BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat
Indonesia sejak dulu. Hal ini disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang
merupakan daerah tropis dengan suhu dan kelembaban tinggi yang memudahkan
tumbuhnya bakteri diantaranya bakteri yang bersifat patogen. Selain itu, keadaan
sanitasi yang buruk menyebabkan penyakit infeksi ini semakin berkembang. Penyakit
infeksi biasanya disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti bakteri, virus,
parasit, dan jamur. Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi yaitu
Bacillus subtilis dan Escherichia coli (1)(2).
Bacillus subtilis dan Escherichia coli merupakan bakteri yang terdapat di dalam
saluran pencernaan manusia sebagai flora normal, tetapi akan merugikan jika
bertambah atau meningkatnya jumlah bakteri tersebut sehingga dapat mengganggu
metabolisme tubuh terutama dalam saluran pencernaan. Gejala umum gangguan
pencernaan dan tanda klinisnya dapat berupa diare yang bisa disertai mual, muntah-
muntah, darah pada tinja, sakit perut, demam menggigil hingga risiko komplikasi
yang biasa berupa dehidrasi (3).
Selama ini pengobatan yang biasa dilakukan untuk mengatasi penyakit infeksi
adalah dengan menggunakan antibiotik, namun penggunaan antibiotik yang
berlebihan dapat membuat mikroba patogen menjadi resisten. Antibiotik yang sering
digunakan untuk pengobatan infeksi salah satunya adalah ciprofloxacin yang
termasuk golongan fluorokuinolon generasi kedua dengan spektrum luas, serta
memiliki aktivitas yang tinggi untuk mengobati berbagai penyakit infeksi (4).
2
Salah satu tanaman yang telah lama digunakan oleh masyarakat yaitu daun
kacang panjang, selain dapat dikonsumsi juga dapat digunakan untuk pengobatan.
Data empiris menyebutkan bahwa daun kacang panjang selain digunakan sebagai
pelancar asi juga digunakan sebagai antikanker, antivirus, antibakteri dan antioksidan
(6). Daun kacang panjang juga mengandung senyawa metabolit berupa saponin,
polifenol, steroid dan alkaloid (7)(8). Selain itu juga mengandung protein,
karbohidrat, lemak, kalsium, besi, phosfor, vitamin B1, vitamin B2, dan vitamin C
(9).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah fraksi etanol dan n-heksan dari Ekstrak Daun Kacang Panjang
(Vigna unguiculata (L.) Walp) dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Bacillus subtilis dan Escherichia coli ?
2. Senyawa aktif apakah dalam fraksi etanol dan n-heksan daun kacang panjang
(Vigna unguiculata (L.) Walp) yang paling efektif dalam menghambat
bakteri Bacillus subtilis dan Escherichia coli ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fraksi etanol dan n-heksan daun
kacang panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp) dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis dan Escherichia coli.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui senyawa aktif daun kacang panjang (Vigna unguiculata
(L.) Walp) secara bioautografi dan mengkarakterisasi gugus fungsi senyawa
aktif dari daun kacang panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp) dengan
spektrofotometer IR.
D. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat bahwa fraksi etanol dan n-
heksan daun kacang panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp) dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis dan Escherichia coli.
4
E. Hipotesis
1. Fraksi etanol dan n-heksan daun kacang panjang (Vigna unguiculata (L.)
Walp) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis dan
Escherichia coli.
2. Senyawa aktif daun kacang panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp) adalah
saponin, polifenol, steroid dan alkaloid serta gugus fungsi senyawa aktif dari
daun kacang panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp) adalah polifenol dengan
gugus fungsi (O-H) fenol, (C=C) aromatik, (C-O-C) karbonil.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Vigna
Spesies : (Vigna unguiculata (L.) Walp).(6).
2. Nama Daerah
3. Morfologi
Kacang panjang merupakan tanaman semusim yang bersifat merambat.
Batangnya panjang liat dan sedikit berbulu. Daun melekat pada tangkai daun
yang agak panjang. Letak daun ber-susun tiga, berwarna hijau muda sampai hijau
tua. Bunga berbentuk seperti kupu kupu, terletak pada ujung tangkai yang
panjang, dan warna bunga bervariasi antara putih, kuning, atau biru. Buah
kacang panjang berbentuk polong yang ukurannya panjang dan ramping, serta
6
berwarna hijau keputih putihan atau putih (buah muda), atau kemerah merahan
namun setelah tua menjadi putih kekuning kuningan atau hijau kekuning
kuningan. Biji kacang panjang bentuknya bulat agak memanjang dan pipih, di
tengahnya terdapat bintik merah tua atau hitam atau belang belang. System
perakaran tanaman kacang panjang dapat menembus lapisan olah tanah pada
kedalaman hingga ± 60 cm dan cabang cabang akarnya dapat bersimbiose
dengan bakteri Rhizobium sp. Untuk mengikat unsur Ni-trogen bebas (N 2) dari
udara, kemudian dibentuk nodula nodula (bintil-bintil) akar. Tiap hektar lahan
pertanaman kacang panjang dapat menghasilkan 198 kg bintil akar/tahun atau
setara dengan 440 kg pupuk urea (9).
Tanaman kacang panjang dapat hidup baik di dataran rendah maupun dataran
tinggi. Penanamannya pun dapat dilakukan sepanjang tahun, baik di musim hujan
maupun musim kemarau. Pertumbuhan tanaman ini tidak terbatas pada keadaan
lingkungan selama memungkinkan untuk tumbuh. Kacang panjang biasanya ditanam
di sawah sebagai tanaman sela setelah menanam padi atau di pematang sawah, jarang
dibudidayakan secara khusus. Bisa juga di tanam di pekarangan, karena tidak
memerlukan lahan yang luas (9).
B. Bakteri B. Subtilis
1. Klasifikasi Ilmiah
Bacillus subtilis di klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Procaryotae
Divisi : Bacteria
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Family : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus subtilis (11).
