Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN SUMBER DAYA AIR

DAERAH ALIRAN SUNGAI


(STUDI KASUS DAERAH ALIRAN SUNGAI DEDAI
KABUPATEN SINTANG)

Kelompok 3 B

Agnes Apriani Hutabarat 10031282126034


Mona Natali Nainggolan 10031282126062
Nita Amelia Putri 10031282126028
Syifa Aulia Ramadhona 10031282126050
Wulan Azhari 10031182126004

Dosen Pengampu: Inoy Trisnaini, S.KL.,M.KL

PROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWJAYA
2024
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3
2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) ............................................................................. 3
2.2 Permasalahan dan Tantangan DAS .................................................................... 4
2.3 Studi Kasus Daerah Aliran Sungai Melawi Kabupaten Sintang ........................ 5
BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 10
3.2 Saran ................................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 11

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kawasan daratan yang meliputi sungai
dan anak sungainya, berperan dalam menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan
alami ke danau atau laut. Batas DAS di darat ditentukan oleh fitur topografis, dan batas
di laut mencakup area perairan yang masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan (PP, 2012).
Di Indonesia, pengelolaan sumber daya air dilakukan secara komprehensif, terpadu, dan
berbasis lingkungan, dengan kebijakan yang berfokus pada Daerah Wilayah Sungai
(DAS) dan rencana strategis pengelolaan sumber daya air.
Berdasarkan data peta klasifikasi Daerah Aliran Sungai (DAS)
Nasional Indonesia memiliki 42.210 DAS yang disusun sebagai basis untuk menentukan
kebijakan pengelolaan DAS. Penentuan kebijakan ini didasarkan pada beberapa kriteria,
seperti kondisi lahan, kualitas air, kuantitas air, kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi
bangunan konservasi tanah dan air, serta pemanfaatan ruang wilayah. Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2015-2019, terdapat 15
DAS prioritas dari total 108 DAS prioritas yang telah ditetapkan dalam Rencana
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu (RPDAST) (KLHK, 2021).
Selain itu, terdapat 9 DAS yang termasuk dalam kategori rawan bencana ke
depannya, seluruh 108 DAS yang telah ditetapkan dalam RPDAST akan diprioritaskan,
terutama untuk rencana kegiatan Rehabilitasi, Reklamasi, dan Revitalisasi Hutan dan
Lahan (RHL) selama tahun 2020-2024 (KLHK, 2021). Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(DAS) merupakan aspek penting dalam menjaga keberlanjutan sumber daya air dan
lingkungan. DAS memiliki peran penting dalam memengaruhi ekosistem, penyimpanan
karbon, pengendalian erosi, keanekaragaman hayati, penyediaan air untuk makhluk
hidup, kesuburan tanah, pengendalian banjir, dan rekreasi air (Sutrisno et al., 2021).
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia menghadapi tantangan
serius yang memerlukan perhatian mendalam. Perubahan tata ruang dan degradasi lahan
menjadi ancaman utama dengan pergeseran penggunaan lahan, deforestasi, dan
urbanisasi yang merugikan kualitas air serta keberlanjutan ekosistem sungai (Baja, 2012).

