NPM : 2105101050061
MK : Sistem Pertanian Terpadu
REVIEW PAPER 1
1. Pendahuluan
Masyarakat tradisional lahan kering desa Kareka Nduku dan masyarakat lahan kering
di pulau Sumba pada umumnya bermukim pada wilayah pegunungan atau berbukit dan
umumnya melakukan aktifitas pertanian pada lahan miring. Usaha pertanian pada lahan
miring seperti ini, khususnya untuk tanaman pangan semusim akan sangat rentan pada
masalah erosi dan penurunan kesuburan lahan. Sistem pertanian beringsut berotasi
dimaksudkan untuk memberikan waktu cukup bagi lahan pertanian yang tingkat
produktivitasnya telah menurun untuk recovery secara alamiah. Penduduk yang terus
mertambah tidak memungkinkan lagi sebagian besar kelompok masyarakat di pulau Sumba,
termasuk di desa Kareka Nduku untuk terus mempertahankan sisitem ini, sementara dilain
pihak pemenuhan kebutuhan pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada
kondisi ini, masyarakat Kareka Nduku mengembangkan suatu sistem pertanian menetap
yang ramah lingkungan dengan tetap mempertahankan tingkat produktivitas lahan.
2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah paper ini mengkaji proses adaptasi masyarakat lahan
kering di Desa Kareka Nduku. Walaupun gambaran umum tentang usaha pertanian pada
lahan marginal dianggap suram, strategi adaptasi masyarakat Kareka Nduku menghasilkan
suatu gambaran yang berbeda dengan masyarakat lahan kering marginal lainnya. Proses
adaptasi ini kiranya sebagai gambaran bahwa suatu masyarakat local dapat menemukan jalan
kompromi terbaik untuk tetap survive pada lingkungan ekosistem mereka. Paper ini juga
bertujuan untuk memahami strategi adaptasi pengelolaan lahan kering/marginal yang
dinominasi lahan miring dan berbatu oleh masyarakat lokal Desa Kareka Nduku, Kecamatan
Tana Righu – Kabupaten Sumba Barat.
Pengendalian erosi
Pengendalian erosi pada lahan miring dilakukan dengan membuat teras bangku.
Karena lahan dominan berbatu, maka material ini yang paling umum dipakai untuk membuat
teras yang berfungsi untuk menahan laju erosi sekaligus material tanah dan bahan organik
akan tertimbun yang memperluas areal tanam. Jika pada puncak bukit batu masih ada
vegetasi yang cukup (hutan atau belukar) maka pada lahan lereng ini akan menerima bahan
organik/endapan yang memungkinkan lahan tersebut cukup untuk diusahakan secara
berkelanjutan.
Kesimpulan
Strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat Kareka Nduku agar lahan marginal
berbatu tetap dimanfaatkan utuk usaha pertanian secara berkelanjutan adalah melakukan
upaya pengendalian erosi melalui pembuatan teras, membuat lubang dan alur tanam untuk
aplikasi pupuk kandang, melakukan rotasi tanaman dan diversifikasi tanaman pangan.
Strategi adaptasi ini cukup membantu petani dalam mempertahankan kesuburan lahan dan
produksi pangan yang relative stabil. Strategi adaptasi dari berbagai masyarakat local dalam
mengatasi kondisi lahan marginal dan tekanan penduduk yang terus meningkat masih perlu
pengkajian secara menyeluruh. Strategi adaptasi yang cukup berhasil perlu di padu padankan
dengan berbagai inovasi introduksi.
REVIEW PAPER 2
1. Pendahuluan
Faktor produksi utama dalam produksi petanian adalah lahan. Kemampuan lahan
yang dikelola akan memberikan produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.
Tanaman pangan akan tumbuh optimal pada lahan subur yang dikenal sebagai lahan sawah
atau lahan basah. Meskipun potensi produksi lahan sawah atau lahan basah lebih besar
dibanding lahan kering, tetapi keberadaan lahan sawah ini dari sisi ketersediaan luasanya
jauh lebih sedikit dibandingkan lahan kering. Di beberapa wilayah terjadi penurunan kualitas
lahan sawah akibat pengelolaan lahan yang tidak memperhatikan faktor lingkungannya.
Semua itu menyebabkan semakin tidak tercukupinya ketersediaan lahan subur (sawah) untuk
produksi pangan, sehingga alternatif pilihan produksi pertanian di lahan kering menjadi
makin diperlukan.