2. Morfologi
B. subtilis merupakan bakteri gram-positif yang berbentuk batang dan secara
alami sering ditemukan di tanah dan vegetasi.B. subtilis tumbuh di berbagai
mesofilik suhu berkisar 25-35ºC.B. subtilis juga telah berevolusi sehingga dapat
hidup walaupun di bawah kondisi keras dan lebih cepat mendapatkan perlindungan
9
terhadap stres situasi seperti kondisi pH rendah (asam), bersifat alkali, osmosa,
atau oxidative kondisi, dan panas atau etanol. Bakteri ini hanya memiliki satu
molekul DNA yang berisi seperangkat set kromosom. DNAnya berukuran BP
4214814 (4,2 Mbp) (TIGR CMR). 4,100 kode gen protein. Beberapa keunggulan
dari bakteri ini adalah mampu mensekresikan antibiotik dalam jumlah besar ke
luar dari sel (11).
3. Patogenesis
B. subtilis merupakan salah satu bakteri yang termasuk kelompok bakteri
famili Bacillaceae yang hidup di dalam saluran pencernaan manusia dan bersifat
patogen. B.subtilis termasuk bakteri gram positif, berbentuk batang, dapat tumbuh
pada kondisi aerob dan anaerob. Bakteri tersebut dapat membentuk endospora dan
dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama pada kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan untuk pertumbuhannya (12).
C. Bakteri E. coli
1. Klasifikasi :
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : E. coli
Nama Binomial : Escherichia coli (13).
10
2. Morfologi
Bakteri E. coli adalah bakteri gram negatif, anaerobik fakultatif berbentuk
batang yang umumnya ditemukan di usus besar makhluk berdarah panas.
Umumnya, strain dari E. coli tidak berbahaya, tetapi beberapa serotip dapat
menyebabkan keracunan makanan yang serius dan penarikan produk makanan
karena terkontaminasi bakteri ini (CDC, 2014b). Strain yang tidak berbahaya
adalah flora normal dari usus dan bermanfaat untuk produksi vitamin K2 dan
menghambat bakteri patogen pada usus (13).
3. Patogenesis
E. coli dihubungkan dengan tipe penyakit usus (diare) pada manusia.
Enteropatogenik E. coli menyebabkan diare terutama pada bayi dan banyak anak
anak di Negara sedang berkembang dengan mekanisme yang belum jelas
diketahui. Frekuensi penyakit diare disebabkan oleh strain bakteri ini sudah jauh
berkurang dalam 20 tahun terakhir. Enteropatogenik E.coli menyebabkan
sekretori diarrhea seperti di dalam patogenesis diare. Karena sel kuman harus
melekat pada sel epitel mukosa usus sebelum bakteri mengeluarkan toksin. E.coli
menyebabkan penyakit diare seperti desentri yang disebabkan oleh shigella.
Bakteri menginvasi sel mukosa. Ciri khas diare yang disebabkan oleh strain
enteroinvasive E.coli adalah tinja mengandung darah, mucus dan pus. Toksis
merusak sel endotel pembuluh darah, terjadi pendarahan yang kemudian masuk
kedalam bakteri enterik(13).
D. Antimikroba
11
Antimikroba adalah zat yang dapat membasmi mikroba, terutama mikroba yang
merugikan manusia. Berdasarkan mekanisme kerja antimikroba dibagi atas :
1. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel
Mikroba dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu
kompleks polimer mukopeptida. Antimikroba menghambat reaksi yang
paling dini dalam proses sintesis dinding sel. Oleh karena tekanan osmotik
dalam sel lebih tinggi dari pada di luar selmaka kerusakan dinding sel bakteri
akan mengakibatkan lisis. Contoh obat : penisilin, sefalosforin, basitrasin,
vankomisin dan sikloserin.
2. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel
Antimikroba dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel
mikroba.Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai
komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu protein, asam nukleat dan
nukleotida. Contoh obat : polimiksin dan golongan polien.
3. Antimikroba yang menghambat sintesis protein
Sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein, sintesis protein berlangsung
di ribosom dengan bantuan mRNA dan rRNA.Zat antimikroba berikatan
dengan komponen ribosom dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca
oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein
yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Contoh obat :
aminoglikosida, makrolid, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol.
4. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroorganisme
Antimikroba memiliki mekanisme kerja yang bersifat toksis kurang selektif,
karena bersifat toksik terhadap tubuh penderita, sifat sitotoksis dapat diterima
dan bermanfaat sebagai antimikroba, obat kanker dan antivirus.Contoh :
Rifampisin dan golongan kuinolon.
1. Suhu
12
3. Konsentrasi
Konsentrasi suatu zat yang digunakan tergantung kepada bahan aktif dari zat
tersebut dan jenis mikroorganisme yang diuji.
4. pH medium
Pada media yang ditanami mikroba dibuat parit yang kemudian diisi
dengan larutan yang mengandung zat antimikroba. Metode ini dapat
digunakan untuk menguji beberapa antimiroba pada saat bersamaan
terhadap satu jenis mikroba (14).
F. Antibiotik
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroba, sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil.Turunan zat-zat ini dibuat secara semi-
sintesis, begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri. Antibiotik adalah zat
biokimia yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dalam jumlah kecil dapat
menghambat pertumbuhan atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain.
Ada banyak jenis antibiotik dengan berbagai nama dan merek. Penggolongan
antibiotik berdasarkan mekanisme kerja nya. Setiap jenis antibiotik hanya bekerja
terhadap jenis bakteri atau parasit tertentu. Jenis golongan antibiotik yang utama
meliputi : Penicillin, contohya : Amoxicillin, Ampisilin, Frukloksasilin. Tetrasiklin :
contohnya tetrasiklin. Aminoglikosida, contohnya : gentamisin, dan tobramisin.
Makrolida, contohnya : eritromisin, azitromisin. Fluoroquinolones, contohnya
ciprofloxacin, levofloxasin (15).
