Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai jenis tanaman obat.
Pemakaian tanaman obat sebagai upaya penanggulangan masalah kesehatan telah
banyak diterapkan masyarakat di tengah-tengah kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan saat ini (1). Salah satu tanaman obat yang sering digunakan oleh
masyarakat adalah bawang putih tunggal atau yang dikenal dengan nama bawang
lanang (Allium sativum L.). Bawang putih tunggal merupakan bawang putih yang
hanya terdiri dari satu siung dikarenakan bawang ini tumbuh di lingkungan yang
tidak sesuai (2). Bawang putih tunggal termasuk jenis bawang khusus yang yang
hanya di temukan pada daerah-daerah tertentu di Indonesia salah satunya pulau
jawa (3).

Bawang putih tunggal memiliki banyak peran bagi kesehatan diantaranya


dapat menghambat dan membunuh bakteri, jamur, menurunkan (tekanan darah,
kolesterol darah, dan gula darah), mencegah penggumpalan darah, dan
mengandung sifat anti-tumor. Bawang putih tunggal juga dapat meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dan sebagai antioksidan yang efektif untuk melindungi sel
terhadap kerusakan radikal bebas, serta dapat membantu mencegah beberapa jenis
kanker, penyakit jantung, stroke dan infeksi virus. Bawang putih tunggal sebagai
antibakteri alami adalah salah satu imunostimulan alami yang efektif, bekerja
dengan cara memfasilitasi fungsi sel-sel fagositik dan meningkatkan kegiatan
bakterisidanya (3) .

Kemampuan antibakteri bawang putih tunggal ini berasal dari beberapa


senyawa kimia yang terkandung dalam umbi bawang tersebut antara lain
flavonoid, saponin, dan senyawa allicin (4). Allicin merupakan salah satu zat
aktif pembunuh bakteri patogen, yang terbentuk ketika sel bawang putih
mengalami kerusakan (5).
2

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, bakteri yang pertumbuhannya


dapat dihambat oleh bawang putih (Allium sativum L.) antara lain Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Bacillus subtilis, Klebsiella
pneumoniae, Shigella sonnei, Staphylococcus epidermidis dan Salmonella typhi
(6).

Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus merupakan bakteri utama


penyebab diare dan luka bernanah akibat infeksi. Diare merupakan penyakit
buang air encer lebih dari empat kali sehari dan penyebabnya sangat beragam bisa
karena infeksi bakteri atau virus, ketidakcocokan makanan, pencemaran bakteri,
makanan basi serta pencemaran makanan oleh zat berbahaya. Infeksi ialah
keadaan masuknya mikroorganisme yang bersifat patogen tinggi kedalam tubuh,
kemudian berkembang biak dan menimbulkan penyakit (7).

Selama ini pengobatan yang biasa dilakukan untuk penyakit infeksi dan diare
diatasi dengan menggunakan antibiotik. Penggunaan antibiotik yang berlebihan
bisa membuat mikroba patogen menjadi resisten. Oleh sebab itu untuk mengatasi
hal tersebut maka perlu dicari arternatif pengobatan untuk mengatasi penyakit
infeksi, salah satunya dengan pencarian senyawa aktif antibakteri yang terdapat
pada umbi bawang putih tunggal (8).

Berdasarkan penelitian tentang uji aktivitas antibakteri dari ekstrak bawang


lanang (Allium sativum L.) terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli
dengan menggunakan metode cakram / papper disk menunjukkan bahwa ekstrak
bawang lanang (Allium sativum L.) dapat menghambat bakteri S. aureus dan E.
coli pada konsentrasi 15% (46,83mm dan 9,11mm), 30% (37,71mm dan 4,65mm),
45% (41,15mm dan 18,96mm), 60% (46,48mm dan 19,59mm), 75% (49,93mm
dan 30,46m) dan 90% (50,78mm dan 38,24mm) (7). Berdasarkan uraian diatas,
maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui senyawa aktif dari fraksi etanol
umbi bawang putih tunggal yang berperan sebagai antibakteri terhadap S. aureus
dan E. coli dengan uji Bioautografinya.
3

B. Rumusan Masalah

1. Apakah fraksi etanol umbi bawang putih tunggal (Allium sativum L.)
memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan S. aureus dan E.
coli?

2. Senyawa apakah yang berperan sebagai agen antibakteri terhadap


pertumbuhan S. aureus dan E. coli?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum untuk membuktikan aktivitas antibakteri fraksi
etanol umbi bawang putih tunggal (Allium sativum L.) dalam menghambat
pertumbuhan S. aureus dan E. coli.
2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus untuk mengetahui senyawa aktif dari fraksi etanol
umbi bawang putih tunggal (Allium sativum L.) yang memiliki aktivitas
antibakteri terhadap pertumbuhan S. aureus dan E. coli.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah kepada


masyarakat dan kalangan medis tentang manfaat fraksi etanol umbi bawang putih
tunggal (Allium sativum L.) sebagai agen antibakteri yang dapat menghambat
pertumbuhan S. aureus dan E. coli.

E. Hipotesis

Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal (Allium sativum L.) mempunyai
aktivitas dan senyawa aktif antibakteri terhadap pertumbuhan S. aureus dan E.
coli.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Bawang Putih Tunggal (Allium sativum L.)


Bawang putih tunggal merupakan bawang putih yang hanya terdiri dari
satu siung. Berdasarkan jumlah siungnya bawang putih dapat dibagi menjadi
dua, yaitu bawang putih yang memiliki satu siung (single bulb garlic) dan
bawang putih yang memiliki banyak siung (multi bulb garlic). Perbedaan
keduanya dapat dilihat dari karakteristik organoleptiknya, bawang putih
tunggal (single bulb garlic) memiliki warna krim kuning keputihan, rasa yang
sangat kuat dan tajam, baunya sangat kuat, serta tekstur berupa serbuk kasar.
Sedangkan untuk bawang yang memiliki banyak siung (multi bulb garlic)
memiliki warna krim kekuningan, rasa yang tajam, bau yang khas serta tekstur
berupa serbuk kasar (9).

1. Klasifikasi Bawang Putih Tunggal (Allium sativum L.)


Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Lilidae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Species : Allium sativum L. (10)
5

2. Morfologi

Gambar 2.1 Umbi bawang putih tunggal (Allium sativum L.)

Bawang putih tunggal atau sering disebut dengan nama bawang lanang
pertama kali ditemukan di daerah Sarangan, Magetan, Jawa Timur. Tanaman
bawang putih tunggal ini memiliki ciri helai daun menyerupai pita, tipis dan
bagian pangkalnya membentuk sudut. Daun berwarna hijau, bagian atas daun
terlihat lebih gelap, dan sisi bawah daun terlihat lebih cerah. Kelopak daun
menutupi siung umbi bawang putih hingga pangkal daun. Kelopak ini
membalut bagian kelopak daun yang lebih muda sehingga membentuk suatu
batang semu yang posisinya tepat berada pada umbi bawang. Ukuran siung
dari tanaman bawang putih bervariasi tergantung pada varietasnya, siung
memiliki bentuk lonjong. Bawang putih tunggal atau biasa disebut bawang
lanang, tumbuh dengan siung tunggal. Istilah lanang sering kali dipakai untuk
menggambarkan kondisi tertentu pada umbi atau biji pada kriteria tunggal,
bulat dan tidak terbelah (11).

Bawang putih tunggal merupakan bawang putih yang hanya terdiri dari
satu siung dikarnakan bawang ini tumbuh di lingkungan yang tak sesuai.
Bawang lanang sebenarnya merupakan varietas yang terbentuk tidak sengaja
karena lingkungan penanaman yang tidak cocok (2). Umbi pada tanaman ini
hanya berisi satu umbi utuh yang kecil. Hal ini disebabkan karena gagalnya
pembentukan tunas utama di tajuk dan menekan pembentukan tunas-tunas
bakal siung, daun yang biasanya membungkus siung-siung hanya mampu
6

membungkus umbi utuh, sehingga kulit umbi utuh lebih tebal daripada kulit
luar yang bersiung (7).

3. Nama Daerah
Minang Kabau (Dason putih), Jawa (Bawang ), Sunda (Bawang bodas)
Lampung (Bawang handak), Bali (Kasuna) Minahasa (Lasuna mawura), Irian
Jaya (Bawa fiufer), Bugis (Lasuna pute), Madura (Bhabang pote), Ternate
(Bawa bodudo), Timor (Kalfeo foleu) (12).

4. Kegunaan dan Kandungan


Sama halnya dengan bawang putih, bawang putih tunggal diyakini dapat
digunakan untuk berbagai macam penyakit seperti anti hipertensi, infeksi,
stroke, antibakteri, antijamur, anti diabetes, anti kolesterol , antioksidan, anti
agregasi sel platelet, anti-virus, anti mikroba dan anti kanker (12). Bawang
putih tunggal mengandung senyawa kimia yang memiliki sifat antibakteri
seperti flavonoid, saponin, dan allicin. Flavonoid bekerja dengan cara
mendenaturasi protein yang dimiliki bakteri, saponin bekerja dengan cara
menurunkan tegangan permukaan membran lipid bakteri sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri, dan allicin bekerja dengan cara
menghambat secara total sintesis RNA bakteri. Walaupun sintesis DNA dan
protein juga mengalami penghambatan sebagian oleh allicin (7).

Keampuhan bawang putih tunggal sebagai herbal memang relatif lebih


besar dibandingkan dengan bawang putih biasa. kandungan kimia bawang
putih tunggal yang bermanfaat untuk kesehatan relatif sama dengan bawang
putih, yang berbeda ialah kadarnya. Perbandingan kandungan senyawa aktif
dalam 1 siung bawang putih tunggal setara dengan 5-6 siung bawang putih
biasa. Kandungan senyawa aktif dalam bawang putih tunggal relatif lebih
tinggi di bandingkan bawang putih biasa, karena semua zatnya terkumpul
dalam siung tunggal tersebut. Inilah yang menyebabkan bawang putih tunggal
lebih berkhasiat di banding bawang putih biasa (7).

5. Budidaya dan Tempat Tumbuh Bawang Putih Tunggal


Tanaman bawang putih tunggal di budidayakan dengan cara vegetatif yaitu
menggunakan benih berupa umbi. Tanaman bawang putih dapat tumbuh di
7

dataran menengah hingga dataran tinggi. Tanaman tersebut menghendaki


tempat yang terbuka, serta cukup hara. Budidaya bawang putih di
persyaratkan intensif dengan bibit yang baik, pengolahan tanah, jarak tanam
sekitar 15 cm, pemupukan, perawatan dan pengendalian hama penyakit (13).

