Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai
obat tradisional. Keunggulan obat tradisional jika dibandingkan dengan obat
modern lebih aman dan ekonomis (1). Salah satu tanaman yang memiliki banyak
manfaat untuk kesehatan adalah takokak (Solanum torvum Swartz). Masyarakat
secara tradisional menggunakan rebusan takokak sebagai obat untuk melancarkan
sirkulasi darah, menghilangkan rasa sakit (analgetik) dan menghilangkan batuk
(antitusif). Analisis fitokimia dari buah takokak menunjukkan adanya golongan
senyawa polifenol seperti flavonoid dan tannin. Golongan senyawa ini dilaporkan
sebagai komponen antimikrobial yang penting (2).

Antibakteri adalah obat atau senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh
atau menghambat bakteri, khususnya bakteri yang bersifat merugikan manusia
(3). Zat antibakteri dapat melakukan aktivitasnya melalui beberapa mekanisme
yaitu mengganggu sintesis dinding sel, mengganggu sintesis membran sel,
menganggu sintesis protein sel, dan menganggu sintesis asam nukleat. Sebagian
besar manusia pernah mengalami penyakit tertentu yang disebabkan oleh
terganggunya keseimbangan mikroflora dalam rongga mulut. Salah satunya
adalah karies yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus mutans (4).

S. mutans merupakan salah satu bakteri yang dilaporkan menjadi penyebab


karies gigi. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif yang berbentuk bulat dan
berantai (5). S. mutans berperan dalam proses degradasi karbohidrat pada plak di
permukaan gigi yang kemudian menghasilkan asam sehingga melarutkan enamel
gigi (6). Akumulasi plak pada permukaan gigi memiliki peran yang besar
terhadap berkembangnya penyakit dalam rongga mulut, termasuk karies. Maka
dari itu, untuk mencegah terjadinya penyakit dalam rongga mulut, diperlukan
2

cara yang efektif untuk mengurangi dan mengontrol akumulasi plak (7).

Ada banyak cara menurunkan jumlah koloni bakteri dalam rongga mulut.
Salah satunya yaitu dengan penggunaan obat kumur. Salah satu contoh obat
kumur yang sangat mudah kita peroleh di pasaran yaitu klorheksidin.
Klorheksidin merupakan agen antimikroba berspektrum luas. Sebagai antiseptik,
Konsentrasi minimum yang efektif untuk klorheksidin adalah 0,2%. Konsentrasi
yang lebih rendah tidak efektif untuk mengurangi mikroba dalam rongga mulut.
Klorheksidin merupakan obat kumur yang paling efektif mengurangi jumlah S.
mutans. Namun, obat kumur ini telah dilaporkan memiliki sejumlah efek
samping lokal. Pada penggunaan jangka panjang didapat efek samping seperti
warna coklat gigi, rasa yang kurang enak, ulserasi mukosa mulut dan paresthesia,
pembengkakan parotis yang unilateral atau bilateral, dan peningkatan
pembentukan kalkulus supra gingival (8). Oleh karena itu pada penelitian ingin
mencari alternatif pengobatan untuk menghambat pertumbuhan plak yaitu
dengan tumbuhan berkhasiat obat salah satu tumbuhan yang memiliki aktivitas
antibakteri yaitu buah takokak.

Beberapa penelitian sebelumnya, ekstrak buah takokak mampu menghambat


pertumbuhan S. mutans. Ektrak buah takokak konsentrasi 100% nilai rata-rata
diameter zona hambat nya yaitu 10,90 mm dapat menghambat pertumbuhan S.
mutans. Nilai rata-rata diameter zona hambat terbesar pada chlorhexidine 0,2%
(kontrol positif), yaitu sebesar 12,98 mm. Ekstrak etanol daun takokak dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
pada konsentrasi 25% dengan diameter daerah hambat masing-masing sebesar 20
mm.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melanjutkan dari ekstrak


ketingkat fraksinasi. Fraksinasi merupakan pemisahan senyawa yang sesuai
dengan kepolarannya. Dengan demikian penelitian dengan judul “fraksi etanol,
klorofom, dan n-heksan buah takokak (Solanum torvum Swartz) sebagai
antibakteri terhadap Streptococcus mutans dan bioautografi” penting untuk
dilakukan.
3

B. Perumusan Masalah

Apakah aktivitas antibakteri dan bioautografi fraksi etanol, klorofom, dan n-


heksan buah takokak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Mengetahui apakah aktivitas antibakteri dan bioautografi fraksi etanol,
klorofom, dan n-heksan buah takokak dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa aktif dalam fraksi
etanol, klorofom, dan n-heksan buah takokak yang paling efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah kepada
masyarakat dan kalangan medis tentang manfaat fraksi etanol, klorofom, dan n-
heksan buah takokak (Solanum torvum Swartz) sebagai agen antibakteri yang
dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.

E. Hipotesis
Aktivitas antibakteri dan bioautografi fraksi etanol, klorofom, dan n-heksan
buah takokak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Buah Takokak (Solanum torvum Swartz)


1. Klasifikasi
Taksonomi tumbuhan buah takokak adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophytina
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanes
Familia : Solanaceae
Genus : Solanum L
Species : Solanum torvum Sw. (9)

Gambar 2.1 Tumbuhan Takokak (9)


5

2. Morfologi tanaman
Tanaman takokak merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak dan
tinggi tanaman sekitar 3 m. Bentuk batang bulat, berkayu, bercabang, berduri
jarang dan percabangannya simpodial dengan warna putih kotor. Daun
takokak tunggal, berwarna hijau, tersebar, berbentuk bulat telur, bercangap,
tepi rata, ujung meruncing dan panjangnya sekitar 27-30 cm dan lebar 20-24
cm, dengan bentuk pertulangan daunnya menyirip dan ibu tulang berduri.
Ciri-ciri bunga takokak, antara lain majemuk, bentuk bintang, kelopak
berbulu, bertajuk lima, runcing, panjang bunga kira-kira 5 mm, benang sari
lima, tangkai panjang kira-kira 1 mm dan kepala sari panjangnya kira-kira 6
mm berbentuk jarum, berwarna kuning, tangkai putik kira-kira 1 cm yang
berwana putih, dan kepala putik kehijauan (10).

3. Nama lain
Nama ilmiah : Solanum torvum Sw.
Nama asing : Brugmansia x insignis (Amerika Serikat)
Nama daerah : Terong pipit (Sumatera), terong rimbang (Melayu),
takokak (Jawa Barat) dan terong cepoka, atau poka, cong belut atau
cokowana (Jawa Tengah) (10).