1
Pencemaran air dan limbah menjadi masalah lain, dengan aktivitas industri, pertanian,
dan pemukiman yang menghasilkan limbah mencemari sungai, mengancam keberagaman
hayati dan kesehatan manusia. Perubahan iklim dan variabilitas cuaca memberikan
tantangan tambahan dengan dampak pada pola curah hujan, suhu, dan ketidakpastian
musim (Valiant, 2014).
Maka dari itu, perlu dilakukan pengelolaan daerah aliran sungai yang
berkelanjutan di Indonesia, mengingat pentingnya peran DAS dalam menjaga ekosistem,
menyimpan karbon, mengendalikan erosi, menjaga keanekaragaman hayati,
menyediakan air untuk makhluk hidup, meningkatkan kesuburan tanah, mengendalikan
banjir, dan mendukung kegiatan rekreasi air. Tantangan serius yang dihadapi, seperti
perubahan tata ruang, degradasi lahan, pencemaran air, dan dampak perubahan iklim,
memerlukan perhatian mendalam untuk menjaga kualitas air, keberlanjutan ekosistem
sungai, serta melindungi keberagaman hayati dan kesehatan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu Daerah Aliran Sungai (DAS)?
2. Bagaimana permasalahan dan tantangan Daerah Aliran Sungai (DAS) di
Indonesia?
3. Bagaimana penerapan dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Melawi Kabupaten Sintang?
1.3 Tujuan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk
1. Mengetahui pengertian dari Daerah Aliran Sungai (DAS)?
2. Memahami permasalahan dan tantangan Daerah Aliran Sungai (DAS) di
Indonesia?
3. Memahami penerapan dan pengetahuan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Melawi Kabupaten Sintang?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)


Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang secara
topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan
air hujan, kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak dan Press,
2023). DAS terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir dengan
pola aktivitas yang berbeda (Lihawa, 2017) .
1) Bagian Hulu
Bagian hulu DAS merupakan daerah tertinggi dalam suatu DAS yang berada
dekat dengan aliran sungai. Bagian hulu DAS memiliki daerah konservasi dengan
jenis vegetasi tegakan hutan. Ciri-ciri DAS bagian hulu adalah memiliki
kemiringan lereng lebih besar dari 15%, memiliki kecepatan aliran yang lebih
besar dari pada bagian hilir, memiliki kerapatan drainase yang lebih tinggi
daripada bagian DAS lainnya, alur sungai yang sempit, erosi vertikal, tidak ada
dataran dengan genangan/banjir, dan air yang relatif bersih.
2) Bagian Tengah
Bagian tengah DAS merupakan daerah transisi antara bagian hulu dan hilir.
Secara fisik, bagian ini memiliki tanah yang subur, sehingga sebagian wilayah
DAS bagian tengah adalah wilayah konservasi dan sebagian lainnya adalah daerah
budidaya. Jenis vegetasi pada bagian tengah DAS lebih beragam, yaitu sebagian
vegetasi tinggi dan sebagian lagi vegetasi budidaya. Selain itu, tandon air
permukaan sering dimanfaatkan untuk budidaya perikanan.
3) Bagian Hilir
Bagian hilir DAS merupakan daerah pengaliran akhir. Ciri-Ciri DAS bagian hilir
adalah memiliki kemiringan lereng yang kurang dari 8%, jenis vegetasi
didominasi oleh tanaman pertanian, beberapa daerah dataran tergenang/banjir,
dan memiliki kerapatan drainase yang lebih kecil daripada bagian DAS lainnya.