Bawang putih tumbuh pada ketinggian tempat 600-1.200 m diatas


permukaan laut, dengan curah hujan tahunan 800-2.000 mm/tahun. Suhu
udara yang cocok 15-20ºC, kelembapan tinggi dengan penyinaran sedang.
Jenis tanah yang baik adalah gromosol (ultisol) dengan tekstur lempung
berpasir (gembur), keasaman tanah (pH) 6-6,8 dan kesuburan tinggi (13).

Untuk budidaya bawang putih tunggal perlu memperhatikan beberapa


faktor seperti tempat yang cocok dan kondisi lingkungan yang mendukung
untuk pertumbuhan nya. Karena bawang putih tunggal dapat kembali menjadi
bawang putih yang memiliki banyak siung tentu saja harus ditanam di tempat
yang cocok ekologinya. Bawang putih tunggal ini ketika akan dijadikan bibit
harus ditempat yang sama, di Sarangan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur
yang terletak di kaki Gunung Lawu, tumbuh dengan ketinggian 1500 dpl dan
rata-rata pada suhu 18-25ºC maka akan terus menerus menghasilkan bawang
putih tunggal (11).

6. Pemanenan Bawang Putih Tunggal

Waktu panen bawang putih dipengaruhi oleh varietas, iklim, lingkungan


maupun teknik budidaya. Pemanenan bawang putih di dataran tinggi
dilakukan setelah bawang putih berumur 105–120 hari, sedangkan bawang
putih di dataran rendah sudah dapat dipanen pada umur 85 hari. Tanda–tanda
bawang putih sudah saatnya dipanen antara lain bila 75% daun nya mengering
layu dan hijau kekuning-kuningan, batangnya rebah, pangkal batang terasa
gembus, serta umbinya sudah padat. Pemanenan harus dilakukan tepat pada
waktunya tidak terlalu awal atau terlambat. Panen yang terlalu awal
menyebabkan umbi yang telah dijemur mudah menjadi lunak dan
permukaannya mengkilat, tidak tahan lama disimpan, sehingga mutunya
menjadi kurang baik. Panen yang terlambat mengakibatkan daun dan batang
8

menjadi kering dan lemah akarnya mati, kulit umbi mudah retak, siungnya
mudah rontok, sehingga mutunya pun menjadi rendah (14).

B. Bakteri Staphylococcus aureus

1. Klasifikasi
S. aureus diklasifikasikan sebagai beikut (15) :
Kingdom : Eubacteria
Divisio : Firmicutes
Class : Coccus
Ordo : Bacillale
Family : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

2. Morfologi Staphylococcus aureus


S. aureus adalah bakteri gram positif anaerobik falkutatif berbentuk bulat
yang juga dikenal dengan nama “staph emas”, memiliki ukuran 0,7-1,2 μm.
Bakteri ini tumbuh optimal pada suhu 37℃ dan berkelompok seperti buah
anggur dan memiliki warna berwarna emas pada agar darah. S. aureus
bereproduksi dengan cara pembelahan biner. Dua sel anakan tidak terpisah
secara sempurna sehingga bakteri ini selalu terlihat membentuk koloni kluster
seperti anggur. Bakteri ini bersifat flora normal pada kulit sehat, tetapi dapat
menjadi patogen pada jaringan kulit yang terbuka. S. aureus hidup sebagai
saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan
hewan-hewan seperti hidung, mulut, tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada
waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan
permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus.

Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai


abses bernanah. Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah
furunkel pada kulit dan impetigo. Infeksi superfisial ini dapat menyebar ke
jaringan yang lebih dalam menimbulkan osteomielitis, artritis, endokarditis dan
9

abses pada otak, paru-paru, ginjal serta kelenjar mammae. Pneumonia yang
disebabkan S. aureus sering merupakan suatu infeksi sekunder setelah infeksi
virus influenza. S. aureus dikenal sebagai bakteri yang paling sering
mengkontaminasi luka pasca bedah sehingga menimbulkan komplikasi (15).

3. Patogenesis
Kemampuan patogenik dari spesies S. aureus merupakan pengaruh
gabungan antara faktor ekstraseluler dan toksik bersama dengan sifat daya
sebar invansif, yang diaktifkan oleh ingesti enterotoksin maupun bakteri dan
penyebaran abses pada berbagai organ. Bakteri ini bersifat patogen dan invasif
karena menghasilkan koogulase, membentuk pigmen kuning, dan cenderung
bersifat hemolitik. S. aureus merupakan bakteri anaerob yang tidak
membutuhkan oksigen dalam pertumbuhan dan perkembangan nya. Oleh
karena itu, bakteri ini dapat menginfeksi luka dalam, jaringan yang terletak
lebih dalam maupun organ-organ internal yang sangat sedikit membutuhkan
oksigen (16).

C. Bakteri Escherichia coli

1. Klasifikasi
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia Coli

2. Morfologi Escherichia coli


Bakteri E. coli adalah bakteri gram negatif, anaerobik fakultatif berbentuk
batang yang umumnya ditemukan di usus besar makhluk berdarah panas.
Umumnya, strain dari E. coli tidak berbahaya, tetapi beberapa serotip dapat
menyebabkan keracunan makanan yang serius dan penarikan produk makanan
karena terkontaminasi bakteri ini. Strain yang tidak berbahaya adalah flora
normal dari usus dan bermanfaat untuk produksi vitamin K2 dan menghambat
10

bakteri patogen pada usus. E. coli berbentuk batang, panjang 2 μm, diameter
0,7 μm, lebar 0,4– 0,7μm memiliki flagela sehingga dapat bergerak bebas. E.
coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang
nyata. Bakteri ini bersifat heterotrof dan menghasilkan makanan dengan cara
fermentasi CO2, H2O, etanol, laktat dan asetat (15).

3. Patogenesis
E. coli dihubungkan dengan tipe penyakit usus (diare) pada manusia.
Enteropatogenik E. coli menyebabkan diare terutama pada bayi dan banyak
anak-anak di negara sedang berkembang dengan mekanisme yang belum jelas
diketahui. Frekuensi penyakit diare disebabkan oleh strain bakteri ini sudah
jauh berkurang dalam 20 tahun terakhir . Enterotosigenik E. coli menyebabkan
sekretori diarrhea seperti didalam patogenesis diare, karena sel kuman harus
melekat pada sel epitel mukosa usus sebelum bakteri mengeluarkan toksin. E.
coli menyebabkan penyakit diare seperti disentri yang disebabkan oleh
Shigella. Bakteri menginvasi sel mukosa, menimbulkan kerusakan sel dan
terlepasnya lapisan mukosa. Ciri khas diare yang disebabkan oleh strain
enteroinvasive E. coli adalah tinja mengandung darah, mucus dan pus. Toksis
merusak sel endotel pembuluh darah, terjadi pendarahan yang kemudian
masuk kedalam bakteri enterik (17).

D. Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang dapat menganggu pertumbuhan atau mematikan
bakteri dengan cara menggangu metabolisme mikroba yang merugikan. Beberapa
istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pembunuhan bakteri yaitu
germisid, bakterisida, bakteriostatik, antiseptik. Zat antibakteri dapat bersifat
bakterisidal (membunuh bakteri), bakteriostatik (menghambat pertumbuhan
bakteri), dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Kemampuan
suatu zat antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu konsentrasi zat antibakteri, jenis, jumlah, umur, keadaan
bakteri, suhu, waktu, sifat-sifat kimia dan fisik makanan termasuk kadar air, pH,
jenis dan jumlah komponen didalamnya. Ruang lingkup bakteri yang dapat
11

dipengaruhi oleh zat antibakteri disebut dengan spektrum antibakteri, berdasarkan


spektrum aksinya, zat antibakteri dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Spektrum luas
Zat antibakteri dikatakan berspektrum luas apabila zat tersebut efektif
melawan prokariot, baik membunuh atau menghambat bakteri gram positif
dan gram negatif dalam ruang lingkup yang luas.
2. Spektrum sempit
Zat antibakteri yang efektif melawan sebagian bakteri garam positif atau
gram negatif.
3. Spektrum terbatas
Zat antibakteri yang efektif melawan suatu spesies bakteri tertentu (8).

1. Mekanisme Kerja Antibakteri


a. Menghambat Metabolisme sel
Asam folat dibutuhkan oleh bakteri untuk kelangsungan hidupnya. Asam
folat tersebut didapatkan dari asam para amino benzoat (PABA) yang
kemudian disintesis sendiri oleh bakteri untuk kebutuhan hidupnya.
Untuk mengganggu kehidupan dari bakteri, Sulfonamid yang memiliki
kemiripan struktur dengan PABA akan berkompetisi untuk ikut dalam
pembentukan asam folat, sehingga terbentuk analog asam folat yang
nonfungsional. Contoh obat lain yang dapat menghambat metabolisme
sel adalah trimetoprim, p-aminosalisilat (PAS) , dan sulfon. Maka
dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriosatik.
b. menghambat sintesis dinding sel
Dinding sel bakteri memiliki tekanan osmotik internal yang tinggi dan
berfungsi untuk mempertahankan bentuk dan ukuran sel. Maka ketika
terjadi kerusakan pada dinding sel, ini akan menyebabkan terjadinya
lisis. Mekanisme kerja ini diperoleh efek bakterisidal. Contoh obat yang
dapat menghambat sintesis dinding sel adalah penisilin, sefalosporin,
basitrasin, vankomisin, dan sikloserin.
12

c. Mengganggu keutuhan membran sel


Membran sitoplasma memiliki peranan bagi sel, karena berfungsi sebagai
sawar permeabilitas yang selektif, melakukan transpor aktif, dan
mengontrol komposisi dalam sel. Ketika membran sitoplasma sel
mengalami krusakan, maka menyebabkan keluarnya makromolekul
seperti protein, asam nukleat, nukleotida, dan ion-ion penting lain.
Contoh obat yang dapat mengganggu keutuhan membran sel adalah
polimiksin, polien, azoles, dan amfoterisin B. Mekanisme kerja ini
diperoleh efek bakterisidal.
d. Menghambat sintesis protein sel
Bakteri membutuhkan protein untuk kelangsungan hidupnya. Sintesis
protein sel berlangsung didalam ribosom. Bakteri memiliki ribosom yang
terdiri dari 2 sub unit, 30S dan 50S. Kemudian kedua komponen tersebut
menyatu menjadi ribosom 70S agar dapat digunakan untuk sintesis
protein. kerusakan atau penghambatan pada proses tersebut
menyebabkan gangguan pada protein sel. Contoh obat yang dapat
menghambat sintesis protein sel adalah aminoglikosid, makrolid,
linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol.
e. Menghambat sintesis asam nukleat sel
Contoh obat yang dapat menghambat sintesis asam nukleat sel adalah
rifampisin, trimetropim, pirimetamin, dan golongan kuinolon. Rifampisin
berikatan dengan enzim polimerase-RNA sehingga menghambat sintesis
RNA dan DNA. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase
pada bakteri yang berfungsi menata kromosom yang panjang sehingga
bentuknya spiral dan akhirnya muat didalam sel (16).

