan vital bagi makhluk hidup, tak terkecuali manusia.
Dahulu, sungai dijadikan sebagai pusat peradaban juga pusat perekonomian. Namun
keaadan tersebut berbanding terbalik dengan yang terjadi saat ini. Kini telah
banyak sungai yang tercemar. Pencemaran tersebut didominasi oleh aktivitas manusia.
Masih banyak masyarakat yang menganggap sungai adalah tempat sampah, seringkali
masyarakat membuang limbah rumah tangga dan limbah pertanian ke sungai. Selain itu
limbah industri dan kesalahan manajemen air juga mengakibatkan kerusakan sungai
mulai dari hulu, tengah hingga hilir.
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan kerja sama dari berbagai pihak. Seperti
Kita hidup bergantung pada lingkungan, sudah seharusnya kita merawat dan
menjaganya agar tidak tercemar. Seperti yang dilakukan oleh anak-anak muda di
Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Melalui Program Sekolah Sungai, mengajak masyarakat
untuk sadar akan pentingnya menjaga kelestarian sungai sebagai awal mula peradaban
manusia.
Sudah banyak sungai di Klaten yang disulap dari yang semula kumuh menjadi bersih.
Karena begitu bersih dan jernihnya air yang ada, mampu menjadi daya tarik wisatawan
baik lokal maupun pancanegara.
awalnya sungai Pusur dipenuhi dengan sampah dan limbah rumah tangga dari
masyarakat. Dengan sosialisasi teman-teman Sekolah Sungai, masyarakat mulai sadar
dan berusaha mengembalikan keasrian sungai itu.
Ternyata, upaya tersebut memiliki dampak besar dalam rangka peningkatan ekonomi
kreatif masyarakat. Karakter sungai yang memiliki batu-batu cukup besar dengan arus
cukup kuat, air jernih dan lingkungan yang asri menjadi daya tarik tersendiri.
Kemudian, potensi itu dikelola oleh komunitas dan masyarakat sekitar sebagai daya
tarik wisatawan.
Sub DAS Pusur merupakan salah satu sub DAS yang berada di Kawasan daerah aliran
sungai Bengawan Solo, Sub-DAS Pusur terbagi kedalam wilayah hulu, tengah dan hilir
yang didalamnya mengalir sungai Pusur yang melintasi dua kabupaten dan memanjang
sepanjang kurang lebih 30 km, berhulu di wilayah desa Sruni kecamatan Musuk
Kabupaten Boyolali dan bermuara di desa Boto Kecamatan Wonosari sampai dengan desa
Serenan Kecamatan Juwiring sampai sungai Bengawan Solo.
Kawasan Sub DAS Pusur secara terintegrasi mulai dari wilayah hulu, tengah dan hilir
merupakan Kawasan yang penting untuk keberlanjutan kegiatan ekonomi seperti
pertanian, perikanan, wisata dan home industry sehingga sumberdaya air secara
kuantiti maupun kualiti menjadi perhatian parapihak terkait.
Rusaknya salah satu daerah seperti kebaran hutan di daerah hulu akan memberi
dampak pada kondisi air di bagian tengah dan hilir. Pada aspek sosial, permasalahan
juga akan timbul apabila masih terjadi gap antara AQUA Klaten dengan masyarakat.
Padahal pelaksanaan program juga perlu melibatkan masyarakat. Sehingga upaya
Penyelamatan sumber mata air ini tidak dapat dilakukan hanya dengan membentuk satu
program yang hanya dilakukan oleh AQUA Klaten, akan tetapi perlu serangkaian
program yang terintegrasi dari daerah hulu hingga hilir Sungai Pusur.
kerusakan yang
terjadi di bagian hulu akan memberi
pengaruh buruk pada reputasi
perusahaan yang beroperasi di
lingkungan tersebut (Zakaria, 2020)
Beberapa program berbasis
lingkungan diantaranya program
konservasi tanah dan air di daerah
hulu. Konservasi tanah terwujud
dalam pembentukan Taman Kehati
yang dikelola oleh salah satu mitra
dari akademisi, dan penanaman 100
tanaman genetik di Taman Nasional
Gunung Merapi (TNGM) pada tahun
2020 yang berfungsi menjaga daerah
tangkapan air di bagian hulu.