4. Kandungan kimia
Analisis fitokimia dari buah takokak menunjukkan adanya golongan
senyawa polifenol seperti flavonoid dan tanin (1). Takokak mengandung
berbagai bahan kimia. Kandungan kimia yang terdapat pada buah dan daun
mengandung alkaloid steroid yaitu jenis solasodine 0.84%, sedangkan
kandungan buah kuning mengandung solasonine 0.1%. Kemudian, buah
mentahnya pun mengandung chlorogenin, sisologenenone, torvogenin,
vitamin A, neo-chlorogenine, dan panicolugenine, serta akarnya mengandung
jurubine. Buah takokak ini pun diketahui mengandung glukoalkaloid,
solasonine, sterolin (sitosterol-D glucoside), protein, lemak, dan mineral (10).
6

5. Khasiat tanaman
Takokak pun mampu melancarkan sirkulasi darah, menghilangkan rasa
sakit (analgetik) dan menghilangkan batuk (antitusif). Takokak memiliki
aktivitas pembersih superoksida yang tinggi yakni di atas 70%. Kandungan
kimia yang terdapat pada takokak mampu bertindak sebagai antioksidan dan
dapat melindungi jaringan tubuh dari efek negatif radikal bebas. Kemudian,
takokak berfungsi sebagai anti radang karena memiliki senyawa sterol
carpesterol dan 4 juga sebagai alat kontrasepsi karena buah dan daunnya
mengandung solasodine 0.84%, yang merupakan bahan baku hormon seks
untuk kontrasepsi (10).

B. Bakteri Streptococcus mutans


1. Klasifikasi
Klasifikasi ilmiah bakteri S. mutans adalah sebagai berikut :

Kingdom : Monera
Divisi : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Lactobacillalles
Family : Streptococcacea
Genus : Streptococcus
Spesies : Streptococcus mutans (11)

Gambar 2.2 Bakteri Streptococcus mutans (11)


7

2. Morfologi
S. mutans adalah salah satu jenis bakteri yang mempunyai kemampuan
dalam proses pembentukan plak dan karies gigi. Bakteri ini pertama kali
diisolasi oleh Clark pada tahun 1924 yang memiliki kecendrungan
membentuk kokus dengan rantai panjang apabila ditanaman pada medium
(10). S. mutans menjadi yang paling banyak menyebabkan gigi berlubang
disekitar luka tetapi sampai pada tahun 1960-an mikroba tersebut tidak
ditemukan. Kemudian gula dan sumber energi lain dimetabolisme, sehingga
mikroba menghasilkan asam yang menyebabkan rongga pada gigi (11).

C. Gigi
Gigi adalah tulang keras dan kecil-kecil berwarna putih yang tumbuh
tersusun, berakar didalam gusi dan berfungsi untuk mengunyah dan menggigit.
Gigi adalah jaringan tubuh yang paling keras dibanding yang lainnya. Strukturnya
berlapis-lapis mulai dari email yang amat keras, dentin (tulang gigi) didalamnya,
pulpa yang berisi pembuluh darah, pembuluh saraf, dan bagian lain yang
memperkokoh gigi. Namun demikian, gigi merupakan jaringan tubuh yang
mudah sekali mengalami kerusakan. Ini terjadi ketika gigi tidak memperoleh
perawatan semestinya. Proses kerusakan gigi geligi diawali dengan adanya
lubang gigi atau disebut juga karies (12).
1. Proses Pembentukan Gigi
Pembentukan gigi telah dimulai sejak kanin berumur satu setengah bulan
dalam kandungan ibu, vitamin dan mineral pada khususnya kalsium dan fosfor
yang dibutyhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan gigi bayi yang diambil
secara otomatis dari aliran darah ibu, oleh karena penting bagi kesehatan ibu
dan bayi.
Bahan makanan yang banyak mengandung kalsium dan fosfor antara lain
susu, keju, daging, ikan, telur. Akan tetapi apabila konsumsi dalam makanan
sehari-hari dirasa kurang, dapat ditambahkan dengan mengkonsumsi obat yang
mengandung yang dierikan dengan pengawasan dokter (13).
8

2. Bagian-bagian gigi
Bentuk gigi berbeda sesuai dengan fungsinya, gigi seri untuk memotong gigi
taring yang runcing untuk menahan dan merobek, geraham untuk meng
haluskan makanan. Walaupun bentuknya berbeda-beda semua mempunyai
susunan yang sama, gigi terdiri atas :
a. Mahkota gigi (mahkota klinis)
Bagian yang menonjol diatas gusi, sedangkan mahkota anatomis adalah
bagian gigi yang dilapisi email.
b. Akar gigi
Bagian yang terpendam dalam alveolus dalam tulang maksilla atau
mandibula.
c. Leher gigi
Tempat terbentuknya mahkota anatomis dan akar gigi (14).
3. Komponen gigi
a. Email
Merupakan bahan pada tubuh, email tersusun dari 99% bahananorganik
terutama kalsium fosfat dalam bentuk kristal apatin dan hanya 1% bahan
organik. Bahan organiknya terdiri dari anamelin, suatu protein yang kaya
akan protein.
b. Dentin
Dentin terdiri dari 70% zat anorganik, 15% dan 12% air, dentin terletak
dibawah email dan merupakan bagian terbesar dari seluruh gigi dentin lebih
lunak dari pada email dan melindungi pulpa.
c. Pulpa
Pulpa terdiri dari 25% zat organik dan 75% air. Jaringan pulpa
merupakan jaringan lunak yang terdapat diruang pulpa dan seluruh akar
jaringan ini terdiri dari:
1) Pembuluh limfe.
2) Pembuluh darah (arteri dan vena).
3) Urat saraf
9

Selain ketiga bagian ini terdapat pula jaringan pendukung atau


penyangga gigi. Jaringan periodental yang terdiri dari gingiva (gusi),
sementum, membran periodental tulang alveoli. Susunan gigi pada anak-
anak berbeda dengan orang dewasa. Pada anak sampai umur tertentu
terdapat gigi sulung sedang pada orang dewasa terdapat gigi tetap. Gigi
sulung berjumlah 20 buah, dimana pada setiap rahang terdapat lima buah
gigi yaitu: 2 buah gigi seri (insisivus), 1 taring (kanisus), dan 2 geraham
(molar). Erupsi atau pertumbuhan gigi sulung pertama dimulai pada umur 6
bulan sampai 2 tahun, kemudian secara bertahap akan tinggal dimulai pada
umur 6 tahun sampai 13 tahun kemudian secara diganti oleh gigi tetap
(permanen)
4. Bentuk gigi
Gigi berdasar fungsinya dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
a. Gigi seri (insisivus)
Gigi seri ada 4 buah diatas dan 4 buah dibawah, seluruhnya ada 8.
Tugas nya yaitu memotong dan menggiling makanan.
b. Gigi taring (kanisus)
Gigi taring ada 4 buah, diatas 2 dan dibawah 2. Terletak disudut mulut,
bentuk mahkota meruncing, berfungsi untuk merobek makanan.
c. Gigi geraham kecil (premolar)
Geraham merupakan pengganti gigi geraham sulung, letak gigi ini
dibelakang givi taring, berjumlah 8,4 diatas dan 4 dibawah, yaitu 2
kanan dan 2 kiri. Fungsinya membantu bersama dengan geraham besar
menghaluskan makanan.
d. Gigi geraham besar (molar)
Gigi geraham besar terletak dibelakang gigi geraham kecil, jumlahnya
12. Atas 6 dan bawah, 6 masing-msing 3 buah (permukaan tebal dan
bertonjol-tonjol), berfungsi untuk menggiling makanan(15).
5. Periode pertumbuhan gigi pada anak
Pertumbuhan gigi pada anak ditandai dengan pemunculan gigi pada
permukaan gusi dan diikuti dengan perubahan posisi gigi dari dalam tulang
pendukung gigi untuk menempati posisi fungsionalnya dalam rongga mulut.
10

