Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS PERLINDUNGAN DAN PENGAWETAN ALAMI BAWANG PUTIH

Aisyah Fitri1, Dina Kamila2, Elfi Yufianda3, Marisa Oktavia4, Nur Dara Utami5, Tarisa
Syahrani6

1
Aisyah Fitri, 2005101050022, aisyahfitri434@gmail.com

2
Dina Kamila, 2105101050061, dinakamila912@gmail.com

3
Elfi Yufianda, 2105101050078, elfiyufianda@gmail.com

4
Marisa Oktavia, 2105101050056 marisaoktavia02@gmail.com

5
Nur Dara Utami, 2005101050010, nurdarautami@gmail.com

6
Tarisa Syahrani, 2005101050016, syahranitarisa767@gmail.com

ABSTRAK

Bawang putih merupakan umbi berwarna putih yang berkhasiat sebagai obat,
antimikroba bahan penambah cita rasa dan pengawet alami makanan. tanaman bawang
putih memiliki kandungan gizi pada umbinya, senyawa-senyawa organosulfur yang
terdapat di dalam bawang putih, dan manfaat dari bawang putih sebagai antimikroba.
Umbi bawang putih mengandung lebih dari 100 metabolit sekunder yang komponen
terbesar terdiri dari senyawa organosulfur allisin sebesar 70–80 persen dari total
tiosulfinat. Proses pengolahan umbi bawang putih dan proses ekstraksi yang berbeda
menghasilkan senyawa organosulfur yang berbeda pula. Senyawa organosulfur
bawang putih berpotensi sebagai antimikroba dengan menghambat pertumbuhan
beberapa mikroba seperti bakteri, jamur, virus, dan protozoa.konsumen. Mengingat
bahwa bawang putih merupakan hasil hortikultura yang sangat penting maka di
perlukan Pengolahan dan pelindungan untuk memperpanjang umur simpan produk
pangan diperlukan untuk mengantisipasi faktor-faktor yang dapat menimbulkan
kerusakan mutu. Penentuan umur simpan juga perlu mempertimbangkan faktor teknis
dan ekonomis berkaitan dengan upaya distribusi produk. Kemasan sebagai wadah
untuk penyimpanan harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu dapat
mempertahankan mutu produk supaya tetap bersih dan mampu memberikan
perlindungan terhadap produk dari kotoran, pencemaran dan kerusakan fisik, serta
dapat menahan perpindahan gas dan uap air.

kata kunci: bawang putih, pengawetan,perlindungan, hortikultura, masa simpan

ABSTRACT

Garlic is a white bulb that has medicinal, antimicrobial, flavor enhancing and natural
food preservative properties. Garlic plants have nutritional content in their tubers,
organosulfur compounds contained in garlic, and the benefits of garlic as antimicrobials.
Garlic bulbs contain more than 100 secondary metabolites, the largest component of
which is the organosulfur compound allisin, which accounts for 70–80 percent of the
total thiosulfinate. Garlic bulb processing and different extraction processes produce
different organosulfur compounds. Garlic's organosulfur compounds have potential as
antimicrobials by inhibiting the growth of several microbes such as bacteria, fungi,
viruses, and protozoa. Given that garlic is a very important horticultural product, it is
necessary to process and protect it to extend the shelf life of food products to anticipate
factors that can cause quality damage. Determination of shelf life also needs to consider
technical and economic factors related to product distribution efforts. Packaging as a
container for storage must meet several requirements, namely being able to maintain the
quality of the product so that it remains clean and able to provide protection for the
product from dirt, pollution and physical damage, as well as being able to withstand the
movement of gases and water vapor.
keywords: garlic, preservation, protection, horticulture, shelf life