Golongan dan Mekanisme kerja antibiotik:
1. Penisilin, contoh obat : Amoxicillin, Ampisilin, Frukloksasilin
Mekanisme kerja : obat bergantung dengan penicillin-binding protein
(PBPs) pada kuman. Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman kerena
proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu. Kemudian terjadi
aktivitasnya enzim proteolitik pada dinding sel.
14
ºC, didalam wadah kedap udara. Ciprofloxacin telah digunakan untuk mengobati
berbagai macam infeksi, termasuk infeksi saluran kemih, aliran darah, usus atau
saluran pernafasan. Mekanisme kerja fluorokuinolon yaitu memasuki sel dengan cara
difusi pasif melalui kanal protein terisi air (porins) pada membrane luar bakteri (16).
G. Simplisia
Simplisia adalah bahan yang belum mengalami perubahan apa pun kecuali bahan
alam yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani,
dan simplisia pelikan:
1. Simplisia nabati dapat berupa tanaman utuh, bagian dari tanaman (akar,
batang, daun dan sebagainya) atau eksudat tanaman, yaitu isi sel yang secara
spontan dikeluarkan dari tanaman atau dengan cara tertentu dipisahkan dari
tanaman.
2. Simplisia hewani yaitu simplisa yang dapat berupa hewan utuh, bagian dari
hewan atau zat berupa zat kimia murni.
3. Simplisia pelikan atau mineral yaitu simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral belum diolah atau telah diolah secara sederhana, akan tetapi
belum atau bukan zat kimia murni.
b. Organoleptis
Parameter organoleptis ekstrak meliputi penggunaan panca indra
mendekipsikan bentuk, warna, bau dan rasa guna pengenal awal yang
sederhana seobjektif mungkin.
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Melarutkan ekstrak dengan pelarut alkohol/air) untuk di tentukan jumlah
larutan yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara
gravimetrik. Dalam hal ini tentu dapat diukur senyawa terlarut dalam
pelarut lain misalnya heksan, diklorometan dan metanol. Tujuannya untuk
memberikan gambaran awal jumlah kandungan.
a. Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada didalam
bahan yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang
besarnya kandungan air dalam bahan (17).
b. Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur dimana
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehinggaa sisa
unsur mineral dan anorganik yang memberikan gambaran kandungan
mineral internal dan eksternal yang berasal proses awal sampai
terbentuknya ekstrak. Parameter kadar abu ini terkait dengan kemurnian
dan kontaminasi ekstrak (17).
c. Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam
Parameter kadar abu tidak larut asam yaitu hasil dari kadar abu kemudian
dilarutkan dengan pelarut yang bersifat asam. Lalu amati kelarutannya.
I. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperolah dengan mengektraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Ekstrak dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Ekstrak kental adalah sedian kental yang dibuat dari simplisia kemudian
diuapkan pelarutnya. Sehingga mengandung 100% zat aktif.
b. Ekstrak kering adalah ekstrak berbentuk kering, yang diperoleh dari proses
penguapan penyari dengan atau tanpa bahan tambahan, sehingga memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
c. Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol
sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet.
Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap mL ekstrak
mengandung bahan aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak
yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau
bagian yang bening dituangkan. Hasil yang diperoleh memenuhi persyaratan
Farmakope (19).
J. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan aktif baik dari tanaman maupun hewan
dengan menggunakan pelarut selektif sesuai standar prosedur ekstraksi. Sebagian
besar ekstrak dibuat dengan menggunakan perkolasi dan maserasi. Seluruh perkolat
dan maserat biasanya diuapkan dengan cara destilasi pengurangan tekanan, agar
18
bahan utama sedikit mungkin terkena panas. Ekstrak serbuk kering jaringan
tumbuhan dapat dilakukan secara meserasi, perkolasi, refluks, atau sokhletasi dengan
menggunakan pelarut yang tingkat kepolarannya berbeda beda. Teknik ekstraksi pada
penelitian ini adalah teknik maserasi.
Beberapa metode ekstraksi :
a. Cara Dingin
1. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperature ruangan (kamar).
2. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan.
b. Cara Panas
1. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
2. Sokhletasi adalah eksraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50 ºC.
4. Infus adalah eksraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-
98 ºC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
19
5. Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (+30 menit) dan temperatur
sampai titik didih air (19).
K. Fraksinasi
Fraksinasi adalah tekhnik pemisahan dan pengelompokan kandungan kimia
ekstrak berdasarkan kepolalaran. Pada proses fraksinasi digunakan dua pelarut yang
tidak tercampur dan memiliki tingkat kepolaran yang berbeda (20). Fraksinasi
ditujukan untuk mendapatkan suatu senyawa yang lebih murni dari ekstrak dengan
menghilangkan senyawa-senyawa lain. Metode fraksinasi yang digunakan bergantung
pada bahan yang akan difraksinasi dan tujuan fraksinasi. Metode yang dapat
digunakan untuk fraksinasi antara lain ekstraksi cair-cair dan kromatografi.
bejana dilapisi dengan lembaran kertas saring, fase gerak dituang ke dalam bejana
sehingga kertas saring basah dan dalam bejana terdapat fase gerak setinggi 5-10 mm,
bejana ditutup selama 30 menit pada suhu kamar, selanjutnya lempeng yang telah
siap untuk digunakan ditempatkan dalam bejana yang sudah jenuh dan segera ditutup
kembali. Bila pelarut pengembang telah merambat naik dari titik awal penotolan,
lempeng dikeluarkan dan kemudian bejana dikeringkan di udara dalam lemari asam.
Identifikasi senyawa yang tak berwarna pada kromatogram dilakukan di bawah
lampu UV (254 dan 366 nm ), ditandai dengan ada atau tidaknya fluoresensi. Untuk
menampakkan senyawa yang hampir tidak tampak atau hanya nampak lemah di
bawah lampu UV, digunakan bahan penyemprot. KLT sangat bermanfaat untuk
analisis obat dan bahan lain dalam laboratorium karena hanya memerlukan peralatan
sederhana, waktu cukup singkat dan jumlah zat yang diperiksa cukup kecil. Di
samping itu tidak diperlukan ruang besar dan teknik pengerjaannya sederhana (22).
