Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PENGAWET ALAMI

Pengawetan Alami Menggunakan Tumbuhan dan


Aplikasinya

Disusun Oleh :

Dinda Wahyu Pertiwi 165100100111024


Dhea Rahma Widyadhana 165100101111013
Chintya Mutiara Sani 165100101111019
Zulfa Afifahul Mufida 165100101111020
Hidayahtul Fathonah 165100101111031

Dosen Pengampu
Dr. Ir. Joni Kusnadi, M.Si

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
I. Pendahuluan

Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan makanan (food additives)
yang sengaja ditambahkan dalam makanan. Penambahan bahan pengawet tersebut berfungsi
untuk memperpanjang masa simpan, karena dapat mencegah atau menghambat tumbuhnya
mikroba dalam suatu makanan tersebut. Bahan pengawet tersebut dibedakan menjadi 2 jenis
yaitu pengawet sintetik dan pengawet alami. Pengawet sintetik merupakan hasil sintetis dari
bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak yang buruk, sedangkan pengawet alami
adalah bahan pengawet yang terbuat dari bahan-bahan alami (Ningrum, 2015). Penggunaan
bahan pengawet terkadang dibutuhkan untuk suatu produk makanan agar dapat
memperpanjang umur simpan produk tersebut dan tentu memperhatikan sisi keamanannya.
Bunga cengkeh merupakan rempah-rempah yang beraroma, mempunyai rasa pedas dan
hangat, dan umumnya digunakan sebagai penambah citarasa seperti dalam pembuatan
daging burger. Cengkeh tersebut dapat digunakan sebagai alternative pengawet alami karena
mengandung zat antimikroba yang dapat digunakan untuk menghambat atau membunuh
pertumbuhan mikroba didalam makanan (Tinangon, 2017). Menurut (Naufalin, 2013),
kandungan minyak atsiri pada cengkeh dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan
mematikan mikroba dengan mengganggu proses terbentuknya membran dan dinding sel
sehingga membran dan dinding sel sehingga membran dan dinding sel tidak terbentuk atau
terbentuk tidak sempurna. Selain itu, cengkeh juga mengandung zat tanin yang berfungsi
untuk menghambat pertumbuhan khamir.

II. Kandungan Senyawa Pada Cengkeh

Pada tanaman cengkeh terdapat minyak cengkeh yang terdiri dari beberapa komponen
yaitu eugenol, metil eugenol, eugenol asetat dan caryophylene (Priyosetyoko et al, 2014).
Minyak atsiri dari cengkeh diketahui menunjukan aktivitas antimikroba yang kuat terhadap
bakteri patogen yang terdapat pada makanan (Kusnadi, 2018). Bagian tanaman pada cengkeh
yang dapat digunakan sebagai pengawet adalah kuncup bunga dengan daya hambat bakteri
75-100%. Komponen utama yang dihasilkan dari cengkeh adalah phenol eugenol. Sekitar 99%
minyak yang terdapat pada cengkeh mengandung 70-90% eugenol. Efek minyak yang
terkandung dalam cengkeh dapat menghambat pertumbuhan mikroba seperti B.subtiliis,
S.aureus, dan P.aeriginosa. Selain itu, cengkeh juga terdapat senyawa antimikroba yang
dapat digunakan untuk menekan atau menghentikan pertumbuhan pada (bakteriostatik dan
fungistatik) E.coli (Hapsari, 2000).
Eugenol (C10H12O2), merupakan turunan guaiakol (o-metoksi fenol) yang mendapat
tambahan rantai alil, dikenal dengan nama IUPAC 2-metoksi-4-(2-propenil)fenol. Eugenol
merupakan golongan alilbenzena dari senyawa-senyawa fenol dengan density 1,06 g/cm3, titik
didih 256oC, titik leleh -9oC dan titik beduk 10,3oC (Julianto, 2016). Karakteristik eugenol
adalah memiliki warna bening hingga kuning pucat, kental seperti minyak dan sumber
alaminya terdapat pada minyak cengkeh. Selain itu terdapat juga pada pala, kulit manis, dan
salam. Eugenol sedikit larut dalam air namun mudah larut pada pelarut organik. Aromanya
menyegarkan dan pedas seperti bunga cengkeh kering, sehingga sering menjadi komponen
untuk menyegarkan mulut.

Sumber: Julianto (2016).

