Aisyah Fitri1, Dina Kamila2, Elfi Yufianda3, Marisa Oktavia4, Nur Dara Utami5, Tarisa
Syahrani6
1
Aisyah Fitri, 2005101050022, aisyahfitri434@gmail.com
2
Dina Kamila, 2105101050061, dinakamila912@gmail.com
3
Elfi Yufianda, 2105101050078, elfiyufianda@gmail.com
4
Marisa Oktavia, 2105101050056 marisaoktavia02@gmail.com
5
Nur Dara Utami, 2005101050010, nurdarautami@gmail.com
6
Tarisa Syahrani, 2005101050016, syahranitarisa767@gmail.com
ABSTRAK
Bawang putih merupakan umbi berwarna putih yang berkhasiat sebagai obat,
antimikroba bahan penambah cita rasa dan pengawet alami makanan. tanaman bawang
putih memiliki kandungan gizi pada umbinya, senyawa-senyawa organosulfur yang
terdapat di dalam bawang putih, dan manfaat dari bawang putih sebagai antimikroba.
Umbi bawang putih mengandung lebih dari 100 metabolit sekunder yang komponen
terbesar terdiri dari senyawa organosulfur allisin sebesar 70–80 persen dari total
tiosulfinat. Proses pengolahan umbi bawang putih dan proses ekstraksi yang berbeda
menghasilkan senyawa organosulfur yang berbeda pula. Senyawa organosulfur
bawang putih berpotensi sebagai antimikroba dengan menghambat pertumbuhan
beberapa mikroba seperti bakteri, jamur, virus, dan protozoa.konsumen. Mengingat
bahwa bawang putih merupakan hasil hortikultura yang sangat penting maka di
perlukan Pengolahan dan pelindungan untuk memperpanjang umur simpan produk
pangan diperlukan untuk mengantisipasi faktor-faktor yang dapat menimbulkan
kerusakan mutu. Penentuan umur simpan juga perlu mempertimbangkan faktor teknis
dan ekonomis berkaitan dengan upaya distribusi produk. Kemasan sebagai wadah
untuk penyimpanan harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu dapat
mempertahankan mutu produk supaya tetap bersih dan mampu memberikan
perlindungan terhadap produk dari kotoran, pencemaran dan kerusakan fisik, serta
dapat menahan perpindahan gas dan uap air.
ABSTRACT
Garlic is a white bulb that has medicinal, antimicrobial, flavor enhancing and natural
food preservative properties. Garlic plants have nutritional content in their tubers,
organosulfur compounds contained in garlic, and the benefits of garlic as antimicrobials.
Garlic bulbs contain more than 100 secondary metabolites, the largest component of
which is the organosulfur compound allisin, which accounts for 70–80 percent of the
total thiosulfinate. Garlic bulb processing and different extraction processes produce
different organosulfur compounds. Garlic's organosulfur compounds have potential as
antimicrobials by inhibiting the growth of several microbes such as bacteria, fungi,
viruses, and protozoa. Given that garlic is a very important horticultural product, it is
necessary to process and protect it to extend the shelf life of food products to anticipate
factors that can cause quality damage. Determination of shelf life also needs to consider
technical and economic factors related to product distribution efforts. Packaging as a
container for storage must meet several requirements, namely being able to maintain the
quality of the product so that it remains clean and able to provide protection for the
product from dirt, pollution and physical damage, as well as being able to withstand the
movement of gases and water vapor.
keywords: garlic, preservation, protection, horticulture, shelf life
PENDAHULUAN
Bawang putih (Allium sativa) ialah komoditas hortikultura yang mempunyai
nilai ekonomi tinggi di Indonesia karena banyak dimanfaatkan oleh masyarakat,
contoh pemanfaatannya seperti campuran obat-obatan dan bumbu pada berbagai
jenis makanan. Bawang putih merupakan salah satu hasil pertanian yang tidak mudah
rusak karena memiliki keunggulan, yaitu perlindungan alami pada bawang putih.
Perlindungan alami adalah faktor-faktor yang bekerja mengawetkan produk-produk
pertanian akibat adanya sisa-sisa fisiologis yaitu berupa struktur fisik alami,
pertahanan fisiologis, dan faktor-faktor pengawet intrinsik. Struktur fisik alami yang
termasuk dalam perlindungan alami adalah morfologi, anatomi, dan fisiologi (Cholifah,
2017).