3
2.2 Permasalahan dan Tantangan DAS
DAS mengalami permasalahan dan tantangan yang kompleks. Hal ini dapat di
identifikasi melalui empat aspek, yaitu hidrologi, lahan, sosial-ekonomi, dan
kelembagaan (Putuhena, 2019).
1) Hidrologi
Pada aspek hidrologi, permasalahan DAS ditandai dengan kejadian banjir dan
kekeringan. Penyebab banjir pada DAS adalah tingginya aliran permukaan pada
musim hujan. Sedangkan, penyebab kekeringan pada DAS adalah rendahnya
kemampuan lahan untuk menyimpan air dalam jangka waktu yang lama.
Permasalahan DAS pada aspek hidrologi ini berhubungan dengan aspek lahan,
dimana daerah hulu DAS yang merupakan lahan hutan digunakan oleh penduduk
untuk melakukan aktivitasnya, misalnya konversi lahan hutan menjadi
permukiman, perkebunan, pertanian, dan lain-lainnya. Tentu dampak yang akan
timbul adalah terganggunya fungsi hidrologi, yaitu terjadinya kekeringan pada
musim kemarau dan terjadinya fenomena banjir pada musim hujan karena
hilangnya daerah resapan air.
2) Lahan
Pada aspek lahan, permasalahan DAS ditandai dengan tingginya tingkat erosi,
sehingga menyebabkan meluasnya lahan kritis serta menurunnya produktivitas
lahan yang dapat memicu krisis air. Hal ini dapat terjadi akibat daerah hulu DAS
yang merupakan lahan hutan digunakan oleh penduduk untuk menkonversi lahan
hutan menjadi permukiman, baik melaui izin atau tanpa izin pemerintah. Konversi
lahan hutan menjadi permukiman menyebabkan pertambahan penduduk,
sehingga kebutuhan akan lahan perkebunan dan pertanian meningkat. Oleh karena
itu, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, konversi lahan hutan akan semakin luas
terjadi tanpa meninggalkan pohon sedikitpun, hingga terjadilah erosi. Selain itu,
dengan berubahnya daerah tangkapan air menjadi area perkebunan, pertanian, dan
permukiman, air hujan yang jatuh akan lebih banyak mengalir ke permukaan.
Kondisi ini tentu akan menyebabkan turunnya cadangan air tanah yang dapat
memicu krisis air.
3) Sosial Ekonomi

4
Pada aspek sosial ekonomi, permasalah DAS ditandai dengan masalah
perekonomian, dimana konversi lahan secara besar-besaran dilakukan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Selain itu,
permalasahan sosial perilaku masyarakat sekitar DAS yang boros dalam
memanfaatkan air karena di anggap sebagai milik umum, tidak terbatas, dan dapat
di peroleh secara cuma-cuma dengan gratis dapat memicu konflik antar
masyarakat. Disisi lain, keadaan sosial ekonomi tersebut menyebabkan kesedaran
masyarakat akan pelestarian sumber daya air masih minim hingga permasalahan
mengenai DAS masih terus berlanjut.
4) Kelembagaan
Rendahnya koordinasi, intergrasi, sinergitas (KISS) antar stakeholder yang turut
berpartisipasi dalam permasalahan DAS. Selain itu, aturan yang dibuat oleh
pemerintah juga belum sepenuhnya terlaksana dengan ketat atau masih lemah.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diapahami bahwa tantangan DAS dalam
mengahadapi permasalahan tersebut adalah sebagai berikut.
A. Pertambahan penduduk yang semakin tinggi
B. Konversi atau degredasi lahan yang tidak terkontrol
C. Penebangan pohon
D. Kebutuhan akan air semakin meningkat, sehingga memicu konflik persaingan
pemakaian air.
E. Penurunan kualitas air .
F. Penegakan aturan yang lemah
G. Kurang adanya peran partisipasi dari masyarakat terhadap DAS
2.3 Studi Kasus Daerah Aliran Sungai Melawi Kabupaten Sintang
DAS Dedai merupakan salah satu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terletak di
Kecamatan Dedai Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat. Kondisi Sub DAS
Dedai pada saat ini telah banyak mengalami perubahan bentuk dan fungsi yang
disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain pembukaan lahan,
kegiatan PETI dan sampah rumah tangga. Kegiatan pembukaan lahan dan penambangan
emas tanpa ijin (PETI) yang terjadi pada daerah hulu Sub DAS Dedai mengakibatkan
tingginya tingkat sedimentasi yang pada akhirnya berdampak pada pendangkalan badan