2. Metode Pengujian Antibakteri


Uji antibakteri digunakan untuk mengukur kerentanan bakteri terhadap suatu
antibakteri . Metode yang digunakan untuk menguji antibakteri , yaitu :
a. Metode Difusi
Pada metode ini zat antibakteri diletakkan pada media pembenihan yang
telah di inokulasi oleh bakteri, kemudian diinkubasi dan dihitung zona
jernih disekitar zat antibakteri yang diinterpretasikan sebagai daya hambat
13

pertumbuhan bakteri oleh zat antibakteri. Terdapat beberapa cara yang dapat
dilakukan pada metode ini, yaitu:
1) Metode kertas cakram / Metode disc diffusion
Metode ini bertujuan untuk menentukan aktivitas zat antibakteri.
Cakram disk yang mengandung zat antibakteri dietakkan diatas
media agar yang telah ditanami bakteri. Kemudian diinkubasi selama
24 jam atau lebih. Hitung zona hambat yang berada disekeliling
cakram disk. Efektivitas aktivitas antibakteri didasarkan pada
pembentukan zona.

2.2 Gambar Metode Kertas Cakram

2) Metode parit / Ditch-plate technique


Metode parit ini dilakukan dengan cara membuat potongan membujur
pada media agar sehingga terbentuk parit, kemudian diisi oleh zat
antibakteri dan bakteri uji ( maksimal 6 macam) digoreskan kedalam
parit.
3) Metode lubang / Cup-plate technique
Pada metode ini, media agar dibuat sumur dan ditanami bakteri,
kemudian berikan zat antibakteri pada sumur tersebut.

2.3 Gambar metode Lubang

b. Metode Dilusi
14

Metode dilusi ini bertujuan untuk menentukan zat antibakteri yang


dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang
akan diuji. Hasil pengamatan pada metode ini dapat diukur dengan kadar
hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) terdapat 2
cara untuk metode dilusi ini, yaitu :

1) Metode dilusi cair / broth dilution test


Cara untuk melakukan metode ini yaitu dengan mengencerkan zat
antibakteri terlebih dahulu, kemudian bakteri dimasukkan kedalam
berbagai konsentrasi zat antibakteri yang akan diuji pada media cair,
setelah itu inkubasi selama 18-24 jam, dan diamati pertumbuhan
bakteri dengan melihat kekeruhan dari cairan.
2) Metode dilusi padat /solid dilution test
Pada metode ini, zat antibakteri yang akan diuji digabungkan
kedalam agar, tanami bakteri diatas permukaan nya. Konsentrasi dari
masing-masing zat antibakteri dibagi dengan membuat permukaan
agar menjadi kotak-kotak. Inkubasi selama 24 jam atau lebih , dan
dapat dihitung pertumbuhan dari bakteri yang diuji tersebut (8).

E. Antibiotik
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini dibuat secara semi-
sintesis, begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri. Antibiotik adalah
zat biokimia yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dalam jumlah kecil dapat
menghambat pertumbuhan atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain
(16).

Kloramfenikol merupakan antibiotik bakteriostatik spektrum luas yang aktif


terhadap organisme-organisme aerobik dan anaerobik gram positif maupun
negatif. Sebagian besar bakteri gram positif dihambat pada konsentrasi 1-10
µg/mL, sementara kebanyakan bakteri gram negatif dihambat pada konsentrasi
0,2-5µL/mL. Kloramfenikol berupa serbuk halus berbentuk jarum atau lempeng
15

memanjang, putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan. Kloramfenikol


sukar larut pada air tapi mudah larut pada etanol, propilen glikol, aseton dan etil
asetat. Kloramfenikol menghalangi pelekatan asam amino pada rantai peptide
yang baru timbul pada unit 50S ada ribosom, dengan mengganggu daya kerja
peptidil transferase. Kloramfenikol pada dasarnya bersifat bakteriostatik dengan
menghambat sintesis protein bakteri. Spektrum, dosis serta kadarnya dalam darah
mirip dengan tetrasiklin. Resistensi kloramfenikol merupakan akibat dari
perusakan obat oleh suatu enzim yang dikendalikan oleh plasmid (18).

F. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain berupa bahan yang
telah dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan
simplisia pelikan (19).
1. Simplisia nabati berupa tanaman utuh , bagian dari tumbuhan atau eksudat
tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara sepontan keluar
dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya atau dengan senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tumbuhan nya dan belum berupa senyawa kimia murni.
2. Simplisia hewani yaitu simplisia yang dapat berupa hewan utuh, bagian
dari hewan atau zat berupa zat kimia murni.

3. Simplisia pelikan atau mineral yaitu simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral belum diolah atau telah diolah secara sederhana, akan tetapi
belum atau bukan zat kimia murni.

G. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
. Pembagian Ekstrak :
. Ekstrak Kental, ekstrak ini merupakan sediaan yang dilihat dalam
keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah
16

sampai 30%. Tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan


sediaan obat karena cemaran bakteri.
. Ekstrak Kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi kering dan
mudah dituang. Sebaiknya memiliki kandungan lembab dan tidak lebih
dari 5%.
. Ekstrak Cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung
etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan
pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap
1 ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi
syarat. Ekstrak yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan
dan disaring atau bagian yang bening dituangkan. Beningan yang
diperoleh memenuhi persyaratan Farmakope (20).

H. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan aktif baik dari tanaman maupun
hewan dengan menggunakan pelarut selektif sesuai standar prosedur ekstraksi.
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan menggunakan perkolasi dan maserasi.
Seluruh perkolat dan maserat biasanya diuapkan dengan cara destilasi
pengurangan tekanan, agar bahan utama sedikit mungkin terkena panas.

Ekstrak serbuk kering jaringan tumbuhan dapat dilakukan secara maserasi,


perkolasi, refluks atau sokhletasi dengan menggunakan pelarut yang tingkat
kepolarannya berbeda-beda. Teknik ekstraksi akan digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik maserasi (21).

1. Metode Ekstraksi
Beberapa metode ekstraksi (21) :
. Cara Dingin
) Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar).
) Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan.
17

. Cara Panas
) Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
) Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
) Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50 °C.
) Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur
96-98 °C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
5) Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (+30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air (21).

I. Fraksinasi
Fraksinasi adalah cara kerja yang memisahkan suatu campuran menjadi
sekurang-kurangnya dua fraksi yang berbeda susunannya. Fraksinasi ditujukan
untuk mendapatkan suatu senyawa yang lebih murni dari ekstrak dengan
menghilangkan senyawa–senyawa lain. Metode fraksinasi yang digunakan
bergantung pada bahan yang akan difraksinasi dan tujuan fraksinasi. Metode yang
dapat digunakan untuk fraksinasi antara lain ekstraksi cair – cair dan kromatografi
(8).

Pada prakteknya, dalam melakukan fraksinasi digunakan dua metode yaitu


dengan menggunakan corong pisah dan kromatografi kolom. Corong pemisah
atau corong pisah adalah peralatan laboratorium yang digunakan dalam ekstraksi
cair-cair untuk memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran antara
dua fase pelarut yang tak campur. Untuk memakai corong ini, campuran dan dua
fase pelarut dimasukkan ke dalam corong dari atas dengan corong keran ditutup.
Corong ini kemudian ditutup dan digoyang dengan kuat untuk membuat dua fase
larutan tercampur. Corong ini kemudian dibalik dan keran dibuka untuk
18

melepaskan tekanan uap yang berlebihan. Corong ini kemudian didiamkan agar
pemisahan antara dua fase berlangsung. Penyumbat dan keran corong kemudian
dibuka dan dua fase larutan ini dipisahkan dengan mengontrol keran corong (8).

J. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
yang memisahkan, yang terdiri atas bahan butir-butir (fase diam), ditempatkan
pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran
yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal).
Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
perambatan pipa kapiler (pengembangan). Untuk mendapatkan kondisi jenuh
bejana kromatografi, dinding bejana dilapisi dengan lembaran kertas saring, fase
gerak dituang kedalam bejana sehingga kertas saring basah dan dalam bejana
terdapat fase gerak setinggi 5-10 mm, bejana ditutup selama 30 menit pada suhu
kamar, selanjutnya lempeng yang telah siap untuk digunakan ditempatkan dalam
bejana yang sudah jenuh dan segera ditutup kembali. Bila pelarut pengembang
telah merambat naik dari titik awal penotolan, lempeng dikeluarkan dan kemudian
bejana dikeringkan di udara dalam lemari asam (22).

Identifikasi senyawa yang tak berwarna pada kromatogram dilakukan di


bawah lampu UV (254 dan 366 nm ), ditandai dengan ada atau tidaknya
fluoresensi. Untuk menampakkan senyawa yang hampir tidak tampak atau hanya
nampak lemah di bawah lampu UV, digunakan bahan penyemprot. KLT sangat
bermanfaat untuk analisis obat dan bahan lain dalam laboratorium karena hanya
memerlukan peralatan sederhana, waktu cukup singkat dan jumlah zat yang
diperiksa cukup kecil. Di samping itu tidak diperlukan ruang besar dan teknik
pengerjaannya sederhana (22).

K. Bioautografi
Bioautografi adalah suatu metode pendeteksian untuk mememukan suatu
senyawa antimikroba yang belum teridentifikasi dengan cara melokalisir aktivitas
antimikroba tersebut pada suatu kromatogram. Metode ini memanfaatkan
pengerjaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pada bioautografi ini didasarkan atas
19

efek biologi berupa antibakteri, antiprotozoa, antitumor dan lain-lain dari


substansi yang diteliti.