Selama ini pemanfaatan lahan kering kurang dapat diandalkan, hal ini karena sifat
dan karakreristik lahan ini yang tidak mendukung produksi. Tingkat kesuburan yang rendah
menyebabkan produktivitas menjadi rendah. Faktor keterbatasan sumber air menyebabkan
usahatani tidak dapat dilakukan dengan optimal. Perlu perhatian yang serius untuk dapat
mengelola lahan ini sebagai penopang dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional,
sekaligus untuk dapat meningkatkan pendapatan petani lahan kering sehingga dapat hidup
lebih sejahtera. Untuk dapat meningkatkan pendapatan petani lahan kering tersebut, perlu
dibuat sebuah pemetakan tentang pola-pola usahatani lahan kering khususnya tentang padi
dan palawija. Manajemen di sektor hulu terkait dengan bagaimana menyediakan faktor-
faktor produksi yang diperlukan untuk proses produksi mulai dari penyediaan lahan,
penyediaan sarana produksi, kebutuhan tenaga kerja dan sebagainya. Sedangkan di sektor
hilir terkait dengan bagaimana memanfaatkan lebih lanjut hasil produksi yang diperoleh
sehingga dapat memberikan nilai tambah dan yang dibutuhkan pasar.
Kabupaten Gunung Kidul merupakan salah satu kabupaten di DIY dengan lahan
pertanian yang didominasi oleh lahan kering. Sebagian berupa lahan kering tadah hujan dan
sebagian lagi berupa lahan kering tegalan. Lahan kering tadah hujan ditanami padi saat
musim penghujan dan palawija saat musim kemarau. Pola tanam dilakukan bergiliran
diantara padi dan kedelai, dan tumpangsari dilakukan bersama-sama antara padi, jagung,
ubikayu, dan kacang tanah.
2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah paper ini mengetahui bagaimana manajemen
usahatani padi dan palawija petani lahan kering di Kabupaten Gunung Kidul. Mengetahui
pendapatan usahatani padi dan palawija pada beberapa pola tanam pada lahan kering tadah
hujan di Kabupaten Gunung kidul. Mengetahui pola tanam padi dan palawija yang
memberikan pendapatan tertinggi pada lahan keringdi Kabupaten Gunung Kidul.
Kesimpulan
Strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat Kareka Nduku agar lahan marginal
berbatu tetap dimanfaatkan utuk usaha pertanian secara berkelanjutan adalah melakukan
upaya pengendalian erosi melalui pembuatan teras, membuat lubang dan alur tanam untuk
aplikasi pupuk kandang, melakukan rotasi tanaman dan diversifikasi tanaman pangan.
Strategi adaptasi ini cukup membantu petani dalam mempertahankan kesuburan lahan dan
produksi pangan yang relative stabil. Strategi adaptasi dari berbagai masyarakat local dalam
mengatasi kondisi lahan marginal dan tekanan penduduk yang terus meningkat masih perlu
pengkajian secara menyeluruh. Strategi adaptasi yang cukup berhasil perlu di padu padankan
dengan berbagai inovasi introduksi.
RELAY CROPPING
Sistem pola tanam yang baik dibutuhkan untuk dapat meminimalisir penggunaan
lahan dan dapat meningkatkan produktivitas. Salah satu sistem pola tanam yang dapat
digunakan yaitu sistem tanam sisipan (relay cropping). Relay cropping adalah cara
bercocok tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman dimana tidak semua
jenis tanaman ditanam pada waktu yang sama. Pada sistem budidaya ini, tanaman kedua
ditanam setelah tanaman pertama mencapai masa tahapan reproduktif, tetapi belum siap
untuk dipanen.
Tumpang gilir (relay cropping) merupakan cara bercocok tanam dimana dalam satu
areal lahan yang sama ditanami dengan dua atau lebih jenis tanaman dengan pengaturan
waktu panen dan tanam. Tanaman kedua ditanam menjelang panen tanaman musim pertama.
Contohnya, tumpang gilir antara tanaman jagung yang ditanam pada awal musim hujan dan
kacang tanah yang ditanam beberapa minggu sebelum panen jagung. Pada umumnya tipe ini
dikembangkan untuk mengintensifikasikan lahan. Dengan demikian kemampuan lahan
untuk menghasilkan sesuatu produk pangan semakin tergali. Oleh karena itu pengelola
dituntut untuk semakin jeli menentukan tanaman apa yang perlu disisipkan agar waktu dan
nilai ekonomisnya dapat membantu dalam usaha meningkatkan pendapatan.