Di Indonesia, produksi bawang putih termasuk cukup besar dan selalu
terjadi peningkatan produksi tiap tahunnya. Penyimpanan bawang putih merupakan
masalah penting yang harus diperhatikan karena penyusutan bobot bawang putih dapat
mencapai 50% lebih. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut maka penting
untuk mempelajari sistem perlindungan alami yang terdapat pada bawang putih agar
produksinya semakin meningkat. Senyawa fenolik di dalam bawang putih mampu
mencegah perkembangan mikroorganisme yang menjadi pemicu kerusakan.
Bawang putih secara efektif dapat menunda oksidasi lemak pada emulsi minyak dan
air yang akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan. Untuk
membuktikan kemampuan dari bawang putih ini maka dilakukan analisis
perlindungan dan pengawetan alami pada bawang putih (Santoso,2012).
Bawang putih adalah umbi berwarna putih yang mempunyai manfaat sebagai
obat, antimikroba bahan penambah cita rasa serta pengawet alami makanan.
Kemampuan antimikroba bawang putih disebabkan kandungan senyawa organosulfur
yang ada di dalam bawang putih. Bawang putih mengandung lebih dari 100 metabolit
sekunder yang sangat bermanfaat termasuk alliin, alliinase, allisin, S-allilsistein, diallil
sulfida, allil metil trisulfida. Allisin merupakan senyawa organosulfur yang paling
banyak dalam bawang putih. Umbi bawang putih berpotensi sebagai antimikroba.
Kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba sangat banyak, meliputi bakteri,
jamur, virus, dan protozoa. Penelitian potensi bawang putih sebagai antibakteri dan
antijamur telah banyak dilakukan (Moulia et al., 2018).Bawang putih merupakan
tanaman hortikultura yang banyak dibutuhkan terutama dalam peranannya sebagai
penambah citarasa makanan dan sebagai bumbu masak berbagai macam makanan,
selain itu bawang putih juga sering digunakan sebagai obat – obatan untuk penyakit
tertentu seperti tekanan darah tinggi, sakit kepala dan menurunkan kadar kolesterol.
Oleh karena itu komoditi ini hendaknya terus dikembangkan, baik dari luasan areal
tanam, kuantitas maupun kualitas. Bawang putih mengandung minyak atsiri yang
bermanfaat sebagai anti bakteri dan anti septik (Falo et al., 2016).
Mekanisme antibakteri dari bawang putih yaitu dengan cara merusak dinding sel
dan menghambat sintesis protein. Allicin lebih bersifat bakteriostatik dari pada
bakterisidal, allicin memiliki permeabilitas yang tinggi dalam menembus dinding sel
bakteri dengan menghancurkan gugus S-H atau gugus sulfihidril yang menyusun
membran sel bakteri sehingga struktur dinding sel bakteri rusak dan pertumbuhannya
terhambat. Selain allicin, bawang putih mempunyai kandungan senyawa aktif lain yaitu
Sativine, Allicin, Allyl sulphide, Allyl propyl disulphide, Allyl vinyl suphoxide,
Allistatin, Garlicin, dan Alkyl Thiosulphinate. Pada bawang putih, mekanisme kerja
bahan aktif dilakukan dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel
bakteri dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel. Senyawa bahan
aktif mampu melakukan migrasi dari fase cair ke fase lemak sehingga terjadinya
kerusakan pada membran sel mengakibatkan terhambatnya aktifitas dan biosintesa
enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam reaksi metabolisme dan menyebabkan
kematian pada bakteri (Syifa et al., 2013).
Metabolit sekunder yang terkandung di dalam umbi bawang putih membentuk
suatu sistem kimiawi yang kompleks serta merupakan mekanisme pertahanan dir dari
kerusakan akibat mikroorganisme dan faktor eksternal lainnya. Sistem tersebut juga ikut
berperan dalam proses perkembangbiakan tanaman melalui pembentukan tunas.
Sebagaimana kebanyakan tumbuhan lain, bawang putih mengandung lebih dari 100
metabolit sekunder yang secara biologi sangat berguna. Senyawa ini kebanvakan
mengandung belerang yang bertanggungjawab atas rasa, aroma, dan sifat-sifat
farmakologi bawang putih (Hernawan, 2003).