III. Mekanisme Senyawa Pada Cengkeh

Minyak cengkeh dapat digunakan sebagai antibiotik karena komponen eugenol yang
terkandung di dalamnya mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu, eugenol juga
dapat berfungsi sebagai antivirus yang menghambat DNA polimerisasi virus sehingga
senyawa eugenol mampu bekerjasama dalam menjaga stabilitas sel pada tubuh. Senyawa
eugenol memiliki sifat lipofilik yang dapat mengakibatkan terjadinya adhesi dengan membran
sel bakteri sehingga tekanan osmotik meningkat, menyebabkan kerusakan pada membran sel
dan menghambat respirasi bakteri. Terhambatnya proses respirasi pada bakteri akan
menimbulkan terganggunya transpor ion pada sel sehingga bakteri akan mengalami kematian.
Di dalam senyawa eugenol juga terdapat ikatan fenol yang jika menempel pada sel bakteri
akan membuat bakteri mengalami lisis kemudian mati. Hal ini terjadi karena protein yang
dimiliki mengalami penggumpalan sehingga enzim transpeptidase mengalami perubahan.
Selanjutnya, muncul gangguan pada proses pembentukan dinding sel bakteri yang tersusun
oleh peptidoglikan dengan gugus polisakarida dan polipeptida. Dinding sel yang telah rusak
dan tak terbentuk mengakibatkan bakteri mati.

IV. Kelebihan dan Kekurangan Cengkeh sebagai Pengawet Alami

Cengkeh memiliki kelebihan dimana aromanya khas dan paling harum diantara
rempah-rempah aromatik lainnya (Kusuma, 2008). Bagian cengkeh yang umumnya sering
dipakai adalah kuncup bungannya, dimana dapat memiliki daya hambat bakteri 75-100%
(Widiastuti, 2016). Cengkeh dapat berguna sebagai pengawet alami pada suatu produk
karena memiliki kandungan antioksidan yang sangat tinggi sehingga menghambat terjadinya
proses oksidasi. Proses oksidasi sendiri dapat menyebabkan pembusukan makanan dan
menyebabkan menurunnya kandungan nutrisi serta rasa. Maka dari itu, dibutuhkan cengkeh
untuk mengurangi atau bahkan menjaga agar makanan tetap segar dan tahan lama. Pada
cengkeh memiliki kandungan fenolik kompleks yang bertanggung jawab sebagai bahan
antioksidan. Salah satu contohnya adalah pada bumbu masakan India. Selain itu, cengkeh
juga memiliki kelebihan dalam penyerapan hidrogen, mengurangi peroksida lemak, dan
mengurangi zat besi. Cengkeh juga memiliki kelebihan, dimana senyawa eugenol yang
bersifat anestetik dan antiseptik untuk mengurangi bakteri pada gigi dan bau mulut. Cengkeh
juga dapat digunakan sebagai antimalaria.
Namun, kekurangan dari cengkeh adalah karena baunya yang sangat tajam dapat
menyebabkan cengkeh mendominasi rasa atau bau asli dari suatu masakan sehingga hanya
orang-orang tertentu yang menggunakan cengkeh serta dimasakan-masakan tertentu
cengkeh baru ditambahkan. Selain itu, cengkeh yang akan digunakan sebagai bahan
masakan sebaiknya disimpan pada kondisi kering dan disimpan dalam wadah kedap udara
agar dapat lebih tahan lama. Hal ini dikarenakan pada cengkeh yang segar, tahan lamanya
sangatlah minim dan mudah layu sehingga kemampuan untuk antioksidan dan daya hambat
bakterinya dapat mudah berkurang.
V. Saran Penggunaan Cengkeh Sebagai Pengawet Alami

Saran penggunaan cengkeh pada masakan agar dosisnya tidak terlalu besar adalah
dengan membungkus cengkeh bersamaan dengan bahan rempah-rempah lainnya dalam
kantong atau kain bersih. Teknik ini dapat mengeluarkan aroma cengkeh dan dapat
menyatukan ke masakan sehingga cengkeh tidak mendominasi rasa atau bau asli dari
masakan. Selain itu, terdapat saran lainnya, antara lain pada ekstrak metanol pada tangkai
dan bunga cengkeh memiliki aktivitas sebagai antimalaria dosisnya lebih besar 25 mg/kg BB
(Taher dkk, 2018). Saran dosis lainnya juga terdapat pada penggunaan minyak cengkeh
sebagai bahan anaestesi pada produk ikan bandeng dengan dosis 25 ppm (Mikhsalmina dkk,
2017). Pada tiap penggunaan cengkeh memiliki dosis yang berbeda-beda tergantung dari
kebutuhannya.

