Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan HIV dan AIDS
dengan dosen pengampu M. Nur Khamid, S.KM., M.Kes.
Oleh:
Kelompok 1 Kelas C 2018
Silvia Deres 182310101101
Ahmad Faiz R. 182310101108
Afifah Nandirotul Ummah 182310101109
i
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya
sehingga karya tulis ilmiah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari berbagai pihak yang telah
berkontribusi baik materi, buah pemikiran, maupun tenaga.
Harapan kami semoga karya tulis ilmiah ini dapat meningkatkan pengetahuan,
pengalaman, serta inspirasi baru bagi pembaca, Untuk waktu mendatang dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi karya tulis ilmiah agar menjadi lebih baik
lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, masih banyak
kekurangan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
karya tulis ilmiah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
PRAKATA .................................................................................................................................... ii
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
Setelah kasus pertama kali ditemukan pada tahun 1981, HIV/AIDS menjadi
perhatian dunia karena angka mortalitas dan mordibilitas kian melonjak. Menurut WHO
(2020), HIV/AIDS menjadi tantangan kesehatan masyarakat dunia terutama negara
yang mempunyai tingkat penghasilan menengah ke bawah. WHO telah mengonfirmasi
sekitar 67% dari 38juta orang hidup dengan HIV dan telah menerima ART.
Kasus pertama kali ditemukan pada warga negara Belanda yang tinggal di Pulau
Bali tahun 1987 dan terus berkembang menjadi epidemi. Menurut laporan
perkembangan HIV/AIDS dan PIMS triwulan III tahun 2020 bahwa sebanyak 418
kabupaten/kota telah melaporkan kasus HIV/AIDS periode Januari-September 2020.
Untuk jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan mencapai 409.857 orang.
Sedangkan, jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sampai September 2020
mencapai 127.873 orang. Jateng menduduki posisi pertama dengan kasus HIV sebesar
1.334 orang pada periode Juli-September 2020. Sedangkan, kasus AIDS tertinggi
berada di Papua Barat sebesar 447 orang periode Juli-September 2020.
Banyak dampak yang ditimbulkan jika seseorang mengidap AIDS baik dampak
fisik, psikis, sosial, dan budaya. Selain itu, dampak infeksi HIV/AIDS dalam konteks
individu, keluarga, komunitas, dan nasional. Dalam konteks komunitas akan muncul
1
sebuah penolakan, penelantaran, diskriminasi, dan bullying. Hal ini tidak menutup
kemnungkinan akan muncul stigma negatif dari masyarakat. Oleh karena itu,
pentingnya pengetahuan terkait HIV/AIDS seperti menghindari perilaku berisiko
tertular HIV, melawan stigma yang berkembang di masyarakat, dan pentingnya deteksi
dini untuk mengetahui seseorang pengidap AIDS atau tidak.
2
BAB 2. ANALISIS LITERATUR
Pekerja seks di industri seks komersial sangat marak dijumpai oleh masyarakat.
Pekerja seks komersial (PSK) merupakan seseorang yang menjual jasa untuk
melakukan hubungan seksual. Terdapat beberapa alasan masyarakat bekerja menjadi
PSK antara lain faktor ekonomi atau kondisi kemiskinan rumah tangga PSK,
pandangan terkait seksualitas, dan faktor paksaan serta kekerasan. Maraknya
pengiriman anak-anak dan perempuan di industri seks serta prostitusi online juga
menjadi faktor semakin eksisnya jumlah PSK.
Sebagian buruh migran yang dikirimkan ke luar negeri turut andil berisiko
diperdagangkan untuk eksploitasi seksual. Perempuan yang ingin bekerja di luar
negeri sebagai asisten rumah tangga justru dipaksa untuk terjun di dunia prostitusi di
negara tersebut. Budaya bermigrasi ke daerah atau luar negeri memiliki modus yang
sama seperti bujukan mendapat gaji yang besar, diberi pekerjaan menjadi Tenaga
Kerja Wanita (TKW), dan akhirnya mereka dipekerjakan menjadi PSK.
Hal tersebut membuat pekerja seks berpeluang sangat tinggi tertular dan
menularkan HIV melalui hubungan seks yang tidak aman atau bergonta-ganti
pasangan baik secara anal, oral, dan vaginal. Bisa dibayangkan jika para pekerja seks
memiliki suami dan mereka menularkan kepada suaminya. Para pelanggan PSK juga
dapat tertular dan menularkan kepada pasangan mereka di rumah sehingga kasus
HIV semakin meluas. Perlu diketahui bahwa HIV tidak ditularkan melalui ciuman,
jabat tangan, berpelukan, memakai alat makan dan jamban yang sama, tinggal
serumah, dan gigitan nyamuk (Ikhsan, Rachmadi, and Mariana 2018).