Pada umumnya, gigi sulung pertama kali akan muncul pada usia 6 bulam
sesudah lahir dan seluruh gigi sulung selesai muncul pada usia 2,5 tahun yang
ditandai dengan gigi geraham sulung kedua telah mencapai kontak dengan gigi.
Urutan pertama gigi sulung yang tumbuh adalah gigi seri bagian
bawah(biasanya pada usia 6-9 bulan), kemudian disusul dengan gigi seri
bagian atas. Gigi seri kedua, yaitu gigi yang tumbuh disamping gigi seri
pertama akan tumbuh saat usia 7-10 tahun bulan. Terkadang gigi seri kedua
dirahang bawah tumbuh lebih dulu sebelum gigi seri kedua dirahang atas.
Kemudian, satu gigi gerahamdepan tumbuh pada usia 16-2 bulan.Gigi taring
juga mulai muncul pada usia 20-30 bulan. Pada akhirnya, akar gigi sulung
terbentuk sempurna padausia 3 tahun. Kemudian, satu persatu gigi sulung
akan tanggan dan akan digantikan dengan gigi permanen yang jumlahnya 32
buah, yang dimulai saat anak berusia 5-6 tahun sampai gigi geraham bungsu
muncul pada usia 19-22 tahun (12).

D. Metode Pengujian Antimikroba


Metode pengujian antimikroba dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu :
1. Metode Difusi
Pada metode ini, zat antimikroba akan berdifusi kedalam lempeng agar
yang telah ditanami mikroba. Ada 3 cara dalam metode ini :
a. Metode kertas cakram
Pada media agar yang ditanami mikroba diletakkan kertas cakram yang
mengandung zat antimikroba dan diinkubasi selama 24 jam pada temperatur
37 °C, kemudian dilihat ada atau tidaknya zona hambat di sekeliling kertas
cakram (16).
b. Metode lubang atau sumuran
Pada media agar yang ditanami mikroba dibuat lubang-lubang yang
kemudian diisi dengan zat antimikroba. Modifikasi metode ini adalah dengan
meletakkan silinder pada agar miring yang kemudian diisi dengan
antimikroba (16).
c. Metode Parit
11

Pada media yang ditanami mikroba dibuat parit yang kemudian diisi
dengan larutan yang mengandung zat antimikroba. Metode ini dapat
digunakan untuk menguji beberapa antimikroba pada saat bersamaan
terhadap satu jenis mikroba (16).
1. Metode Dilusi
Metode ini dilakukan dengan cara mencampurkan zat antimikroba dengan
media yang kemudian diinokulasikan dengan mikroba. Metode ini biasanya
digunakan dalam penentuan KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) Ada 2
cara dalam metode ini :
a. Pengenceran serial dalam tabung
Zat yang diuji aktifitasnya diencerkan serial dalam media cair, lalu
diinokulasikan mikroorganisme dalam jumlah tertentu. Inkubasi pada
temperatur 37 °C selama 24 jam. Aktifitas antimikroba diukur sebagai
konsentrasi terkecil yang dapat membunuh mikroorganisme atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pengamatan dilakukan adalah
cara ekstraksi yang paling sederhana dengan melihat kekeruhan media
(16).
b. Penipisan lempeng agar
Zat yang akan ditentukan aktifitasnya diencerkan dalam media agar
pada temperatur ± 40 °C, lalu dituang ke dalam cawan petri. Setelah
lempeng agar membeku, ditanamkan mikroorganisme dan diinkubasi pada
temperatur 37 °C. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah
mikroba yang tumbuh atau melihat apakah ada koloni mikroba yang
tumbuh (16).

E. Klorheksidin
Salah satu cara untuk mengobati halitosis adalah menggunakan obat kumur
yang bertujuan untuk mengurangi dental plak dan bakteri yang hidup dalam
rongga mulut. Obat kumur yang biasa digunakan adalah klorheksidin glukonat
0,2%, klorheksidin diproduksi dengan pH antara 5-7 berupa suatu garam
klorheksidin dan gluconic acid.
Obat kumur klorheksidin mempunyai aktivitas antibakteri selama
penggunaanya sebagai oral rinsing. Kemampuannya untuk mengurangi bakteri
12

baik aerob maupun anaerob mencapai 54-97%. Obat kumur ini efektif terhadap
bakteri gram positif dan gram negatif meskipun terhadap beberapa bakteri gram
negatif kurang efektif. Mekanisme kerja klorheksidin dahulu diduga bersifat
bakteriosid dengan cara menginaktifkan ATPase bakteri namun ada pendapat lain
yang mengatakan bahwa klorheksidin bersifat bakteriosid kemudian menjadi
bakteriostatik dengan cara merusak dinding sel bakteri, menghambat sistem
enzimatik bakteri, mengeluarkan lipopolisakarida bakteri sehingga menyebabkan
kematian sel bakteri (17,18).

F. Simplisia
Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami perubahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan (14). Persyaratan simplisia nabati dan simplisia hewani di
berlakukan pada simplisia yang di perdagangkan, tetapi pada simplisia yang di
gunakan untuk suatu pembuatan, atau isolasi minyak atsiri, alkoloida, glikosida,
atau zat aktif lain, tidak harus, memenuhi syarat tersebut. Persyaratan yang
membedakan struktur mikroskopik serbuk yang berasal dari simplisia nabati atau
hewani dapat tercakup dalam masing-masing monografi, sebagai petunjuk
identitas, mutu dan kemurnianya (19).

Simplisia nabati dan simplisia hewani tidak boleh mengandung organisme


patogen, dan harus bebas dari cemaran mikroorganisme, serangga, dan binatang
lain maupun kotoran hewan. Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warna,
tidak boleh lendir, atau menunjukkan kerusakan (20).

G. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian, sehingga memenuhi baku yang ditetapkan (21).
1. Pembagian Ekstrak
Pembagian ekstrak dibagi menjadi 3 macam menurut sifat-sifatnya yaitu :
13

a. Ekstrak kental adalah ekstrak berbentuk kental yang diperoleh dari


proses penguapan sebagian penyari, hingga memenuhi persyaratan
yang ditetapkan (21).
b. Ekstrak kering adalah ekstrak berbentuk kering, yang diperoleh dari
proses penguapan penyari dengan atau tanpa bahan tambahan, hingga
memenuhi persyaratan yang ditetapkan (21).
c. Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung
etanol sebagian pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan
pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi,
tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 g simplisia yang
memenuhi syarat farmakope (21).