Ciri khas dari prosedur bioautografi adalah didasarkan atas teknik difusi agar,
dimana senyawa antimikrobanya dipindahkan dari lapisan KLT ke medium agar
yang telah diinokulasikan dengan merata bakteri uji yang Jarak yang ditempuh
senyawa peka. Dari hasil inkubasi pada suhu dan waktu tertentu akan terlihat zona
hambatan di sekeliling spot dari KLT yang telah ditempelkan pada media agar.
Zona hambatan ditampakkan oleh aktivitas senyawa aktif yang terdapat di dalam
bahan yang diperiksa terhadap pertumbuhan mikroorganisme uji.
Bioautografi dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu:
1. Bioautografi Langsung, yaitu dimana mikroorganismenya tumbuh secara
langsung di atas lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Prinsip kerja
dari metode ini adalah suspensi mikroorganisme uji yang peka dalam
medium cair disemprotkan pada permukaan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) yang telah dihilangkan sisa-sisa eluen yang menempel pada
lempeng kromatogram. Setelah itu dilakukan inkubasi pada suhu dan waktu
tertentu.
2. Bioautografi kontak, dimana senyawa antimikroba dipindahkan dari
lempeng KLT ke medium agar yang telah diinokulasikan bakteri uji yang
peka secara merata dan melakukan kontak langsung. Metode ini didasarkan
atas difusi dari senyawa yang telah dipisahkan dengan Kromatogafi Lapis
Tipis (KLT) atau kromatografi kertas.
3. Bioautografi pencelupan, dimana medium agar telah diinokulasikan dengan
suspensi bakteri dituang di atas lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
(22).

L. Rencana Penelitian

1. Prinsip penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni.
a. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah: Fraksi etanol
umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 15%, 30%, 45%, 60%,
75%, dan 90%.
20

b. Variabel terikat: diameter zona hambat.


c. Variabel terkendali yaitu:
1) Konsentrasi larutan uji
2) Media pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. Coli
3) Suhu untuk menumbuhkan S. aureus dan E. Coli (37ºC).

4) Waktu yang ditentukan untuk mengamati S. aureus dan E. Coli yaitu


24 jam.

2. Sampel Penelitian

Sampel dari penelitian ini yaitu bawang putih tunggal yang didapat
diperoleh dari pasar Induk Keramat Jati Jakarta yang akan difraksinasi. Fraksi
bawang putih tunggal kemudian diujikan terhadap bakteri S. aureus dan E.
Coli. Fraksi bawang putih tunggal dibuat dengan konsentrasi 15%, 30%, 45%,
60%, 75%, dan 90%. Masing-masing diulang sebanyak 3 kali.

3. Cara Pengambilan sampel

Sampel diambil menggunakan teknik selective random sampling dengan


kriteria bawang putih tunggal yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut:
a. Bawang putih tunggal yang terdiri dari satu siung

b. Bawang putih tunggal yang berwarna putih bersih, dan tidak ada noda
hitam pada bawang.

4. Definisi Operasional

a. Daya antibakteri adalah kemampuan suatu bahan yang digunakan untuk


membasmi bakteri.
b. Bawang putih tunggal diperoleh dari pasar induk Keramat Jati Jakarta
yang diekstrak dengan metode maserasi.
c. Biakan bakteri S. aureus dan E. coli diperoleh dari Balai Veteriner
Bandar lampung kemudian ditanam pada media NA.
d. Zona hambat adalah daerah bening yang terdapat disekitar cakram yang
mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan pertumbuhan
bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat antibakteri.
21

semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk bakteri tersebut


semakin sensitif.
e. Kontrol positif adalah media padat Nutrient Agar (NA) yang ditambah
dengan bakteri uji dan kloramfenikol.

f. Kontrol negatif adalah media padat Nutrient Agar (NA) yang ditambah
dengan bakteri uji dan aquades.

5. Analisis Data

Data hasil pengamatan fraksi etanol ekstrak bawang putih tunggal terhadap
aktivitas antimikroba S. aureus dan E. coli dianalisis menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) kali pengulangan. Data yang di peroleh
kemudian dianalisis dengan metode One Way ANOVA dengan uji lanjut
duncan untuk mengetahui fraksi etanol umbi bawang putih tunggal terhadap
bakteri S. aureus dan Kruskal-Wallis Test dengan uji lanjut Mann-Whitney
Test untuk mengetahui fraksi etanol umbi bawang putih tunggal terhadap
bakteri E. coli.

6. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam F-


MIPA Farmasi Universitas Tulang Bawang Lampung untuk proses ekstraksi
dan fraksinasi. Sedangkan untuk pengujian antibakteri akan dilaksanakan di
Laboratorium Mikrobiologi F-MIPA Farmasi Universitas Tulang Bawang
Lampung pada bulan november hingga januari 2019.
22

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan Penelitian


1. Alat

Alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah botol berwarna gelap,
pengaduk, rotary evaporator, cawan petri, jangka sorong , pipet mikro, pipet
tetes, pipa kapiler, jarum ose, autoklaf, tabung reaksi, rak tabung reaksi,
inkubator, erlenmeyer, gelas ukur, gelas beker, timbangan, lemari pendingin,
bunsen, kertas HVS, karet gelang, plastik, alumunium foil, tisu, kapas, kertas
saring, kertas label, corong pisah, gunting, benang kasur, kain kasa, penggaris,
lampu UV, LAF (Laminar Air Flow), oven, chamber dan pelat silika gel
G60F254.

2. Bahan

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah umbi bawang putih
tunggal, kertas cakram kosong, kertas cakram yang berisi antibiotik
kloramfenikol, biakan bakteri E. coli, biakan bakteri S. aureus, media Nutrien
Agar (NA) dan Nutrient Broth (NB), aquades, cotton bud, etanol 96% (C2H6O),
kloroform (CHCl3), n-heksan (CH3(CH2)4CH3), Amoniak (NH3), Aquadest,
Liebermann-Burchard, dan vanillin asam glacial (C8H8O3).

B. Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Bahan Uji

Bahan uji yang akan digunakan adalah umbi bawang putih tunggal . Bahan
uji diperoleh dari Pasar Induk Keramat Jati Jakarta.
23

2. Uji Determinasi

Bawang putih tunggal terlebih dahulu di determinasi. Determinasi


dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi-FMIPA Universitas
Lampung. Uji ini bertujuan untuk membuktikan bahwa jenis tanaman yang
digunakan dalam penelitian telah sesuai dengan yang dimaksudkan, sehingga
tidak terjadi kesalahan penggunaan tanaman.

3. Pembuatan Ekstrak Bawang Putih Tunggal

Bawang putih tunggal (Allium sativum L.) yang telah dikupas bagian
kulitnya dicuci bersih dibawah air mengalir hingga bersih. Bawang yang baik
ialah dilihat dari warna nya yang putih bersih tanpa adanya noda-noda hitam
pada bawang, selanjutnya timbang 1.500 gr bawang putih tunggal kemudian
dirajang halus dan dimasukkan dalam wadah berwarna gelap kemudian
dimaserasi dengan cairan penyari etanol 96% sampai bawang terendam
sempurna dalam pelarut. Setiap 24 jam dilakukan pengadukan sesekali dan
penggantian pelarut dengan cara penyaringan. Ampas yang diperoleh
kemudian dilakukan perendaman kembali dengan etanol 96%, sedangkan
maserat ditampung dalam botol penampung. Maserasi dilakukan sampai
pelarut jernih. Untuk mengetahui zat tersari sempurna, maserat terakhir diambil
sebanyak 5 ml, dimasukkan kedalam cawan porselen, kemudian dipanaskan
diatas bunsen. Jika tidak terdapat endapan, maka maserasi dinyatakan tersari
sempurna. Ekstrak yang didapat kemudian diuapkan dengan menggunakan
rotary evaporator sampai didapat ekstrak cair.

4. Pembuatan Fraksi Bawang Putih Tunggal

Ekstrak cair bawang putih tunggal yang didapat kemudian difraksinasi


menggunakan pelarut yang berbeda kepolarannya yaitu n-heksan, kloroform
dan etanol. Ekstrak cair bawang putih tunggal sebanyak 50 ml kemudian
tambahkan 50 ml etanol 96 % dalam corong pisah, kemudian tambahkan 100
ml n-heksan lalu kocok hingga terjadi pemisahan antara fraksi etanol dan fraksi
n-heksan. Lakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Fraksi n-heksan yang
dihasilkan dipisahkan, sedangkan fraksi etanol difraksinasi kembali dengan
pelarut kloroform sebanyak 100 ml, kocok hingga diperoleh fraksi kloroform
24

dan fraksi etanol. Lakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Fraksi yang didapat
yaitu fraksi etanol kloroform dan n-heksan. Kemudian fraksi etanol yang
diperoleh diuapkan dengan dengan rotary evaporator hingga didapat fraksi
cair.
5. Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat gelas yang digunakan seperti cawan , tabung reaksi, erlenmeyer, gelas
ukur, cawan petri, disterilkan terlebih dahulu menggunakan autoklaf pada suhu
121 °C dan tekanan 1 atm selama 15 menit. Jarum ose dan pinset disterilkan
dengan cara pemijaran, untuk tipmikropipet dimasukkan kedalam gelas beker
lalu ditutup menggunakan alumunium foil kemudian diautoklaf. Sedangkan
bahan yang tahan panas seperti media NA dan NB disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit.

6. Pembuatan Media

a. Media NA
Media NA dibuat dengan cara melarutkan NA bubuk sebanyak 2 gram
dalam 100 ml aquadest lalu dipanaskan sambil diaduk-aduk hingga
larut dan mendidih kurang lebih 10-15 menit. Medium disterilkan
dengan autoklaf pada suhu 121 °C tekanan 1 atm selama 15 menit.
Setelah itu NA yang masih hangat masukkan ke dalam cawan petri
steril, diamkan sampai memadat kemudian media NA tersebut
disimpan pada lemari pendingin.

b. Media NB

Dibuat dengan cara melarutkan NB bubuk sebanyak 0,8 gram dalam


100 ml aquadest, dan dipanaskan hingga mendidih kurang lebih 10˗15
menit. Setelah itu disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu
121 °C selama 15 menit.