Sedangkan, program konservasi air
menghasilkan pembangunan embung
dengan volume 12.000 m3
, 28 sumur
resapan, 1.400 biopori, 300 rorak, dan
4 panen air hujan (data referance
AQUA Klaten, 2020). Sebagian besar program konservasi air dilaksanakan
di bagian hulu sebagai sumber mata
air.
Sungai
Pusur terkelola dalam satu model yang terintegrasi, untuk memberikan rasa
kebersamaan dan dapat memberikan kemanfaatan terpadu dari hulu sampai hilir.
Kawasan hulu sub DAS pusur terkelola dengan upaya konservasi melalui sekolah
konservasi lapangan, baik secara vegetatif maupun sipil teknis. Bagian kawasan
tengah berada di Kecamatan Polanharjo dan Tulung Kabupaten Klaten, terdapat
aktivitas berupa kepedulian sungai (river care activities), melalui bank sampah,
wisata sungai, dan pengelolaan pusat belajar petani. Kawasan hilir fokus pada
pengelolaan jaringan irigasi dan manajemen pembagian air melalui kelompok
GP3A DI Ploso-Wareng. Berbagai peran ini terorganisir kedalam satu
kelembagaan yakni Pusur Institute.
"Penyadaran menjaga sungai ini perlu dilakukan secara komprehensif. Jika sebagian
sadar, yang lainya tetap membuang sampah di sungai, persoalan pencemaran sungai,
kerusakan habitat sungai tak akan pernah terlesaikan dengan baik. aksi bersih
sungai ini penting, namun yang terpenting adalah merubah perilaku masyarakat agar
tak lagi membuang sampah di sungai. Jika perilaku bersih tersebut sudah menjadi
budaya, secara otomatis sugnai akan bersih" jelas Rama Zakaria.
Maka dari itu, perlu adanya gerakan yang lebih massif, serta upaya untuk terus
melakukan sosialisasi. Yakni gerakan secara intensif untuk menyadarkan masyarakat
agar stop membuang sampah di sungai dan mulai ikut serta mengelola sungai.
Berdirinya Pusur Institute dilatar belakangi
oleh banyaknya masyarakat yang tidak peduli
dengan lingkungannya. Ketidak pedulian
masyarakat berdampak pada kerusakan alam.
Anggapan bahwa sungai yang terletak dibelakang rumah atau pemukiman merupakan
tempat untuk membuang sampah sepertinya sudah melekat pada masyarakat. Sehingga
larangan membuang sampah disungai masih saja diindahkan.
Pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh Pusur Institute meliputi banyak aspek,
mulai dari pengelolaan kawasan bagian Hulu sampai Hilir dengan konservasi lahan
dibagian Hulu sungai, menjadi sumber irigasi pada pertanian, menjaga kualitas air,
mengelola, mengolah dan meminimalisir limbah baik limbah rumah tangga, industri,
dan limbah ternak, meningkatkan aspek sosial dan ekonomi masyarakat.
“….awalnya pusur Institute berawal dari
keprihatinan kita karena kondisi kita. Jadi yang
melatar belakangi berdirinya pusur Institute
berawal dari permasalahan sub DAS Pusur,
yaitu atas, tengah, dan bawah. Di atas itu kan
rawan tanah longsor, kekurangan sumber
air.kemudian yang ditengah sini kualitas dan
kuantitas air juga iya. Pemanfaatan air juga iya.
Kalau dibagian bawah itu permasalahan paling
krusial ya kekuarngan air” (wawancara LH, 2
Juli 2020, Pukul 10.00 WIB)
Pusur Institute merupakan hasil penyatuan persepsi untuk melestarikan Sungai Pusur
melalui tiga zona yakni mulai dari zona hulu, tengah hingga hilir. Sebelum menjadi
Pusur Institute, gerakan peduli lingkungan ini bernama Gerebek Sungai dengan
program mengembalikan fungsi Sungai Pusur pada bagian zona tengah.