H. Parameter-parameter standar ekstrak


Parameter-parameter standar ekstrak terdiri dari parameter spesifik dan
parameter non spesifik(22).
1. Parameter spesifik ekstrak
Penentuan parameter spesifik adalah kandungan kimia kualitatif dan aspek
kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung
terhadap farmakologis tertentu. Parameter spesifik ekstrak meliputi:
a. Identifikasi (parameter identifikasi ekstrak) meliputi : deskripsi tata
nama, nama ektrak (generik, dagang, panen), nama lain tumbuhan
(sistematik botani), bagian tanaman yang digunakan (rimpang, daun,
dsb) dan nama indonesia tumbuhan.
b. Organoleptis : parameter organoleptis ekstrak meliputi penggunaan
panca indra mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa guna
pengenalan awal yang sederhana se-objektif mungkin.
c. Senyawa pelarut dalam pelarut tertentu : melarutkan ekstrak dengan
pelarut (alkohol/air) untuk ditentukan jumlah larutan yang identik
dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetrik. Dalam hal ini
tentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya
heksan, diklorometan dan metanol tujuan untuk memberikan gambaran
awal jumlah kandungan(22).
d. Uji kandungan kimia eksrak
14

1) Pola kromatogram
Pola kromatogram dilakukan sebagai anlisis kromatografi sehingga
memberikan pola kromatogram yang khas. Bertujuan untuk
memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan
pola kromatogram (KLT,KCKT) (22).

2) Kadar kandungan kimia tertentu


Suatu kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau
senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara
kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan kadar
kandungan kimia tersebut. Instrumen yang dapat digunakan adalah
densimetri kromatografi, kromatografi gas, KCKT atau instrumen
yang sesuai. Tujuan pemberian data kadar kandungan kimia tertentu
sebagai senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung
jawab pada efek farmakologi (22).

2. Parameter non spesifik ektrak


Penentuan parameter non spesifik ektrak (22) meliputi :
a. Bobot jenis
Parameter bobot jenis adalah masa persatuan volume yang diukur
pada suhu kamar tertentu (25oC) yang menggunakan alat khusus
piknometer atau alat lainnya. Tujuan untuk memberikan batasan
tentang besarnya masa persatuan volume yang merupakan parameter
khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kentl) yang masih dapat
dituang bobot jenis juga terkait dengan kemurnian dari ekstrak dan
kontaminasi.

b. Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan, yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau
rentang besarnya kandungan air dalam bahan.

c. Kadar abu
15

Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur


dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap.
Sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik, yang memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yan berasal proses
awal sampai terbentuknya ekstrak.parameter kadar abu ini terkait
dengan kemurnian dan kontaminasi suatu ekstrak.

d. Sisa pelarut
Parameter sisa pelarut adalah penentuan kandungan sisa pelarut
tertentu yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya adalah
memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggal sisa
pelarut yang memang seharusnya tidak ada.

e. Cemaran mikroba
Parameter cemaran mikroba adalah penentuan adanya mikroba
yang patogen secara analisi mikrobiologis. Tujuannya adalah
memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba
patogen dan mikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkan
karena berpengruh pada stabilitas dan berbahaya (toksik) bagi
kesehatan.

f. Cemaran aflatoksin
Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
jamur. Aflatoksin sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
toksigenik (keracunan), mutagenik (mutasi gen), tertogenik
(penghambatan pada pertumbuhan janin) dan karsinogenik
(menyebabkan kanker).

g. Cemaran logam berat


Parameter cemaran logam berat adalah penentuan kandungan
logam berat dalam suatu ekstrak, sehingga dapat memberikan jaminan
bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd,
dll) melebihi batas yang telah ditetapkan karena berbahaya bagi
kesehatan.
16

I. Metode Ekstraksi
Ada beberapa cara ekstraksi yang umum digunakan yaitu:
1. Cara Dingin
a. Maserasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari (21).
b. Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan
cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi (21).

2. Cara Panas
a. Refluks adalah cara penyarian dengan menggunakan pelarut tertentu
pada suhu didihnya dalam jangka waktu tertentu dengan alat khusus
yang dilengkapi dengan pendingin balik (21).
b. Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik (21).
c. Digesti adalah cara penyarian dengan air menggunakan pemanasan
lemah, yaitu 40 °C – 50 °C (23).
d. Infudasi dan dekok adalah cara penyarian yang dilakukan dengan air
menggunakan pemanasan tidak langsung pada suhu 90 °C selama 15
menit (infusa). Sedangkan dekok pada waktu yang lebih lama (+30
menit)

J. Fraksinasi
Fraksinasi adalah cara kerja yang memisahkan suatu campuran menjadi
sekurang-kurangnya dua fraksi yang berbeda susunannya. Fraksinasi ditujukan
untuk mendapatkan suatu senyawa yang lebih murni dari ekstrak dengan
menghilangkan senyawa–senyawa lain. Metode fraksinasi yang digunakan
bergantung pada bahan yang akan difraksinasi dan tujuan fraksinasi. Metode yang
dapat digunakan untuk fraksinasi antara lain ekstraksi cair – cair dan kromatografi
17

(22). Pada prakteknya dalam melakukan fraksinasi digunakan dua metode yaitu
dengan menggunakan corong pisah dan kromatografi kolom. Corong pemisah
atau corong pisah adalah peralatan laboratorium yang digunakan dalam ekstraksi
cair-cair untuk memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran antara
dua fase pelarut yang tak campur. Untuk memakai corong ini, campuran dan dua
fase pelarut dimasukkan ke dalam corong dari atas dengan corong keran ditutup.
Corong ini kemudian ditutup dan digoyang dengan kuat untuk membuat dua fase
larutan tercampur. Corong ini kemudian dibalik dan keran dibuka untuk
melepaskan tekanan uap yang berlebihan. Corong ini kemudian didiamkan agar
pemisahan antara dua fase berlangsung. Penyumbat dan keran corong kemudian
dibuka dan dua fase larutan ini dipisahkan dengan mengontrol keran corong.

K. Rendemen Ekstrak
Rendemen adalah perbandingan jumlah (kuantitas) ekstrak yang dihasilkan
dari ekstraksi tanaman. Rendemen menggunakan satuan persen. Nilai rendemen
ekstrak menentukan jumlah ekstrak yang dihasilkan, semakin tinggi nilai
rendemen maka semakin banyak ekstrak yang dihasilkan. Kualitas ekstrak yang
dihasilkan berbanding terbalik dengan jumlah rendemen ekstrak yang dihasilkan,
semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan maka semakin rendah mutu
ekstrak yang dihasilkan. Rumus menghitung rendemen ekstrak (22).

bobot ekstrak
Rendemen ekstrak = x 100%
bobot simplisia

L. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
yang memisahkan, yang terdiri atas bahan butir-butir (fase diam), ditempatkan
pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran
yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal).
Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
perambatan pipa kapiler (pengembangan). Untuk mendapatkan kondisi jenuh
bejana kromatografi, dinding bejana dilapisi dengan lembaran kertas saring, fase
18

gerak dituang kedalam bejana sehingga kertas saring basah dan dalam bejana
terdapat fase gerak setinggi 5-10 mm, bejana ditutup selama 30 menit pada suhu
kamar, selanjutnya lempeng yang telah siap untuk digunakan ditempatkan dalam
bejana yang sudah jenuh dan segera ditutup kembali. Bila pelarut pengembang
telah merambat naik dari titik awal penotolan, lempeng dikeluarkan dan kemudian
bejana dikeringkan di udara dalam lemari asam.

