BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai jenis tanaman obat.
Pemakaian tanaman obat sebagai upaya penanggulangan masalah kesehatan telah
banyak diterapkan masyarakat di tengah-tengah kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan saat ini (1). Salah satu tanaman obat yang sering digunakan oleh
masyarakat adalah bawang putih tunggal atau yang dikenal dengan nama bawang
lanang (Allium sativum L.). Bawang putih tunggal merupakan bawang putih yang
hanya terdiri dari satu siung dikarenakan bawang ini tumbuh di lingkungan yang
tidak sesuai (2). Bawang putih tunggal termasuk jenis bawang khusus yang yang
hanya di temukan pada daerah-daerah tertentu di Indonesia salah satunya pulau
jawa (3).
Selama ini pengobatan yang biasa dilakukan untuk penyakit infeksi dan diare
diatasi dengan menggunakan antibiotik. Penggunaan antibiotik yang berlebihan
bisa membuat mikroba patogen menjadi resisten. Oleh sebab itu untuk mengatasi
hal tersebut maka perlu dicari arternatif pengobatan untuk mengatasi penyakit
infeksi, salah satunya dengan pencarian senyawa aktif antibakteri yang terdapat
pada umbi bawang putih tunggal (8).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah fraksi etanol umbi bawang putih tunggal (Allium sativum L.)
memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan S. aureus dan E.
coli?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum untuk membuktikan aktivitas antibakteri fraksi
etanol umbi bawang putih tunggal (Allium sativum L.) dalam menghambat
pertumbuhan S. aureus dan E. coli.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus untuk mengetahui senyawa aktif dari fraksi etanol
umbi bawang putih tunggal (Allium sativum L.) yang memiliki aktivitas
antibakteri terhadap pertumbuhan S. aureus dan E. coli.
D. Manfaat Penelitian
E. Hipotesis
Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal (Allium sativum L.) mempunyai
aktivitas dan senyawa aktif antibakteri terhadap pertumbuhan S. aureus dan E.
coli.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Morfologi
Bawang putih tunggal atau sering disebut dengan nama bawang lanang
pertama kali ditemukan di daerah Sarangan, Magetan, Jawa Timur. Tanaman
bawang putih tunggal ini memiliki ciri helai daun menyerupai pita, tipis dan
bagian pangkalnya membentuk sudut. Daun berwarna hijau, bagian atas daun
terlihat lebih gelap, dan sisi bawah daun terlihat lebih cerah. Kelopak daun
menutupi siung umbi bawang putih hingga pangkal daun. Kelopak ini
membalut bagian kelopak daun yang lebih muda sehingga membentuk suatu
batang semu yang posisinya tepat berada pada umbi bawang. Ukuran siung
dari tanaman bawang putih bervariasi tergantung pada varietasnya, siung
memiliki bentuk lonjong. Bawang putih tunggal atau biasa disebut bawang
lanang, tumbuh dengan siung tunggal. Istilah lanang sering kali dipakai untuk
menggambarkan kondisi tertentu pada umbi atau biji pada kriteria tunggal,
bulat dan tidak terbelah (11).
Bawang putih tunggal merupakan bawang putih yang hanya terdiri dari
satu siung dikarnakan bawang ini tumbuh di lingkungan yang tak sesuai.
Bawang lanang sebenarnya merupakan varietas yang terbentuk tidak sengaja
karena lingkungan penanaman yang tidak cocok (2). Umbi pada tanaman ini
hanya berisi satu umbi utuh yang kecil. Hal ini disebabkan karena gagalnya
pembentukan tunas utama di tajuk dan menekan pembentukan tunas-tunas
bakal siung, daun yang biasanya membungkus siung-siung hanya mampu
6
membungkus umbi utuh, sehingga kulit umbi utuh lebih tebal daripada kulit
luar yang bersiung (7).
3. Nama Daerah
Minang Kabau (Dason putih), Jawa (Bawang ), Sunda (Bawang bodas)
Lampung (Bawang handak), Bali (Kasuna) Minahasa (Lasuna mawura), Irian
Jaya (Bawa fiufer), Bugis (Lasuna pute), Madura (Bhabang pote), Ternate
(Bawa bodudo), Timor (Kalfeo foleu) (12).
menjadi kering dan lemah akarnya mati, kulit umbi mudah retak, siungnya
mudah rontok, sehingga mutunya pun menjadi rendah (14).