7. Penyiapan Biakan Bakteri


Bakteri S. aureus dan E. Coli diperoleh dari Laboratorium Kesehatan
Daerah Bandar Lampung dan Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner
Regional III Bandar Lampung. Biakan bakteri ini diperbanyak dan diinokulasi
25

pada media agar didalam cawan petri dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37 ºC. Biakan bakteri S. aureus dan E. Coli diambil dengan menggunakan
jarum ose sebanyak satu mata ose, kemudian digoreskan pada media agar
dalam cawan petri dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ºC.

8. Pembuatan Suspensi bakteri


Biakan murni bakteri yang telah diperbanyak dalam cawan petri yang telah
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C diambil 1 mata ose kemudian
disuspensikan kedalam media NB didalam tabung reaksi dan diinkubasi selama
24 jam pada suhu 37 ºC.

9. Uji Daya Antibakteri


Uji daya antibakteri menggunakan metode difusi yaitu metode kertas
cakram / paper disk untuk menghambat antibakteri. Siapkan cawan petri steril
kemudian tambahkan media NA biarkan memadat, lalu tuangkan 100 µL
suspensi bakteri diatas media NA yang telah padat, ratakan menggunakan
cotton bud steril. Kemudian rendam kertas cakram dalam larutan uji fraksi
etanol bawang putih tunggal dengan berbagai konsentrasi yaitu 15%, 30%,
45%, 60%, 75%, dan 90% selama 30 menit, kertas cakram kloramfenikol
sebagai kontrol positif dan aquadest sebagai kontrol negatif. Kemudian
letakkan diatas media NA yang telah berisi suspensi bakteri S. aureus dan E.
coli. Semua cawan petri diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37º C.
Selanjutnya dilakukan pengamatan dan pengukuran zona hambat yang
terbentuk disekeliling kertas cakram dengan menggunakan jangka sorong.
Kriteria kekuatan daya antibakteri sebagai berikut :
a. Diameter zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan lemah.
b. Diameter zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang.
c. Diameter zona hambat 10-20 mm dikategorikan kuat.
d. Diameter zona hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat kuat.

10. Pemisahan Senyawa Secara Kromatografi Lapis Tips (KLT)


Sampel yang digunakan pada uji KLT ini adalah fraksi etanol bawang
putih tunggal yang memberikan zona hambat terbaik. Fase diam yang
26

digunakan yaitu pelat silika gel G 60F254 dengan ukuran 1 cm × 2,5 cm yang
diaktifkan terlebih dahulu dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100 ºC
selama 30 menit. Fase gerak yang digunakan yaitu kloroform : metanol : air
dengan perban dingan (1:3:1) (v/v) dimasukkan kedalam chamber yang
terlebih dahulu telah dilapisi kertas saring (23) . Pelat silika yang telah aktif di
totolkan sampel menggunakan pipa kapiler sebanyak 3 kali ulangan. Kemudian
dibiarkan beberapa menit hingga kering dan masukkan ke dalam chamber yang
telah jenuh dengan fase gerak yang digunakan sampai terdapat bercak noda
pada KLT. Kemudian Plat KLT dikeluarkan dan dikeringkan, noda yang
tampak pada kromatogram kemudian diamati pada sinar UV dengan panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm. Kemudian bercak dideteksi dengan pereaksi
semprot amonia untuk flavonoid menunjukkan warna kuning, hijau, coklat atau
merah muda, Liebermann-Burchard untuk saponin menunjukkan warna kuning
(24). Dan vanillin asam glacial untuk allicin akan menunjukan warna abu-abu
kecoklatan serta senyawa organosulfur akan berwarna abu-abu, abu-abu
keunguan atau coklat (25). Kemudian hitung Rf yang diperoleh.

11. Pengujian Secara KLT-Bioautografi


Senyawa aktif yang mempunyai aktivitas antibakteri kemudian dideteksi
menggunakan metode bioautografi dengan cara lempeng KLT yang akan
digunakan diaktifkan dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100ºC selama
30 menit. Fraksi etanol bawang putih tunggal ditotolkan sebanyak 3 kali
penotolan pada lempeng KLT ukuran 1 cm x 7 cm menggunakan pipa kapiler,
dibiarkan beberapa menit hingga kering dan dimasukkan kedalam chamber
(bejana kromatografi) yang sudah jenuh dengan cairan pengelusi kloroform :
metanol : air dengan perbandingan (1:3:1) (v/v) (23). Lempeng dibiarkan
terelusi sampai fase gerak mencapai batas yang diinginkan. Lempeng
dikeluarkan dari bejana, kemudian ditempelkan pada permukaan media agar
dalam petri yang masing-masing telah diinokulasi dengan suspensi bakteri E.
coli dan S. aureus. Setelah 3 jam lempeng tersebut diangkat dan dipindahkan
kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam lalu diamati zona
hambatan yang terbentuk lalu hitung Rf nya. Kemudian bandingkan hasil nilai
27

Rf yang diperoleh pada KLT Bioautografi dengan hasil nilai Rf pada plat KLT

Jarak yang ditempuh oleh zat yang diteliti


(25). Rf (KLT )=
jarak yang ditempuh oleh pelarut

12. Pengumpulan Data

Zona hambat yang terbentuk disekitar kertas cakram diukur sebanyak dua
kali yaitu pengukuran berdasarkan diameter vertical (a) dan diameter
horizontal (b) dalam satuan milimeter (mm) dengan menggunakan jangka
sorong.

a+b
Diameter zona hambat = −diameter kertas cakram
2

Gambar 3.1 Simulasi cara pengukuran zona hambat terhadap bakteri

Keterangan : a = Diameter vertical

b = Diameter horizontal

= kertas cakram

= Zona hambat

C. Analisis Data

Data hasil pengamatan fraksi etanol ekstrak bawang lanang terhadap


aktivitas antimikroba S. aureus dan E. coli dianalisis menggunakan Rancangan
28

Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ( tiga) kali pengulangan perlakuan dalam


penelitian ini adalah fraksi umbi bawang putih tunggal yang terdiri dari 8
(delapan) taraf konsentrasi K-, K+, K15%, K30%, K45%, K60% ,K75% dan
K90%. Data yang di peroleh kemudian dianalisis dengan metode One Way
ANOVA dengan uji lanjut duncan untuk mengetahui fraksi etanol umbi
bawang putih tunggal terhadap bakteri S. aureus dan Kruskal-Wallis Test
dengan uji lanjut Mann-Whitney Test untuk bakteri E. coli.
29

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman
Hasil determinasi bawang putih tunggal yang dilakukan di Laboratorium
Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung menunjukkan
bahwa tanaman yang digunakan adalah benar bawang putih tunggal dari famili
Liliaceae, genus allium dan spesies Allium sativum L.
B. Ekstraksi Dan Fraksinasi
Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah umbi bawang putih
yang memiliki siung tunggal. Pada penelitian ini digunakan 1.500 g umbi
bawang putih tunggal segar. Selanjutnya dilakukan pengambilan senyawa
aktif yang terkandung di dalam umbi bawang putih tunggal dengan metode
maserasi.
Metode maserasi dipilih karena memiliki kelebihan tersendiri diantaranya
adalah pengerjaannya cukup sederhana, murah, mudah dilakukan dan tidak
menggunakan suhu tinggi yang dimungkinkan dapat merusak senyawa-
senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak (8). Proses maserasi dilakukan
dengan perendaman 1.500 g umbi bawang putih tunggal yang telah dirajang
halus menggunakan pelarut etanol 96% dengan remaserasi 6 kali selama 7
hari. Pemilihan etanol dengan konsentrasi 96% sebagai pelarut dikarenakan
sampel yang diuji merupakan umbi bawang putih segar. Sedangkan pemilihan
etanol sebagai pelarut adalah karena pelarut etanol merupakan pelarut
universal yang dapat menarik senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut polar
hingga non polar (7).
30

Maserat yang diperoleh sebanyak 10 L kemudian diuapkan menggunakan


rotary evaporator pada suhu 60 ºC hingga didapat ekstrak cair sebanyak 500
ml dengan warna kuning kecoklatan. Tujuan penguapan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 60 ºC yaitu untuk memisahkan pelarut etanol dari
ekstrak dengan menguapkan pelarut dibawah titik didihnya sehingga
menghindari kerusakan zat aktif akibat pemanasan (8).
Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan metode cair-cair. Fraksinasi
dilakukan untuk memisahkan senyawa yang bersifat polar, semi polar dan non
polar. Pada penelitian ini digunakan ketiga pelarut yang dimulai dari pelarut
etanol (polar), n-heksan (non polar) dan kloroform (semi polar).
Fraksinasi pada penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali, karena pada
ulangan kedua warna pelarut sudah terlihat jernih. Fraksi pertama
menggunakan etanol dan n-heksan yakni untuk memisahkan senyawa polar
dan non polar. Fraksi kedua menggunakan fraksi etanol dan kloroform,
Senyawa polar akan tertarik dengan etanol sedangkan senyawa semi polar
akan tertarik dengan kloroform. Fraksi yang diperoleh yakni fraksi etanol (60
ml), kloroform (240 ml) dan n- heksan (200 ml). Kemudian fraksi etanol yang
diperoleh di uapkan hingga diperoleh volume fraksi cair 40 ml.
Fraksi etanol yang diperoleh berwarna coklat kekuningan berbeda dengan
fraksi kloroforrm yang berwarna kuning muda dan fraksi n-heksan yang
berwarna jernih. Hal ini terjadi karena terdapat banyaknya senyawa yang
bersifat polar dalam umbi bawang putih tunggal sehingga akan lebih tertarik
kedalam fraksi etanol. Sedangkan senyawa-senyawa yang bersifat semipolar
dan non polar sangat sedikit dalam sampel tersebut terlihat dari warna fraksi
yang lebih jernih dibandingkan fraksi etanol.

C. Hasil Uji Daya Antibakteri


Uji daya antibakteri umbi bawang putih tunggal dilakukan dengan
menggunakan fraksi etanol dengan konsentrasi 15%, 30%, 45%, 60%, 75%,
dan 90% dengan kloramfenikol sebagai kontrol positif dan aquaes sebagai
kontrol negatif yang kemudian diujikan ke dua jenis bakteri yang berbeda
yaitu S. aureus yang mewakili gram positif dan E.coli yang mewakili gram
31

negatif dengan menggunakan metode kertas cakram dan media NA dalam uji
antibakteri. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.1

K+
45 %

30 % K- 90%
15%

60 % 75%

A B

Gambar 4.1 Hasil uji daya antibakteri fraksi etanol umbi bawang putih tunggal
terhadap bakteri S.aureus A. Konsentrasi 15%, 30%, 45%, 60%, B. Konsentrasi
75%, 90%, kontrol positif (+) kloramfenikol dan kontrol negatif (-) aquades.