Komponen utama dalam bawang putih yang dipercaya bertanggung jawab atas
potensi antibakteri dan potensi terapeutik lain pada bawang putih ialah kandungan sulfur
dalam bawang putih. Diantaranya ialah Diallyl thiosulfinate (allicin) dan juga Diallyl
disulfide (ajoene). Keefektivan bawang putih sebagai pengawet alami dalam
menghambat perkembangbiakan bakteri Salmonella dan Staphylococcus aureus telah
teruji khasiatnya (Tamal et al., 2018).
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati dan mempelajari
sistem pengawetan alami yang terdapat pada umbi bawang putih serta menganalisa
faktor-faktor mendasar yang mempengaruhi.
METODE PENELITIAN
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu wadah plastik, pisau, timbangan dan
lemari penyimpanan (suhu ruang). Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum
ini yaitu bawang putih dengan jumlah siung 12 – 15.
Cara Kerja
Adapun Langkah-langkah praktikum ini adalah di lakukan perlakuan A dengan
meletakkan bawang putih utuh dengan kulit, pada perlakukan B dan C diletakkan
bawang putih siung dengan kulit dan siung dengan kulit yang dilukai, selanjutnya pada
perlakuan D digunakan bawang putih siung tanpa kulit dan pada perlakuan E siung
tanpa kulit yang dibelah dua memanjang. Tiap perlakuan diatas dibuat duplo.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan, maka diperoleh data berupa tabel
sebagai berikut :
Table 1. Pengamatan mutu warna, bau, tekstur dan perkembangan mikroba pada bawang
putih.
Perlak Parameter Perubahan yang terjadi hari ke-
uan Pengamat 0 1 2 3 4 5 6
an
Susut 46,7/5 45,6/5 45,6/5 44,70/5 44,50/5 44,45/5 44,30/5
Bobot 1,4 0,66 0,64 0,54 0,51 0,43 0,10
Bau Khas Khas Khas Khas Khas Khas Khas
Bawa Warna
ng daging Putih Cream Cream Cream Cream Cream Cream
Putih umbi kekuni
utuh ngan
denga Tekstur Keras Keras Keras Keras Keras Keras Keras
n Umbi
kulit Kerusaka
n karena - -
mikroorga - - - - -
Nisme
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapatkan pada praktikum kali ini yaitu : beberapa
faktor yang mempengaruhi umur simpan bawang yaitu keutuhan bagian bawang putih,
bawang putih memiliki senyawa fenolik yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme sehingga umbi tetap bertekstur keras pada setiap perlakuan hingga hari
terakhir pengamatan, adanya kerusakan pada umbi bawang yang ditimbulkan dari
dipotongnya akan mengaktifkan enzim Allinase yang akan memetabolisme alliin menjadi
allicin, yang memiliki efek anti bakteri, komponen allicin bersamaan dengan komponen
sulfur lain yang terkandung dalam bawang putih berperan pula memberikan bau yang khas
pada bawang putih. Allicin tidak ada pada bawang putih yang belum dipotong atau
dihancurkan.
DAFTAR PUSTAKA
Cholifah N, 2017. Pemanfaatan Bawang Putih (Alium sativum L) dan Daun Pandan
(Pandanus amaryllifolius Roxb) Sebagai Pengawet Alami Tahu Ditinjau Dari Masa
Simpan Dan Tingkat Kesukaan. Skripsi Thesis, Poltekkes Kemenkes .Yogyakarta.
Falo, M., Kune, S. J., Hutapea, A. N., & Kapitan, O. B. (2016). Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi dan strategi pengembangan usahatani bawang putih di
kecamatan Miomaffo Barat, kabupaten Timor Tengah Utara. Agrimor, 1(04), 84-87.
Hernawan, U.E. 2003. Senyawa organosulfur bawang putih (Allium sativum L.) dan
aktivitas biologinya. UNS Surakarta. Biofarmasi 1 (2): 65-76.
Moulia, Mona Nur, dkk. 2018. Antimikroba Ekstrak Bawang Putih. Jurnal Pangan 27(1):
55-66.
Santoso, H.B. 2012.Bawang Putih. Edisi ke-12. Yogyakarta: Kanisius.
Syifa, Nilam, Siti H. Bintari, dan Dewi Mustikaningtyas. 2013. Uji Efektivitas Ekstrak
Bawang Putih (Allium sativum Linn.) sebagai antibakteri pada ikan bandeng
(Chanos chanos Forsk.) segar. Life Science 2(2): 71-77.
Tamal, M. A., & Aryanto, D. (2018). Efektifitas Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum
L) Dalam Menghambat Perkembangbiakan Bakteri Escherichia. 43(3),321-33.
LAMPIRAN