5
sungai dan pencemaran logam berat. Pembuangan sampah rumah tangga pada badan
sungai juga telah mengakibatkan badan sungai menjadi kotor dan tersumbat yang mana
menyebabkan banjir pada daerah hilir Sub DAS Dedai.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Alpius et al. (2022) dijelaskan beberapa
karakteristik dan parameter kualitas air DAS Dedai.
A. Pola Drainase
Pola Aliran Sungai yang terdapat pada Sub DAS Dedai merupakan Pola
Dendritik, yang menyerupai bentuk rating-ranting pohon (percabangan pohon).
Pola dendritik menunjukan bahwa, Sub Dedai terdapat suatu aturan aliran sungai
dengan cabang dan anak sungai yang alirannya mengalir ke induk sungai, dimana
anak-anak sungai kelihatan seperti ranting-ranting pohon yang alirannya menuju
percabangan sungai dan memiliki satu sungai utama yang merupakan titik keluar
air menuju laut. Semakin banyak anak sungai yang menuju aliran induk, maka
akan tampak jelas pola aliran sungai tersebut.
B. Bentuk DAS
Pada peta lokasi penelitian, bentuk Sub DAS Dedai menyerupai kipas atau
lingkaran. Umumnya, bentuk DAS radial, akan memiliki debit banjir yang sangat
besar, dalam catatan, hujan yang terjadi akan merata dan bersamaan diseluruh
daerah aliran sungai tersebut.
C. Kerapatan Drainase
Panjang aliran sungai per km2 luas atau indeks kerapatan drainase (IKD)
merupakan salah satu faktor penentu kecepatan air larian. Semakin tinggi
kerapatan drainase, semakin besar kecepatan air larian untuk curah hujan yang
sama. Oleh sebab itu, dengan tinggi nya kerapatan drainase maka debit puncak
akan tercapai dalam waktu yang lebih cepat. Pada hasil penelitian dari studi kasus
DAS Dedai pada daerah Aliran Sungai Melawi Kabupaten Sintang, didapatkan
nilai dengan kategori rendah. Hal tersebut menunjukkan gejala, bahawa Sub DAS
Dedai sering mengalami penggenangan atau memiliki drainase yang jelek.

6
D. pH Air
Pada hasil pengamatan kualitas pH air pada studi kasus DAS Dedai pada daerah
Aliran Sungai Melawi Kabupaten Sintang selama 6 hari, didapatkan nilai pH di
daerah hulu sebesar 6,64, sedangkan di daerah hilir dengan nilai pH 6,78.
E. Temperatur
Pada hasil pengamatan temperatur air pada studi kasus DAS Dedai pada daerah
Aliran Sungai Melawi Kabupaten Sintang selama 6 hari, didapatkan nilai
temperatur di daerah hulu sebesar 28,8°C sampai 30,2°C dengan fluktuasi 1-2°C
dan memiliki nilai rata-rata 29,58ºC, sedangkan di daerah hilir antara 28,7°C
hingga 30,7ºC dan memiliki nilai rata-rata 29,7ºC, yang berarti temperatur di titik
pengamatan masih tergolong baik dan memenuhi persyaratan, hal ini disebabkan
masih terdapat vegetasi penutup lahan yang berupa hutan sekunder dan padang
semak di sekitar aliran sungai. Kenaikan temperatur suatu perairan alamiah
umumnya disebabkan oleh akivitas penebangan hutan di sepanjang daerah aliran
sungai, sehingga mengakibatkan lebih banyak cahaya matahari yang menembus
permukaan air yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya temperatur di
dalam air
F. Kecerahan
Pada hasil pengamatan tingkat kecerahan air pada studi kasus DAS Dedai pada
daerah Aliran Sungai Melawi Kabupaten Sintang, kecerahan pada daerah hulu
sebesar 1.13 m dengan kedalaman maksimum rata-rata 1.13 m sedangkan pada
daerah hilir memiliki nilai kecerahan 1.05 m dengan kedalaman maksimum rata-
rata sebesar 4,58 m. Kecerahan air di pengaruhi oleh keadaan iklim yang ada pada
daerah setempat terutama curah hujan. Apabila terjadi hujan, maka debit aliran
akan tinggi dan konsentrasi sedimen juga akan meningkat dan nilai kecerahan
menjadi rendah karena sinar matahari tidak dapat menembus air secara maksimal.
Selain itu, air hujan akan menyebabkan sedimen yang ada dalam air akan naik
kepermukaan sehingga air menjadi keruh
G. Konsentrasi Sedimen
Berdasarkan hasil analisis sampel air dari DAS Dedai pada daerah Aliran Sungai
Melawi Kabupaten Sintang, nilai rata-rata dari konsentrasi sedimen di daerah hulu