Identifikasi senyawa yang tak berwarna pada kromatogram dilakukan di bawah


lampu UV (254 dan 366 nm ), ditandai dengan ada atau tidaknya fluoresensi.
Untuk menampakkan senyawa yang hampir tidak tampak atau hanya nampak
lemah di bawah lampu UV, digunakan bahan penyemprot. KLT sangat
bermanfaat untuk analisis obat dan bahan lain dalam laboratorium karena hanya
memerlukan peralatan sederhana, waktu cukup singkat dan jumlah zat yang
diperiksa cukup kecil. Di samping itu tidak diperlukan ruang besar dan teknik
pengerjaannya sederhana (24).

M. Bioautografi
Metode bioautografi merupakan metode sederhana yang digunakan untuk
menunjukkan adanya aktivitas antibakteri atau kapang. Metode ini
menggabungkan penggunaan teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan
respon dari mikroorganisme yang diuji berdasarkan aktivitas biologi dari suatu
analit yang dapat berupa antibakteri, antikapang, dan antiprotozoa (25).
Bioautografi dapat digunakan untuk mencari antibakteri atau antikapang baru,
kontrol kualitas antimikroba, dan mendeteksi golongan senyawa. Ciri khas dari
prosedur bioautografi adalah didasarkan atas teknik difusi agar, dimana senyawa
antimikroba (antibakteri) dipindahkan dari lapisan plat KLT ke medium agar yang
telah diinokulasikan dengan merata bakteri uji di dalamnya. Dari hasil inkubasi
pada suhu dan waktu tertentu akan terlihat zona hambatan di sekeliling spot noda
dari plat KLT yang telah ditempelkan pada media agar. Zona hambatan
ditampakkan oleh aktivitas senyawa aktif yang terdapat di dalam bahan (isolat)
terhadap pertumbuhan bakteri uji (26).
19

Metode bioautografi dibedakan menjadi bioautografi kontak, bioautografi agar


overlay, dan bioautografi langsung (27).

a. Bioautografi Kontak
Bioatografi kontak dilakukan dengan meletakkan lempeng kromatogram
hasil evaluasi senyawa yang akan diuji di atas media padat yang sudah
diinokulasi dengan mikroba uji. Adanya senyawa antimikroba ditandai
dengan adanya daerah jernih yang tidak ditumbuhi mikroba.

b. Bioautografi Overlay
Pada bioautografi overlay, lempeng kromatogram dilapisi dengan agar
yang masih cair yang sudah diinokulasi dengan mikroba uji. Setelah agar
mengeras, lempeng kromatogram diinkubasi dan diwarnai dengan
tetrazolium dye. Penghambatan dapat dideteksi dengan terbentuknya pita
(band).

c. Bioautografi Langsung
Bioautografi langsung dapat dilakukan dengan menyemprot lempeng
kromatogram dengan mikroba uji dan diinkubasi. Zona hambat yang
terbentuk divisualisasikan dengan menyemprot lempeng kromatogram
dengan tetrazolium dye.

N. Rencana Penelitian
1. Prinsip Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni.

. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah:


1) Bakteri uji S. mutans
2) Fraksi etanol, klorofom, n-heksan buah takokak dengan konsentrasi
50%, 100%
b. Variabel terikat: Diameter zona hambat.
c. Variabel terkendali yaitu:
1) Media pertumbuhan bakteri S. mutans
20

2) Suhu untuk menumbuhkan S. mutans (37 °C).


3) Waktu yang ditentukan untuk mengamati S. mutans yaitu 24 jam.

2. Definisi Operasional
a. Daya antibakteri adalah kemampuan suatu bahan yang digunakan untuk
membasmi bakteri.
b. Buah takokak diperoleh dari Biha Pesisir Barat yang diekstrak dengan
metode Maserasi.
c. Zona hambat adalah daerah bening yang terdapat disekitar lubang
sumuran yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan
pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat
antibakteri. Semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk
bakteri tersebut semakin sensitif.
d. Biakkan bakteri S. mutans diperoleh dari Laboratorium Kesehatan
Daerah Bandar Lampung ditanam pada media NA.
e. Kontrol positif adalah media padat Nutrient Agar (NA) yang ditambah
dengan bakteri uji dan klorhesidin.
f. Kontrol negatif adalah media padat Nutrient Agar (NA) yang ditambah
dengan bakteri uji dan aquades.

3. Sampel Penelitian
Sampel dari penelitian ini yaitu buah takokak yang diperoleh dari daerah
Krui Desa Biha. Sampel diambil menggunakan teknik selective random
sampling dengan kriteria buah takokak yang dijadikan sampel adalah sebagai
berikut:
a. Buah takokak yang berwarna hijau kekuningan
b. Buah takokak yang bersih dari fungi

4. Rancangan Percobaan
Rancangan pada penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 6 (enam) kali pengulangan. Perlakuan dalam penelitian ini
21

fraksi etanol buah takokak, fraksi klorofom buah takokak, fraksi n-heksan
buah takokak, kontrol positif, dan kontrol negatif yang terdiri dari 4 (empat)
perlakuan. Taraf konsentrasi fraksi etanol, fraksi klorofom, dan fraksi n-
heksan buah takokak, yaitu (50% dan 100% v/v) serta aquadest sebagai
kontrol negatif dan klorhesidin 0,2% sebagai kontrol positif. Tabel rancangan
percobaan disajikan pada tabel 2.1. pengulangan perlakuan dapat dihitung
menggunakan rumus Federer :
(t-1) (n-1) ≥ 15
Keterangan :
t = Banyaknya perlakuan
n = Banyaknya ulangan
Dengan rumus tersebut diperoleh besar sampel:
(t-1) (n-1) ≥ 15
(4-1) (n-1) ≥ 15
3(n-1) ≥ 15
3n ≥ 18
n≥6
Tabel 2.1 Rancangan Percobaan

Ulangan
Perlakua 1 2 3 4 5 6

n
P1 P1.1 P1.2 P1.3 P1.4 P1.5 P1.6
P2 P2.1 P2.2 P2.3 P2.4 P2.5 P2.6
P3 P3.1 P3.2 P3.3 P3.4 P3.5 P3.6
P4 P4.1 P4.2 P4.3 P4.4 P4.5 P4.6

Keterangan :
P1 : Kontrol Positif (Klorhesidin)
P2 : Kontrol Negatif (Aquades)
P3 : Konsentrasi Fraksi 50%
P4 : Konsentrasi Fraksi 100%
22

5. Pengumpulan Data
Data zona hambat yang terbentuk diukur sebanyak dua kali yaitu
pengukuran berdasarkan garis tengah dan hasilnya dirata-ratakan. Alat
pengukuran zona hambat menggunakan pipa kapiler.