PENDAHULUAN
Bawang putih (Allium sativa) ialah komoditas hortikultura yang mempunyai
nilai ekonomi tinggi di Indonesia karena banyak dimanfaatkan oleh masyarakat,
contoh pemanfaatannya seperti campuran obat-obatan dan bumbu pada berbagai
jenis makanan. Bawang putih merupakan salah satu hasil pertanian yang tidak mudah
rusak karena memiliki keunggulan, yaitu perlindungan alami pada bawang putih.
Perlindungan alami adalah faktor-faktor yang bekerja mengawetkan produk-produk
pertanian akibat adanya sisa-sisa fisiologis yaitu berupa struktur fisik alami,
pertahanan fisiologis, dan faktor-faktor pengawet intrinsik. Struktur fisik alami yang
termasuk dalam perlindungan alami adalah morfologi, anatomi, dan fisiologi (Cholifah,
2017).
Di Indonesia, produksi bawang putih termasuk cukup besar dan selalu
terjadi peningkatan produksi tiap tahunnya. Penyimpanan bawang putih merupakan
masalah penting yang harus diperhatikan karena penyusutan bobot bawang putih dapat
mencapai 50% lebih. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut maka penting
untuk mempelajari sistem perlindungan alami yang terdapat pada bawang putih agar
produksinya semakin meningkat. Senyawa fenolik di dalam bawang putih mampu
mencegah perkembangan mikroorganisme yang menjadi pemicu kerusakan.
Bawang putih secara efektif dapat menunda oksidasi lemak pada emulsi minyak dan
air yang akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan. Untuk
membuktikan kemampuan dari bawang putih ini maka dilakukan analisis
perlindungan dan pengawetan alami pada bawang putih (Santoso,2012).
Bawang putih adalah umbi berwarna putih yang mempunyai manfaat sebagai
obat, antimikroba bahan penambah cita rasa serta pengawet alami makanan.
Kemampuan antimikroba bawang putih disebabkan kandungan senyawa organosulfur
yang ada di dalam bawang putih. Bawang putih mengandung lebih dari 100 metabolit
sekunder yang sangat bermanfaat termasuk alliin, alliinase, allisin, S-allilsistein, diallil
sulfida, allil metil trisulfida. Allisin merupakan senyawa organosulfur yang paling
banyak dalam bawang putih. Umbi bawang putih berpotensi sebagai antimikroba.
Kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba sangat banyak, meliputi bakteri,
jamur, virus, dan protozoa. Penelitian potensi bawang putih sebagai antibakteri dan
antijamur telah banyak dilakukan (Moulia et al., 2018).Bawang putih merupakan
tanaman hortikultura yang banyak dibutuhkan terutama dalam peranannya sebagai
penambah citarasa makanan dan sebagai bumbu masak berbagai macam makanan,
selain itu bawang putih juga sering digunakan sebagai obat – obatan untuk penyakit
tertentu seperti tekanan darah tinggi, sakit kepala dan menurunkan kadar kolesterol.
Oleh karena itu komoditi ini hendaknya terus dikembangkan, baik dari luasan areal
tanam, kuantitas maupun kualitas. Bawang putih mengandung minyak atsiri yang
bermanfaat sebagai anti bakteri dan anti septik (Falo et al., 2016).
Mekanisme antibakteri dari bawang putih yaitu dengan cara merusak dinding sel
dan menghambat sintesis protein. Allicin lebih bersifat bakteriostatik dari pada
bakterisidal, allicin memiliki permeabilitas yang tinggi dalam menembus dinding sel
bakteri dengan menghancurkan gugus S-H atau gugus sulfihidril yang menyusun
membran sel bakteri sehingga struktur dinding sel bakteri rusak dan pertumbuhannya
terhambat. Selain allicin, bawang putih mempunyai kandungan senyawa aktif lain yaitu
Sativine, Allicin, Allyl sulphide, Allyl propyl disulphide, Allyl vinyl suphoxide,
Allistatin, Garlicin, dan Alkyl Thiosulphinate. Pada bawang putih, mekanisme kerja
bahan aktif dilakukan dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel
bakteri dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel. Senyawa bahan
aktif mampu melakukan migrasi dari fase cair ke fase lemak sehingga terjadinya
kerusakan pada membran sel mengakibatkan terhambatnya aktifitas dan biosintesa
enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam reaksi metabolisme dan menyebabkan
kematian pada bakteri (Syifa et al., 2013).
Metabolit sekunder yang terkandung di dalam umbi bawang putih membentuk
suatu sistem kimiawi yang kompleks serta merupakan mekanisme pertahanan dir dari
kerusakan akibat mikroorganisme dan faktor eksternal lainnya. Sistem tersebut juga ikut
berperan dalam proses perkembangbiakan tanaman melalui pembentukan tunas.
Sebagaimana kebanyakan tumbuhan lain, bawang putih mengandung lebih dari 100
metabolit sekunder yang secara biologi sangat berguna. Senyawa ini kebanvakan
mengandung belerang yang bertanggungjawab atas rasa, aroma, dan sifat-sifat
farmakologi bawang putih (Hernawan, 2003).
Komponen utama dalam bawang putih yang dipercaya bertanggung jawab atas
potensi antibakteri dan potensi terapeutik lain pada bawang putih ialah kandungan sulfur
dalam bawang putih. Diantaranya ialah Diallyl thiosulfinate (allicin) dan juga Diallyl
disulfide (ajoene). Keefektivan bawang putih sebagai pengawet alami dalam
menghambat perkembangbiakan bakteri Salmonella dan Staphylococcus aureus telah
teruji khasiatnya (Tamal et al., 2018).