7
sebesar 31 mg/l, sedangkan di daerah hilir sebesar 52 mg/l. Berdasarkan uji-T,
didapatkan hasil, bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara konsentrasi
sedimen bagian hulu dengan konsentrasi sedimen bagian hilir, dimana konsentrasi
sedimen pada daerah hulu bukan jadi faktor penentu jumlah konsentrasi sedimen
pada daerah hilir.
H. Debit Sedimen
Berdasarkan hasil perhitungan debit sedimen DAS Dedai pada daerah Aliran
Sungai Melawi Kabupaten Sintang, diperoleh hasil tertinggi pada hari pertama
dan terendah pada hari keenam. Besar kecilnya nilai debit sedimen yang terjadi
pada di pengaruhi oleh luas penampang, kecepatan debit aliran dan konsentrasi
sedimen. Dari nilai rata-rata debit sedimen daerah hulu sebesar 0,3135 ton/hari,
sedangkan daerah hilir sebesar 3.2611 ton/hari. Nilai debit sedimen ini masih
dalam kategori kecil pengaruhnya terhadap badan sungai. Berdasarkan uji-T,
didapatkan hasil, bahwa jumlah debit sedimen di daerah hulu sangat menentukan
jumlah debit sedimen di daerah hilir, dengan kata lain semakin besar nilai debit
sedimen bagian hulu sangat mempengaruhi jumlah debit sedimen di bagian hilir.
I. Lengkung Sedimen
Hubungan tingkat keeratan debit aliran dan debit sedimen Sub DAS Dedai pada
daerah hulu memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,933, debit aliran memiliki
hubungan yang rendah terhadap peningkatan debit sedimen, terlihat pada nilai
determinasi (R2), kemampuan variabel X (debit aliran) dominan dalam
mempengaruhi variabel Y (debit sedimen), sedangkan sisanya dipengaruhi oleh
faktor lain, sedangkan tingkat keeratan hubungan antara debit aliran dengan debit
sedimen daerah hilir sebesar 0,910, yang artinya ada hubungan positif antara debit
aliran dan debit sedimen, termasuk kategori tinggi terhadap peningkatan debit
sedimen, hal ini terlihat dari nilai determinasi, dimana kemampuan variabel X
(debit aliran) dominan dalam mempengaruhi variabel Y (debit sedimen)
sedangkan sisanya dipengaruhi faktor lain, berdasarkan koefisien korelasinya
daerah Hulu dan Hilir dinyatakan dengan hubungan langsung positif baik.
Persamaan regresi Debit Aliran dan Debit Sedimen daerah Hulu (Qs = 4.829 Qw
7.457) dan Hilir (Qs = 0.078 Qw 2.560), nilai konstanta (a) Hulu sebesar 4.829

