ANALISIS JURNAL
3.1 Jenis Tanaman
3.1.1 Nama Ilmiah Tanaman Bawang Putih
Allium sativum L merupakan nama ilmiah yang dimiliki oleh tanaman
bawang putih. Bawang putih tergolong ke dalam jenis tanaman berumbi lapis
yang tumbuh tegak dan secara berumpun. Menurut Syamsiah (2003) taksonomi
tanaman bawang putih, adalah sebagai berikut:
a. Kingdom : Plantae
b. Divisi : Spermatophyta
c. Kelas : Monocotyledonae
d. Ordo : Liliflorae
e. Famili : Liliaceace
f. Genus : Allium
g. Spesies : Allium sativum L.
3.1.2 Ciri Tanaman Bawang Putih
Menurut AAK (2004), dalam bukunya yang berjudul Pedoman Bertanam Bawang
diketahui bahwa ciri-ciri dari bawang putih adalah sebagai berikut :
a. Memiliki umbi yang tersusun dari beberapa siung bawang putih.
3.3 Farmasetika
3.2.2 BSO yang Sudah Ada
Berdasarkan sebuah artikel penelitian “Perbedaan Efek Antibakteri Kapsul
Minyak Bawang Putih (Garlic Oil) dan Kapsul Bubuk Bawang Putih (Garlic
Powder) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli Secara In Vivo” (2016), bawang putih dijadikan sebagai obat dalam bentuk
kapsul yang macamnya ada tiga, yaitu kapsul minyak,kapsul bubuk, dan tablet.
Bentuk sediaan yang demikian adalah salah satu alternatif agar konsumen tidak
merasakan efek bau mulut akibat mengonsumsi bawang putih yang masih
mentah. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah berkontribusi banyak
dalam perkembangan industri obat-obatan tradisional. Sehingga, dalam
mendapatkan khasiat dari ekstrak bawang putih menjadi sangat efektif tanpa perlu
mengekstrak sendiri.
3.2.3 Proses Pengolahan
Berdasarkan sebuah artikel penelitian yang dilakukan oleh Damayanti,M
(2004), pengolahan bawang putih sebagai antibakteri yaitu dengan menyiapkan
bawang putih sebanyak 2 kg, yang kemudian dideterminasi oleh Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI). Selanjutnya bawang putih dikupas dan diambil
350 gram yang dimasukan kedalam plastik. Kemudian bawang putih ditumbuk
hingga halus menggunakan lumpang dan alu. Hasil tumbukan tersebut diperas
dengan menggunakan kasa yang sudah disterilkan. Perasan tersebut ditampung
pada cawan petri yang sudah disterilisasikan.
Kemudian pembuatan konsentrasi bawang putih dengan menggunakan
pelarut aquades steril yaitu masing-masing 5%, 20%, 75%, 100%. Semua
konsentrasi larutan bawang putih dibuat dalam 5 ml. Dimana pada larutan 5%
dengan melarutkan 0,25 ml perasan bawang putih kedalam 4,75 ml aquades steril.
Kemudian pada larutan 20% dengan melarutkan 1 ml perasan bawang putih
kedalam 4 ml aquades steril. Pada larutan 50% dengan melarutkan 2,75 ml
persana bawang putih kedalam 2,25 ml aquades steril. Dan pada konsentrasi 75%
dengan melarutkan 3,75 ml perasan bawang putih kedalam 1,25 ml aquades steril.
Pada konsentrasi 100% yaitu dengan 5 ml perasan bawang putih tanpa dilarutkan
dengan aquades steril.
3.4 Farmakokinetik
Farmakokinetik merupakan fase waktu selama obat diangkut menuju organ
sasaran, dimana setelah obat dilepas dari bentuk sediaan kemudian diabsorbsi kedalam
darah dan diditribusi ke seluruh jaringan tubuh. (Syamsuni, 2006)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tsao, terdapat enam belas mencit yang
diinjeksi MRSA-PBS pada vena diekornya. Kemudian mencit tersebut diberikan ekstrak
bawang putih dengan konsentrasi 50% dan 100% secara oral. Kemudian ekstrak bawang
putih tersebut diabsorsbsi didalam usus dan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh.
Akibatnya ekstrak bawang putih efektif menghambat pertumbuhan serta membunuh
MRSA (Meticilin Resistant Staphylococcus aureus) pada plasma, hepar, limpa serta ginjal
mencit.
3.5 Farmakodinamik
Menurut Electronic Journal of Biology (2009), aktivitas antibakteri bawang putih
dikaitkan dengan dengan kandungan allicin. Allicin dapat menggangu produksi RNA dan
sintesis lipid. Jika RNA tidak dapat diproduksi, atau diproduksi dalam jumlah yang
kurang, sintesis protein akan sangat terpengaruh. Hal tersebut akan menghentikan
produksi RNA, RNA ribosom dan RNA transfer. Jika asam amino dan protein tidak dapat
diproduksi, maka pertumbuhan dan perkembangan organisme tidak akan terjadi. Karena
asam amino dan protein merupakan seluruh bagian dari struktur sel. Begitu juga dengan
pengaruh sintesis lipid yang menyebabkan bagian lain dari sel tersebut terganggu. Efek
utamanya adalah biolayer fosfolipid dari dinding sel tidak dapat membentuk dengan
benar di kedua Gram positif dan bakteri gram negatif.
Allicin (Dially Thiosulfinate) akan mengalami metabolisme dan berubah menjadi
ajoene (dyallildisulfide). Ajone memiliki mekanisme yang sama dengan allicin yaitu
menghambat sintesis RNA, DNA dan protein namun proses dari ajone ini lebih lambat
dari allicin. Kandungan dalam bawang putih yang juga berpengaruh dalam aktivitas
antibakteri yaitu minyak atsiri dan flavonoid. Untuk mekanisme kerja dari minyak atsiri
yaitu dengan mengganggu proses pembentukan membran dari sel bakteri sedangkan dari
flavonoid yaitu dengan mendeturasi protein yang dimiliki bakteri yang menyebabkan
kematian bakteri.
Pada International Journal Of Applied Biology and Pharmaceutical Technology
juga menyebutkan bahwa kandungan dalam bawang putih memiliki aktivitas terbaik
dalam penghambatan, yang menunjukan zona maksimum 26 mm terhadap Bacillus
subtilis dan 22mm terhadap E.coli daripada rempah lain seperti kayu mani dan kunyit.
3.6 Dosis
Dalam penelitian yang dilakukan oleh , dosis oral ekstrak bawang putih yang
diberikan padahewan sample mulai dari ()
a. Dosis Minimal
b. Dosis Maksimal
c. Dosis Letal