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati dan mempelajari
sistem pengawetan alami yang terdapat pada umbi bawang putih serta menganalisa
faktor-faktor mendasar yang mempengaruhi.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Jurusan
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, pada hari Jumat dimulai
dari tanggal 0 3 f e b r u ar i 2 0 2 3 pu k u l 10 . 00 - 1 2 . 00 WI B .
Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu wadah plastik, pisau, timbangan dan
lemari penyimpanan (suhu ruang). Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum
ini yaitu bawang putih dengan jumlah siung 12 – 15.

Cara Kerja
Adapun Langkah-langkah praktikum ini adalah di lakukan perlakuan A dengan
meletakkan bawang putih utuh dengan kulit, pada perlakukan B dan C diletakkan
bawang putih siung dengan kulit dan siung dengan kulit yang dilukai, selanjutnya pada
perlakuan D digunakan bawang putih siung tanpa kulit dan pada perlakuan E siung
tanpa kulit yang dibelah dua memanjang. Tiap perlakuan diatas dibuat duplo.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan, maka diperoleh data berupa tabel
sebagai berikut :

Table 1. Pengamatan mutu warna, bau, tekstur dan perkembangan mikroba pada bawang
putih.
Perlak Parameter Perubahan yang terjadi hari ke-
uan Pengamat 0 1 2 3 4 5 6
an
Susut 46,7/5 45,6/5 45,6/5 44,70/5 44,50/5 44,45/5 44,30/5
Bobot 1,4 0,66 0,64 0,54 0,51 0,43 0,10
Bau Khas Khas Khas Khas Khas Khas Khas
Bawa Warna
ng daging Putih Cream Cream Cream Cream Cream Cream
Putih umbi kekuni
utuh ngan
denga Tekstur Keras Keras Keras Keras Keras Keras Keras
n Umbi
kulit Kerusaka
n karena - -
mikroorga - - - - -
Nisme

Perlaku Parameter Perubahan yang terjadi hari ke-


An Pengamatan 0 1 2 3 4 5 6
Susut Bobot 6,0/6, 5,12/6 5,10/6, 5,6/5,8 5.4/5,5 5,0/5,3 4,9/5,2
5 ,2 0 3
Bau Khas Khas Khas Khas Khas Khas Khas
Warna Cream Cream Cream Cream Cream
Siung Cream Cream
daging umbi
dengan Tekstur
kulit Keras Keras Keras Keras Keras Keras Keras
Umbi
Kerusakan
karena - - - - - - -
mikroorgani
Sme
Perlak Parameter Perubahan yang terjadi hari ke-
uan Pengamata 0 1 2 3 4 5 6
N
Susut 4,94/4, 4,28/4, 4,20/4, 4,0/3,8 3,92/3, 3,20/3, 2,59/2,84
64 26 0 4 50 23
Bobot
Bau Khas Khas Khas Khas Khas Khas Khas
Warna Sedikit
Siung Daging Cream Cream Cream Cream Cream Cream Mengun
dengan Umbi Ing
Kulit Tekstur Sedikit
dilukai Umbi Keras Keras Keras Keras Keras Sedikit
Lunak
Lunak
Kerusakan
Karena
- - - - - - -
mikroorgani
Sme

