Anda di halaman 1dari 4

Nama: Nur Fabillah Isnaini

NIM : 205040207111057
Kelas: L
Halaman: 165-170
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Sudiarso, MS.

10.5.4 Mata Pencaharian dan Pemanfaatan Lingkungan


Strategi agroekologi dan mata pencaharian yang saat ini diterapkan oleh rumah
tangga, baik di komunitas pendatang seperti Jawa maupun komunitas lokal Lampung yang
akan berakar pada konteks struktural dan historis daerah penelitian. Para aktor berusaha
untuk memajukan agenda mereka dengan berbagai cara, salah satu contohnya yaitu dengan
penggunaan paket pertanian dari pemerintah. Contoh tersebut diamati ketika penerima input
pertanian yang terkait dengan proyek tebu petani kecil yang mengalihkan sebagian dari
pupuk dan biosida untuk digunakan pada beras dan tanaman pangan lainnya.

Orang Jawa mengalami permasalahan dengan tanaman yang ditanam seperti adanya
gangguan atau serangan hama dan gangguan terhadap kesuburan tanah, sedangkan pada
kebun pohon Lampung mempunyai pemusnahan hama yang minimal dan lebih cocok untuk
konservasi tanah di bawah kondisi lokal. Kondisi ini berhubungan dengan perusakan tanaman
yang di ilustrasikan pada tabel di atas. Tingkat keberhasilan agroekosistem dalam mencapai
keuntungan finansial yang baik dengan tetap menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada di
lingkungan setempat dapat mempengaruhi ruang lingkup strategi mata pencaharian rumah
tangga dan secara tidak langsung, dinamika rumah tangga berkaitan dengan adanya
kemungkinan pengambilan keputusan dan pembagian kerja. Kontras dalam sikap terhadap
tanaman pertanian cenderung bimodal. Orang Jawa menganggap dirinya sebagai petani,
sedangkan orang Lampung memandang dirinya sebagai petani pohon yang menggunakan
sistem berbasis agroforestri tradisional dan berpusat pada karet. Selain itu, ada juga
perbedaan yang jelas dalam sikap terhadap hutan. Pada orang Jawa, umumnya enggan untuk
mencari pekerjaan dalam kegiatan yang berhubungan dengan hutan. Hal ini dikarenakan,
sebagian orang Jawa berpendapat bahwa hanya orang buangan sosial atau orang yang
berputus asa saja yang akan bekerja di hutan. Sedangkan pekerjaan di luar pertanian untuk
orang Lampung cenderung berbasis hutan dengan melakukan penebangan dan pemanenan
bambu sebagai kegiatan utama di luar pertanian.
Dengan adanya hal tersebut, maka ada seorang pria bernama bapak Tukiman yang
datang ke salah satu pemukiman untuk dilakukan kegiatan studi kasus, tepatnya di daerah
Tegal Mukti dari Pringsewu di Kabupaten Lampung Selatan. Daerah ini memiliki sawah dan
dilakukan penanaman padi basah serta beberapa sayuran. Di tahun 1984, tanahnya
dikukuhkan sebagai kawasan konservasi dan lainnya. Setibanya beliau disana, beliau
menemukan bahwa adanya lahan yang jauh dari desa dan masih berhutan. Di lahan tersebut
ditanami padi gogo, tetapi pada saat panen malah membawa kerugian dengan sebagian besar
hasil panennya dimakan oleh hewan pengerat dan diinjak-injak oleh hewan yang bertempat
tinggal di hutan tersebut seperti babi hutan. Akan tetapi, para petani yang menanam di lahan
tersebut terus menanam selama dua tahun dengan keberhasilan yang sedikit. Selama waktu
ini, mereka mulai memasang beberapa jeratan di sekitar persawahannya yang dilakukan
untuk mengendalikan hama penganggu
Bapak Tukiman menangkap delapan hingga sepuluh babi per bulan sehingga dapat
memberikan pendapatan yang relatif baik bagi keluarganya berdasarkan standar lokal.
Ironisnya, beliau kini terkendala dengan kewajiban membayar kembali pinjaman program
pemerintah yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan. Jika beliau seperti para petani
lain di Tegal Mukti dengan membatasi diri untuk bercocok tanam tanaman pangan dan tebu,
maka beliau tidak akan mampu untuk membayar kembali pinjamannya dan akan dipaksa
seperti yang lainnya untuk bekerja di perkebunan. Begitu pula sebaliknya, beliau mempunyai
mata pencaharian yang memungkinkan untuk membayar kembali pinjaman dan masih dapat