6. Analisis Data
Data hasil dari pengukuran zona hambat dianalisis dengan Analisis Of
Varian (ANOVA) dengan nilai P(α 0,5) apabila ada perbedaan nyata maka di
lanjutkan dengan uji lanjut. Analisis data menggunakan sofware SPSS 24.

7. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi F-MIPA
Farmasi Universitas Tulang Bawang Lampung
23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan Penelitian


1. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, botol gelap,
jangka sorong, rotary evaporator, pipet mikro, pipet tetes, pipa kapiler, jarum
ose, autoklaf, tabung reaksi, rak tabung reaksi, inkubator, erlenmeyer, gelas
ukur, gelas beker, timbangan, lemari pendingin, bunsen, labu ukur, kertas
HVS, karet gelang, plastik tahan panas, alumunium foil, tisu, kapas, kertas
saring, kertas label, corong pisah, kaca arloji, gunting, benang kasur, kain
kasa, penggaris, lampu UV, LAF (Laminar Air Flow), oven, chamber dan
pelat silika gel G60F254.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah takokak, blue tip,
klorhesidin, biakan bakteri S. mutans, media Nutrien Agar (NA) dan Nutrient
Broth (NB), aquadest (H2O), etanol 70% (C2H6O), kloroform (CHCl3), n-
Heksan (CH3(CH2)4CH3), Amoniak (NH3), Liebermann-Burchard, besi (III)
clorida (FeCl3) dan pereaksi Bouchardat.

B. Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Bahan Uji
24

Bahan uji yang digunakan adalah buah takokak yang dikeringkan. Bahan
uji diperoleh dari Desa biha Kecamatan Pesisir Selatan Kabupaten Pesisir
Barat.

2. Uji Determinasi
Buah takokak terlebih dahulu di determinasi. Determinasi dilakukan di
Fakultas Biologi Universitas Lampung. Uji ini bertujuan untuk membuktikan
bahwa jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian telah sesuai dengan
yang dimaksudkan, sehingga tidak terjadi kesalahan penggunaan tanaman.

3. Pembuatan Simplisia Buah Takokak


Pembuatan simplisia buah takokak dilakukan dengan menimbang buah
takokak seberat 2 kilogram, lalu dicuci dan dipotong dengan ketebalan ± 3
mm. Dikeringkan dengan cara diangin anginkan selama 24 jam. Buah
takokak yang sudah diangin anginkan kemudian dijemur dibawah sinar
matahari dan ditutup dengan kain hitam.

4. Uji Karakteristik Simplisia


Pengujian karakteristik simplisia yang akan dilakukan meliputi uji
parameter non spesifik, batas minimal standar uji yang akan dilakukan adalah
tiga pengujian antara lain kadar air, kadar abu dan kadar abu yang tidak larut
dalam asam (22).
a. Penetapan kadar air
Sampel sebanyak 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan cawan yang
telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian cawan dan sampel
dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 30 menit, cawan
didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai
diperoleh bobot konstan.
b. Penetapan kadar abu
Sampel serbuk yang telah digerus sebanyak 3 gram dan ditimbang
seksama, masukkan kedalam krus silikat yang telah dipijarkan, lalu
25

ratakan. Sampel dipijarkan perlahan-lahan sampai arang habis, dinginkan


kemudian timbang. Kemudian saring menggunakan kertas saring bebas
abu. Sisa abu dan kertas dimasukkan dalam krus, diuapkan, dipijarkan
sampai bobot tetap kemudian ditimbang.

c. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam


Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml
asam sulfat encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut
dalam asam, saring dengan kertas saring, cuci dengan air panas, pijarkan
hingga bobot tetap. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap
bahan yang telah dikeringkan diudara.

5. Pembuatan Ekstak Buah Takokak


Simplisia buah takokak ditimbang sebanyak 500 gram dan dimaserasi
dengan etanol 70% sampai simplisia terendam sempurna selama 24 jam
sampai pelarut jernih setiap 24 jam pelarut diganti dengan yang baru.
Maserat kemudian diasaring menggunakan kertas saring dan dipekatkan
dengan memnggunakan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental
150 ml.

6. Pembuatan Fraksi Buah Takokak


Ekstrak kental yang didapat kemudian difraksinasi menggunakan pelarut
yang berbeda kepolarannya yaitu n-heksan, kloroform dan etanol. Masukkan
ekstrak kental buah takokak ke dalam corong pisah, tambahkan 50 ml etanol
dan100 ml n-heksan lalu kocok hingga terjadi pemisahan antara fraksi etanol
dan fraksi n-heksan. Lakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Fraksi n-
heksandipisahkan sedangkan fraksi etanol difraksinasi kembali dengan
pelarut kloroform sebanyak 100 ml, kocok hingga diperoleh fraksi kloroform
dan fraksi etanol. Lakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Ketiga fraksi
yang diperoleh yakni fraksi n-heksan, fraksi kloroform dan fraksi etanol
kemudian diuapkan dengan rotary evaporator.
26

7. Sterilisasi Alat dan Bahan


Alat gelas yang digunakan seperti cawan, tabung reaksi, erlenmeyer, gelas
ukur, cawan petri, disterilkan terlebih dahulu menggunakan autoklaf pada
suhu 121 °C dan tekanan 1 atm selama 15 menit. Jarum ose dan pinset
disterilkan dengan cara pemijaran, untuk tipmikropipet dimasukkan kedalam
gelas bekerlalu ditutup menggunakan alumunium foil kemudian diautoklaf.
Sedangkan bahan yang tahan panas seperti aquadest,NA dan NB disterilkan
menggunakan autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit.
a. Media NA
Media NA dibuat dengan cara melarutkan NA bubuk sebanyak 2 gram
dalam 100 ml aquadest lalu dipanaskan sambil diaduk-aduk hingga larut
dan mendidih kurang lebih 10-15 menit. Medium disterilkan dengan
autoklaf pada suhu 121 °C tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah itu
NA yang masih hangat masukkan ke dalam tabung reaksi miringkan,
diamkan sampai memadat kemudian media NA miring tersebut disimpan
pada lemari pendingin.
b. Media NB
Dibuat dengan cara melarutkan NB bubuk sebanyak 0,8 gram dalam
100 ml aquadest, dan dipanaskan hingga mendidih kurang lebih 10˗15
menit. Setelah itu disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu
121 °C selama 15 menit.

8. Penyiapan Biakan Bakteri


Bakteri S. mutans dari Laboratorium Kesehatan Daerah Bandar Lampung.
Biakan bakteri ini diperbanyak dan diinokulasi pada media agar miring dan
diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37 ºC. Biakan bakteri S. mutans diambil
dengan menggunakan jarum ose sebanyak satu mata ose. Kemudian
digoreskan pada media agar miring dalam tabung reaksi dan diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37 ºC.