Perlaku Parameter Perubahan yang terjadi hari ke-


An Pengamatan 0 1 2 3 4 5 6
Susut Bobot 4,94/5, 4,74/5, 4,68/5, 4,64/5, 4,62/5, 4,60/5, 4,59/5
54 37 35 33 30 29 ,25

Bau Khas Khas Khas Khas Khas Khas Khas


Siung Warna Crea Crea Crea
Cream Cream Cream Cream
tanpa daging umbi M m M
Tekstur umbi Keras Keras Keras Keras Keras Keras Keras
Kulit
Kerusakan
Karena
- - - - - - -
mikroorgani
Sme

Perlak Parameter Perubahan yang terjadi hari ke-


uan Pengamata 0 1 2 3 4 5 6
N
Susut 5,20/ 4,31/ 4,0/6,05 3,85/5,7 3,55/5,2 3,05/4,9 2,83/4,3
Siung
Bobot 7,14 6,31 4 3 8 4
tanpa
Bau Khas Khas
kulit Warna Crea Crea Cream Cream Cream Kecokl Kecokl
diluka Daging m m kecokl kecokl kecokl Atan atan
i Umbi atan atan atan

Tekstur Layu Layu Layu kering Kering


Keras Keras
Umbi
Kerusakan
karena - - - - - - Jamur
mikroorga
Nisme
Pembahasan
Bawang putih merupakan tanaman yang memiliki system perlindungan alami dan
system pengawetan alami berupa kulitnya. Oleh sebab itu apabila kita menyimpan bawang
putih dalam jangka yang lama bawang putih tidak akan mudah membusuk. Kecuali ada
hal-hal yang mengakibatkan bawang putih mudah membusuk seperti luka pada bawang
putih yang menyebabkan pathogen seperti jamur dan bakteri mudah tumbuh dan bawang
bisa membusuk. Bawang putih yang mengalami perlukaan mengakibatkan kerusakan dan
banyak perubahan pasca panen yang lebih cepat dibandingkan dengan bawang putih yang
tidak mengalami perlukaan. Kulit pada bawang putih melindungi suing bawang putih dan
memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga respirasi dari bawang putih tersebut.
Meningkatnya proses respirasi pada produk pasca panen disebabkan kadar O2 yang banyak
disekitar produk tersebut, suhu yang meningkat dan terjadinya oksidasi menyebabkan
penyusutan lebih cepat. Kulit bawang putih melindungi umbi maupun suing bawang putih
dari hal tersebut.
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat data hasil pengamatan untuk bawang putih utuh
dengan kulit, pengamatan ini dilakukan selama satu minggu dan diamati setiap hari susut
bobot, bau, warna daging umbi, tekstur dan pertumbuhan mikroorganisme. Pada hari
praktikum terlebih dahulu kita menimbang berat bobot dari bawang putih tersebut. Berat
bobot pada bawang putih pertama adalah 46,7 gr dan pada bawang putih kedua 51,4 gr
dengan warna putih kekuningan dan teksturnya yang keras serta belum ada pertumbuhan
mikroorganisme. Pada hari pertama sampai hari ke-enam pengamatan susut dari kedua
bawang putih mulai menyusut. Pada hari pertama pengamatan bobot bawang putih
pertama adalah 45,6 gr dan bawang putih kedua adalah 50,66 gr. Pada hari kedua
pengamatan, berat bobot bawang putih pertama adalah 45,6 gr dan untuk bawang putih
kedua bobotnya 50,64 gr. Pada hari ketiga pengamatan, bobot bawang putih pertama
adalah 44,70 gr dan bobot bawang putih kedua adalah 50,54 gr. Pada hari keempat
pengamatan berat bobot bawang putih pertama adalah 44,50 gr dan berat bobot bawang
putih kedua adalah 50,51 gr. Pada pengamatan hari kelima bobot bawang putih pertama
adalah 44,45 gr dan untuk bawang putih kedua bobotnya 50,43 gr. Untuk hari terakhir,
bobot bawang putih pertama adalah 44,30 gr dan bawang putih kedua adalah 50,10 gr.
Warna dari bawang putih dengan kulit dari hari pertama pengamatan sampai hari terakhir
pengematan adalah cream, dengan tekstur keras, bau yang khas dan tidak ada pertumbuhan
mikroorganisme. Hal ini terjadi karena perlindungan alami dan pengawetan alami yang
terdapat pada kulit bawang putih.