3
Napza yang sering kita dengar merupakan singkatan dari Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. Napza merupakan zat kimia berbahaya yang
masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara, baik dihirup, dihisap, diminum atau
disuntikkan dan dapat mempengaruhi psikologi atau kejiwaan seseorang baik
pikiran, perasaan, dan perilaku. Dalam medis, Napza memiliki keuntungan sebagai
obat penenang atau penghilang rasa sakit. Apabila seseorang menyalahgunakan
napza secara terus-menerus maka otak akan beradaptasi dengan dosis dopamine yang
tinggi sehingga berakibat kecanduan dengan zat terlarang ini (Tambunan et al. 2010).
Menurut laporan perkembangan HIV/AIDS dan PIMS triwulan III tahun 2020
bahwa penularan HIV melalui jarum suntik yang digunakan secara bergantian di
kalangan pengguna Napza sebesar 7,5%. Sedangkan faktor risiko kasus AIDS
sebesar 0,7% pada penasun. Kelompok ini bukan hanya memiliki risiko tingi
terinfeksi HIV melalui bergantian jarum suntik, tetapi juga pola hubungan seksual
yang bergantian pasangan serta tidak memakai kondom (Inggariwati and Sudarto
2018).
a. Narkotika
Narkotika merupakan jenis zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
dari tanaman baik sintesis maupun semi sintesis. Narkotika dapat menghilangkan
nyeri, menurunkan kesadaran, dan menimbulkan ketergantungan. Adapun menurut
UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika memiliki tiga golongan antara
lain:
4
3. Narkotika Golongan III: Narkotika golongan ini memiliki ketergantungan
sangat ringan dan dipergunakan untuk pengobatan dan terapi seperti Kodein.
b. Psikotropika
Psikotropika merupakan jenis zat atau obat, baik alami maupun sintesis bukan
narkotika. Psikotropika memiliki efek samping menekan susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan perilaku dan mental. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1997
tentang Psikotropika, Psikotropika terbagi menjadi empat golongan antara lain:
c. Zat Adiktif
Zat adiktif merupakan suatu zat yang apabila digunakan secara terus menerus
dapat mengakibatkna kecanduan. Zat adiktif yaitu zat yang berpengaruh psikoaktif
diluar narkotika dan psikotropika seperti minuman beralkohol, inhalasi (gas hirup
dan solven), dan tembakau.
5
LSL dalam bahasa Inggris disebut men who have sex with men (MSM)
merupakan perilaku seksual laki-laki dengan laki-laki tanpa memandang orientasi
seksual (identitas jenis kelaminn). Sebagian perspektif masyarakat masih menganggap
LSL dengan waria itu sama. LSL dengan waria itu berbeda. Jika LSL, mereka tidak
perlu berdandan seperti seorang perempuan dan dalam berhubungan seksual, mereka
bisa bertindak sebagai laki-laki atau perempuan. Sedangkan, waria bertindak hanya
sebagai perempuan (Novrindo et al. 2017).
Hubungan seksual yang dilakukan LSL sama dengan waria yaitu secara oral dan
anal. Dalam penelitian seks anal dilakukan tanpa menggunakan kondom lebih berisiko
tertular HIV daripada menggunakan kondom (Novrindo et al. 2017). Bila dilihat dari
populasi kunci, lelaki seks dengan lelaki atau LSL berkontribusi paling besar untuk
kasus HIV dengan presentase 25,1%. Untuk presentase HIV pada homoseksual sebesar
22% (Kemenkes RI 2020).
4. Waria
6
cairan mani dengan darah. Begitu pula hubungan seksual dengan oral. Gigi dan
gusi sangat rentan terjadi perdarahan karena adanya goresan serta robekan
(Maskuniawan and Muhammad 2018).
Selain itu, ditemukan terdapat hubungan antara sikap negatif remaja terhadap
tindakan berisiko tertular HIV/AIDS. Dari penelitian yang dilakukan sikap negatif
berisiko 5,7 kali dibandingkan dengan remaja yang memiliki sikap positif. Sikap negatif
remaja dipengaruhi beberapa faktor antara lain pengetahuan, religiusitas, peran orang
tua, dan teman sebaya. Beberapa faktor tersebut dapat menentukan sikap yang dapat
diambil oleh remaja karena berdasarkan pengalaman mereka dalam mengamati dan
dipengaruhi oleh lingkungan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Abdi dkk (2019) bahwa terdapat
hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS. Remaja
yang berjenis kelamin laki-laki berpeluang 28 kali berisiko dibandingan dengan remaja
perempuan. Hal ini dikarenakan remaja laki-laki lebih sering berada diluar rumah serta
7
memiliki pergaulan yang luas (Abdi et al. 2019).