Sejumlah kegiatan oleh Pusur Institute dari wilayah hulu sungai (Boyolali)
dilakukan oleh komunitas Anggrek Merapi. Disitu mereka melakukan konservasi dan
penyelamatan tanaman endemik Merapi. Kemudian turun ke bawah tepatnya di perbatasan
hulu dengan tengah ada kampung energi di Desa Mundu, Kecamatan Tulung.
Sedangkan di zona tengah itu sudah ada program kali bersih dan bank sampah. Bahkan
untuk menjaga lingkungan sungai sudah dibagi oleh beberapa komunitas yang
menjaganya mulai dari badan sungai, sempadan sungai, hingga bantaran sungai. Tidak
hanya itu, disitu mereka juga menyediakan pusat pembelajaran bagi petani
Sebelum adanya Pusur Institute masyarakat masih kurang paham terhadap pengelolaan
lingkungan. Masyarakat masih mengabaikan sungai, padahal sungai Pusur memiliki
banyak manfaatnya. Setelah melalui penyadaran-penyadaran, akhirnya masyarakat
memahami besarnya manfaat yang bisa
diambil”, (wawancara HD, 2 Juli 2020 pukul 12.15)
Sejauh ini kondisi sungai Pusur bisa dibilang baik. sebab banyak kelompok-kelopok
pegiat-pegiat sungai yang berkolaborasi bersama dalam pelestarian sungai. Hal ini
dapat dilihat dalam dua hal, yaitu secara kualitas dan kuantita”,
(wawancara LH, 2 Juli 2020 pukul 10.00 WIB)
“…. dulu sebelum Pusur dikelola, kali ini banyak sampah-sampah yang ikut ngalir
mbak, terus masyarakat tuh hanya ngerti kalau buang sampah ya di kali. Jadi kali
dulu sering banjir dan kotor terus karena itu, saya dan teman-teman pake ban
nyusurin Pusur ngambilin sampah”, (wawancara dengan Aris, 26 Juli 2019).
“Awal mula berdirinya bank sampah pertama kali itu karena miris melihat kondisi
lingkungan
perkampungan yang banyak terdapat barang-
barang yang dibuang begitu saja seperti di
pekarangan, di pinggir jalan dan di sungai. Masak pabrik kelihatan megah tapi malah
sekitarnya kotor. Terus akhirnya dengan bantuan CSR dari Aqua membuat sebuah bank
sampah untuk memfasilitasi masyarakat yang ingin menjual barang-barang tidak
terpakai. Pengelola bank sampah kemudian dijual kembali kepada pengepul untuk
ditukar
dengan uang, dan yang nantinya dikasihkan kepada masyarakat yang telah menjual
barang tidak terpakai sebelumnya.”, (Wawancara dengan NH, 2 Juli 2020 pukul 08.45).
Keberadaan bank sampah ini telah banyak membantu masyarakat untuk mendapatkan
penghasilan tambahan, bahkan banyak dari mereka yang menyimpan uangnya sebagai
tabungan. Karena bank sampah ini membuat seperti sistem nasabah pada bank-bank
konvensional, masyarakat hanya menyetorkan barangnya kemudian hasilnya ditabung dan
boleh diambil kapan saja. Keuntungannya lagi, masyarakat tidak dikenakan Bunga
tambahan atau potongan (wawancara dengan NH, 14 Agustu 2019, pukul 13.00).
Tidak hanya mengumpulkan sampah untuk dijual kepada pengepul saja, perkembangan
bank sampah ini sekarang sudah masuk keranah industri atau mengolah sampah untuk
dijadikan produk barang layak pakai.
“….sekarang tambah ada anggota bank sampah itu ada 17 cabang dan dua komunitas
river tubing, masing-masing kelompok memiliki ciri khas berbeda. Ada yang mengolah
sampah menjadi tas, ada yang mengolah sampah menjadi pupuk, dan masih banyak lagi.
Bahkan untuk yang produksi sampah menjadi kerajinan seperti di Rukun Santoso sudah
produksi dalam skala besar dan memperkerjakan karyawan” (Wawancara dengan Ninna, 2
Juli 2020 pukul 08.45).