Nilai Rf (Reterdation factor) merupakan parameter karakteristik kromatografi
lapis tipis. Nilai ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu suatu senyawa pada
kromatogram. Nilai Rf ini didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak yang
ditempuh senyawa dengan jarak yang ditempuh pelarut pengembang.
M. Bioautografi
Metode bioautografi merupakan metode sederhana yang digunakan untuk
menunjukkan adanya aktivitas antibakteri atau kapang. Metode ini menggabungkan
21
a. Bioautografi Kontak
Bioatografi kontak dilakukan dengan meletakkan lempeng kromatogram hasil
evaluasi senyawa yang akan diuji di atas media padat yang sudah diinokulasi
dengan mikroba uji. Adanya senyawa antimikroba ditandai dengan adanya
daerah jernih yang tidak ditumbuhi mikroba.
b. Bioautografi Overlay
Pada bioautografi overlay, lempeng kromatogram dilapisi dengan agar yang
masih cair yang sudah diinokulasi dengan mikroba uji. Setelah agar mengeras,
lempeng kromatogram diinkubasi dan diwarnai dengan tetrazolium dye.
Penghambatan dapat dideteksi dengan terbentuknya pita (band).
c. Bioautografi Langsung
Bioautografi langsung dapat dilakukan dengan menyemprot lempeng
kromatogram dengan mikroba uji dan diinkubasi. Zona hambat yang terbentuk
divisualisasikan dengan menyemprot lempeng kromatogram dengan
tetrazolium dye (23).
22
N. Spektrofotometer IR
Spektrofotometer IR adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur serapan
radiasi inframerah pada pembagian panjang gelombang (24). Spektrofotometer
inframerah pada umumnya digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa
organik, mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan
membandingkan daerah sidik jarinya. Cahaya tampak IR terdiri dari beberapa range
frekuensi elektromagnetik yang berbeda setiap frekuensi bisa dilihat sebagai warna
yang berbeda. Radiasi inframerah juga mengandung beberapa range frekuensi tetapi
tidak dapat dilihat oleh mata. Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada
daerah cahaya inframerah tengah ( mid-infrared ) yaitu pada panjang gelombang 2.5-
50 cm. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran
pada molekul atau bilangan gelombang 4000-200 cm. Pita absorbsi inframerah sangat
khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Metode ini sangat
berguna untuk mengidentifikasi senyawa organik dan organometalik. Sebagai sumber
cahaya yang umum digunakan adalah lampu tungsten, Narnst glowers, atau glowbars.
Dispersi spektrofotometer inframerah menggunakan monokromator, yang berfungsi
untuk menyeleksi panjang gelombang (10).
Analisis menggunakan spektrofotometer IR memiliki dua kelebihan utama
dibandingkan metode konversional yaitu.
a. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan
sehingga analisis dapat digunakan lebih cepat dari pada menggunakan sekuensi
atau scanning.
b. Sensitifitas dari spektrofotometri IR lebih besar dari pada cara dispersi, sebab
radiasi yang masuk ke sistem deteksi lebih banyak karea tanpa harus melalui
celah (24).
O. Rencana Penelitian
1. Prinsip Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni.
a. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah: Fraksi etanol
dan n-heksan daun kacang panjang dengan konsentrasi 100%
b. Variabel terikat: Diameter zona hambat
c. Variabel terkendali yaitu :
1. Media pertumbuhan bakteri B.Subtilis dan E. coli.
2. Suhu untuk menumbuhkan B. subtilis dan E. coli (37 ºC).
2. Sampel Penelitian
24
Sampel dari penelitian ini yaitu daun kacang panjang yang didapat dari Desa
Tulung Agung Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu. Fraksi daun
kacang panjang kemudian diujikan terhadap bakteri B. subtilis dan E. coli.
Fraksi daun kacang panjang dibuat dengan konsentrasi 100%. Masing masing
perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
4. Definisi Operasional
a. Daya antibakteri adalah kemampuan suatu bahan yang digunakan untuk
membasmi bakteri.
b. Daun kacang panjang diperoleh dari Desa Tulung Agung Kecamatan
Gadingrejo Kabupaten Pringsewu yang diekstrak dengan metode
Maserasi.
c. Zona hambat adalah daerah bening yang terdapat disekitar lubang
sumuran yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan
pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat
antibakteri. Semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk
bakteri tersebut semakin sensitif.
d. Biakkan bakteri B. subtilis dan E. coli diperoleh dari Laboratorium
Kesehatan Daerah Bandar Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi
FKUI Jakarta yang kemudian ditanam pada media NA.
e. Kontrol positif adalah media padat Nutrient Agar (NA) yang ditambah
dengan bakteri uji dan ciprofloxacin.
f. Kontrol negatif adalah media padat Nutrient Agar (NA) yang ditambah
dengan bakteri uji dan dimetil sulfoksida (DMSO).
25
6. Pengumpulan Data
Zona hambat pada uji antibakteri yang terbentuk diukur sebanyak dua
kaliyaitu pengukuran berdasarkan garis tengah dan hasil di rata-ratakan.Alat
pengukuran zona hambat adalah jangka sorong.
= Lubang sumuran
= = Zona hambat
7. Analisis Data
Data hasil pengamatan fraksi etanol dan n-heksan daun kacang panjang
terhadap bakteri B. Subtilis dan E. coli dianalisis menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) kali pengulangan. Data yang di peroleh
kemudian dianalisis dengan metode One Way Anova dengan uji lanjut Duncan
untuk mengetahui fraksi etanol daun kacang panjang terhadap bakteri E. coli
dan Tukey untuk bakteri B. Subtilis. Analisis ini menggunakan software SPSS
versi 24.