Hal yang menguntungkan dari tumpang gilir adalah penenaman yang bisa dua kali
dengan jarak waktu yang singkat, tidak membutuhkan waktu yang relatif lama jika anda
ingin menanam jenis tanaman yang berbeda, ini akan membuat hama penyaki yang timbul
akan menjadika suatu masalah bagi mereka, dan bahkan merka akan melakukan dormansi
ketika pergiliran tanaman di lakukan. Contohnya pelaksanaan tanam tumpang gilir antara
jagung dan kacang hijau, adalah untuk memanfaatkan secara maksimal lahan dengan
menanam kacang hijau atau kacang-kacangan bagi petani jagung dan menanam jagung
terlebih dahulu bagi petani kacang hijau.
Keuntungan dari tumpang gilir (relay cropping)
1. Dapat mencegah serangan hama dan penyakit yang meluas
2. Hasil panen secara beruntun dapat memperlancar penggunaan modal dan meningkatkan
produktivitas lahan
3. Pengolahan yang bisa dilakukan dengan menghemat tenaga kerja, biaya pengolahan
tanah dapat ditekan, dan kerusakan tanah sebagai akibat terlalu sering diolah dapat
dihindari.
4. Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah terjadinya
erosi
5. Sisa komoditi tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau
contohnya jagung muda, padi gogo, kedelai, kacang tanah, dll.
Tanaman C3
Ketika menjalani proses fontosintetis, tanaman C3 dapat memasukan secara
langsung karbon dioksida ke dalam siklus calvin. Struktur kloropas tanaman ini bersifat
homogen serta punya peran yang sangat penting terhadap sistem metabolisme. Selain itu
tanaman C3 juga mempunyai kemampuan untuk melakukan fotorespirasi rendah, karena
tidak butuh energi dalam fiksasi yang sudah dilakukan. Namun pada sisi yang lain C3 juga
dapat kehilangan carbon sebanyak 20% pada sikluk calvin. Hal ini dikarenakan adanya
radiasi. Sehingga tanaman C3 juga bisa dimasukan dalam keluarga phylogenik. Pada proses
fotosistetis pada tanaman C3, RUDP akan mengikat CO2 kemudian dirubah jadi senyawa
organik C6 yang sifatnya tidak stabil. Setelah itu senyawa organik C6 tersebut akan dirubah
lagi jadi glukosa memakai 12 NADPH dan 10 ATP. Perjalanan siklus terhadap tanaman C3
ini terjadi di bagian stroma pada kloroplas. Tujuannya agar bisa dihasilkan molekul glukosa.
Molekul glukosa ini jadi kebutuhan utama bagi 6 siklus C3.
Sebagian besar tumbuhan di bumi merupakan tipe C3, dengan contoh yang paling
umum adalah padi, gandum, dan kedelai. Disebut tumbuhan C3 karena enzim rubisco akan
menangkap CO2 dan menggabungkannya dengan ribulosa bifosfat menjadi 3-fosfogliserat
yang merupakan molekul berkarbon 3. Molekul berkarbon 3 ini selanjutnya akan menjalani
serangkaian proses siklus calvin dan melepaskan glukosa sebagai hasilnya.
Pada siang hari tumbuhan C3 akan menutup sebagian stomata untuk mengurangi
penguapan. Akibatnya konsentrasi CO2 di dalam jaringan akan berkurang dan konsentrasi
O2 hasil fotosintesis akan meningkat. Hal ini akan memicu terjadinya fotorespirasi yang
kurang menguntungkan bagi tumbuhan. Fotorespirasi akan mengikat O2 untuk diolah untuk
menghasilkan CO2 namun dengan menggunakan ATP yang justru membuang-buang energi
tumbuhan. Tumbuhan C3 rentan mengalami fotorespirasi di siang hari yang panas.