“… hasil sampah-sampah plastik yang dikumpulkan masyarakat dipilih dan dipilah mana
yang bisa digunakan, kemudian dibersihkan dan dijemur, baru nanti kalau ada pesanan
atau stok di toko sudah habis baru manggil pengrajin buat ngerjain. Masing-masing
pengrajin punya keahlian masing-masing, selanjutnya dipasarkan ke mana-mana”
(Wawancara dengan Ngatini, 2 Juli 2020 Pukul
11.00)
Nama-nama kelompok Bank Sampah yang ikut serta bergabung dalam Paguyuban Bank
Sampah Sumutharjo sebagai berikut: Rukun Santoso, Saras Watra, Sekar Keprabon,
Jatidiri,
Margo Saras, Karang Indah, Uwuh Mulyo, Mitra Mandiri, Mugi Berkah, Citrabuana,
Kahuman Resik, Guyub Rukun, Berkah
Berkarya, Bank Mas, Mrisen Makmur, Rekso Bumi, Sami Ikhlas. Pada kategori kelompok
pengelolaan ekowisata di Sungai Pusurdiantaranya: Rivermoon dan Watu Kapu.Semenjak
ada bank-bank sampah di berbagai cabang, perubahan lingkungan terlihat sangat
jelas. Pola pikir masyarakat Polanharjo seiring berjalannya waktu ikut berubah ke
arah lebih baik. Masyarakat Polanharjo juga ikut berpartisipasi aktif dalam
kegiatan lingkungan karena mereka sadar benar manfaat yang bisa didapatkan. Tidak
hanya nilai ekonomis saja, tetapi juga dengan kegiatan ini mereka bisa menambah
wawasan dalam pengelolaan sampah yang benar.
“…intinya itu bagi mereka yang suka biyak biyuk ng kali, buang sampah disana.
Dengan adanya ini kan mereka akhirnya mikir dua kali kalau mau buang sampah. Ini
bisa dijual, dijalan ketemu sampah apa diambil, jadikan mengurangi sampah. Selain
itu juga diajarkan mengolah sampah jadi pupuk. Bahkan sampah pempers bayi itu sudah
bisa diolah menjadi pupuk.” (Wawancara dengan Ninna, 20 Juli 2020, Pukul 08.45)
Dalam menjalin hubungan antar kelompok agar tetap harmonis dan kompak, setiap
sebulan sekali para bank sampah tersebut mengadakan perkumpulan. Tempat
perkumpulannya bergiliran pada masing-masing kelompok. Pada setiap pertemuan
diagendakan untuk membahas kendala-kendala selama sebulan terakhir, sehingga hal
ini menjadi bahan evaluasi bersama. Tidak hanya kegiatan perkumpulan rutin bulanan
saja, tetapi juga membuat kegiatan-kegiatan lain seperti sepeda bareng keliling
kecamatan, membuat pupuk dari sampah dan lain sebagainya. Bahkan sampah seperti
popok bayi atau pembalut yang menjadi momok sampah susah diurai dan menghambat
aliran air, sudah berhasil dikembangkan menjadi pupuk tanaman. Kini bank sampah
tersebut sudah berkembang dan menginspirasi bagi masyarakat di daerah lain yang
memiliki inisiatif dalam mengolah sampah.
Berdirinya Pusur Institute tidak dengan sendirinya berdiri dengan serta merta tanpa
adanya tujuan. Awal mulanya krisis lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat tidak
mendapatkan perhatian, lalu kemudian masyarakat tergerak melakukan pengelolaan
sungai dan menjadi agenda rutin. Dari kegiatan pengelolaan sungai secara rutin
tersebut mendapat perhatian dari banyak pihak termasuk pemerintah, yang akhirnya
dibentuklah Pusur Institute untuk mengelola bersama Sungai Pusur yang merupakan
salah satu sumber mata air di Klaten. Sejauh ini kelompok-kelompok yang berada
dibawah Lembaga ini masih aktif dan produktif dengan kegiatan masing-masing. Dari
kesadaran inilah perubahan untuk perbaikan lingkungan bisa dicontoh untuk dilakukan
di tempat-tempat lain. Dengan adanya penyatuan tujuan bersama dan termenejemen
dengan baik sedikit mengurangi krisis lingkungan yang sekarang banyak mendapat
perhatian. Selain itu, terbukti banyak sekali masyarakat yang merasakan dampak
manfaatnya dari kegiatan-kegiatan kelompok. Untuk bisa menjadi contoh baik dalam
mengelola lingkungan, maka Pusur Institute Klaten harus tetap ada.