Tabel 4.1 Diameter zona hambat fraksi etanol umbi bawang putih tunggal
terhadap bakteri S. aureus

Diameter Zona Hambat (mm)


Perlakua 1 2 3 Total Rata- rata
n
Kontrol - 0 0 0 0 0,00±0,00a
K 15% 5,71 6,33 6,71 18,75 6,25±0,50b
K 30% 6,40 8,53 7,26 22,19 7,39±1,07b,c
K 45% 8,70 9,90 7,20 25,80 8,60±1,35b,c,d
K 60% 13,85 11,15 8,56 33,56 11,18±2,64c,d,e
K 75% 15,70 8,46 12,30 36,46 12,15±3,62d,e
K 90 % 15,90 15,64 13,64 45,18 15,06±1,23e
Kontrol + 14,88 19,35 10,19 44,42 14,80±4,58e

Keterangan:
K (-) : Menggunakan aquades
K (+) : Menggunakan antibiotik kloramfenikol
K 15% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 15%
K 30% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 30%
32

K 45% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 45%
K 60% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 60%
K 75% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 75%
K 90% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 90%
Dari tabel diatas dapat dilihat diameter zona hambat pada bakteri S.
aureus dengan konsentrasi 15%, 30%, 45%, dikategorikan sedang dan pada
konsentrasi 60%, 75% , 95% masuk ke dalam kategori kuat. Zona hambat terkecil
dari bakteri S. aureus yaitu terbentuk pada konsentrasi 15% dengan diameter
zona hambat sebesar 6,25 mm. Sedangkan zona hambat terbesar terbentuk pada
konsentrasi 90% dengan diameter zona hambat sebesar 15,06 mm. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa meningkatnya konsentrasi fraksi etanol umbi
bawang putih tunggal menyebabkan meningkatnya kandungan zat aktif yang
berfungsi sebagai antibakteri terhadap bakteri S. aureus .
Setelah diperoleh data diameter zona hambat fraksi etanol umbi bawang
putih tunggal (Allium sativum L) dilakukan analisis data secara statistik
menggunakan uji One Way Anova dikarenakan hanya satu variabel penguji yaitu
konsentrasi fraksi bawang putih tunggal. Syarat dalam uji One Way Annova ialah
data yang diperoleh harus homogen. Oleh sebab itu dilakukan terlebih dahulu uji
Homogenitas terhadap bakteri S. aureus .
Berdasarkan uji homogenitas data yang didapat memiliki varian yang
sama dengan nilai sig. 0, 135 > 0,05 sehingga hal ini membuktikan bahwa data
yang diperoleh homogen. Hasil uji One Way Anova diperoleh nilai sig. 0,000 <
0,05 sehingga hasilnya signifikan. Hal tersebut membuktikan ada pengaruh
penggunaan fraksi etanol umbi bawang putih tunggal terhadap pertumbuhan
bakteri. Kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan duncan dengan
nilai sig < 0,05 menunjukkan bahwa setiap konsentrasi menunjukkan perbedaan
yang nyata. Adapun interpretasi dari uji duncan yaitu pada K- memiliki zona
hambat yang berbeda dengan semua konsentrasi, K15% memiliki zona hambat
yang setara dengan K30% dan K45%, dan K+ memiliki zona hambat yang setara
dengan K60%, K75%, dan K90%. Dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa semua
konsentrasi memiliki zona hambat yang terbentuk dari konsentrasi terendah
sampai konsentrasi tertinggi.
33

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etanol bawang putih tunggal


memilki daya hambat antibakteri terhadap S. aureus. Hal tersebut dikarenakan di
dalam bawang putih tunggal mengandung senyawa flavonoid, saponin dan
senyawa allicin yang bersifat sebagai antibakteri (7). Berdasarkan penelitian
sebelumnya konsentrasi terendah ekstrak bawang putih tunggal terhadap bakteri
S. aureus pada konsentrasi 30% dengan diameter zona hambat sebesesar 37,71
mm dengan respon hambatan bakteri sangat kuat. Sedangkan konsentrasi yang
paling efektif dari ekstrak bawang putih tunggal pada konsentrasi 90% sebesar
50,78 mm yang dikategorikan respon hambatannya sangat kuat (7). Uraian diatas
menunjukkan bahwa fraksi etanol umbi bawang putih tunggal menghasilkan
diameter zona hambat yang lebih kecil dibandingkan ekstrak umbi bawang putih
tunggal.
Hasil uji daya antibakteri Fraksi etanol bawang putih tunggal terhadap
bakteri E. coli menunjukkan adanya zona hambat pada semua konsentrasi dan
kontrol positif (kloramfenikol) yang ditandai dengan adanya zona bening disekitar
cakram pada masing-masing konsentrasi,
34

60% 15% K+ k-

45 % 75% 90%
30%

A B

Gambar 4.2 Hasil uji daya antibakterifraksi etanol umbi bawang putih tunggal
terhadap bakteri E. coli A. Konsentrasi 15%, 30%, 45%, 60%, B. Konsentrasi
75%, 90%, kontrol positif (+) kloramfenikol dan kontrol negatif (-) aquades.

Tabel 4.2 Diameter zona hambat fraksi etanol bawang putih tunggal terhadap
bakteri E. coli.
35

Diameter Zona Hambat (mm)


Perlakuan 1 2 3 Total Rata- rata
Kontrol - 0 0 0 0 0,00±0,00a
K 15% 5,35 5,16 5,88 16,39 5,46±0,37b
K 30% 6,22 6,49 8,66 21,37 7,12±1,33c
K 45% 7,13 9,44 10,67 27,24 9,08±1,79c,d
K 60% 11,68 12,59 11,17 35,44 11,81±0,71e
K 75% 13,60 6,13 19,89 39,62 13,20±6,88c,d,e
K 90 % 19,52 8,05 20,19 47,76 15,92±6,82c,d,e
Kontrol + 23,14 12 18,38 53,52 17,84±5,58e

Keterangan:
K (-) : Menggunakan aquades
K (+) : Menggunakan antibiotik kloramfenikol
K 15% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 15%
K 30% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 30%
K 45% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 45%
K 60% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 60%
K 75% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 75%
K 90% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 90%
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa diameter zona hambat pada bakteri
E. coli dengan konsentrasi 15%, 30%, 45%, dikategorikan sedang dan pada
konsentrasi 60%, 75% , 95% masuk ke dalam kategori kuat. Zona hambat terkecil
dari bakteri E. coli yaitu terbentuk pada konsentrasi 15 % dengan diameter zona
hambat sebesar 5,46 mm. Sedangkan zona hambat terbesar terbentuk pada
konsentrasi 90% dengan diameter zona hambat sebesar 15,92 mm. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa meningkatnya konsentrasi fraksi etanol umbi
bawang putih tunggal menyebabkan meningkatnya kandungan zat aktif yang
berfungsi sebagai antibakteri.
Setelah diperoleh data diameter zona hambat fraksi etanol umbi bawang
putih tunggal (Allium sativum L) dilakukan analisis data secara statistik
menggunakan uji One Way Annova dikarenakan hanya satu variabel penguji yang
diuji yaitu konsentrasi ekstrak fraksi bawang putih tunggal. Syarat dalam uji One
Way Annova ialah data yang diperoleh harus homogen. Oleh sebab itu dilakukan
terlebih dahulu uji Homogenitas terhadap bakteri E. coli.
36

Hasil uji homogenitas menunjukkan nilai sig. 0,013< 0,05 sehingga hal ini
menunjukkan datanya tidak homogen, oleh karena itu diperlukan uji lanjut yang
tidak mempersyaratkan datanya harus homogen yaitu uji Kruskal wallis .
Pengujian dengan Kruskal wallis hampir mirip dengan pengujian One Way
Annova tetapi bedanya uji dengan menggunakan uji Kruskal wallis tidak
mempersyaratkan data harus homogen. Setelah dilakukan uji dengan Kruskal
wallis didapatkan bahwa histogram variabilitasnya tidak sama sehingga dalam uji
hanya akan menilai perbedaan peringkat rata-rata dari masing-masing konsentrasi
fraksi.
Nilai signifikan yang didapat ialah sig. 0,013 < 0,05 yang berarti bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penggunaan berbagai konsentrasi
fraksi umbi bawang putih tunggal terhadap bakteri E. coli, maka uji tes
selanjutnya ialah dengan uji lanjut Mann-Whitney Test untuk melihat perbedaan
konsentrasi fraksi antara yang satu dengan yang lain untuk menghambat
pertumbuhan bakteri E.coli.
Hasil uji Mann-Whitney test bakteri E.coli yaitu pada K- dan K15%
memiliki zona hambat yang berbeda dengan semua konsentrasi, K30% memiiliki
zona hambat yang setara dengan K45% dan K+ memiliki zona hambat yang setara
dengan K60%, K75%, dan K90%. Berdasarka tabel 4.2 menunjukkan bahwa
semua konsentrasi memiliki zona hambat yang terbentuk dari konsentrasi terendah
hingga tertinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etanol bawang putih tunggal
memiliki daya hambat antibakteri terhadap bakteri E. coli. Hal tersebut
dikarenakan dalam bawang putih tunggal mengandung senyawa flavonoid,
saponin dan allicin yang besrsifat sebagai antibakteri. Berdasarkan penelitian
sebelumnya ekstrak bawang putih tunggal dapat menghambat bakteri E. coli pada
konsentrasi terendah 30% dengan diameter zona hambat sebesar 4,65 yang
dikategorikan rendah, sedangkan konsentrasi yang paling efektif pada konsentrasi
90% dengan diameter zona hambat sebesar 38,24 mm yang dikategorikan sangat
kuat.
Uraian diatas menunjukkan bahwa fraksi etanol umbi bawang putih
tunggal menghasilkan diameter zona hambat yang lebih kecil dibandingkan
37