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Alat
Alat yang telah digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, botol gelap,
jangka sorong, rotary evaporator, pipet mikro, pipet tetes, pipa kapiler, jarum
ose, autoklaf, tabung reaksi, rak tabung reaksi, inkubator, erlenmeyer, gelas ukur,
gelas beker,hot plate, timbangan, lemari pendingin, bunsen, labu ukur, kertas
HVS, karet gelang, plastik tahan panas, alumunium foil, tisu, kapas, kertas
saring, kertas label, corong pisah, kaca arloji, gunting, benang kasur, kain kasa,
penggaris, lampu UV, LAF (Laminar Air Flow), oven, chamber, pelat silika gel
G60F254 dan spektrofotometer FTIR.
2. Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah daun kacang panjang,
blue tip, ciprofloxacin, biakan bakteri Bacillus subtilis, biakan bakteri E. coli,
media Nutrien Agar (NA) dan Nutrient Broth (NB), dimetil sulfoksida (DMSO),
etanol 70% (C2H6O), kloroform (CHCl3) ,n-Heksan (CH3(CH2)4CH3),
Liebermann-Burchard, besi (III) clorida (FeCl3), dan pereaksi Bouchardat.
C. Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Bahan Uji
Bahan uji yang akan digunakan adalah daun kacang panjang yang telah
dikeringkan. Bahan uji diperoleh dari Desa Tulung Agung kecamatan Gadingrejo
kabupaten Pringsewu.
2. Uji Determinasi
Daun kacang panjang terlebih dahulu di determinasi. Determinasi dilakukan
di Laboratorium Botani-FMIPA Universitas Lampung. Uji ini bertujuan untuk
membuktikan bahwa jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian telah sesuai
28
Batas minimal standar uji karakteristik simplisia yang akan dilakukan adalah
tiga pengujian yaitu :
a. Pengujian Kadar Air Simplisia Daun Kacang Panjang
Timbang daun segar yang telah dicuci. Kemudian timbang simplisia
dengan seksama dalam wadah yang telah ditara. Lalu hasil dari
penimbangan dimasukkan ke dalam rumus berikut:
A−B
% Kadar Air = x 100 %
A
Keterangan :
A. Berat penimbangan daun segar
w 2−w 0
% Kadar abu= x 100%
w1
Keterangan :
W0 = Bobot cawan kosong (gram)
W1 = Bobot simplisia awal (gram)
Berat abu( g)
% Kadar Abu Tidak Larut Asam= x 100 %
Berat simplisia(g)
tahan panas seperti NA dan NB dimasukkan kedalam autoklaf pada suhu 121 ºC
selama 15 menit.
8. Pembuatan Media
a. Media NA
b. Media NB
Dibuat dengan cara melarutkan NB bubuk sebanyak 0,8 gram dalam 100 mL
aquadest, dan dipanaskan hingga mendidih kurang lebih 10˗15 menit.
Setelah itu disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 ºC
selama 15 menit.
Biakan murni bakteri yang telah diperbanyak dalam media agar miring NA
yang telah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ºC, biakan diambil 1 mata ose
32
Sampel yang digunakan pada uji KLT ini adalah fraksi yang memberikan
diameter zona hambat terbesar pada uji antibakteri sebelumnya. Fase diam yang
digunakan yaitu pelat silika gel G60F254 dengan ukuran 1 cm × 2,5 cm yang
diaktifkan terlebih dahulu dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100 ºC
selama 30 menit. Fase gerak yang digunakan yaitu kloroform:metanol:air dengan
perbandingan (2:5:3) (v/v) yang dimasukkan kedalam chamber(25). Kemudian
pelat silika ditotolkan dengan sampel menggunakan pipa kapiler secara hati-hati.
Dibiarkan beberapa menit hingga kering dan masukkan ke dalam chamber yang
telah jenuh dengan fase gerak yang digunakan sampai terdapat bercak noda pada
KLT. Plat KLT dikeluarkan dari chamber, noda yang tampak pada kromatogram
kemudian diamati dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm dan
366 nm (25). Hasil analisis bercak dideteksi dengan reagen sebagai berikut :
a. FeCl3 untuk polifenol akan menghasilkan warna hijau, merah, ungu,
biru atau hitam kuat.
33
Identifikasi gugus fungsi dilakukan dengan mengerok plat hasil KLT yang
memiliki kandungan senyawa aktif sebagai antibakteri dari fraksi terbaik dalam
memberikan zona hambat terbesar dari daun kacang panjang lalu dianalisis
dengan spektrofotometer IR.
34
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Hasil determinasi daun kacang panjang yang telah dilakukan di Laboratorium.
Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung menunjukkan bahwa
tanaman yang digunakan adalah benar daun kacang panjang dari famili Fabaceae,
genus vigna dan spesies Vigna unguiculata (L.) Walp.
B. Pembuatan simplisia
Daun kacang panjang yang masih segar diambil sebanyak 4 kg. kemudian daun di
lakukan sortasi basah bertujuan untuk membersihkan daun dari pengotor lainnya
seperti krikil-krikil, tanah dan lain-lain. Kemudian dilakukan pencucian, dengan
menggunakan air mengalir. Tahap ini bertujuan mengurangi jumlah mikroba pada
daun. Kemudian dilakukan perajangan, bertujuan untuk memudahkan proses
pengeringan. Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari menggunakan wadah
yang ditutup dengan kain hitam.. Bertujuan untuk mengurangi kadar air dan
menghindari timbulnya jamur sehingga dapat disimpan dalam waktu lama, kain hitam
digunakan agar panas terserap sempurna dan mencegah masuknya pengotor pada saat
pengeringan. Daun kacang panjang kering didapat 900g, selanjutnya simplisia
disimpan di wadah yang tertutup rapat dan disimpan pada suhu kamar jika belum
akan digunakan agar simplisia tetap dalam mutu yang terstandarisasi.
Tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil uji parameter non spesifik terhadap
simplisia daun kacang panjang telah memenuhi syarat standar mutu simplisia
tumbuhan obat. Kadar air simplisia merupakan salah satu parameter non spesifik
yang tujuannya memberikan batasan minimal (rentang) tentang besarnya kandungan
air pada bahan (27). Pada penentuan parameter kadar air pada simplisia daun kacang
panjang didapat kadar air sebesar 5,4% menunjukkan bahwa kadar susut simplisia
dalam batas normal tidak melebihi dari nilai standar yang telah ditetapkan oleh
parameter standar umum simplisia tumbuhan obat yaitu ˂10% (27). Kadar abu
simplisia daun kacang panjang yang didapat yaitu 2,6% dan masih dalam batas
normal tidak melebihi dari nilai standar yang telah ditetapkan yaitu kurang dari 8,6%
(27). Uji kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan eksternal yang berasal dari awal sampai terbentuknya simplisia dan
menentukan jumlah pengotor pada saat proses pembuatan simplisia (27). Kadar abu
tidak larut dalam asam simplisia daun kacang panjang memenuhi standar syarat yaitu
2,6% dan tidak melebihi nilai syarat standar yaitu 2,9%. Pada pengujian kadar abu
tidak larut dalam asam bertujuan untuk menentukan tingkat pengotoran oleh pasir
atau pengotoran lainnya (27). Berdasarkan uraian diatas, maka simplisia daun kacang
panjang memenuhi syarat pada pengujian parameter non spesifik.
K+
K 100% K- K 100%
K+ K-
(A) (B)
Gambar 4.1 Hasil uji antibakteri fraksi etanol daun kacang panjang terhadap bakteri
(A). B. Subtilis (B). E. Coli konsentrasi 100% K+ Ciprofloxacin dan K- Aquadest
Hasil penelitian uji daya antibakteri menunjukkan bahwa fraksi etanol daun
kacang panjang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif B. Subtilis dan
bakteri gram negatif E. Coli. Hal ini terbukti dengan terbentuknya zona bening
disekitar sumuran dengan konsentrasi fraksi 100%.
K- K-
K 100% K 100%
K+
K+
A B
39
Gambar 4.2 Hasil uji antibakteri fraksi n-heksan daun kacang panjang terhadap bakteri (A).
B. Subtilis (B). E. Coli konsentrasi 100% K+ Ciprofloxacin dan K- Aquadest
Hasil penelitian uji daya antibakteri menunjukkan fraksi n-heksan daun kacang
panjang tidak menghasilkan diameter zona hambat terhadap bakteri B. Subtilis dan E.
Coli. Hal ini terbukti dengan tidak terbentuknya zona bening disekitar sumuran
dengan konsentrasi fraksi 100%.
Hasil uji antibakteri fraksi etanol daun kacang panjang dari masing masing
konsentrasi terhadap B. Subtilis B. E. Coli dapat dilihat dari Tabel 4.2
Tabel 4.2 Rata rata diameter zona hambat fraksi etanol terhadap bakteri B.subtilis dan
E.coli.
Diameter Zona Hambat (mm)
K- 0 0 0 0 0a
E.coli
K+ 23.67 23.55 23.70 70.92 23,64b
B.subtilis K- 0 0 0 0 0a
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf tika atas yang sama
(dibelakang simpangan baku) tidak berbeda nyata.
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat diameter zona hambat pada fraksi
etanol terhadap bakteri bakteri E. coli dengan konsentrasi 100% dikategorikan kuat
dengan diameter zona hambat 12,88 mm, sedangkan pada bakteri B. subtilis dengan
konsentrasi 100% dikategorikan kuat dengan diameter zona hambat 15,31 mm.
40
Setelah diperoleh data diameter zona hambat fraksi etanol daun kacang
panjang dilakukan analisis data secara statistik menggunakan uji One Way Anova
dikarenakan hanya satu variabel penguji yaitu konsentrasi fraksi etanol daun kacang
panjang. Syarat dalam uji One Way Anova ialah data yang diperoleh harus homogen.
Oleh sebab itu dilakukan terlebih dahulu uji Homogenitas terhadap bakteri E. coli.
Berdasarkan uji homogenitas data pada fraksi etanol daun kacang panjang
yang didapat memiliki varian yang sama dengan nilai sig. 0, 085 > 0,05 sehingga hal
ini membuktikan bahwa data yang diperoleh homogen. Hasil uji One Way Anova
diperoleh nilai sig. 0,000 < 0,05 sehingga hasilnya signifikan. Hal tersebut
membuktikan ada pengaruh penggunaan fraksi etanol daun kacang panjang terhadap
pertumbuhan bakteri E.coli. Kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan
Duncan dikarenakan nilai KK (Koefisien Keragaman) yang diperoleh besar (10,55%)
> 10%, dengan nilai sig < 0,05 menunjukkan bahwa setiap konsentrasi menunjukkan
perbedaan yang nyata. Adapun interpretasi dari uji Duncan yaitu pada K- memiliki
zona hambat yang berbeda dengan konsentrasi 100% dan Kontrol +. Kontrol +
memiliki zona hambat yang berbeda dengan Konsentrasi 100%.
Hasil Uji homogenitas pada bakteri B.subtilis daun kacang panjang yang
didapat memiliki varian yang sama dengan nilai sig. 0, 061 > 0,05 sehingga hal ini
membuktikan bahwa data yang diperoleh homogen. Hasil uji One Way Anova
diperoleh nilai sig. 0,000 < 0,05 sehingga hasilnya signifikan. Hal tersebut
membuktikan ada pengaruh penggunaan fraksi etanol daun kacang panjang terhadap
pertumbuhan bakteri B.subtilis. Kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut
menggunakan Tukey dikarenakan nilai KK (Koefisien Keragaman) yang diperoleh
kecil (0,58%) < 5%, dengan nilai sig < 0,05 menunjukkan bahwa setiap konsentrasi
menunjukkan perbedaan yang nyata. Adapun interpretasi dari uji Tukey yaitu pada K-
memiliki zona hambat yang berbeda dengan konsentrasi 100% dan Kontrol+. Kontrol
+ memiliki zona hambat yang berbeda dengan K100%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etanol daun kacang panjang
memilki daya hambat antibakteri terhadap E.coli dan B. subtilis. Hal tersebut
dikarenakan didalam daun kacang panjang mengandung senyawa polifenol, saponin,
41
dan senyawa alkaloid yang bersifat sebagai antibakteri (8). Berdasarkan penelitian
sebelumnya konsentrasi terendah ekstrak daun kacang panjang terhadap bakteri E.
coli dan B. subtilis pada konsentrasi 25% mampu menghambat pertumbuhan bakteri,
pada konsentrasi 50% dan 100% mampu membunuh bakteri E.coli dan B. subtilis (1).