Tanaman C4
Tanaman C4 misalnya jagung atau Zea Mays dan tebu atau Saccharum officinarum
maupun tumbuhan sejenis lainnya tidak akan melakukan ikatan langsung pada karbon
dioksida. Sebab tanaman ini dapat membentuk senyawa pertama setelah menjalankan
proses fotosintetis yang jangka waktunya lebih pendek. Senyawa pertama yang dihasilkan
tersebut tidak berupa PGA atau 3-C asam fostogliserat tapi berbentuk senyawa 4-C asam
oksaloasetat atau OAA. Metode alternatif dalam proses fiksasi karbon dioksida terhadap
proses fontosintetis tanaman C4 ini dinamakan sebagai jalur hatch slack. Sedangkan
tanaman yang memanfaatkannya disebut tumbuhan 4 karbon atau tanaman C4.
Tumbuhan yang masuk kategori C4 dalam fotosintesisnya adalah jagung, tebu, dan
keluarga rumput-rumputan lainnya. Disebut tumbuhan C4 karena enzim PEP karboksilase
akan menangkap CO2 dan menggabungkannya dengan fosfoenolpiruvat menjadi
oksaloasetat yang merupakan molekul berkarbon 4. Penangkapan CO2 ini terjadi di mesofil
daun, kemudian molekul berkarbon 4 tersebut akan diubah menjadi malat dan menuju sel
seludang pembuluh untuk melepaskan CO2. Setelah dilepaskan, CO2 akan menjalani siklus
calvin di sel seludang pembuluh tersebut dan menghasilkan karbohidrat.
Reaksi gelap dalam tumbuhan C4 terjadi di 2 sel yang berbeda. Penangkapan CO2
terjadi di sel mesofil daun, sedangkan siklus calvin terjadi di sel seludang pembuluh. Hal
ini akan menjadikan konsentrasi CO2 di seludang pembuluh selalu tinggi sehingga
mencegah atau mengurangi terjadinya fotorespirasi yang kurang menguntungkan.
Tumbuhan C4 umumnya hidup di tempat dengan kondisi cuaca yang panas dengan
intensitas cahaya matahari yang tinggi.
Tanaman CAM
Tanaman CAM mempunyai gerakan stomata yang agak berbeda dibandingkan jenis
tanaman lainnya. Pada tanaman CAM, pembukaan gerakan stomata dilakukan pada malam
hari. Namun pada siang hari gerakan stomata tersebut akan ditutup. Apabila cuaca atau suhu
udara di malam hari tidak bagus untuk melakukan transpirasi, maka stomata pada tanaman
CAM bisa membuka. Setelah itu karbon dioksida akan menjalani difusi dalam daun, lalu
diikat dengan sistem PEP karbosilase. Melalui proses ini selanjutnya akan terbentuk malat
dan OAA. Berikutnya Malat dipindahkan ke vakuola di tengah-tengah sel mesofil dari
tempat sebelumnya, sitoplasma. Di tempat baru ini asam bisa dikumpulkan pada jumlah
yang besar. Setelah itu di siang hari gerakan stomata akan menutup. Dari proses tersebut
tanaman akan terhindar dari kekurangan cairan, malat dan asam organik yang lain yang
telah dikumpulkan pada dekarboksilasi. Sehingga karbon dioksida yang diikat secara
langsung melalui daur calvin oleh sel akan selalu tersedia.
Tumbuhan yang masuk kategori CAM adalah kelompok sukulen (menyimpan air)
seperti lidah buaya, kaktus, dan nanas yang umumnya hidup di lingkungan kering. CAM
adalah singkatan dari crassulacean acid metabolism, karena proses ini petama dijumpai pada
keluarga Crassulaceae. Tumbuhan CAM akan menangkap CO2 dan digabungkan dengan
molekul lain menghasilkan asam organik. Stomata tumbuhan CAM akan terbuka di malam
hari dan akan tertutup di siang hari. Ketika malam hari CO2 akan ditangkap untuk
membentuk asam organik yang kemudian disimpan hingga pagi tiba. Ketika pagi dan
stomata mulai menutup, CO2 akan dilepaskan untuk menjalani siklus calvin menghasilkan
karbohidrat.
Tumbuhan C4 dan CAM memiliki kemiripan dimana CO2 yang masuk tidak
langsung menjalani siklus calvin tetapi ditangkap untuk membentuk molekul lain terlebih
dahulu. Namun pada tumbuhan C4 penangkapan CO2 dan siklus calvin terjadi di sel yang
berbeda, sedangkan pada tumbuhan CAM penangkapan CO2 dan siklus calvin terjadi pada
waktu yang berbeda.