ekstrak umbi bawang putih tunggal. Hal tersebut didukung juga oleh penelitian
sebelumnya tentang fraksi etanol air dari ekstrak etanol bawang putih terhadap
S.mutans dan P.aeruginosa menunjukkan nilai KHM terhadap S. mutans 125
mg/mL dan terhadap P.aeruginosa 250 mg/mL sedangkan ekstrak etanol bawang
putih menunjukkan nilai KHM terhadap S. mutans sebesar 31,25 mg/mL dan
terhadap P. aeruginosa 125 mg/mL, hal tersebut menunjukkan ekstrak memiliki
aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan fraksinya (25). Penelitian lain
tentang antibakteri ekstrak etanol dan fraksi non polar ekstrak bawang putih
terhadap S.mutans dan P.aeruginosa menunjukkan nilai KHM fraksi non polar
terhadap S. mutans yakni sebesar 125 mg/mL dan terhadap P.aeruginosa 250
mg/mL sedangkan ekstrak etanol bawang putih menunjukkan nilai KHM terhadap
S. mutans sebesar 31,25 mg/mL dan terhadap P. aeruginosa 125 mg/mL
perbandingan hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki aktivitas
antibakteri yang lebih baik dari pada fraksinya (26). Kemudian penelilitian
antibakteri fraksi semipolar ekstrak etanol bawang putih terhadap S.mutans dan
P. aeruginosa menunjukkan nilai KHM fraksi semipolar terhadap S. mutans 125
mg/mL dan terhadap P.aeruginosa 250 mg/mL sedangkan ekstrak etanol bawang
putih menunjukkan nilai KHM terhadap S. mutans sebesar 31,25 mg/mL dan
terhadap P. aeruginosa 125 mg/mL fraksi semipolar memiliki aktivitas antibakteri
yang lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak etanol bawang putih (27).
Hal ini dikarenakan ekstrak bawang putih tunggal memiliki senyawa yang
lebih kompleks yang di duga aktivitas antar senyawa didalamnya saling
bersinergi. Oleh karena itu hasil dari aktivitas antibakteri ekstrak lebih baik
dibandingkan dengan fraksi yang sudah dipisahkan senyawa aktifnya bedasarkan
tingkat kepolarannya. Hasil penelitian yang diperoleh fraksi etanol umbi bawang
putih tunggal memiliki aktivitas antibakteri yang lebih kecil dibandingkan
penelitian ekstrak sebelumnya. Hal ini diduga karena terjadi perbedaan tempat
tumbuh dari jenis bawang putih tunggal yang digunakan karena akan
mempengaruhi kandungan senyawa pada umbi bawang putih tunggal tersebut.
Selain itu, Allicin yang merupakan zat aktif yang paling dominan pada bawang
putih akan cepat mengalami degradasi menjadi senyawa sulfur sehingga akan
menurunkan aktivitas antibakteri (27). Allicin bersifat tidak stabil sehingga
38

mudah mengalami reaksi lanjut dan dapat terpecah menjadi ajonene allixin,
sulfida diallyl dan vynyldithiin. Hal ini tergantung dari kondisi pengolahan atau
faktor eksternal lain seperti penyimpanan suhu dan lain-lain (25).

Kandungan senyawa antibakteri yang terdapat dalam umbi bawang putih


tunggal yaitu Flavonoid, saponin dan allicin (7). Flavonoid bekerja dengan cara
mendenaturasi protein yang dimiliki bakteri, saponin bekerja dengan cara
menurunkan tegangan permukaan membran lipid bakteri sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri, dan allicin bekerja dengan cara menghambat
secara total sintesis RNA bakteri. Walaupun sintesis DNA dan protein juga
mengalami penghambatan sebagian oleh allicin, allicin sendiri bersifat sangat
reaktif dan tidak stabil dan dapat terurai menjadi senyawa sulfur yang aktivitas
antibakterinya akan lebih kecil (26). Senyawa organosulfur secara umum dibagi
menjadi dua yaitu asam amino non-volatil γ- glutamil-Salk(en)il-L-sistein dan
minyak atsiri S-alk(en)ilsistein sulfoksida atau allin. γ- glutamil-Salk(en)il-L-
sistein akan mengalami reaksi enzimatis yang akan menghasilkan banyak senyawa
turunan , melalui 2 cabang reaksi yaitu jalur pembentukan thiosulfinat dan S-allil
sisteine (SAC). Dari jalur pembentukan thiosulfinat akan dihasilkan senyawa
allicin. Selanjutnya dari jalur ini akan dibentuk kelompok allil sulfida, dithiin,
ajone dan senyawa sulfur lain. Senyawa organosulfur yang larut dalam pelarut
polar seperti S-allil sisteine (SAC) (25).
Berdasarkan data yang diperoleh fraksi etanol umbi bawang putih tunggal
memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus yang tergolong bakteri
gram positif dan E.coli yang tergolong bakteri gram negatif. Hal ini menunjukkan
bahwa fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dapat disetarakan dengan
antibiotik spektrum luas yaitu kloramfenikol karena dapat menghambat bakteri
gram positif dan gram negatif.
Kloramfenikol merupakan antibiotik bakteriostatik spektrum luas yang
aktif terhadap organisme-organisme aerobik dan anaerobik gram positif maupun
negatif. Sebagian besar bakteri gram positif dihambat pada konsentrasi 1-10
µg/mL, sementara kebanyakan bakteri gram negatif dihambat pada konsentrasi
0,2-5µL/mL. Kloramfenikol menghalangi pelekatan asam amino pada rantai
39

peptide yang baru timbul pada unit 50S ada ribosom, dengan mengganggu daya
kerja peptidil transferase. Kloramfenikol pada dasarnya bersifat bakteriostatik
dengan menghambat sintesis protein bakteri. Resistensi kloramfenikol merupakan
akibat dari perusakan obat oleh suatu enzim yang dikendalikan oleh plasmid (18).

D. Pengujian Secara KLT


KLT yaitu metode yang digunakan untuk memisahkan senyawa secara fisika-
kimia berdasarkan dengan komponen fase diam dan fase gerak. Analisis KLT
bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa dari fraksi etanol umbi bawang
putih tunggal. Sebelum dilakukan penotolan sampel, fase diam yang akan
digunakan diaktivasi terlebih dahulu didalam oven selama 30 menit dengan suhu
100º C. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air pada plat sehingga
proses absorbsi dari fase diam maksimal. Kemudian chamber yang akan
digunakan dijenuhkan terlebih dahulu menggunakan fase gerak terbaik. Tujuan
penjenuhan chamber yaitu mencegah terjadinya penguapan pelarut. Tertahannya
uap eluen akan mempengaruhi proses distribusi fase diam menjadi semakin baik
dan hasilnya pun teliti. Penjenuhan chamber juga brertujuan untuk menghilangkan
uap air dan gas lain yang mengisi fase penjerap yang akan menghalangi laju
eluen.
Optimasi fase gerak dilakukan dengan berbagai perbandingan, dan
didapatkan pemisahan paling baik yaitu kloroform:metanol:air (1:3:1) (v/v/v)).
Fase gerak kloroform, metanol, dan air dipilih karena disesuaikan dengan sifat
kelarutan senyawa yang dianalisis yaitu bersifat polar. Plat KLT yang telah dielusi
dengan fase gerak kloroform:metanol:air (1:3:1) (v/v/v)), kemudian diamati
bercaknya di UV 254 dan di UV 366 nm, selanjutnya bercak tadi disemprot
dengan reagen semprot yaitu amoniak untuk senyawa flavonoid dan akan
menunjukkan warna kuning, jingga atau merah, Libermann-Bouchard akan
menghasilkan warna ungu untuk senyawa saponin dan vanillin asam glacial untuk
senyawa allicin menunjukkan warna abu-abu kecoklatan, sedangkan senyawa
organosulfur akan menunjukkan warna abu-abu, lalu hitung Rf yang diperoleh.
40

(A) (B) (C) (D) (E) (F)


Gambar 4.3 Hasil Penampang Bercak Uji Kromatografi Lapis Tipis Fraksi Etanol Umbi
bawang putih tunggal Dengan Fase Gerak Kloroform:Metanol:Air (1:3:1). A :
sinar tampak, B : UV 254, C : UV 366, D : Amoniak E : Vanillin Asam
Glacial, F: Liebermann-Burchard
41

Tabel 4.2 Hasil Penampang Bercak Kromatografi Lapis Tipis

Senyawa Deteksi Hasil positif Hasil Keterangan


penelitian
Flavonoid Amoniak Kuning, kuning +
jingga dan
merah
Organosulfur Vanillin asam Abu-abu, Abu-abu +
glacial abu-abu
keunguan
dan coklat
Saponin Libermann- Ungu Tidak -
burchard mengalami
perubahan

Hasil penampang bercak kromatografi lapis tipis menunjukkan hasil


positif mengandung flavonoid setelah disemprot dengan amoniak yang ditandai
dengan terbentuknya warna kuning pada plat. Hasil penampang bercak
kromatografi lapis tipis menunjukkan hasil positif mengandung senyawa
organosulfur setelah disemprot vanillin asam glacial yang ditandai dengan
terbentuknya warna abu-abu pada plat dan hasil kromatografi lapis tipis
menunjukkan hasil negatif mengandung saponin setelah disemprot dengan
Libermann-Burchard karena tidak terbentuknya warna ungu pada plat.
Bercak noda pada fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan melihat
hasil uji semprot amonia dapat dinyatakan mengandung senyawa flavonoid
dengan Rf 0,63. Salah satu bercak noda fraksi etanol umbi bawang putih tunggal
Rf 0,63 memiliki Rf yang sama dengan flavonoid pembanding. Penelitian
sebelumnya tentang ekstrak etanol umbi binahong menunjukkan adanya senyawa
yang sama dengan flavonoid pembanding yaitu 0,64 (28).
Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal setelah disemprot dengan
vanillin asam glacial memberikan warna bercak abu-abu yang menandakan
adanya senyawa organosulfur, Rf yang dihasilkan yaitu 0,54 dan 0,36. Penelitian
sebelumnya tentang fraksi etanol air dari ekstrak etanol bawang putih jika
disemprot dengan vanillin asam glacial akan menunjukkan warna abu-abu, abu-
abu keunguan atau coklat dengan kisaran Rf (0,2 - 0,55), dan Rf yang diperoleh
42

yaitu 0,56. Sedangkan senyawa allicin akan ditunjukkan dengan warna abu-abu
sampai kecoklatan dengan Rf 0,45 (25) (26).
Hasil uji penampang bercak fraksi etanol umbi bawang putih tunggal
menunjukkan bahwa terdapat senyawa flavonoid dan senyawa organosulfur yang
bersifat sebagai antibakteri.