9. Pembuatan Suspensi bakteri


27

Biakan murni bakteri yang telah diperbanyak dalam media agar miring NA
yang telah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C, biakan diambil 1 mata
ose kemudian disuspensikan kedalammedia NB dan diinkubasi selama 24 jam
pada 37 ºC.

10. Uji Daya Antibakteri


Uji daya antibakteri menggunakan metode difusi yaitu metode lubang.
Siapkan cawan petri steril kemudian tuangkan 100 µL suspensi bakteri lalu
tambahkan media NA, homogenkan kemudian biarkan memadat. Beberapa
lubang dibuat pada media dengan menggunakan blue tip. Kemudian
masukkan larutan uji fraksi etanol, klorofom, n heksan buah takokak,
klorhesidin sebagai kontrol positif dan aquadest sebagai kontrol negatif ke
dalam lubang-lubang tersebut dengan menggunakan mikropipet. Semua
cawan petri diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Selanjutnya dilakukan
pengamatan dan pengukuran zona hamb8t yang terbentuk disekeliling lubang
sumuran dengan menggunakan jangka sorong.
Kriteria kekuatan daya antibakteri sebagai berikut :
a. Diameter zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan lemah.
b. Diameter zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang.
c. Diameter zona hambat 10-20 mm dikategorikan kuat.

d. Diameter zona hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat kuat


(28).

11. Pemisahan Senyawa Secara Kromatografi Lapis Tips (KLT)


Uji kandungan senyawa dengan plat KLT. Sampel yang digunakan yaitu
fraksi etanol buah takokak. Fase diam yang digunakan yaitu pelat silika gel
G60F254 dengan ukuran 7 cm × 2,5 cm yang diaktifkan terlebih dahulu
dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100 ºC selama 30 menit. Fase
gerak yang digunakan yaitu kloroform:metanol:air dengan perbandingan
(2:5:3) (v/v/v)). Kemudian pelat silika ditotolkan sampel menggunakan pipa
kapiler sebanyak 5 kali ulangan. Dibiarkan beberapa menit hingga kering
28

dan masukkan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan fase gerak yang
digunakan. Plat KLT dikeluarkan noda yang tampak pada kromatogram
kemudian diamati pada UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366
nm. Bercak dideteksi dengan pereaksi semprot Bouchardat untuk alkaloid
dan akan menunjukkan warna coklat, amonia untuk flavonoid menunjukkan
warna kuning, hijau, coklat atau merah muda, FeCl 3 untuk taninakan
menghasilkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam kuat, dan
Liebermann-Burcharduntuk saponin (29).

12. Pengujian Secara KLT-Bioautografi


Senyawa aktif yang mempunyai aktivitas antibakteri kemudian dideteksi
menggunakan metode bioautografi. Plat silika yang telah diaktivasi,
ditotolkan dengan fraksi etanol sebanyak 5 kali penotolan. Kemudian
kromatogram ditempelkan pada permukaan media agar dalam petri yang
masing-masing telah diinokulasi dengan suspensi bakteri S.mutans. Setelah 3
jam lempeng tersebut diangkat dan dipindahkan kemudian diinkubasi pada
suhu 37 ºC selama 24 jam lalu amati zona hambatan yang terbentuk (30).

Jarak yang ditempuh oleh zat yang diteliti


Rf =
Jarak yang ditempuh oleh pelarut
29

C. Rencana Jadwal Kegiatan

Penelitian ini akan dilakukan secara bertahap dimulai dari studi pustaka
sampai ujian sidang skripsi.
Tabel 3.1 Tabel Jadwal Kegiatan
Kegiatan Bulan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Studi
Pustaka
Penyusunan
Makalah
Proposal
Seminar
Proposal
Persiapan
Penelitian
Pelaksanaan
Penelitian
Pengolahan
dan analisis
data
Penyusunan
skripsi
Seminar
hasil
Perbaikan
skripsi
Ujian
30

sidang
skripsi

DAFTAR PUSTAKA

1. Baheramsyah. Tumbuhan obat di sekitar rumah kita. Lampung: Herba Center


Bandar Lampung; 2009. 66-67 p.

2. Kusirisin W, Jaikang C, Chaiyasut C, Narongchai P.Effect of Polyphenolic


Compounds from Solanum torvum on Plasma Lipid Peroxidation, Superoxide
anion and Cytochrome P450 2E1 in Human Liver Microsomes. Medicinal
Chemistry.2009 ; 5 (6):583-588.

3. Agustrina G. Potensi Propolis Lebah Madu Apis Mellifera Spp sebagai Bahan
Antibakteri (Jurnal Mikrobiologi Farmasi) Departemen Biokimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. 2011.

4. Tjay T, Rahardja K. Obat-obat penting : khasiat, penggunaan dan efek-efek


samping nya. IV. Jakarta: PT Elex Media Komput; 2002.

5. Lamont RJ, Jenkinson HF. Oral Microbiology at a Glance. Oxford: Willey-


Blackwell; 2010.

6. Ophori EA, Eriagbonye BN, Ugbodaga P. Antimicrobial activity of propolis


against Streptococcus mutans. Afr J Biotechnol. (31): 4966-4969 p.

7. Aznita WHH, Abidin ZZ, Aznan E, Razi MN. The Effectiveness of


Chlorhexidine, Hexetidine and Eugenia caryophyllus Extracts in
Commercialized Oral Rinses to Reduce Dental Plaque Microbes. Res J Biol
Sci. 2009: 4 (6):716-719p.

8. Anggayanti NA, Adiatmika I, Adiputra2 N. Berkumur dengan teh hitam lebih


efektif daripada Chlorhexidine gluconate 0 , 2 % untuk menurunkan akumulasi
plak gigi. 2013;62(2):35–40p.

9. Sirait N. Terong cepoka (Solanum torvum) herba yang berkhasiat sebagai obat.
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 2009. Jurnal
Mikrobiologi Farmasi 15 (1):10-12 p.
31

10. Yuanyuan LU, Jianguang L, Xuefeng H dan Lingyi K. Four


steroidalglycosides from Solanum torvum and their cytotoxic activities.
Steroids 2009. Jurnal Mikrobiologi Farmasi 74: 95–101p.

11. Kovar A. Indentifikasi Obat. 2009. Edisi 5. Bandung:Penerbit ITB. 206 p

12. Pratiwi S. Mikrobiologi Farmasi. Edisi 1. Jakarta : Erlangga. 2008

13. Voight R.1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Editor Samoehadi. Edisi
3. Jogjakarta:Gajah Mada University press.113-117p

14. Ramadhan GA. Serba serbi kesehatan gigi dan mulut. Bndung:ITB 2010

15. Harbone J. 2013. Metode Fitokimia cara Modern Menganalisi tumbuhan.


Bandung: ITB. 210-217p

16. Agoes G. Teknologi bahan alam. Bandung ITB; 2009.

17. Waluyo L. Teknik dan Metode dasar dalam Mikrobiologi. Malang:


Universitas Muhammadiyah Malang; 2010. 195-198 p.