Sungai Pusur memiliki bentang yang cukup panjang dengan melintasi dua kabupaten,
yaitu Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten. Secara administratif Sungai Pusur
memiliki tiga sub bagian, yaitu Hulu yang berada di wilayah Kabupaten Boyolali dan
wilayah tengah dan Hilir yang masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Klaten.
Untuk terus menjadi prasyarat bagi keberlangsungan nilai ekosistem yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat, ketiga bagian sungai saling berintegrasi.
Bersama dengan kelompok pegiat lingkungan Sungai Pusur dikelola supaya terjaga
kelestariannya.
Sungai Pusur merupakan sungai yang mengalir dalam wilayah Kabupaten Boyolali dan
Kabupaten Klaten. Dengan pembagian administrasi wilayah Hulu di daerah Kabupaten
Boyolali dan wilayah tengah dan Hilir di daerah Kabupaten Klaten. Sungai Pusur
memiliki panjang kurang lebih 30 KM dengan luas Sub DAS 5.781 Ha, serta termasuk
kedalam kategori
sungai kecil sebab luas kurang dari (<10.000 Ha) (Wijayanti, 2016:134).
Berdasarkan bentang alam, masing-masing wilayah memiliki karakter yang berbeda baik
secara fisik, vegetasi maupun sosialnya. Demografi pertumbuhan wilayah satu dan
lainnya memiliki keterkaitan, sehingga pendekatan pengelolaan perlu dilakukan
secara holistic dan terintegrasi. Wilayah bagian Hulu menjadi batas dengan Tanam
Nasional Gunung Merapi (TNGM), serta pemanfaatan lahannya didominasi kegiatan
pertanian tanaman sayuran serta tembakau. Berbeda dengan bagian tengah, bagian ini
digunakan sebagai wanatani yang mengkombinasikan ternak besar dengan kegiatan
pertanian. Kemudian tak berbeda jauh dengan daerah Hilir, bagian Hilir memanfaatkan
irigasi dari dua dimensi sebagai pengairan sawah yang luas.
Masing-masing sub bagian atau wilayah memiliki peran dan fungsi masing-masing dalam
mempengaruhi keberlangsungan kehidupan masyarakat, pada banyak aspek. Masyarakat
pada bagian Hulu memanfaatkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Air
hujan yang turun ditampung pada bak penyimpanan yang nantinya dimanfaatkan sebagai
kebutuhan sekunder, untuk kebutuhan primer atau physiological masyarakat harus
membeli air tangki atau menggunakan air pam. Sedangkan pada bagian tengah dan juga
Hilir karena memiliki debit air yang melimpah, masyarakat banyak memanfaatkan
sebagai irigasi pertanian, ternak ikan, dan objek wisata.
Kesimpulan.
Kini, dampak kebersihan sungai Pusur bukan hanya mengusir wabah demam berdarah yang
menjadi momok menakutkan bagi warga selama bertahun-tahun. Sungai Pusur yang
dulunya kotor dan menjadi tempat sampah bagi warga, kini sudah terkelola bahkan
membawa mamfaat ekonomi bagi warga sekitarnya.
Pusur Institute menerima penghargaan sebagai Juara Pertama Lomba Komunitas Peduli
Sungai 2019 dan berhak mewakili Jawa Tengah di Tingkat Nasional. Penghargaan ini
diserahkan oleh Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jawa Tengah di Lapangan Simpang
Lima Semarang dan diterima oleh Ketua Pusur Institute, Aris Wardoyo.
