Anda di halaman 1dari 89

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat
Indonesia sejak dulu. Hal ini disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang
merupakan daerah tropis dengan suhu dan kelembaban tinggi yang memudahkan
tumbuhnya bakteri diantaranya bakteri yang bersifat patogen. Selain itu, keadaan
sanitasi yang buruk menyebabkan penyakit infeksi ini semakin berkembang. Penyakit
infeksi biasanya disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti bakteri, virus,
parasit, dan jamur. Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi yaitu
Bacillus subtilis dan Escherichia coli (1)(2).

Bacillus subtilis dan Escherichia coli merupakan bakteri yang terdapat di dalam
saluran pencernaan manusia sebagai flora normal, tetapi akan merugikan jika
bertambah atau meningkatnya jumlah bakteri tersebut sehingga dapat mengganggu
metabolisme tubuh terutama dalam saluran pencernaan. Gejala umum gangguan
pencernaan dan tanda klinisnya dapat berupa diare yang bisa disertai mual, muntah-
muntah, darah pada tinja, sakit perut, demam menggigil hingga risiko komplikasi
yang biasa berupa dehidrasi (3).

Selama ini pengobatan yang biasa dilakukan untuk mengatasi penyakit infeksi
adalah dengan menggunakan antibiotik, namun penggunaan antibiotik yang
berlebihan dapat membuat mikroba patogen menjadi resisten. Antibiotik yang sering
digunakan untuk pengobatan infeksi salah satunya adalah ciprofloxacin yang
termasuk golongan fluorokuinolon generasi kedua dengan spektrum luas, serta
memiliki aktivitas yang tinggi untuk mengobati berbagai penyakit infeksi (4).
2

Penggunaan antibiotik yang merupakan obat sintesis mempunyai beberapa


kekurangan diantaranya adalah harga yang relatif mahal, pemilihan antibiotik yang
beragam serta penggunaan antibiotik cenderung tidak rasional sehingga makin
banyaknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik tersebut. Oleh karena itu,
diperlukan obat yang berasal dari tanaman herbal. Saat ini tanaman obat atau tanaman
herbal telah banyak digunakan dalam bidang medis atau kesehatan. Tingginya harga
obat sintesis dan adanya efek samping yang merugikan kesehatan memicu
masyarakat untuk menggunakan obat tradisional. Obat tradisional juga mudah
diperoleh karena tumbuh di sekitar lingkungan kita dan mempunyai efek samping
rendah. Penggunaan obat tradisional diwariskan secara turun-temurun dan hingga saat
ini banyak tanaman obat yang terbukti efikasinya secara ilmiah (5).

Salah satu tanaman yang telah lama digunakan oleh masyarakat yaitu daun
kacang panjang, selain dapat dikonsumsi juga dapat digunakan untuk pengobatan.
Data empiris menyebutkan bahwa daun kacang panjang selain digunakan sebagai
pelancar asi juga digunakan sebagai antikanker, antivirus, antibakteri dan antioksidan
(6). Daun kacang panjang juga mengandung senyawa metabolit berupa saponin,
polifenol, steroid dan alkaloid (7)(8). Selain itu juga mengandung protein,
karbohidrat, lemak, kalsium, besi, phosfor, vitamin B1, vitamin B2, dan vitamin C
(9).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang Uji Aktivitas


Antibakteri Ekstrak Daun Kacang Panjang (Vigna unguiculata (L.)Walp) terhadap
bakteri Bacillus subtilis dan Escherichia coli terbukti dapat menghambat kedua
bakteri tersebut pada konsentrasi 25% dan dapat membunuh pada konsentrasi 50%
dan 100% (1). Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan
metode fraksinasi dan menggunakan metode KLT bioautografi serta untuk melihat
senyawa metabolit primer yang terkandung dalam senyawa hasil uji bioautografi
dilakukan karakterisasi dengan FTIR yang bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi
fraksi senyawa aktif yang terdapat pada hasil uji bioautografi (10).
3

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melanjutkan penelitian


sebelumnya terkait ekstrak daun kacang panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp)
sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis dan Escherichia coli. Dengan demikian
penelitian fraksi etanol dan n-heksan ekstrak daun kacang panjang (Vigna
unguiculata (L.) Walp) sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis dan
Escherichia coli dengan bioautografi penting untuk dilakukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah fraksi etanol dan n-heksan dari Ekstrak Daun Kacang Panjang
(Vigna unguiculata (L.) Walp) dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Bacillus subtilis dan Escherichia coli ?
2. Senyawa aktif apakah dalam fraksi etanol dan n-heksan daun kacang panjang
(Vigna unguiculata (L.) Walp) yang paling efektif dalam menghambat
bakteri Bacillus subtilis dan Escherichia coli ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fraksi etanol dan n-heksan daun
kacang panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp) dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis dan Escherichia coli.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui senyawa aktif daun kacang panjang (Vigna unguiculata
(L.) Walp) secara bioautografi dan mengkarakterisasi gugus fungsi senyawa
aktif dari daun kacang panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp) dengan
spektrofotometer IR.

D. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat bahwa fraksi etanol dan n-
heksan daun kacang panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp) dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis dan Escherichia coli.
4

E. Hipotesis
1. Fraksi etanol dan n-heksan daun kacang panjang (Vigna unguiculata (L.)
Walp) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis dan
Escherichia coli.
2. Senyawa aktif daun kacang panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp) adalah
saponin, polifenol, steroid dan alkaloid serta gugus fungsi senyawa aktif dari
daun kacang panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp) adalah polifenol dengan
gugus fungsi (O-H) fenol, (C=C) aromatik, (C-O-C) karbonil.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Daun Kacang Panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp)


1. Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Vigna
Spesies : (Vigna unguiculata (L.) Walp).(6).

2. Nama Daerah

Nama lokal : Kacang lanjaran (Jawa), kacang turus (Pasundan)


Nama Negara : Indonesia (kacang panjang), Filipina (sitao), Jepang
(jurokusasage), Cina (taulok), Malaysia (kacang
belut), Amerika (yardlong bean), Thailand
(poythenkai) (8).

3. Morfologi
Kacang panjang merupakan tanaman semusim yang bersifat merambat.
Batangnya panjang liat dan sedikit berbulu. Daun melekat pada tangkai daun
yang agak panjang. Letak daun ber-susun tiga, berwarna hijau muda sampai hijau
tua. Bunga berbentuk seperti kupu kupu, terletak pada ujung tangkai yang
panjang, dan warna bunga bervariasi antara putih, kuning, atau biru. Buah
kacang panjang berbentuk polong yang ukurannya panjang dan ramping, serta
6

berwarna hijau keputih putihan atau putih (buah muda), atau kemerah merahan
namun setelah tua menjadi putih kekuning kuningan atau hijau kekuning
kuningan. Biji kacang panjang bentuknya bulat agak memanjang dan pipih, di
tengahnya terdapat bintik merah tua atau hitam atau belang belang. System
perakaran tanaman kacang panjang dapat menembus lapisan olah tanah pada
kedalaman hingga ± 60 cm dan cabang cabang akarnya dapat bersimbiose
dengan bakteri Rhizobium sp. Untuk mengikat unsur Ni-trogen bebas (N 2) dari
udara, kemudian dibentuk nodula nodula (bintil-bintil) akar. Tiap hektar lahan
pertanaman kacang panjang dapat menghasilkan 198 kg bintil akar/tahun atau
setara dengan 440 kg pupuk urea (9).

Gambar 2.1 Daun kacang panjang

4. Tempat tumbuh dan Penyebaran

Tanaman kacang panjang dapat hidup baik di dataran rendah maupun dataran
tinggi. Penanamannya pun dapat dilakukan sepanjang tahun, baik di musim hujan
maupun musim kemarau. Pertumbuhan tanaman ini tidak terbatas pada keadaan
lingkungan selama memungkinkan untuk tumbuh. Kacang panjang biasanya ditanam
di sawah sebagai tanaman sela setelah menanam padi atau di pematang sawah, jarang
dibudidayakan secara khusus. Bisa juga di tanam di pekarangan, karena tidak
memerlukan lahan yang luas (9).

5. Kandungan dan Manfaat


7

Kacang panjang merupakan tanaman yang mengandung saponin, flavonoid,


polifenol, belerang, betakaroten, klorofil, kalsium, protein, vitamin B1, B2, C, E,
serat dan pectin. Dimana saponin berfungsi sebagai pembentukan busa yang bersifat
sebagai counter irritant, flavonoid berfungsi sebagai bakterisid yang dapat menekan
pertumbuhan bakteri, dan polifenol berfungsi sebagai antiseptik yang digunakan
untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Kacang panjang juga memiliki
manfaat sebagai antihipertensi, obat serangan jantung, penurun kadar gula darah,
membantu mengatasi sembelit, peluruh air seni, antikanker, antioksidan dan
pertumbuhan rambut (9).