1. Klasifikasi
S. aureus diklasifikasikan sebagai beikut (15) :
Kingdom : Eubacteria
Divisio : Firmicutes
Class : Coccus
Ordo : Bacillale
Family : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
abses pada otak, paru-paru, ginjal serta kelenjar mammae. Pneumonia yang
disebabkan S. aureus sering merupakan suatu infeksi sekunder setelah infeksi
virus influenza. S. aureus dikenal sebagai bakteri yang paling sering
mengkontaminasi luka pasca bedah sehingga menimbulkan komplikasi (15).
3. Patogenesis
Kemampuan patogenik dari spesies S. aureus merupakan pengaruh
gabungan antara faktor ekstraseluler dan toksik bersama dengan sifat daya
sebar invansif, yang diaktifkan oleh ingesti enterotoksin maupun bakteri dan
penyebaran abses pada berbagai organ. Bakteri ini bersifat patogen dan invasif
karena menghasilkan koogulase, membentuk pigmen kuning, dan cenderung
bersifat hemolitik. S. aureus merupakan bakteri anaerob yang tidak
membutuhkan oksigen dalam pertumbuhan dan perkembangan nya. Oleh
karena itu, bakteri ini dapat menginfeksi luka dalam, jaringan yang terletak
lebih dalam maupun organ-organ internal yang sangat sedikit membutuhkan
oksigen (16).
1. Klasifikasi
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia Coli
bakteri patogen pada usus. E. coli berbentuk batang, panjang 2 μm, diameter
0,7 μm, lebar 0,4– 0,7μm memiliki flagela sehingga dapat bergerak bebas. E.
coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang
nyata. Bakteri ini bersifat heterotrof dan menghasilkan makanan dengan cara
fermentasi CO2, H2O, etanol, laktat dan asetat (15).
3. Patogenesis
E. coli dihubungkan dengan tipe penyakit usus (diare) pada manusia.
Enteropatogenik E. coli menyebabkan diare terutama pada bayi dan banyak
anak-anak di negara sedang berkembang dengan mekanisme yang belum jelas
diketahui. Frekuensi penyakit diare disebabkan oleh strain bakteri ini sudah
jauh berkurang dalam 20 tahun terakhir . Enterotosigenik E. coli menyebabkan
sekretori diarrhea seperti didalam patogenesis diare, karena sel kuman harus
melekat pada sel epitel mukosa usus sebelum bakteri mengeluarkan toksin. E.
coli menyebabkan penyakit diare seperti disentri yang disebabkan oleh
Shigella. Bakteri menginvasi sel mukosa, menimbulkan kerusakan sel dan
terlepasnya lapisan mukosa. Ciri khas diare yang disebabkan oleh strain
enteroinvasive E. coli adalah tinja mengandung darah, mucus dan pus. Toksis
merusak sel endotel pembuluh darah, terjadi pendarahan yang kemudian
masuk kedalam bakteri enterik (17).
D. Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang dapat menganggu pertumbuhan atau mematikan
bakteri dengan cara menggangu metabolisme mikroba yang merugikan. Beberapa
istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pembunuhan bakteri yaitu
germisid, bakterisida, bakteriostatik, antiseptik. Zat antibakteri dapat bersifat
bakterisidal (membunuh bakteri), bakteriostatik (menghambat pertumbuhan
bakteri), dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Kemampuan
suatu zat antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu konsentrasi zat antibakteri, jenis, jumlah, umur, keadaan
bakteri, suhu, waktu, sifat-sifat kimia dan fisik makanan termasuk kadar air, pH,
jenis dan jumlah komponen didalamnya. Ruang lingkup bakteri yang dapat
11
1. Spektrum luas
Zat antibakteri dikatakan berspektrum luas apabila zat tersebut efektif
melawan prokariot, baik membunuh atau menghambat bakteri gram positif
dan gram negatif dalam ruang lingkup yang luas.
2. Spektrum sempit
Zat antibakteri yang efektif melawan sebagian bakteri garam positif atau
gram negatif.
3. Spektrum terbatas
Zat antibakteri yang efektif melawan suatu spesies bakteri tertentu (8).
pertumbuhan bakteri oleh zat antibakteri. Terdapat beberapa cara yang dapat
dilakukan pada metode ini, yaitu:
1) Metode kertas cakram / Metode disc diffusion
Metode ini bertujuan untuk menentukan aktivitas zat antibakteri.
Cakram disk yang mengandung zat antibakteri dietakkan diatas
media agar yang telah ditanami bakteri. Kemudian diinkubasi selama
24 jam atau lebih. Hitung zona hambat yang berada disekeliling
cakram disk. Efektivitas aktivitas antibakteri didasarkan pada
pembentukan zona.
b. Metode Dilusi
14
E. Antibiotik
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini dibuat secara semi-
sintesis, begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri. Antibiotik adalah
zat biokimia yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dalam jumlah kecil dapat
menghambat pertumbuhan atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain
(16).
F. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain berupa bahan yang
telah dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan
simplisia pelikan (19).
1. Simplisia nabati berupa tanaman utuh , bagian dari tumbuhan atau eksudat
tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara sepontan keluar
dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya atau dengan senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tumbuhan nya dan belum berupa senyawa kimia murni.
2. Simplisia hewani yaitu simplisia yang dapat berupa hewan utuh, bagian
dari hewan atau zat berupa zat kimia murni.
3. Simplisia pelikan atau mineral yaitu simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral belum diolah atau telah diolah secara sederhana, akan tetapi
belum atau bukan zat kimia murni.
G. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
. Pembagian Ekstrak :
. Ekstrak Kental, ekstrak ini merupakan sediaan yang dilihat dalam
keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah
16
H. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan aktif baik dari tanaman maupun
hewan dengan menggunakan pelarut selektif sesuai standar prosedur ekstraksi.
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan menggunakan perkolasi dan maserasi.
Seluruh perkolat dan maserat biasanya diuapkan dengan cara destilasi
pengurangan tekanan, agar bahan utama sedikit mungkin terkena panas.
1. Metode Ekstraksi
Beberapa metode ekstraksi (21) :
. Cara Dingin
) Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar).
) Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan.
17
. Cara Panas
) Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
) Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
) Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50 °C.
) Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur
96-98 °C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
5) Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (+30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air (21).
I. Fraksinasi
Fraksinasi adalah cara kerja yang memisahkan suatu campuran menjadi
sekurang-kurangnya dua fraksi yang berbeda susunannya. Fraksinasi ditujukan
untuk mendapatkan suatu senyawa yang lebih murni dari ekstrak dengan
menghilangkan senyawa–senyawa lain. Metode fraksinasi yang digunakan
bergantung pada bahan yang akan difraksinasi dan tujuan fraksinasi. Metode yang
dapat digunakan untuk fraksinasi antara lain ekstraksi cair – cair dan kromatografi
(8).
melepaskan tekanan uap yang berlebihan. Corong ini kemudian didiamkan agar
pemisahan antara dua fase berlangsung. Penyumbat dan keran corong kemudian
dibuka dan dua fase larutan ini dipisahkan dengan mengontrol keran corong (8).
K. Bioautografi
Bioautografi adalah suatu metode pendeteksian untuk mememukan suatu
senyawa antimikroba yang belum teridentifikasi dengan cara melokalisir aktivitas
antimikroba tersebut pada suatu kromatogram. Metode ini memanfaatkan
pengerjaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pada bioautografi ini didasarkan atas
19
Ciri khas dari prosedur bioautografi adalah didasarkan atas teknik difusi agar,
dimana senyawa antimikrobanya dipindahkan dari lapisan KLT ke medium agar
yang telah diinokulasikan dengan merata bakteri uji yang Jarak yang ditempuh
senyawa peka. Dari hasil inkubasi pada suhu dan waktu tertentu akan terlihat zona
hambatan di sekeliling spot dari KLT yang telah ditempelkan pada media agar.
Zona hambatan ditampakkan oleh aktivitas senyawa aktif yang terdapat di dalam
bahan yang diperiksa terhadap pertumbuhan mikroorganisme uji.
Bioautografi dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu:
1. Bioautografi Langsung, yaitu dimana mikroorganismenya tumbuh secara
langsung di atas lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Prinsip kerja
dari metode ini adalah suspensi mikroorganisme uji yang peka dalam
medium cair disemprotkan pada permukaan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) yang telah dihilangkan sisa-sisa eluen yang menempel pada
lempeng kromatogram. Setelah itu dilakukan inkubasi pada suhu dan waktu
tertentu.
2. Bioautografi kontak, dimana senyawa antimikroba dipindahkan dari
lempeng KLT ke medium agar yang telah diinokulasikan bakteri uji yang
peka secara merata dan melakukan kontak langsung. Metode ini didasarkan
atas difusi dari senyawa yang telah dipisahkan dengan Kromatogafi Lapis
Tipis (KLT) atau kromatografi kertas.
3. Bioautografi pencelupan, dimana medium agar telah diinokulasikan dengan
suspensi bakteri dituang di atas lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
(22).
L. Rencana Penelitian
1. Prinsip penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni.
a. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah: Fraksi etanol
umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 15%, 30%, 45%, 60%,
75%, dan 90%.