VI. Kendala Pengawet Berasal dari Tanaman

Pemanfaatan bahan alami sebagai pengawet pangan masih sering terdapat beberapa
kendala seperti efektifitas yang masih rendah, kurang stabil terhadap kondisi pengolahan,
memiliki aroma yang kadang-kadang tidak disukai, serta kurang praktis. Untuk hasil penelitian
aktivitas antimikroba dari rempah-rempah dan minyak atsiri terkadang tidak konsisten
hasilnya. Hal itu dikarenakan bahan baku rempah- rempah mempunyai umur panen yang
beragam dan berbeda-beda varietasnya sehingga kandungan bahan aktifnya juga bervariasi
yang akan berpengaruh terhadap efektivitasnya (Widiastuti, 2016).
Tantangan untuk aplikasi praktis dari zat antimikroba yang berasal dari sumber alam
terutama yang berasal dari tumbuhan adalah untuk mengoptimalkan kombinasi dosis yang
rendah untuk mempertahankan keamanan pangan dan umur simpan, dan meminimalkan
aroma yang tidak diinginkan dan perubahan sensori terkait dengan penambahan konsentrasi
minyak esensial yang tinggi. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk optimasi penggunaan
antimikroba alami dalam pangan terhadap target mikroba yang dituju, penggunaan kombinasi
dari beberapa senyawa zat aktif untuk menghasilkan sinergi aktivitas antimikroba,
menyesuaian aktivitas senyawa dengan komposisi pangan, pemrosesan, dan kondisi
penyimpanan pangan. Selain itu, untuk perizinan penggunaannya tentunya juga diperlukan
data keamanan yang cukup. Senyawa antimikroba yang berasal dari bahan alam harus
menjalani serangkaian uji toksikologi jika data keamanannya tidak tersedia. Data toksikologi
untuk antimikroba dari bahan alam umumnya sangat terbatas dan biayanya yang diperlukan
untuk melakukan studi toksikologi cukup mahal (Rahman, 2007).
Regulasi tentang bahan tambahan pangan pengawet alami masih belum ada dan
peraturan tentang pangan di kebanyakan negara tidak menerima penggunaan senyawa yang
dihasilkan dari sumber alamai, kecuali jika senyawa-senyawa tersebut memiliki status GRAS.
Proses pemurnian akan membawa pengawet dari bahan alam ini ke dalam kategori yang sama
seperti senyawa kimia sintetis (Rahman, 2007). Menurut Peraturan tentang Batas Maksimum
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet disebutkan bahwa jenis dan penggunaan
BTP pengawet selain yang tercantum dalam Peraturan tersebut, hanya boleh digunakan
sebagai BTP Pengawet setelah mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Badan. Untuk
mendapatkan persetujuan tersebut pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada
Kepala Badan disertai kelengkapan data persetujuan/penolakan dari Kepala Badan diberikan
paling lama 6 bulan sejak diterimanya permohonan secara lengkap.

VII. Aplikasi Penggunaan Cengkeh Sebagai Pengawet

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Tinangon (2017), penambahan cengkeh