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dengan adanya perburuan, maka dapat memberikan
pendapatan yang telah di bangun dengan mengubah kendala menjadi peluang. Para pemburu
mencontohkan bagaimana aktor sosial dapat menggunakan citra budaya untuk keuntungan
mereka seperti mengambil kondisi lingkungan yang dianggap merugikan oleh komunitas arus
utama dan dapat membangun peran dalam masyarakat lokal yang ada di dalamnya. Dengan
melakukan eksplorasi tersebut sebagai ruang kemungkinan, maka anggota kelompok sosial
yang secara sosial dan ekonomi, akan terpinggirkan dengan telah menciptakan sarana untuk
dapat mempertahankan mata pencaharian mereka.
10.5.5 Peran Aktor Sosial dalam Perubahan Agroenvironmental
Secara historis, interaksi antara aktor pemerintah dan masyarakat pinggiran hutan
memiliki sifat kontingen dan berlaku secara lokal, tetapi tertanam dalam struktur dan
pedoman pemerintah. Partisipasi dalam program pembangunan pertanian pemerintah terkait
dengan sejarah interaksi antara pemerintah dan masyarakat belakangan ini. Masyarakat
Lampung belum dapat berpartisipasi dalam program pembangunan pertanian yang disponsori
pemerintah. Hal ini disebabkan mereka melihat sebagai perambahan oleh orang luar ke dalam
gaya hidup dan budaya mereka. Di sisi lain, orang Jawa telah berpartisipasi dalam berbagai
program tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan dengan melihat partisipasi sebagai
kewajiban mereka untuk mengikuti inisiatif pembangunan pedesaan pemerintah.
Seorang petani akan terlibat dalam proses pembelajaran dan perubahan yang
kompleks dengan adanya kegiatan eksperimen, pertukaran informasi, saling belajar, dan
melakukan coba-coba. Dengan hal ini, setiap petani akan memulai dengan adanya
seperangkat preferensi dan sikap yang membentuk dasar strategi. Adanya pembentukkan
dasar strategi ini akan berkembang sebagai informasi yang diperoleh dari aktor lain atau
diperoleh dari eksperimen. Proses saling belajar dan adaptasi ini terjadi dalam masyarakat
Lampung dan Jawa.
Adanya proses pembelajaran ini akan melibatkan beberapa aktor yang berbeda. Hal
ini dikarenakan adanya ketidakpercayaan masyarakat lokal terhadap perwakilan pertanian
pemerintah yang telah tumbuh melalui sejarah kegagalan dan peluang yang terlewatkan.
Aktor lokal dan non-pemerintah ini lah yang telah mengisi kekosongan dan menjadi agen
perubahan.agen perubahan informal ini mempunyai dampak atau pengaruh yang penting pada
strategi penanggulangan, lintasan mata pencaharian, dan transformasi lingkungan di dalam
wilayah penelitian. Interaksi dari dinamika ini akan menyebabkan munculnya sifat-sifat
struktural baru, dimana aktor sosial dan lingkungan saling berinteraksi dan beradaptasi.
Seiring dengan berjalannya waktu, trnasformasi lingkungan lokal didorong oleh tujuan
masyarakat pedesaan untuk mengamankan mata pencaharian dalam kerangka interaktif dan
dinamis dari struktur sosial dan lingkungan. Dalam mengubah lingkungan lokal agar sesuai
dengan kebutuhan mata pencaharian, maka para petani menciptakan konteks baru yang harus
ditanggapi. Selain itu, perubahan lingkungan coevolutionary di daerah tersebut juga akan
berpengaruh terhadap populasi satwa liar yang ditandai dengan berkurangnya
keanekaragaman hayati hutan alam bersamaan dengan diversifikasi dan intensifikasi
agroekosistem di Lampung. Oleh karena itu, diperlukan adanya penciptaan kondisi
lingkungan baru yang harus disesuaikan dengan satwa liar setempat.
Dengan demikian, peningkatan perusakan oleh babi hutan menunjukkan adanya
transformasi lingkungan baru-baru ini, termasuk terjadinya perubahan dalam aktivitas spesies
predator. Contih lainnya seperti hubungan antara perubahan lingkungan dan hama vertebrata
yaitu kasus tikus sawah. Oleh karena itu, dengan mengikutsertakan satwa liar dalam
penelitian perubahan lingkungan, maka satwa liar tersebut dinamika transformasinya akan
menjadi lebih jelas dan antara petani-satwa liar memiliki sifat yang dinamis dan bergantung
pada kondisi lingkungan setempat yang terus mengalami perubahan.

Anda mungkin juga menyukai