Uraian diatas menunjukkan bahwa fraksi etanol daun kacang panjang menghasilkan
diameter zona hambat yang lebih kecil dibandingkan ekstrak daun kacang panjang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etanol daun kacang panjang
memiliki daya hambat antibakteri terhadap bakteri B. subtilis. Hal tersebut
dikarenakan dalam daun kacang panjang mengandung senyawa polifenol, saponin,
dan alkaloid yang bersifat sebagai antibakteri (8).
Senyawa polifenol yang memiliki fungsi sebagai senyawa antibakteri dengan
cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein, saponin menurunkan tegangan
permukaan membran lipid bakteri sehingga menghambat pertumbuhan bakteri, dan
alkaloid bekerja dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada
sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel tersebut. (8).
Gambar 4.3 Hasil Penampang Bercak Uji Kromatografi Lapis Tipis Fraksi Etanol daun
kacang panjang Dengan Fase Gerak Kloroform:Metanol:Air (2:5:3). A : sinar
tampak, B : UV 366, C : UV 254, D : FeCl3, E. Bourchardat F: liberman
burchard
43
plat, dan hasil penampang bercak negatif mengandung Steroid karena tidak terbentuk
warna hijau pada plat.
Bercak noda pada fraksi etanol daun kacang panjang dengan melihat hasil uji
semprot dapat dinyatakan mengandung senyawa polifenol dengan Rf 0,81. Salah satu
bercak noda fraksi etanol daun kacang panjang Rf 0,81 memiliki Rf yang sama
dengan Rf polifenol. Penelitian sebelumnya tentang phytochemical screening and
TLC profiling of Various Extracts of Reinwardtia indica menunjukkan adanya
senyawa yang sama dengan polifenol yaitu dengan harga Rf 0,80 (31).
Fraksi etanol daun kacang panjang setelah disemprot dengan Bouchardat
memberikan warna bercak coklat yang menandakan adanya senyawa alkaloid, Rf
yang dihasilkan yaitu 0,54. Penelitian sebelumnya tentang phytochemical screening
and TLC profiling of Various Extracts of Reinwardtia indica menunjukkan adanya
senyawa yang sama dengan alkaloid yaitu dengan harga Rf 0,56 (31).
Hasil uji penampang bercak fraksi etanol daun kacang panjang menunjukkan
bahwa terdapat senyawa polifenol dan senyawa alkaloid yang bersifat sebagai
antibakteri.
kontaminasi lebih besar, begitu pula halnya dengan bioautografi pencelupan yang
zona hambatnya agak sulit diamati.
Hasil bioautografi fraksi etanol daun daun kacang panjang yang diuji dengan
bakteri B. Subtilis dan E. coli dengan kombinasi fase gerak berupa
kloroform:metanol:air (2:5:3) (v/v/v)). Gambar hasil bioautografi dapat dilihat pada
gambar 4.5
(A) (B)
Gambar 4.5 Hasil bioautografi fraksi etanol daun kacang panjang dengan fase gerak
kloroform: metanol : air (2:5:3) (v/v/v) terhadap bakteri (A) B.subtilis dan (B) E.coli.
Zona bening yang terbentuk pada Gambar 4.6 menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri di kedua cawan dengan harga Rf yang terbentuk yaitu 0,81, hasil uji KLT
bercak pada Rf 0,81 merupakan senyawa polifenol, sehingga senyawa aktif yang
paling berperan sebagai antibakteri pada daun kacang panjang adalah senyawa
polifenol. Hal ini dapat disebabkan karena konsentrasi senyawa polifenol cenderung
lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa lainnya. Pada penelitian
sebelumnya yaitu skrining fitokimia dari daun kacang panjang menunjukkan bahwa
daun kacang panjang mengandung senyawa saponin, alkaloid, polifenol dan steroid,
namun setelah dilakukan pengujian KLT Fraksi etanol daun kacang panjang
mengandung senyawa alkaloid dan polifenol.
Pengujian secara bioautografi menunjukkan bahwa kandungan kimia yang
terdapat dalam fraksi etanol daun kacang panjang yang memiliki aktivitas antibakteri
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Fraksi etanol daun kacang panjang memiliki aktivitas antibakteri terhadap B.
Subtilis dan E.coli
2. Fraksi etanol daun kacang panjang terbukti mengandung senyawa alkaloid dan
polifenol, dan golongan senyawa aktif yang paling efektif menghambat bakteri
pada fraksi etanol daun kacang panjang adalah senyawa polifenol dengan harga
Rf 0,81.
3. Gugus fungsi senyawa aktif berdasarkan karakterisasi spektrofotometer IR pada
fraksi etanol daun kacang panjang pada Rf 0,81 menunjukkan adanya gugus
OH fenol, C-O-C karbonil dan C=C aromatik.
B. Saran.
1. Perlu dilakukan isolasi dan identifikasi lebih lanjut mengenai senyawa
antibakteri yang terdapat dalam ekstrak maupun fraksi daun kacang panjang
yang mempunyai aktivitas antibakteri.
49
DAFTAR PUSTAKA
30. Galuh Gondo Kusumo, M.A. Hanny Ferry, Heppy Asroriyah. 2017.
Identifikasi Senyawa Tanin Pada Daun Kemuning (Murayya panicullata L.