Hal ini mengindikasi remaja laki-laki dengan mudah terjerumus kedalam pengaruh
yang buruk. Menurut laporan perkembangan HIV/AIDS dan PIMS triwulan III tahun
2020 bahwa presentase kasus HIV berjenis kelamin laki-laki lebih besar daripada
perempuan. Jenis kelamin laki-laki berjumlah 67% dan perempuan berjumlah 33%.
Selain jenis kelamin, tempat tinggal juga berisiko tertular HIV. Terdapat
hubungan yang signifikan antara lingkungan tempat tinggal dengan perilaku berisiko
tertular HIV. Remaja yang tinggal di perkotaan memiliki pengetahuan yang baik
terhadap HIV/AIDS. Namun, paling berisiko terhadap perilaku HIV/AIDS. Hal ini
dikarenakan tersedianya tempat-tempat yang berisiko terjadi penularan HIV seperti
tempat karaoke, hotel, tempat hiburan, dan industri seks komersial.
Kondisi biologis pasien HIV sangat buruk, mereka sangat beresiko terkena
infeksi dan peradangan sepert psoriasis, rheumatoid arthritis, dan kolitis ulserativa. Pada
penderita HIV yang lebih berbahaya adalah kondisi psikolohis, dari data penelitian,
deperesi mampu meningkatkan viral load HIV dan menurunkan CD4 juga mempercepat
AIDS dan meningkatkan resiko kematian. Depresi juga dapat mengurangi keefektifan
antiretrovial therapy (ART) dan melemahkan efek terapeutiknya.
8
hasil penelitian pasien depresi memiliki tingkat resiko AIDS tiga kali lipat lebih tinggi
daripada pasien HIV tanpa gejala depresi.
Pasien HIV di Indonesia menjadi masalah yang serius dan dan menjadi
tantangan bagi tenaga kesehatan (Biondi, 2001). Hal ini dikarenakan pasien dengan
diagnosis HIV positif mengalami gangguan respon adaptasi biopsikologis yang
diperparah denganstigma masyarakat bahwa penyakit HIV adalah penyakit dari
perbuatan yang tidak baik, penyakit yang menular dan sangat berbahaya.
9
seperti tidak mungkin diberantas dari muka bumi. Terlebih selama nafsu seks yang
lepas dari kendali dan hati-nurani. Oleh karenanya persoalan prostitusi diangap gejala
patologis. Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur,
dimana memiliki 14 titik prostitusi yang terlokalisi. Selain bertempat di beberapa lokasi
warung remangremang, cafe serta salon, salah satu yang terkenal adalah Lokalisasi
Padang Bulan di Kecamatan Singojuruh. Namun pada pertengahan 2014 Bupati
Banyuwangi mengeluarkan surat edaran tetang penutupan lokalisasi. Namun
kenyataannya surat edaran tersebut hanya terksan sebagai formalitas saja(Priyanto
2020).
Budaya asing seperti LGBT sangat berpengaruh terhadap epidemic HIV di
Indonesia. Latar budaya masyarakat Banyuwangi cenderung memaklumi adanya gay di
tengah masyarakat, hal ini berhubungan dengan adanya sejarah gandung lanang di
Banyuwangi. Selain itu perkembangan media social juga menjadikan gay di
Banyuwangi mudah berinteraksi dengan sesame gay, hal ini dibuktikan dengan adanya
komunitas online seperti pelangi laros, boy friend seluruh Banyuwangi, New Brondong,
dan Boy Banyuwangi. Hal tersebut membuat komunitas LGBT semakin meningkat
yang menyebabkan peningkatakan risiko terhadap kasus HIV(Sri 2017).
10
BAB 3. PENUTUP
3.1. Simpulan
Human Immunodeficiency Virus/Aquired Immunodeficiency Syndrome
(HIV/AIDS) merupakan penyakit defisiensi imun sekunder yang paling umum di dunia
dan merupakan masalah epidemik dunia yang serius. Secara global, kasus HIV
merupakan masalah kesehatan yang sangat serius dan harus ditangani. Penyakit HIV
tidak hanya berdampak pada penderitanya saja, akantetapi berdampak pada stigma
negatif akan penyakit dan juga penderita tersebut. Sehingga perlunya pendidikan
tentang seksdan penyakit seks serta pengertian tentang Hiv sangat diperlukan untuk
memotong stigma negatif serta mengurangi populasi penderita HIV/AIDS.
3.2. Saran
Sebagai seorang tenaga medis kita sudah seharusnya memberikan edukasi tentang
apa itu HIV/AIDS kepada masyarakat serta bahaya dan cara mencegah kejadian baru
maupun penularan HIV. Selain itu kita juga perlu memberikan motivasi serta dukungan
kepada penderita HIV/AIDS agar mampu pulih dan mencegah terjadinya depresi yang
mampu mempercepat terjadinya AIDS pada pasen terdeteksi HIV.