(Zyzygium aromaticum) dapat menurunkan total mikroba burger selama penyimpanan 30 hari,
serta burger aman untuk dikonsumsi. Daging segar adalah salah satu dari produk pangan
yang merupakan media yang ideal bagi pertumbuhan mikroba, mudah rusak disebabkan
daging kaya zat yang mengandung nitrogen, mineral, karbohidrat, dan kadar air yang tinggi
serta pH yang dibutuhkan mikroorganisme perusak dan pembusuk untuk pertumbuhannya.
Bunga cengkeh merupakan rempah-rempah yang beraroma, mempunyai rasa pedas dan
hangat, dan umumnya digunakan sebagai bahan penambah cita rasa pada produk-produk
seperti pada pembuatan daging burger. Cengkeh mengandung aktivitas antimikroba yang
dapat digunakan untuk menekan atau menghentikan pertumbuhan (bakteriostatik dan
fungistatik) E. coli (Hapsari, 2000).
Penelitian ini menggunakan daging sapi kemudian diolah menjadi burger. Cengkeh
yang digunakan pada pembuatan burger dalam bentuk bubuk. Selanjutnya cengkeh tersebut
ditambahkan kedalam adonan daging. Satu sampel daging dijadikan sebagai kontrol yaitu
tanpa penambahan cengkeh (0%), lalu sampel berikutnya ditambahkan cengkeh 0,25 %, 0,50
% dan 0,75% kemudian dipanggang dalam oven selama 15 menit , temperatur 1500C, setiap
sampel dikemas dan disimpan berdasarkan masing-masing penyimpanaan 10, 20 dan 30 hari
dalam lemari pendingin suhu 50C. Analisis sampel burger dimulai pada hari ke-0 kemudian
dilanjutkan padapenyimpanan 10, 20 dan 30 hari (Tinangon, 2017).
Dari data penelitian yang didapatkan terlihat adanya penurunan jumlah mikroba burger
yang ditambahkan cengkeh yang disimpan selama 30 hari total mikroba sebesar 2,43 cfu/g ini
disebabkan adanya senyawa anti mikroba dalam cengkeh yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Penurunan total mikroba burger disebabkan adanya aktifitas
antimikroba cengkeh yaitu adanya senyawa eugenol yang bersifat hydrophobicity. Interaksi
penambahan cengkeh dan lama penyimpanan memberikan pengaruh terhadap total mikroba
burger. Kemampuan minyak cengkeh dalam menghambat pertumbuhan bakteri disebabkan
karena adanya kandungan eugenol yang tinggi yang mampu masuk kedalam lipopolisakarida
yang terdapat dalam membran sel bakteri Gram negatif dan merusak strukturnya sel
(Tinangon, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Kepala Badan
POM No. 36 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan Pengawet. Jakarta: BPOM

Hapsari, D. 2000. Identifikasi dan Kajian Keamanan Mikrobiologi Produk-Produk Minuman


Sari Jahe yang Beredar di Sekitar Kota Bogor. Skripsi. Bogor: FTP IPB

Julianto, Tatang, S. 2016. Minyak Atsiri Bunga Indonesia. Yogyakarta: Deepublish

Kusnadi, Joni. 2018. Pengawet Alami untuk Makanan. Malang: UB Press

Kusuma, Ratna Wedhaningsih Rullyla. 2008. Pengaruh Penggunaan Cengkeh (Syzygium


aromaticum) dan Kayu Manis (Cinnamomum sp.) sebagai Pengawet Alami Terhadap
Daya Simpan Roti Manis. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Mikhsalmina., dkk. 2017. Pengaruh Pemberian Minyak Cengkeh (Syzygium aromaticum)


sebagai Bahan Anaestesi dengan Konsentrasi yang berbeda pada Proses Transportasi
Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan
Perikanan Unsyiah. 2 (2): 295-301

Naufalin, Rifda, dkk. 2013. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pengawet Alami Terhadap Mutu
Gula Kelapa. Jurnal Teknologi Pertanian Vol.14 No.3 Desember 2013 165-174

Ningrum, Ariani Ningrum. 2015. Pengetahuan Label Kemasan Pangan. Malang: Gunung
Samudera

Priyosetyoko, Sudarmin, dan E. Cahyono. 2014. Transformasi Eugenol Menjadi Isoeugenol


Asetat Melalui Isomerisasi dan Asetilasi. Jurnal Indo. J. Chem. Sci Vol.3 No.3 Hal: 228-
232

Rahman, M. S. 2007. Handbook of Food Preservation. Second Edition. Boca Raton: CRC
Press Taylor & Francis Group

Taher, Dharmawaty M., dkk. Ekstrak Metanol Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merry &
Perry) Varietas Tuni Buru Selatan sebagai Antimalaria. Acta Veterinaria Indonesiana. 6
(2): 38-47

Tinangon, R., Djalal R., Lilik Eka Radiati dan Purwadi. 2017. Senyawa Bioaktif
Cengkeh(Zyzygium Aromaticum) Dapat Menghambat Pertumbuhan Mikroba Pada
Daging Burger. Seminar Nasional Peternakan. Universitas Samratulangi
Widiastuti, D. R. 2016. Kajian Pengawet Pangan dari Bahan Alami Sebagai Bahan Tambahan
Pangan Alternatif. Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Direktorat Pengawasan Produk dan
Bahan Berbahaya BPOM

Anda mungkin juga menyukai