6. Jenis-Jenis Kacang Panjang


Jenis-jenis kacang panjang dapat digolongkan menjadi dua tipe yaitu :
1. Kacang panjang tipe merambat (lanjaran)
Sifat umum dari jenis ini adalah membelit pada lanjaran atau tajar. Yang
dimaksud dengan lanjaran adalah tonggak yang dibuat dari kayu atau bambu
untuk tempat membelit. Kacang lanjaran ada dua macam yaitu :
a. Kacang lanjaran biasa
Tanaman ini memiliki ciri ciri batang panjang sekali dan membelit pada
lanjaran, panjang buahnya kira-kira 40 cm. Bentuk buahnya (bijinya) bulat
panjang, ada kalanya sedikit melengkung atau pipih. Warna bijinya
bermacam macam, ada yang putih, coklat, kuning dan kuning kemerah-
merahan.Besar bijinya antara 5-6 mm x 5-9 mm.
b. Kacang panjang usus hijau
Kacang panjang usus mempunyai ciri-ciri batang yang sama seperti kacang
panjang biasa, tetapi buah/polongnya panjang sekali (menyerupai usus)
hingga mencapai 80 cm. polong yang muda berwarna hijau keputih-putihan
dan setelah tua berwarna putih kekuningan. Warna bijinya putih (blorok)
atau putih berbelang. Besar bijinya antara 5-6 mm x 8-9 mm. Daun agak
tebal, bunga berwarna agak ungu dan rasa buahnya agak renyah dan manis.
2. Kacang panjang tipe agak merambat (tegak)
8

Kacang panjang yang tidak membelit tidak membutuhkan lanjaran karena


buahnya terkumpul di bawah dekat tanah.Jenis kacang panjang tanpa lanjaran
ini merupakan bastar (hibrida). Kacang panjang ini dicirikan dengan daunnya
berbulu halus dan polongnya halus lemas karena tidak begitu berserat (9).

B. Bakteri B. Subtilis

1. Klasifikasi Ilmiah
Bacillus subtilis di klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Procaryotae
Divisi : Bacteria
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Family : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus subtilis (11).

Gambar 2.2 Bacillus subtilis (11)

2. Morfologi
B. subtilis merupakan bakteri gram-positif yang berbentuk batang dan secara
alami sering ditemukan di tanah dan vegetasi.B. subtilis tumbuh di berbagai
mesofilik suhu berkisar 25-35ºC.B. subtilis juga telah berevolusi sehingga dapat
hidup walaupun di bawah kondisi keras dan lebih cepat mendapatkan perlindungan
9

terhadap stres situasi seperti kondisi pH rendah (asam), bersifat alkali, osmosa,
atau oxidative kondisi, dan panas atau etanol. Bakteri ini hanya memiliki satu
molekul DNA yang berisi seperangkat set kromosom. DNAnya berukuran BP
4214814 (4,2 Mbp) (TIGR CMR). 4,100 kode gen protein. Beberapa keunggulan
dari bakteri ini adalah mampu mensekresikan antibiotik dalam jumlah besar ke
luar dari sel (11).

3. Patogenesis
B. subtilis merupakan salah satu bakteri yang termasuk kelompok bakteri
famili Bacillaceae yang hidup di dalam saluran pencernaan manusia dan bersifat
patogen. B.subtilis termasuk bakteri gram positif, berbentuk batang, dapat tumbuh
pada kondisi aerob dan anaerob. Bakteri tersebut dapat membentuk endospora dan
dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama pada kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan untuk pertumbuhannya (12).

C. Bakteri E. coli
1. Klasifikasi :
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : E. coli
Nama Binomial : Escherichia coli (13).
10

Gambar 2.3 Escherichia coli (13)

2. Morfologi
Bakteri E. coli adalah bakteri gram negatif, anaerobik fakultatif berbentuk
batang yang umumnya ditemukan di usus besar makhluk berdarah panas.
Umumnya, strain dari E. coli tidak berbahaya, tetapi beberapa serotip dapat
menyebabkan keracunan makanan yang serius dan penarikan produk makanan
karena terkontaminasi bakteri ini (CDC, 2014b). Strain yang tidak berbahaya
adalah flora normal dari usus dan bermanfaat untuk produksi vitamin K2 dan
menghambat bakteri patogen pada usus (13).

3. Patogenesis
E. coli dihubungkan dengan tipe penyakit usus (diare) pada manusia.
Enteropatogenik E. coli menyebabkan diare terutama pada bayi dan banyak anak
anak di Negara sedang berkembang dengan mekanisme yang belum jelas
diketahui. Frekuensi penyakit diare disebabkan oleh strain bakteri ini sudah jauh
berkurang dalam 20 tahun terakhir. Enteropatogenik E.coli menyebabkan
sekretori diarrhea seperti di dalam patogenesis diare. Karena sel kuman harus
melekat pada sel epitel mukosa usus sebelum bakteri mengeluarkan toksin. E.coli
menyebabkan penyakit diare seperti desentri yang disebabkan oleh shigella.
Bakteri menginvasi sel mukosa. Ciri khas diare yang disebabkan oleh strain
enteroinvasive E.coli adalah tinja mengandung darah, mucus dan pus. Toksis
merusak sel endotel pembuluh darah, terjadi pendarahan yang kemudian masuk
kedalam bakteri enterik(13).