Untuk mempermudah pemahaman, berikut adalah perbedaan tumbuhan C3, C4 dan
CAM dalam bentuk tabel:
No Ciri Pembeda Tumbuhan C3 Tumbuhan C4 Tumbuhan CAM
– Sel seludang
– Sel fotosintesis pembuluh tertata
tidak memiliki dengan baik dan kaya
berkas yang jelas organel
– Sel mesofil besar – Sel mesofil tidak Biasanya tidak ada
dan tidak rapat terlalu besar dan lebih sel-sel palisade dan
– Sel-sel seludang rapat terdapat vakuola
ikatan pembuluh – Ikatan pembuluh yang besar di dalam
1 Anatomi daun kecil dan banyak lebih sedikit mesofil
Mesofil daun dan
Kloroplas (tempat Mesofil daun seludang Mesofil
2 fotosintesis) (monomorfik) (dimorfik) (monomorfik)
– Monokotil: tebu, Tumbuhan
Angiospermae: jagung sukulen/xerofit
durian, apel, – Dikotil: famili contoh: kaktus, lidah
3 Jenis Tanaman mangga Amaranthaceae buaya
Disebut C3 karena
menghasilkan Disebut C4 karena Mengikat CO2 pada
senyawa pertama menghasilkan senyawa malam hari dan siang
berupa berkarbon pertama berupa hari stomata
4 Penggolongan tiga berkarbon empat menutup
Kebutuhan energi
5 ATP : NADPH 3:2 5:2 6,5:2
Fiksasi CO2 melewati Fiksasi CO2 melewati
lintasan C4 yang lintasan C4 yang
CO2 langsung masuk terjadi di dua tempat terjadi di waktu yang
dalam sikulus calvin yang berbeda (mesofil berbeda (siang dan
6 Fiksasi CO2 saat siang hari dan seludang) malam)
Kebutuhan air per
penambahan berat
7 kering 450 – 950 g 250 – 350 g 18 – 55 g
Senyawa pertama
8 yang dihasilkan Asam fosfogliserat Asam oksaloasetat Asam oksaloasetat
– PEP karboksilase
PEP karboksilase (malam)
Enzim pertama RuBP karboksilase kemudian RuBp – RuBP karboksilase
9 saat fiksasi CO2 (Rubisco) karboksilase (siang)
– Sintesis asam malat
di sel mesofil daun Sintesis asam malat
– Pemecahan asam dan pemecahan
malat di seludang asam malat terjadi di
10 Tempat reaksi Sel-sel mesofil daun pembuluh sel mesofil daun
– Sintesis asam malat
terjadi waktu malam
Sintesis asam malat hari
dan pemecahan asam – Pemecahan asam
malat terjadi di siang malat terjadi di siang
11 Waktu fiksasi CO2 Siang hari hari hari
– Siang hari: stomata – Siang hari: stomata – Siang hari: stomata
Mekanisme membuka membuka menutup
membuka/menutup – Malam hari: – Malam hari: stomata – Malam hari: stomata
12 stomata stomata menutup menutup membuka
Ada, tapi hanya di
seludang pembuluh Ada, tetapi hanya
dan bahkan hampir terjadi di sore
tidak melakukan menjelang malam
13 Fotorespirasi Ada fotorespirasi hari
Hambatan
14 fotosintesis oleh O2 Ya Tidak Ya
Kompensasi 0 – 5 ppm (dalam
15 terhadap CO2 30 – 70 ppm 0 – 10 ppm gelap)
16 Laju fotosintesis Rendah Tinggi Rendah
17 Laju fotorespirasi Tinggi Rendah Rendah
Efisiensi terhadap
18 H2O Kurang efisien Efisien Efisien
Mudah beradaptasi Mudah adaptasi di Mudah adaptasi di
Adaptasi terhadap ketika CO2 tinggi, daerah kering dan lingkungan yang
19 lingkungan habitat lahan basah banyak sinar matahari sangat kering.
Adaptasi dalam
keadaan Dapat tumbuh
20 kekeringan hebat Mati Mati walaupun lambat
Temperatur
optimum saat
21 fotosintesis 15 – 25°C 30 – 40°C ~35°C
Efek temperatur
(30-40°C) pada
22 penangkapan CO2 Menghambat Memacu Memacu
Produksi bahan Rendah dan sangat
23 kering per tahun 20 – 25 ton 35 – 40 ton beragam