E. Pengujian Secara KLT-Bioautografi


Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa fraksi etanol umbi bawang
putih tunggal memiliki aktivitas antibakteri, sehingga dilanjutkan ke uji
bioautografi. Bioautografi merupakan metode untuk mendeteksi bercak pada
kromatogram hasil KLT yang memiliki aktivitas antibakteri dengan cara
menempelkan plat KLT pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme. Letak senyawa aktif akan tampak sebagai zona bening dengan
latar belakang keruh.
Pada penelitian ini digunakan metode bioautografi kontak karena lebih mudah,
sederhana dan paling sering digunakan. Keuntungan menggunakan bioautografi
kontak dibandingkan dengan bioautografi langsung dan pecelupan yaitu proses
perpindahan senyawa aktif ke dalam medium agar yang dapat menghasilkan zona
hambat yang lebih besar dan ketersebaran bakteri dapat dijamin serta zona hambat
dapat langsung diamati pada media agar. Sedangkan pada bioautografi langsung
penyebaran bakteri pada lempeng sering tidak merata dan kemungkinan terjadinya
kontaminasi lebih besar, begitu pula halnya dengan bioautografi pencelupan yang
zona hambatnya agak sulit diamati.
Hasil bioautografi fraksi etanol umbi bawang putih tunggal yang diuji dengan
bakteri S. aureus dan E. coli dengan kombinasi fase gerak berupa
kloform:metanol:air (1:3:1) (v/v/v)), menunjukkan adanya zona bening. Gambar
hasil bioautografi dapat dilihat pada gambar 4.4
43

(A) (B)

Gambar 4.4 Hasil bioautografi fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan
fase gerak kloroform: metanol : air (1:3:1) (v/v) terhadap bakteri (A) S.aureus dan
(B) E.coli.

Zona bening yang terbentuk menunjukkan adanya aktivitas antibakteri di


kedua cawan dengan harga Rf yang terbentuk yaitu 0,54 . Dari hasil uji KLT
bercak pada Rf 0,54 merupakan senyawa organosulfur, sehingga senyawa aktif
yang paling berperan sebagai antibakteri pada umbi bawang putih tunggal adalah
senyawa organosulfur. Hal ini dapat disebabkan karena konsentrasi senyawa
organosulfur cenderung lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa
lainnya. Pada penelitian sebelumnya yaitu skrining fitokimia dari umbi bawang
putih tunggal menunjukkan bahwa umbi bawang putih tunggal mengandung
senyawa flavonoid, saponin dan allicin, namun setelah dilakukan pengujian KLT
Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal mengandung senyawa flavonoid dan
organosulfur. Senyawa allicin yang bersifat tidak stabil berubah menjadi senyawa
organosulfur yang aktivitas antibakterinya lebih rendah dibandingkan senyawa
allicin.
Senyawa organosulfur secara umum dibagi menjadi dua yaitu asam amino
non-volatil γ- glutamil-Salk(en)il-L-sistein dan minyak atsiri S-alk(en)ilsistein
sulfoksida atau allin. γ- glutamil-Salk(en)il-L-sistein akan mengalami reaksi
enzimatis yang akan menghasilkan banyak senyawa turunan , melalui 2 cabang
reaksi yaitu jalur pembentukan thiosulfinat dan S-allil sisteine (SAC). Dari jalur
pembentukan thiosulfinat akan dihasilkan senyawa allicin. Selanjutnya dari jalur
44

ini akan dibentuk kelompok allil sulfida, dithiin, ajone dan senyawa sulfur lain
seperti S-propilsistein (SPC), S-etil-sistein (SEC), dan Simetil-sistein (SMC) (27).
Senyawa organosulfur yang larut dalam pelarut polar seperti S-allil sisteine (SAC)
(25).
Hasil bioautografi menunjukkan bahwa kandungan kimia yang terdapat dalam
fraksi etanol umbi bawang putih tunggal (Allium sativum L.) yang beraktivitas
sebagai antibakteri terhadap S. aureus dan E. coli adalah senyawa organosulfur.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
45

1. Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal memiliki aktivitas antibakteri


terhadap S. aureus dan E.coli.
2. Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal terbukti mengandung
senyawa flavonoid dan organosulfur dan golongan senyawa aktif yang
paling efektif menghambat bakteri pada fraksi etanol umbi bawang
putih tunggal adalah senyawa organosulfur dengan harga Rf 0,54.
B. Saran
1. Perlu dilakukan uji antibakteri dari fraksi non polar dan semipolar dari
bawang putih tunggal yang mempunyai aktivitas antibakteri.
2. Perlu dilakukan isolasi dan identifikasi lebih lanjut mengenai senyawa
antibakteri yang terdapat dalam ekstrak maupun fraksi bawang putih
tunggal yang mempunyai aktivitas antibakteri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Naibaho OH, Yamlean PVY, Wiyono W. Pengaruh Basis Salep Terhadap


Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.)
Pada Kulit Punggung Kelinci yang Dibuat Infeksi Staphylococcus aureus. J
Ilm Farm. 2013;2(02):27–34.
46

2. Untari I. Bawang Putih Sebagai Obat Paling Mujarab Bagi Kesehatan.


Bawang putih sebagai obat paling mujarab bagi Kesehat. 2010;7:547–54.

3. Agnesa OS, Susilo H, Lestari SR. Aktivitas Imunostimulan Ekstrak


Bawang Putih Tunggal Pada Mencit yang diinduksi Escherichia coli.
Pharmaciana. 2017;7(1):105–12.

4. Amin S. Uji aktivitas antioksidan umbi bawang lanang (Allium sativum)


terhadap radikal bebas DPPH (1,1-DIFENIL-2-PIKRIHIDRAZIL).
2015;13:124–9.

5. Emilda Y, Budipramana E, Kuntari S. Uji toksisitas ekstrak bawang putih


( Allium Sativum ) terhadap kultur sel fibroblast ( Garlic ( Allium
Sativum ) extract toxicity test on fibroblast cell culture ). 2014;47(4):215–
9.

6. Ilmiah P, Windrasari C, Studi P, Gizi I, Kesehatan FI, Surakarta UM.


Aktivitas antibakteri sari bawang putih (Allium sativum Linn. ) kating dan
sin chung terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa perusak
ikan air tawar. 2016;

7. Kulla PDK. Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Bawang Lanang (Allium
sativum L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; 2016.

8. Fitri. Fraksi etanol rimpang jeringau (Acorus calamus L) sebagai


antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Universitas Tulang Bawang Lampung; 2018.

9. Padhar Bharat M.D (Ayu.) Scholar, Dept. of Kayachikitsa, I.P.G.T &R.A


GA. Comparative Analytical Study Of Single Bulb And Multi Bulb Garlic (
Allium sativu m Linn.). Int J Ayurveda Altternative Med. 2014;2(4):86–91.

10. Cahyo suparinto R susiana. Grow your own medical plant. 1st ed. maya,
editor. 2016. 39 p.

11. Munmainah S. Induksi Tunas Adventif Bawang Putih Tunggal (Allium


47

sativum. L) dengan Penambahan BAP dan NAA Secara in vitro.


Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang; 2016.

12. Hernawan U. Senyawa Organosulfur Bawang Putih ( Allium sativum L .)


dan Aktivitas Biologinya REVIEW : Senyawa Organosulfur Bawang Putih
( Allium sativum L .) dan Aktivitas Biologinya. 2014;(April).

13. ir.setijo pitojo DZ. Tanaman bumbu dan pewarna nabati. 2002. 36-37 p.

14. Santoso ir. HB. Bawang putih. Kanisius; 1989.

15. Salim H hardana utama. Pengaruh aktivitas antimikroba ekstrak bawang


putih (Allium sativum L) terhadap bakteri gram positif (Staphylococcus
aureus) dan gram negatif (Escherichia coli) secara invitro. Universitas
Lampung; 2016.

16. Fitri A. Fraksi etanol daun ungu (Graptophyllum pictum L) sebagai


antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.
Universitas Tulang Bawang Lampung; 2018.

17. Liem J, Gie T. Identifikasi Escherichia coli O157 : H7 pada Susu Sapi
Perah dan Lingkungan Peternakan Escherichia coli O157 : H7 in Milk of
Cows and the Farm Environment. 2015;9(2).

18. Putra R oktanisyah. Pengujian daya hambat antibiotik pada sel bakteri
escherichia colli dan bacillus sp yang dipapar medan magnet. Universitas
Lampung; 2017.

19. Departemen kesehatan RI direktorat jenderal pengawasan obat dan


makanan direktorat pengawasan obat tradisional. 9-11 Parameter-Standar-
Umum-Ekstrak-Tumbuhan-Obat-1.pdf. 2000;

20. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia . ke-5.


jakarta Direktorat Jendral pengawas Obat Dan Makanan; 2014.

21. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Pedoman Teknologi


Formulasi Sediaan Berbasis Ekstrak. 2th editio. Jakarta: Departemen
48

Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

22. Akhyar. Klt bioautografi ekstrak akar dan buah bakau ( Rhizophora stylosa
Griff .) terhadap vibrio harveyi. Universitas Hasanudin Makasar; 2010.

23. Diana K. Diana et al ./ Galenika Journal of Pharmacy March 2016 ISSN :


2442-8744 uji aktivitas antijamur infusa umbi bawang putih ( Allium
sativum L .) terhadap Candida albicans serta profil kromatografinya
antifungal activity of infusion of allium sativum against Candida albicans
and its chromatography profile. 2016;2(March):49–58.

24. Nitami D. Aktivitas Antibakteri Fraksi Etanol Kulit Batang Tumbuhan


Berenuk. 2016;

25. Santi D kartika. Aktivitas antibakteri fraksi etanol-air dari ekstrak etanol
bawang putih (Allium sativum L.) terhadap bakteri Streptococccus mutans
dan Pseudomonas aeruginosa serta Bioautograri. 2013;

26. Dewangga L adi. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan fraksi nonpolar
ekstrak etanol bawang putih (. 2013;

27. Amalina RA. Antibakteri fraksi semipolar ekstrak etanol bawang putih (.
2013;

28. Herlianawati M. Uji Potensi Aktibakteri Ekstrak Etanol Umbi Binahong


(Anredera cordifolia (Tenore) Steen) Terhadap Staphylococcus aureus
ATCC25923 Dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. 2007;
49

Anda mungkin juga menyukai