18. Parwani SR, Parwani RN, Chitnis PJ, Dadlani HP, Prasad SVS. Comparative
evaluation of anti-plaque efficacy of herbal and 0.2% chlorhexidine gluconate
mouthwash in a 4-day plaque re-growth study. J Indian Soc Periodontol.
2013;17(1):72–7.

19. Sinaredi BR, Pradopo S, Wibowo B. Daya antibakteri obat kumur


chlorhexidine , povidone iodine , fluoride suplementasi zinc terhadap ,
Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis ( Antibacterial effect of
mouth washes containing chlorhexidine , povidone iodine , fluoride plus zinc
on. 2014;47(4).

20. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. 3rd ed.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia;1979.

21. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. 4th ed.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1995.

22. Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Pedoman


Teknologi Sediaan Berbasis Ekstrak. volume 2. Jakarta: Direktorat Obat Asli
Indonesia BPOM RI; 2013. 3-4 p.

23. Dr. Achmad Sujudi. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Defertemen Kesehatan RI; 2000. 1-77 P.

24. Harbone J. Metode fitokimia cara modern menganalisis tumbuhan. Bandung:


Institut Teknologi Bandung; 1987.
32

25. Kovar A dan. Identifikasi Obat. Edisi ke 5. Bandung: Penerbit ITB; 2002.

26. Kusumaningtyas, E, Astuti, E D. Sensitivitas Metode Bioautografi Kontak


dan Agar Overlay dalam Penentuan Senyawa Antikapang (Skripsi). Fakultas
Farmasi Universitas Pancasila. Jakarta. 2008.

27. Kusumaningtyas, E, Astuti, E D. Sensitivitas Metode Bioautografi Kontak


dan Agar Overlay dalam Penentuan Senyawa Antikapang (Skripsi). Fakultas
Farmasi Universitas Pancasila. Jakarta. 2008.

28. Akhyar. Uji Daya Hambat dan Analisis KLT Bioautografi Ekstrak Akar dan
Buah Bakau (Rhizophora Stylosa Griff) Terhadap Vibrio Harveyi.
Universitas Hasanuddin Makassar. 2010.

29. Kusumaningtyas, E, Astuti, E D. Sensitivitas Metode Bioautografi Kontak


dan Agar Overlay dalam Penentuan Senyawa Antikapang (Skripsi). Fakultas
Farmasi Universitas Pancasila. Jakarta. 2008.

30. Ersita K. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Aktif Daun Sirsak (Annona
muricata Linn) Terhadap Bakteri Eschericia coli (Jurnal Mikrobiologi
Farmasi). Program Study Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bina Husada.2016.
33

LAMPIRAN
34

Lampiran A. Skema Pembuatan Ekstrak Buah Takokak

Buah
Takokak

- Dicuci dengan air mengalir


- Ditiriskan
- Dirajang
- dikeringkan

Buah Takokak kering


Maserasi dengan etanol 70 %
kemudian disaring

Ampas Maserat

Di maserasi kembali
hingga pelarut jernih
(tidak berubah warna
kembali)

Ampas

Maserat

Rotari evaporator

Ekstrak cair
35

Lampiran B. Skema Pembuatan Fraksi Buah Takokak

Ekstrak kental buah


takokak
.

Fraksi etanol Fraksi n-heksan

Rotari evaporator
+100 mlkloroform

Fraksi n-heksan
Fraksi etanol Fraksi kloroform cair

Rotari evaporator Rotari evaporator

Fraksi etanol Fraksi


cair kloroform cair

Uji daya antibakteri


36

Lampiran C. Rendemen Ekstrak

Bobot simplisia 500 gram


Bobot ekstrak 154 gram

bobot ekstrak
Rendemen ekstrak = x 100%
bobot simplisia

154 gram
= x 100 %
500 gram

=0,30
37

Lampiran D. Besar Sampel Penelitian

Jumlah pengulangan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan rumus


Federer :

(t-1) (n-1) ≥ 15
Keterangan :
n= jumlah perlakuan ulang (sampel)
t= jumlah perlakuan dalam penelitian

(t-1) x (n-1) ≥ 15
(4-1) x (n-1) ≥ 15
3x (n-1) ≥ 15
3n – 3 ≥ 15
3n ≥ 15 +3
n ≥ 18/3
n≥6
Dari hasil perhitungan diatas jumlah perlakuan ulang (n) yang digunakan adalah
6. Dan jumlah perlakuan dalam penelitian (t) adalah 4.
38

Lampiran E. Pengenceran Bahan

Pengenceran bahan dilakukan dengan rumus V 1. N 1=V 2. N 2, konsentrasi yang


dibuat adalah 50%, dan 100% diencerkan sampai 5 ml.

1. Konsentrasi 50% :V 1. N 1=V 2. N 2


5 ml x 50% =V 2x 100%
V 2 = 250 ml/% : 100%
V 2 = 2,5 ml

2. Konsentrasi 100% :V 1. N 1=V 2. N 2


5 ml x 100% =V 2x 100%
V 2 = 500 ml/% : 100%
V 2 = 5 ml
39

Lampiran F. Skema Uji Daya Antibakteri Fraksi Buah Takokak Terhadap


S. mutans

Suspensi bakteri

-Ditambahkan
Media NA

-Dihomogenkan
Media NA yang telah
memadat dan berisi suspense
bakteri

Dibuat lubang dengan menggunakan


blue tip

Larutan uji ekstrak buah takokak dengan konsentrasi 100,


fraksi etanol, fraksi kloroform, fraksi n-heksan dan
antiseptik klorhesidin sebagai kontrol (positif), aquades
kontrol (negatif) dan pelarut aquades dimasukkan ke
dalam lubang-lubang sumuran.

-Dinkubasiselama 18 jam padasuhu 37°C


-Diukur diameter zona hambat
-DilakukanAnalisa data

Hasil analisa data


40

Lampiran G. Skema Pembuatan Kromatografi Lapis Tipis

Aktifkan pelat
silika gel
Pada suhu 110 ˚C selama 30 menit

Jenuhkan chamber

-lapisi chamber dengan kertas saring


-jenuhkan dengan fase gerak
-akhiri jika kertas saring telah basah
dengan uap fase gerak

Totolkan sampel ke
plat silika gel

Masukkan ke dalam chamber


yang telah dijenuhkan dengan
fase gerak

-Keluarkan plat
-keringkan

Deteksi bercak

Hitung Rf
41

Lampiran H. Skema Pembuatan Bioautografi

Aktifkan pelat
silika gel

Pada suhu 110 ˚C selama 30 menit


Jenuhkan chamber

-lapisi chamber dengan kertas saring


-jenuhkan dengan fase gerak
-akhiri jika kertas saring telah basah
dengan uap fase gerak

Totolkan sampel ke
plat silika gel

Masukkan ke dalam chamber


yang telah dijenuhkan dengan
fase gerak

-Keluarkan plat
-keringkan

Masukkan ke dalam
media yang telah
ditanami bakteri

Amati zona hambat


Hitung Rf

Anda mungkin juga menyukai