20
2. Sampel Penelitian
Sampel dari penelitian ini yaitu bawang putih tunggal yang didapat
diperoleh dari pasar Induk Keramat Jati Jakarta yang akan difraksinasi. Fraksi
bawang putih tunggal kemudian diujikan terhadap bakteri S. aureus dan E.
Coli. Fraksi bawang putih tunggal dibuat dengan konsentrasi 15%, 30%, 45%,
60%, 75%, dan 90%. Masing-masing diulang sebanyak 3 kali.
b. Bawang putih tunggal yang berwarna putih bersih, dan tidak ada noda
hitam pada bawang.
4. Definisi Operasional
f. Kontrol negatif adalah media padat Nutrient Agar (NA) yang ditambah
dengan bakteri uji dan aquades.
5. Analisis Data
Data hasil pengamatan fraksi etanol ekstrak bawang putih tunggal terhadap
aktivitas antimikroba S. aureus dan E. coli dianalisis menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) kali pengulangan. Data yang di peroleh
kemudian dianalisis dengan metode One Way ANOVA dengan uji lanjut
duncan untuk mengetahui fraksi etanol umbi bawang putih tunggal terhadap
bakteri S. aureus dan Kruskal-Wallis Test dengan uji lanjut Mann-Whitney
Test untuk mengetahui fraksi etanol umbi bawang putih tunggal terhadap
bakteri E. coli.
BAB III
METODE PENELITIAN
Alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah botol berwarna gelap,
pengaduk, rotary evaporator, cawan petri, jangka sorong , pipet mikro, pipet
tetes, pipa kapiler, jarum ose, autoklaf, tabung reaksi, rak tabung reaksi,
inkubator, erlenmeyer, gelas ukur, gelas beker, timbangan, lemari pendingin,
bunsen, kertas HVS, karet gelang, plastik, alumunium foil, tisu, kapas, kertas
saring, kertas label, corong pisah, gunting, benang kasur, kain kasa, penggaris,
lampu UV, LAF (Laminar Air Flow), oven, chamber dan pelat silika gel
G60F254.
2. Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah umbi bawang putih
tunggal, kertas cakram kosong, kertas cakram yang berisi antibiotik
kloramfenikol, biakan bakteri E. coli, biakan bakteri S. aureus, media Nutrien
Agar (NA) dan Nutrient Broth (NB), aquades, cotton bud, etanol 96% (C2H6O),
kloroform (CHCl3), n-heksan (CH3(CH2)4CH3), Amoniak (NH3), Aquadest,
Liebermann-Burchard, dan vanillin asam glacial (C8H8O3).
B. Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Bahan Uji
Bahan uji yang akan digunakan adalah umbi bawang putih tunggal . Bahan
uji diperoleh dari Pasar Induk Keramat Jati Jakarta.
23
2. Uji Determinasi
Bawang putih tunggal (Allium sativum L.) yang telah dikupas bagian
kulitnya dicuci bersih dibawah air mengalir hingga bersih. Bawang yang baik
ialah dilihat dari warna nya yang putih bersih tanpa adanya noda-noda hitam
pada bawang, selanjutnya timbang 1.500 gr bawang putih tunggal kemudian
dirajang halus dan dimasukkan dalam wadah berwarna gelap kemudian
dimaserasi dengan cairan penyari etanol 96% sampai bawang terendam
sempurna dalam pelarut. Setiap 24 jam dilakukan pengadukan sesekali dan
penggantian pelarut dengan cara penyaringan. Ampas yang diperoleh
kemudian dilakukan perendaman kembali dengan etanol 96%, sedangkan
maserat ditampung dalam botol penampung. Maserasi dilakukan sampai
pelarut jernih. Untuk mengetahui zat tersari sempurna, maserat terakhir diambil
sebanyak 5 ml, dimasukkan kedalam cawan porselen, kemudian dipanaskan
diatas bunsen. Jika tidak terdapat endapan, maka maserasi dinyatakan tersari
sempurna. Ekstrak yang didapat kemudian diuapkan dengan menggunakan
rotary evaporator sampai didapat ekstrak cair.
dan fraksi etanol. Lakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Fraksi yang didapat
yaitu fraksi etanol kloroform dan n-heksan. Kemudian fraksi etanol yang
diperoleh diuapkan dengan dengan rotary evaporator hingga didapat fraksi
cair.
5. Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat gelas yang digunakan seperti cawan , tabung reaksi, erlenmeyer, gelas
ukur, cawan petri, disterilkan terlebih dahulu menggunakan autoklaf pada suhu
121 °C dan tekanan 1 atm selama 15 menit. Jarum ose dan pinset disterilkan
dengan cara pemijaran, untuk tipmikropipet dimasukkan kedalam gelas beker
lalu ditutup menggunakan alumunium foil kemudian diautoklaf. Sedangkan
bahan yang tahan panas seperti media NA dan NB disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit.