11
DAFTAR PUSTAKA
Abdi, Guspratiwi S, Toha Muhaimin, Syamsul Bahri, and Muhammad Muzakir Fahmi.
2019. “Perilaku Berisiko HIV / AIDS Pada Remaja Sma Di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru Tahun 2018.” 9(2): 246–57.
Chingwaru, Walter, and Jerneja Vidmar. 2018. “Culture, Myths and Panic: Three
Decades and beyond with an HIV/AIDS Epidemic in Zimbabwe.” Global
PublicHealth13(2):249–64. http://dx.doi.org/10.1080/17441692.2016.1215485.
Gani, Husni Abdul. 2015. “Analisis Kebijakan Peraturan Bupati Jember Nomor 2 Tahun
2014 Tentang Pencegahan Dan Penanggulangan HIV/AIDS Di Kabupaten
Jember.” Jurnal Stomatognatic 12(2): 54–60.
Ikhsan, Muhammad, Agus Rachmadi, and Evi Mariana. 2018. “Gambaran Pengetahuan
Pekerja Seks Komersial Tentang Pencegahan Penularan HIV/AIDS Dilokalisasi
Pembantuan Wilayah Kerja Puskesmas Guntung Payung Kota Banjarbaru.”
(0511): 57–64.
Inggariwati, and Ronoatmodjo Sudarto. 2018. “Faktor Risiko Yang Berhubungan
Dengan Infeksi HIV Pada Pengguna Napza Suntik ( Penasun ) DKI Jakarta Tahun
2013 – 2014 Risk Factor Which Related to HIV Infection in Injected Drug Users.”
Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia 2(2): 35–42.
Kemenkes RI. 2020. “Laporan Perkembangan HIV AIDS & Penyakit Infeksi Menular
Seksual (PIMS) Triwulan III Tahun 2020.” Penyakit, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian.
Maskuniawan, and Azinar Muhammad. 2018. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Denga Praktik Tes HIV Pada Waria Pekerja Seks Di Kota Semarang.” Journal of
Health education 3(1): 7–16.
Novrindo, Forman, Henry Setyawan, Muchlis AU, and Suharyo Hadisaputro. 2017.
“Lelaki Seks Lelaki, HIV/AIDS Dan Perilaku Seksualnya Di Semarang.” Jurnal
Kesehatan Reproduksi 8(2): 131–42.
Priyanto, Hary. 2020. “Tinjauan Peraturan Bupati Nomor: 45 Tahun 2015 Tentang
Tatacara Pencegahan Dan Penanggulangan HIV/AIDS Terhadap Perkembangan
Prostitusi Kabupaten Banyuwangi.” Welfare : Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial
9(1): 53–77.
Rohmawati, Rina, and Deditiani Tri Indrianti. 2018. “Modal Sosial Perempuan Pesisir
v
Dan Upaya Pencegahan HIV/AIDS Di Kabupaten Jember.” CULTURE 5(1): 26–
44.
Sri, DMY. 2017. “Pengungkapan Diri Gay Di Media Sosial Kabupaten Banyuwangi.”
Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
Susilowati, Tuti et al. 2019. “Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian HIV/AIDS
Di Magelang.” PROSIDING: SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS &
INFORMASI KESEHATAN (1): 85–95.
Tambunan, Raymond, Octavery Kamil, Ignatius Praptoraharjo, and Hosael Erlan. 2010.
Jaringan Seksual Dan Penggunaan Napza Pada Pengguna Napza Suntik Di 6
Propinsi. Jakarta: Mandaka Mitra Media.
Yulianingsih, Endah. 2015. “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan
Berisiko Tertular HIV / AIDS Pada Siswa SMA Negeri Di Kota Gorontalo Factors
Correlated with Risk Measures Infected with HIV / AIDS in the Senior High
School Students In Gorontalo.” 5(2): 311–21.
Xuan, Bach Tran., Roger C. M. Ho., Cyrus S. H. Ho,. et all. Depression among Patients
with HIV/AIDS: Research Development and Effective Interventions. Int. J.
Environ. Res. Public Health 2019, 16, 1772
Nursalam, & Kurniawati, N.D. 2007. Asuhan keperawatan pada Pasien terinfeksi HIV.
Jakarta: Salemba Medika
Penzak, S.R.; Reddy, Y.S.; Grimsley, S.R. Depression in patients with HIV infection.
Am. J. Health Syst. Pharm.2000, 57, 376–386
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC Stewart, G.,
1997. Managing HIV. Sydney: MJA Publisher
vi
Suseno, T. 2004. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia: kehilangan, kematian dan
berduka dan proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto
vii