Jack) Dengan Berbagai Jenis Pelarut Pengekstraksi. Journal of pharmacy
and Science. 2(1):29-32.
31. Sonam mehta, Rana PS, Saklani pooja. 2017. Phytochemical screening and
TLC profiling of Various Extracts of Reinwardtia indica. International
Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research 9(4); 523-527.
32. Grale TJ, Swartzlander EE. Parallel GF (2n) multipliers. 2017. Conference
Record of 51st Asilomar Conference on Signals, System and Computers,
ACSSC. Hal 1029-1033.
33. Sri Utami, Widiyantoro Ari, J Afgani. 2016. Karakterisasi senyawa fenolik
dari fraksi metanol bunga nusa indah (Mussaenda erythrophylla). JKK Vol
6(4) hal 83-88.
52
LAMPIRAN
53
Daun kacang
panjang
Ampas Maserat
Di maserasi kembali
hingga pelarut jernih
(tidak berubah warna)
Ampas
Maserat
54
Rotari evaporator
Ekstrak cair
Fraksi n-heksan
Fraksi etanol cair
+ 100 mLkloroform
Suspensi bakteri
-Ditambahkan
Media NA
-Dihomogenkan
Media NA yang telah memadat dan
berisi suspensi bakteri
Aktifkan pelat
silika gel
Jenuhkan chamber
-lapisi chamber dengan kertas saring
-jenuhkan dengan fase gerak
-akhiri jika kertas saring telah basah
dengan uap fase gerak
Totolkan sampel ke
plat silika gel
-Keluarkan plat
-keringkan
Deteksi bercak
57
Hitung Rf
Aktifkan pelat
silika gel
Totolkan sampel ke
plat silika gel
-Keluarkan plat
-keringkan
Masukkan plat KLT
diatas permukaan media
yang telah di suspensi
bakteri B.subtilis dan
E.coli
58
Analisis dengan
spektrofotometer IR
Spektrum IR
Jumlah pengulangan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan rumus Federer:
(t-1) (n-1) ≥ 15
Keterangan :
(t-1) x (n-1) ≥ 15
(8-1) x (n-1) ≥ 15
7 x (n-1) ≥ 15
7n – 7 ≥ 15
7n ≥ 15 +7
n≥ 22/7
n≥ 3, 14 ̴ 3
Dari hasil perhitungan diatas jumlah perlakuan ulang (n) yang digunakan adalah
3.Dan jumlah perlakuan dalam penelitian (t) adalah 8.
60
Lampiran I. Perhitungan Kadar Air, Kadar Abu dan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Jadi, kadar air simplisia daun kacang panjang sebesar 5,4% ≤ 10% (Parameter
standar simplisia)
B. Perhitungan Kadar Abu Simplisia Daun Kacang panjang
Berat awal simplisia =3g
62
Descriptives
zona hambat
95% Confidence Interval
for Mean
Std. Std. Lower Upper Minimu Maximu
N Mean Deviation Error Bound Bound m m
K- 3 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
K+ 3 37.356 3.14198 1.81402 29.5516 45.1618 34.42 40.67
7
K100 3 15.310 .65138 .37608 13.6919 16.9281 14.60 15.88
% 0
Total 9 17.555 16.34229 5.44743 4.9938 30.1174 .00 40.67
6
ANOVA
zona hambat
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 2115.972 2 1057.986 308.261 .000
64
zona hambat
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
konsentrasi fraksi etanol N 1 2 3
K- 3 .0000
K100% 3 15.3100
K+ 3 37.3567
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
Descriptives
Zona Hambat
95% Confidence Interval
for Mean
Std. Std. Lower Upper Minimu Maximu
N Mean Deviation Error Bound Bound m m
K- 3 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
K+ 3 23.6400 .07937 .04583 23.4428 23.8372 23.55 23.70
K100 3 12.8867 .10066 .05812 12.6366 13.1367 12.78 12.98
%
Total 9 12.1756 10.25051 3.41684 4.2963 20.0548 .00 23.70
ANOVA
Zona Hambat
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 840.550 2 420.275 76723.627 .000
Within Groups .033 6 .005
Total 840.583 8
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Zona Hambat
Tukey HSD
95% Confidence
Mean Interval
(I) Konsentrasi (J) Konsentrasi Difference Std. Lower Upper
Fraksi Etanol Fraksi Etanol (I-J) Error Sig. Bound Bound
K- K+ -23.64000* .06043 .000 -23.8254 -23.4546
*
K100% -12.88667 .06043 .000 -13.0721 -12.7012
*
K+ K- 23.64000 .06043 .000 23.4546 23.8254
*
K100% 10.75333 .06043 .000 10.5679 10.9388
K100% K- 12.88667* .06043 .000 12.7012 13.0721
*
K+ -10.75333 .06043 .000 -10.9388 -10.5679
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Zona Hambat
Tukey HSDa
Subset for alpha = 0.05
Konsentrasi Fraksi Etanol N 1 2 3
K- 3 .0000
K100% 3 12.8867
K+ 3 23.6400
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
66
Oven Kloroform
Metanol NB NA
Pencucian Ditiriskan
Perajangan Pengeringan
73
Hasil Ekstrak
76
Fraksi kloroform
Lampiran O. Uji Kadar Air, Kadar Abu, Kadar Abu Larut Dalam Asam
K+ K 100% K 100% K+
K-
K-
A B
Fraksi etanol pada bakteri B.subtilis Fraksi etanol pada E.coli
81
K 100% K 100%
K-
K-
K+ K+
A B
Fraksi n-heksan pada bakteri B.subtilis Fraksi n-heksan pada E.coli
Lampiran U. Surat Keterangan Penelitian Analisis Fraksi Etanol Daun Kacang Panjang
Dengan Spektrofotometer IR di Laboratorium Terpadu Dan Sentra Inovasi Teknologi
89