6. Pembuatan Media
a. Media NA
Media NA dibuat dengan cara melarutkan NA bubuk sebanyak 2 gram
dalam 100 ml aquadest lalu dipanaskan sambil diaduk-aduk hingga
larut dan mendidih kurang lebih 10-15 menit. Medium disterilkan
dengan autoklaf pada suhu 121 °C tekanan 1 atm selama 15 menit.
Setelah itu NA yang masih hangat masukkan ke dalam cawan petri
steril, diamkan sampai memadat kemudian media NA tersebut
disimpan pada lemari pendingin.
b. Media NB
pada media agar didalam cawan petri dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37 ºC. Biakan bakteri S. aureus dan E. Coli diambil dengan menggunakan
jarum ose sebanyak satu mata ose, kemudian digoreskan pada media agar
dalam cawan petri dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ºC.
digunakan yaitu pelat silika gel G 60F254 dengan ukuran 1 cm × 2,5 cm yang
diaktifkan terlebih dahulu dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100 ºC
selama 30 menit. Fase gerak yang digunakan yaitu kloroform : metanol : air
dengan perban dingan (1:3:1) (v/v) dimasukkan kedalam chamber yang
terlebih dahulu telah dilapisi kertas saring (23) . Pelat silika yang telah aktif di
totolkan sampel menggunakan pipa kapiler sebanyak 3 kali ulangan. Kemudian
dibiarkan beberapa menit hingga kering dan masukkan ke dalam chamber yang
telah jenuh dengan fase gerak yang digunakan sampai terdapat bercak noda
pada KLT. Kemudian Plat KLT dikeluarkan dan dikeringkan, noda yang
tampak pada kromatogram kemudian diamati pada sinar UV dengan panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm. Kemudian bercak dideteksi dengan pereaksi
semprot amonia untuk flavonoid menunjukkan warna kuning, hijau, coklat atau
merah muda, Liebermann-Burchard untuk saponin menunjukkan warna kuning
(24). Dan vanillin asam glacial untuk allicin akan menunjukan warna abu-abu
kecoklatan serta senyawa organosulfur akan berwarna abu-abu, abu-abu
keunguan atau coklat (25). Kemudian hitung Rf yang diperoleh.
Rf yang diperoleh pada KLT Bioautografi dengan hasil nilai Rf pada plat KLT
Zona hambat yang terbentuk disekitar kertas cakram diukur sebanyak dua
kali yaitu pengukuran berdasarkan diameter vertical (a) dan diameter
horizontal (b) dalam satuan milimeter (mm) dengan menggunakan jangka
sorong.
a+b
Diameter zona hambat = −diameter kertas cakram
2
b = Diameter horizontal
= kertas cakram
= Zona hambat
C. Analisis Data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Hasil determinasi bawang putih tunggal yang dilakukan di Laboratorium
Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung menunjukkan
bahwa tanaman yang digunakan adalah benar bawang putih tunggal dari famili
Liliaceae, genus allium dan spesies Allium sativum L.
B. Ekstraksi Dan Fraksinasi
Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah umbi bawang putih
yang memiliki siung tunggal. Pada penelitian ini digunakan 1.500 g umbi
bawang putih tunggal segar. Selanjutnya dilakukan pengambilan senyawa
aktif yang terkandung di dalam umbi bawang putih tunggal dengan metode
maserasi.
Metode maserasi dipilih karena memiliki kelebihan tersendiri diantaranya
adalah pengerjaannya cukup sederhana, murah, mudah dilakukan dan tidak
menggunakan suhu tinggi yang dimungkinkan dapat merusak senyawa-
senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak (8). Proses maserasi dilakukan
dengan perendaman 1.500 g umbi bawang putih tunggal yang telah dirajang
halus menggunakan pelarut etanol 96% dengan remaserasi 6 kali selama 7
hari. Pemilihan etanol dengan konsentrasi 96% sebagai pelarut dikarenakan
sampel yang diuji merupakan umbi bawang putih segar. Sedangkan pemilihan
etanol sebagai pelarut adalah karena pelarut etanol merupakan pelarut
universal yang dapat menarik senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut polar
hingga non polar (7).
30
negatif dengan menggunakan metode kertas cakram dan media NA dalam uji
antibakteri. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.1
K+
45 %
30 % K- 90%
15%
60 % 75%
A B
Gambar 4.1 Hasil uji daya antibakteri fraksi etanol umbi bawang putih tunggal
terhadap bakteri S.aureus A. Konsentrasi 15%, 30%, 45%, 60%, B. Konsentrasi
75%, 90%, kontrol positif (+) kloramfenikol dan kontrol negatif (-) aquades.