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat data hasil pengamatan untuk bawang putih siung
dengan kulit, pengamatan ini dilakukan selama satu minggu dan diamati setiap hari susut
bobot, bau, warna daging umbi, tekstur dan pertumbuhan mikroorganisme. Pada hari
praktikum terlebih dahulu kita menimbang berat bobot dari siung bawang putih tersebut.
Berat bobot pada siung bawang putih pertama adalah 6,0 gr dan pada siung bawang putih
kedua 6,5 gr dengan warna cream dan teksturnya yang keras, baunya yang keras serta
belum ada pertumbuhan mikroorganisme. Pada hari pertama sampai hari keenam
pengamatan susut dari kedua bawang putih mulai menyusut. Pada hari pertama
pengamatan bobot siung bawang putih pertama adalah 5,12 gr dan bawang putih kedua
adalah 6,2 gr. Pada hari kedua pengamatan, berat bobot siung bawang putih pertama
adalah 5,10 gr dan untuk siung bawang putih kedua bobotnya 6,0 gr. Pada hari ketiga
pengamatan, bobot siung bawang putih pertama adalah 5,6s gr dan bobot siung bawang
putih kedua adalah 5,8 gr. Pada hari keempat pengamatan berat bobot siung bawang putih
pertama adalah 5,4 gr dan berat bobot siung bawang putih kedua adalah 5,5 gr. Pada
pengamatan hari kelima bobot siung bawang putih pertama adalah 5,0 gr dan untuk siung
bawang putih kedua bobotnya 5,3 gr. Untuk hari terakhir, bobot bawang putih pertama
adalah 4,9 gr dan bawang putih kedua adalah 5,23 gr. Warna dari siung bawang putih
dengan kulit dari hari pertama pengamatan sampai hari terakhir pengematan adalah cream,
dengan tekstur keras, bau yang khas dan tidak ada pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini
terjadi karena pada siung bawang putih masih ada kulit yang menjadi perlindungan alami
dan pengawetan alami yang terdapat pada kulit bawang putih.
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat data hasil pengamatan untuk siung dengan kulit
yang dilukai, pengamatan ini dilakukan selama satu minggu dan diamati setiap hari susut
bobot, bau, warna daging umbi, tekstur dan pertumbuhan mikroorganisme. Pada hari
praktikum terlebih dahulu kita menimbang berat bobot dari siung bawang putih dengan
kulit yang dilukai tersebut. Berat bobot pada siung bawang putih pertama adalah 4,94 gr
dan pada siung bawang putih kedua 4,64 gr dengan warna cream dan teksturnya yang
keras, baunya yang khas serta belum ada pertumbuhan mikroorganisme. Pada hari pertama
sampai hari keenam pengamatan susut dari kedua bawang putih mulai menyusut. Pada hari
pertama pengamatan bobot siung bawang putih pertama adalah 4,28 gr dan bawang putih
kedua adalah 4,26 gr. Pada hari kedua pengamatan, berat bobot siung bawang putih
pertama adalah 4,20 gr dan untuk siung bawang putih kedua bobotnya 4,0 gr. Pada hari
ketiga pengamatan, bobot siung bawang putih pertama adalah 4,0 gr dan bobot siung
bawang putih kedua adalah 3,84 gr. Pada hari keempat pengamatan berat bobot siung
bawang putih pertama adalah 3,92 gr dan berat bobot siung bawang putih kedua adalah
3,50 gr. Pada pengamatan hari kelima bobot siung bawang putih pertama adalah 3,20 gr
dan untuk siung bawang putih kedua bobotnya 3,23 gr. Untuk hari terakhir, bobot bawang
putih pertama adalah 2,56 gr dan bawang putih kedua adalah 2,84 gr. Warna dari siung
bawang putih dengan kulit dilukai dari hari pertama pengamatan sampai hari kelima
pengematan adalah cream dan pada hari keenam warnanya menjadi menguuning, dengan
tekstur keras sampai hari keempat dan pada hari kelima dan keenam teksturnya sedikit
lunak, bau yang khas dan tidak ada pertumbuhan mikroorganisme.