Pada kesempatan terpisah, Kepala Pabrik AQUA Klaten, I Ketut Muwaranata menegaskan
bahwa Kelestarian lingkungan dan ekosistem sungai adalah tanggung jawab bersama,
sinergi dalam mengelola Sungai Pusur di Pusur Institute ini patut mendapatkan
dukungan dari semua pihak. Pabrik AQUA Klaten mengembangkan program Pusur Lestari
yang mengelola kawasan hulu melalui upaya pengembalian degradasi ekosistem melalui
penanganan konservasi tanah dan air yang dilakukan di 6 desa wilayah hulu Sub DAS
Pusur. Pada wilayah tengah berfokus pada penanganan sampah rumah tangga dan limbah
cair dan mendirikan Sekolah Lapang Petani. Dan terakhir di hilir pada pemanfaatan
air untuk irigasi pertanian dan perikanan. “Berbagai upaya dengan konsentrasi
berbeda telah dilakukan untuk menjaga ekosistem air agar tetap lestari dan memberi
manfaat yang berkelanjutan”, Ujar Ketut.
Selain itu Camat Polanharjo, Milias Dwi Ariana juga menyatakan bahwa Pusur
Institute dapat menjadi wadah kolaborasi dan lokasi belajar bagi semua pihak yang
terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan sumber daya air.
Pengorganisasian secara tepat berbagai kegiatan dalam wilayah yang berbeda,
diharapkan mampu memaksimalkan potensi yang ada untuk mendukung pelestarian
ekosistem air.
Pencapaian ini diharapkan mampu memotivasi semua pihak untuk melakukan yang terbaik
dalam mengelola Sub DAS Pusur. Selain itu juga diharapkan dapat menginspirasi
komunitas sungai lain di Indonesia.
Dengan adanya kepedulian dari masyarakat mengenai sungai, maka dampaknya akan
mengurangi sampah yang ada di sungai-sungai. Hal itu tentu dapat menanggulangi
bencana banjir dan kekeringan, karena sungai dapat berfungsi dengan baik.
Daftar Pustaka
Humas Jateng (10 Januari 2019). Sekolah Sungai Klaten, Ubah Sungai Kumuh Jadi Obyek
Wisata. Diakses dari: https://humas.jatengprov.go.id/detail_berita_gubernur?
id=2049 , pada 5 Mei 2022.
Sorot Klaten (8 Desember 2017). Belasan Pegiat Peduli Sungai, Pusur Institute Resmi
Dideklarasikan. Diakses dari : https://klaten.sorot.co/berita-4159-belasan-pegiat-
peduli-sungai-pusur-institute-resmi-dideklarasikan.html , pada 5 Mei 2022.
Solopos.com (5 Februari 2015) SALURAN IRIGASI KLATEN : Kerusakan DAS Pusur Semakin
Parah. Diakses dari: https://m.solopos.com/saluran-irigasi-klaten-kerusakan-das-
pusur-semakin-parah-574409. Pada 5 Mei 2022
Afandi, Muslim dkk. (2018). "Pendekatan Integratif dalam Pelestarian Sub DAS Pusur
Kabupaten Klaten. "Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS IX. Restorasi sungai:
Tantangan dan Solusi Pembangunan Berkelanjutan. Diakses dari:
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/10375 , pada 5 Mei 2022
DesaKlaten.com (22 Oktober 2019) Pusur Institute Wakili Jateng Melaju Untuk
Nasional, Raih Juara 1 Tingkat Propinsi. Diakses dari: https://desaklaten.com/desa-
klaten/pusur-institute-wakili-jateng-melaju-untuk-nasional-raih-juara-1-tingkat-
propinsi/ , pada 5 Mei 2022.
Rachma, A., & Sugiantoro. "Sinergi Multi Pihak CSR Aqua Klaten Dalam Upaya
Melindungi Sumber Mata Air Sub DAS Pusur." MEDIAKOM : Jurnal Ilmu Komunikasi Vol.
04 No. 02 (2021). Diakses dari: https://doi.org/10.32528/mdk.v4i2.5858 , pada 7 Mei
2022