Tabel 4.1 Diameter zona hambat fraksi etanol umbi bawang putih tunggal
terhadap bakteri S. aureus
Keterangan:
K (-) : Menggunakan aquades
K (+) : Menggunakan antibiotik kloramfenikol
K 15% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 15%
K 30% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 30%
32
K 45% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 45%
K 60% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 60%
K 75% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 75%
K 90% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 90%
Dari tabel diatas dapat dilihat diameter zona hambat pada bakteri S.
aureus dengan konsentrasi 15%, 30%, 45%, dikategorikan sedang dan pada
konsentrasi 60%, 75% , 95% masuk ke dalam kategori kuat. Zona hambat terkecil
dari bakteri S. aureus yaitu terbentuk pada konsentrasi 15% dengan diameter
zona hambat sebesar 6,25 mm. Sedangkan zona hambat terbesar terbentuk pada
konsentrasi 90% dengan diameter zona hambat sebesar 15,06 mm. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa meningkatnya konsentrasi fraksi etanol umbi
bawang putih tunggal menyebabkan meningkatnya kandungan zat aktif yang
berfungsi sebagai antibakteri terhadap bakteri S. aureus .
Setelah diperoleh data diameter zona hambat fraksi etanol umbi bawang
putih tunggal (Allium sativum L) dilakukan analisis data secara statistik
menggunakan uji One Way Anova dikarenakan hanya satu variabel penguji yaitu
konsentrasi fraksi bawang putih tunggal. Syarat dalam uji One Way Annova ialah
data yang diperoleh harus homogen. Oleh sebab itu dilakukan terlebih dahulu uji
Homogenitas terhadap bakteri S. aureus .
Berdasarkan uji homogenitas data yang didapat memiliki varian yang
sama dengan nilai sig. 0, 135 > 0,05 sehingga hal ini membuktikan bahwa data
yang diperoleh homogen. Hasil uji One Way Anova diperoleh nilai sig. 0,000 <
0,05 sehingga hasilnya signifikan. Hal tersebut membuktikan ada pengaruh
penggunaan fraksi etanol umbi bawang putih tunggal terhadap pertumbuhan
bakteri. Kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan duncan dengan
nilai sig < 0,05 menunjukkan bahwa setiap konsentrasi menunjukkan perbedaan
yang nyata. Adapun interpretasi dari uji duncan yaitu pada K- memiliki zona
hambat yang berbeda dengan semua konsentrasi, K15% memiliki zona hambat
yang setara dengan K30% dan K45%, dan K+ memiliki zona hambat yang setara
dengan K60%, K75%, dan K90%. Dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa semua
konsentrasi memiliki zona hambat yang terbentuk dari konsentrasi terendah
sampai konsentrasi tertinggi.
33
60% 15% K+ k-
45 % 75% 90%
30%
A B
Gambar 4.2 Hasil uji daya antibakterifraksi etanol umbi bawang putih tunggal
terhadap bakteri E. coli A. Konsentrasi 15%, 30%, 45%, 60%, B. Konsentrasi
75%, 90%, kontrol positif (+) kloramfenikol dan kontrol negatif (-) aquades.
Tabel 4.2 Diameter zona hambat fraksi etanol bawang putih tunggal terhadap
bakteri E. coli.
35
Keterangan:
K (-) : Menggunakan aquades
K (+) : Menggunakan antibiotik kloramfenikol
K 15% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 15%
K 30% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 30%
K 45% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 45%
K 60% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 60%
K 75% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 75%
K 90% : Fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan konsentrasi 90%
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa diameter zona hambat pada bakteri
E. coli dengan konsentrasi 15%, 30%, 45%, dikategorikan sedang dan pada
konsentrasi 60%, 75% , 95% masuk ke dalam kategori kuat. Zona hambat terkecil
dari bakteri E. coli yaitu terbentuk pada konsentrasi 15 % dengan diameter zona
hambat sebesar 5,46 mm. Sedangkan zona hambat terbesar terbentuk pada
konsentrasi 90% dengan diameter zona hambat sebesar 15,92 mm. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa meningkatnya konsentrasi fraksi etanol umbi
bawang putih tunggal menyebabkan meningkatnya kandungan zat aktif yang
berfungsi sebagai antibakteri.