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat data hasil pengamatan untuk siung tanpa kulit,
pengamatan ini dilakukan selama satu minggu dan diamati setiap hari susut bobot, bau,
warna daging umbi, tekstur dan pertumbuhan mikroorganisme. Pada hari praktikum
terlebih dahulu kita menimbang berat bobot dari siung bawang putih tanpa kulit yang
tersebut. Berat bobot pada siung bawang putih pertama adalah 4,94 gr dan pada siung
bawang putih kedua 5,54 gr dengan warna cream dan teksturnya yang keras, baunya yang
khas serta belum ada pertumbuhan mikroorganisme. Pada hari pertama sampai hari
keenam pengamatan susut dari kedua bawang putih mulai menyusut. Pada hari pertama
pengamatan bobot siung bawang putih pertama adalah 4,74 gr dan siung bawang putih
kedua adalah 5,37 gr. Pada hari kedua pengamatan, berat bobot siung bawang putih
pertama adalah 4,68 gr dan untuk siung bawang putih kedua bobotnya 5,35 gr. Pada hari
ketiga pengamatan, bobot siung bawang putih pertama adalah 4,64 gr dan bobot siung
bawang putih kedua adalah 5,33 gr. Pada hari keempat pengamatan berat bobot siung
bawang putih pertama adalah 4,62 gr dan berat bobot siung bawang putih kedua adalah
5,30 gr. Pada pengamatan hari kelima bobot siung bawang putih pertama adalah 4,60 gr
dan untuk siung bawang putih kedua bobotnya 5,29 gr. Untuk hari terakhir, bobot bawang
putih pertama adalah 4,59 gr dan bawang putih kedua adalah 5,25 gr. Warna dari siung
bawang putih tanpa kulit dari hari pertama pengamatan sampai hari keenam pengematan
adalah cream, baunya khas, teksturnya keras dan tidak ada perumbuhan mikroorganisme.
Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat data hasil pengamatan untuk siung tanpa kulit
yang dilukai, pengamatan ini dilakukan selama satu minggu dan diamati setiap hari susut
bobot, bau, warna daging umbi, tekstur dan pertumbuhan mikroorganisme. Pada hari
praktikum terlebih dahulu kita menimbang berat bobot dari siung bawang putih tanpa kulit
yang tersebut. Berat bobot pada siung bawang putih pertama adalah 5,20 gr dan pada
siung bawang putih kedua 7,14 gr dengan warna cream dan teksturnya yang keras, baunya
yang khas serta belum ada pertumbuhan mikroorganisme. Pada hari pertama sampai hari
keenam pengamatan susut dari kedua bawang putih mulai menyusut. Pada hari pertama
pengamatan bobot siung bawang putih pertama adalah 4,31 gr dan siung bawang putih
kedua adalah 6,31 gr. Pada hari kedua pengamatan, berat bobot siung bawang putih
pertama adalah 4,0 gr dan untuk siung bawang putih kedua bobotnya 6,05 gr. Pada hari
ketiga pengamatan, bobot siung bawang putih pertama adalah 3,85 gr dan bobot siung
bawang putih kedua adalah 5,74 gr. Pada hari keempat pengamatan berat bobot siung
bawang putih pertama adalah 3,55 gr dan berat bobot siung bawang putih kedua adalah
4,98 gr. Pada pengamatan hari kelima bobot siung bawang putih pertama adalah 3,05 gr
dan untuk siung bawang putih kedua bobotnya 4,98 gr. Untuk hari terakhir, bobot bawang
putih pertama adalah 2,83 gr dan bawang putih kedua adalah 4,34 gr. Warna dari siung
bawang putih pada hari praktikum dan pada hari peertama pengamatan adalah cream, pada
hari pengamatan kedua sampai keempat warnanya cream kecoklatan dan pada hari kelima
dan keenam warnanya coklat. Untuk tekstur pada hari praktikum dan pertama pengamatan
adalah keras, hari kedua sampai keempat layu dan hari kelima sampai keenam kering.
Untuk pertumbuhan mikroorganisme terjadi pada hari keenam praktikum, dimana pada
siung bawang putih tanpa kulit yang dilukai ditumbuhi jamur.

KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapatkan pada praktikum kali ini yaitu : beberapa
faktor yang mempengaruhi umur simpan bawang yaitu keutuhan bagian bawang putih,
bawang putih memiliki senyawa fenolik yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme sehingga umbi tetap bertekstur keras pada setiap perlakuan hingga hari
terakhir pengamatan, adanya kerusakan pada umbi bawang yang ditimbulkan dari
dipotongnya akan mengaktifkan enzim Allinase yang akan memetabolisme alliin menjadi
allicin, yang memiliki efek anti bakteri, komponen allicin bersamaan dengan komponen
sulfur lain yang terkandung dalam bawang putih berperan pula memberikan bau yang khas
pada bawang putih. Allicin tidak ada pada bawang putih yang belum dipotong atau
dihancurkan.

DAFTAR PUSTAKA

Cholifah N, 2017. Pemanfaatan Bawang Putih (Alium sativum L) dan Daun Pandan
(Pandanus amaryllifolius Roxb) Sebagai Pengawet Alami Tahu Ditinjau Dari Masa
Simpan Dan Tingkat Kesukaan. Skripsi Thesis, Poltekkes Kemenkes .Yogyakarta.
Falo, M., Kune, S. J., Hutapea, A. N., & Kapitan, O. B. (2016). Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi dan strategi pengembangan usahatani bawang putih di
kecamatan Miomaffo Barat, kabupaten Timor Tengah Utara. Agrimor, 1(04), 84-87.
Hernawan, U.E. 2003. Senyawa organosulfur bawang putih (Allium sativum L.) dan
aktivitas biologinya. UNS Surakarta. Biofarmasi 1 (2): 65-76.
Moulia, Mona Nur, dkk. 2018. Antimikroba Ekstrak Bawang Putih. Jurnal Pangan 27(1):
55-66.
Santoso, H.B. 2012.Bawang Putih. Edisi ke-12. Yogyakarta: Kanisius.
Syifa, Nilam, Siti H. Bintari, dan Dewi Mustikaningtyas. 2013. Uji Efektivitas Ekstrak
Bawang Putih (Allium sativum Linn.) sebagai antibakteri pada ikan bandeng
(Chanos chanos Forsk.) segar. Life Science 2(2): 71-77.
Tamal, M. A., & Aryanto, D. (2018). Efektifitas Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum
L) Dalam Menghambat Perkembangbiakan Bakteri Escherichia. 43(3),321-33.

LAMPIRAN

Gambar 1. Bawang putih yang diberi perlakuan.

Gambar 2. Pengamatan pada bawang putih.

Anda mungkin juga menyukai