8
dan Hilir sebesar 0.078, menunjukkan besarnya variabel debit sedimen yang tidak
dipengaruhi oleh debit aliran atau dapat diartikan pada saat nilai debit aliran
sebesar 0, maka debit sedimen Hulu sebesar 4.829 dan Hilir 0.078, sedangkan
untuk nilai koefisien regresi (b) Hulu sebesar 7.457 dan Hilir 2.560, berarti debit
aliran daerah Hulu dan Hilir mempunyai hubungan positif searah dengan debit
sedimen, karena koefisien bernilai positif. Setiap peningkatan 1 satuan debit
aliran, maka akan berpengaruh terhadap peningkatan debit sedimen Hulu sebesar
7.457 dan Hilir sebesar 2.560 satuan. Begitu juga sebaliknya setiap penurunan
debit aliran air sebesar 1 satuan akan berpengaruh terhadap penurunan debit
sedimen Hulu sebesar 7.457 dan Hilir sebesar 2.560 satuan. Hasil pengamatan
pada lokasi penelitian diketahui bahwa pada semua unit lahan yaitu Ult4, Ult18,
Ult24, Ult36 dilakukan pengelolaan tanah berupa penanaman menurut garis
kontur dan setelah disesuaikan dengan nilai faktor P untuk satuan unit lahan
kemiringan 0 – 8 % mempunyai nilai faktor P sebesar 0,50. Untuk satuan unit
lahan kemiringan 9 – 20 % mempunyai nilai faktor P sebesar 0,75 sedangkan
untuk satuan unit lahan kemiringan > 20 % mempunyai nilai faktor P sebesar 0,90.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
DAS Dedai merupakan salah satu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terletak di
Kecamatan Dedai Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat yang mengalami
perubahan bentuk dan fungsi yang disebabkan oleh faktor pembukaan lahan permukiman,
kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) dan sampah rumah tangga dan
berdampak pada hulu DAS yang mengakibatkan tingginya tingkat sedimentasi yang pada
akhirnya berdampak pada pendangkalan badan sungai dan pencemaran logam berat.
Pembuangan sampah rumah tangga pada badan sungai juga telah mengakibatkan badan
sungai menjadi kotor dan tersumbat yang mana menyebabkan banjir pada daerah hilir
DAS Dedai.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat dilakukan pada permasalahan Daerah Aliran Sungai di
Kecamatan Dedai Kabupaten Sintang yaitu sebagai berikut:
1. Melakukan reboisasi di dekat sungai hulu karena kemampuan lahan hutan dapat
menyimpan air dalam jangka waktu yang lama.
2. Pemerintah harus membuat hukum yang berlaku ataupun aturan dengan ketat agar
masyarakat yang membuka lahan secara liar diberi sanksi.
3. Melakukan rencana tindak lanjut terhadap sampah rumah tangga yang dibuang
secara langsung ke sungai, dengan contoh adanya pengelolaan bank sampah di
permukiman warga sehingga dapat memberikan keuntungan baik dari segi materi
maupun kesehatan lingkungan bagi warga.

10
DAFTAR PUSTAKA
Alpius, Riduwasyah & Asadi 2022. Studi Karakteristik Sub Daerah Aliran Sungai Dedai
Pada Daerah Aliran Sungai Melawi Kabupaten Sintang. Jurnal Teknologi
Perkebunan dan Pengelolaan Sumberdaya Lahan, 12 (1), 39-47.
Asdak, C. & Press, U. 2023. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, UGM
PRESS.
Baja, I. S. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan Dalam Pengembangan Wilayah,
Penerbit Andi.
KLHK 2021. "Refleksi Klhk 2021: Capaian Pemulihan Daerah Aliran Sungai Dan
Rehabilitasi Hutan - Kementerian Lhk". In: Kehutanan, K. L. H. d. (ed.). Jakarta,
Indonesia: ppid.menlhk.go.id.
Lihawa, F. 2017. Daerah Aliran Sungai Alo Erosi, Sedimentasi Dan Longsoran,
Deepublish.
PP 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (Das). Jakarta, Indonesia: Pemerintah Pusat.
Putuhena, J. D. 2019. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Das): Dimensi Pengelolaan
Berkelanjutan Di Kota Ambon, Pascasarjana Manajemen Hutan Unpatti Ambon
Sutrisno, A., Wahyuni, E. & Titing, D. 2021. Daya Dukung Lingkungan Daerah Aliran
Sungai Kayan Dan Sembakung Kalimantan Utara Dalam Penyediaan Pangan
Dan Air, Syiah Kuala University Press.
Valiant, R. Tantangan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air Untuk Mencapai Lingkungan
Lestari Berkelanjutan: Potret Daerah Aliran Sungai (Das) Brantas. Brawijaya
Malang: Makalah Seminar Pekan DAS Brantas, 2014.

11

Anda mungkin juga menyukai