Setelah diperoleh data diameter zona hambat fraksi etanol umbi bawang
putih tunggal (Allium sativum L) dilakukan analisis data secara statistik
menggunakan uji One Way Annova dikarenakan hanya satu variabel penguji yang
diuji yaitu konsentrasi ekstrak fraksi bawang putih tunggal. Syarat dalam uji One
Way Annova ialah data yang diperoleh harus homogen. Oleh sebab itu dilakukan
terlebih dahulu uji Homogenitas terhadap bakteri E. coli.
36
Hasil uji homogenitas menunjukkan nilai sig. 0,013< 0,05 sehingga hal ini
menunjukkan datanya tidak homogen, oleh karena itu diperlukan uji lanjut yang
tidak mempersyaratkan datanya harus homogen yaitu uji Kruskal wallis .
Pengujian dengan Kruskal wallis hampir mirip dengan pengujian One Way
Annova tetapi bedanya uji dengan menggunakan uji Kruskal wallis tidak
mempersyaratkan data harus homogen. Setelah dilakukan uji dengan Kruskal
wallis didapatkan bahwa histogram variabilitasnya tidak sama sehingga dalam uji
hanya akan menilai perbedaan peringkat rata-rata dari masing-masing konsentrasi
fraksi.
Nilai signifikan yang didapat ialah sig. 0,013 < 0,05 yang berarti bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penggunaan berbagai konsentrasi
fraksi umbi bawang putih tunggal terhadap bakteri E. coli, maka uji tes
selanjutnya ialah dengan uji lanjut Mann-Whitney Test untuk melihat perbedaan
konsentrasi fraksi antara yang satu dengan yang lain untuk menghambat
pertumbuhan bakteri E.coli.
Hasil uji Mann-Whitney test bakteri E.coli yaitu pada K- dan K15%
memiliki zona hambat yang berbeda dengan semua konsentrasi, K30% memiiliki
zona hambat yang setara dengan K45% dan K+ memiliki zona hambat yang setara
dengan K60%, K75%, dan K90%. Berdasarka tabel 4.2 menunjukkan bahwa
semua konsentrasi memiliki zona hambat yang terbentuk dari konsentrasi terendah
hingga tertinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etanol bawang putih tunggal
memiliki daya hambat antibakteri terhadap bakteri E. coli. Hal tersebut
dikarenakan dalam bawang putih tunggal mengandung senyawa flavonoid,
saponin dan allicin yang besrsifat sebagai antibakteri. Berdasarkan penelitian
sebelumnya ekstrak bawang putih tunggal dapat menghambat bakteri E. coli pada
konsentrasi terendah 30% dengan diameter zona hambat sebesar 4,65 yang
dikategorikan rendah, sedangkan konsentrasi yang paling efektif pada konsentrasi
90% dengan diameter zona hambat sebesar 38,24 mm yang dikategorikan sangat
kuat.
Uraian diatas menunjukkan bahwa fraksi etanol umbi bawang putih
tunggal menghasilkan diameter zona hambat yang lebih kecil dibandingkan
37
ekstrak umbi bawang putih tunggal. Hal tersebut didukung juga oleh penelitian
sebelumnya tentang fraksi etanol air dari ekstrak etanol bawang putih terhadap
S.mutans dan P.aeruginosa menunjukkan nilai KHM terhadap S. mutans 125
mg/mL dan terhadap P.aeruginosa 250 mg/mL sedangkan ekstrak etanol bawang
putih menunjukkan nilai KHM terhadap S. mutans sebesar 31,25 mg/mL dan
terhadap P. aeruginosa 125 mg/mL, hal tersebut menunjukkan ekstrak memiliki
aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan fraksinya (25). Penelitian lain
tentang antibakteri ekstrak etanol dan fraksi non polar ekstrak bawang putih
terhadap S.mutans dan P.aeruginosa menunjukkan nilai KHM fraksi non polar
terhadap S. mutans yakni sebesar 125 mg/mL dan terhadap P.aeruginosa 250
mg/mL sedangkan ekstrak etanol bawang putih menunjukkan nilai KHM terhadap
S. mutans sebesar 31,25 mg/mL dan terhadap P. aeruginosa 125 mg/mL
perbandingan hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki aktivitas
antibakteri yang lebih baik dari pada fraksinya (26). Kemudian penelilitian
antibakteri fraksi semipolar ekstrak etanol bawang putih terhadap S.mutans dan
P. aeruginosa menunjukkan nilai KHM fraksi semipolar terhadap S. mutans 125
mg/mL dan terhadap P.aeruginosa 250 mg/mL sedangkan ekstrak etanol bawang
putih menunjukkan nilai KHM terhadap S. mutans sebesar 31,25 mg/mL dan
terhadap P. aeruginosa 125 mg/mL fraksi semipolar memiliki aktivitas antibakteri
yang lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak etanol bawang putih (27).
Hal ini dikarenakan ekstrak bawang putih tunggal memiliki senyawa yang
lebih kompleks yang di duga aktivitas antar senyawa didalamnya saling
bersinergi. Oleh karena itu hasil dari aktivitas antibakteri ekstrak lebih baik
dibandingkan dengan fraksi yang sudah dipisahkan senyawa aktifnya bedasarkan
tingkat kepolarannya. Hasil penelitian yang diperoleh fraksi etanol umbi bawang
putih tunggal memiliki aktivitas antibakteri yang lebih kecil dibandingkan
penelitian ekstrak sebelumnya. Hal ini diduga karena terjadi perbedaan tempat
tumbuh dari jenis bawang putih tunggal yang digunakan karena akan
mempengaruhi kandungan senyawa pada umbi bawang putih tunggal tersebut.
Selain itu, Allicin yang merupakan zat aktif yang paling dominan pada bawang
putih akan cepat mengalami degradasi menjadi senyawa sulfur sehingga akan
menurunkan aktivitas antibakteri (27). Allicin bersifat tidak stabil sehingga
38
mudah mengalami reaksi lanjut dan dapat terpecah menjadi ajonene allixin,
sulfida diallyl dan vynyldithiin. Hal ini tergantung dari kondisi pengolahan atau
faktor eksternal lain seperti penyimpanan suhu dan lain-lain (25).
peptide yang baru timbul pada unit 50S ada ribosom, dengan mengganggu daya
kerja peptidil transferase. Kloramfenikol pada dasarnya bersifat bakteriostatik
dengan menghambat sintesis protein bakteri. Resistensi kloramfenikol merupakan
akibat dari perusakan obat oleh suatu enzim yang dikendalikan oleh plasmid (18).
yaitu 0,56. Sedangkan senyawa allicin akan ditunjukkan dengan warna abu-abu
sampai kecoklatan dengan Rf 0,45 (25) (26).
Hasil uji penampang bercak fraksi etanol umbi bawang putih tunggal
menunjukkan bahwa terdapat senyawa flavonoid dan senyawa organosulfur yang
bersifat sebagai antibakteri.
(A) (B)
Gambar 4.4 Hasil bioautografi fraksi etanol umbi bawang putih tunggal dengan
fase gerak kloroform: metanol : air (1:3:1) (v/v) terhadap bakteri (A) S.aureus dan
(B) E.coli.
ini akan dibentuk kelompok allil sulfida, dithiin, ajone dan senyawa sulfur lain
seperti S-propilsistein (SPC), S-etil-sistein (SEC), dan Simetil-sistein (SMC) (27).
Senyawa organosulfur yang larut dalam pelarut polar seperti S-allil sisteine (SAC)
(25).
Hasil bioautografi menunjukkan bahwa kandungan kimia yang terdapat dalam
fraksi etanol umbi bawang putih tunggal (Allium sativum L.) yang beraktivitas
sebagai antibakteri terhadap S. aureus dan E. coli adalah senyawa organosulfur.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
45
DAFTAR PUSTAKA
7. Kulla PDK. Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Bawang Lanang (Allium
sativum L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; 2016.
10. Cahyo suparinto R susiana. Grow your own medical plant. 1st ed. maya,
editor. 2016. 39 p.
13. ir.setijo pitojo DZ. Tanaman bumbu dan pewarna nabati. 2002. 36-37 p.
17. Liem J, Gie T. Identifikasi Escherichia coli O157 : H7 pada Susu Sapi
Perah dan Lingkungan Peternakan Escherichia coli O157 : H7 in Milk of
Cows and the Farm Environment. 2015;9(2).
18. Putra R oktanisyah. Pengujian daya hambat antibiotik pada sel bakteri
escherichia colli dan bacillus sp yang dipapar medan magnet. Universitas
Lampung; 2017.
22. Akhyar. Klt bioautografi ekstrak akar dan buah bakau ( Rhizophora stylosa
Griff .) terhadap vibrio harveyi. Universitas Hasanudin Makasar; 2010.
25. Santi D kartika. Aktivitas antibakteri fraksi etanol-air dari ekstrak etanol
bawang putih (Allium sativum L.) terhadap bakteri Streptococccus mutans
dan Pseudomonas aeruginosa serta Bioautograri. 2013;
26. Dewangga L adi. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan fraksi nonpolar
ekstrak etanol bawang putih (. 2013;
27. Amalina RA. Antibakteri fraksi semipolar ekstrak etanol bawang putih (.
2013;