D. Antimikroba
11

Antimikroba adalah zat yang dapat membasmi mikroba, terutama mikroba yang
merugikan manusia. Berdasarkan mekanisme kerja antimikroba dibagi atas :
1. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel
Mikroba dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu
kompleks polimer mukopeptida. Antimikroba menghambat reaksi yang
paling dini dalam proses sintesis dinding sel. Oleh karena tekanan osmotik
dalam sel lebih tinggi dari pada di luar selmaka kerusakan dinding sel bakteri
akan mengakibatkan lisis. Contoh obat : penisilin, sefalosforin, basitrasin,
vankomisin dan sikloserin.
2. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel
Antimikroba dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel
mikroba.Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai
komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu protein, asam nukleat dan
nukleotida. Contoh obat : polimiksin dan golongan polien.
3. Antimikroba yang menghambat sintesis protein
Sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein, sintesis protein berlangsung
di ribosom dengan bantuan mRNA dan rRNA.Zat antimikroba berikatan
dengan komponen ribosom dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca
oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein
yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Contoh obat :
aminoglikosida, makrolid, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol.
4. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroorganisme
Antimikroba memiliki mekanisme kerja yang bersifat toksis kurang selektif,
karena bersifat toksik terhadap tubuh penderita, sifat sitotoksis dapat diterima
dan bermanfaat sebagai antimikroba, obat kanker dan antivirus.Contoh :
Rifampisin dan golongan kuinolon.

Variable yang mempengaruhi kerja suatu antimikroba antara lain :

1. Suhu
12

Secara umum peningkatan suhu akan mempercepat laju reaksi kimia.


Demikian pula terhadap zat antimikroba. Dengan naiknya suhu biasanya akan
mempercepat daya kerja zat tersebut. Tetapi jika suhu terlalu tinggi maka zat
antimikroba akan rusak.
2. Waktu
Pemberian suatu zat antimikroba dalam waktu yang lama, cukup bagi zat
tersebut bekerja.

3. Konsentrasi
Konsentrasi suatu zat yang digunakan tergantung kepada bahan aktif dari zat
tersebut dan jenis mikroorganisme yang diuji.
4. pH medium

pH medium dapat mempengaruhi proses antimikroba. Dengan adanya pH


dapat menentukan apakah suatu senyawa tersebut bersifat menghambat atau
membunuh mikroba (14).

E. Metode Pengujian Antimikroba


Metode pengujian antimikroba dapat dilakukan dengan metode :
1. Metode Difusi
Pada metode ini, zat antimikroba akan berdifusi kedalam lempeng agar yang
telah ditanami mikroba. Ada 3 cara dalam metode ini :
a. Metode kertas cakram
Pada media agar yang ditanami mikroba diletakkan kertas cakram yang
mengandung zat antimikroba dan diinkubasi selama 24 jam pada
temperatur 37 ºC, kemudian dilihat ada atau tidaknya zona hambat di
sekeliling kertas cakram.
b. Metode lubang atau sumuran
Pada media agar yang ditanami mikroba dibuat lubang-lubang yang
kemudian diisi dengan zat antimikroba. Modifikasi metode ini adalah
13

dengan meletakkan silinder pada agar miring yang kemudian diisi


dengan antimikroba.
c. Metode parit

Pada media yang ditanami mikroba dibuat parit yang kemudian diisi
dengan larutan yang mengandung zat antimikroba. Metode ini dapat
digunakan untuk menguji beberapa antimiroba pada saat bersamaan
terhadap satu jenis mikroba (14).

F. Antibiotik
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroba, sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil.Turunan zat-zat ini dibuat secara semi-
sintesis, begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri. Antibiotik adalah zat
biokimia yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dalam jumlah kecil dapat
menghambat pertumbuhan atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain.

Ada banyak jenis antibiotik dengan berbagai nama dan merek. Penggolongan
antibiotik berdasarkan mekanisme kerja nya. Setiap jenis antibiotik hanya bekerja
terhadap jenis bakteri atau parasit tertentu. Jenis golongan antibiotik yang utama
meliputi : Penicillin, contohya : Amoxicillin, Ampisilin, Frukloksasilin. Tetrasiklin :
contohnya tetrasiklin. Aminoglikosida, contohnya : gentamisin, dan tobramisin.
Makrolida, contohnya : eritromisin, azitromisin. Fluoroquinolones, contohnya
ciprofloxacin, levofloxasin (15).
Golongan dan Mekanisme kerja antibiotik:
1. Penisilin, contoh obat : Amoxicillin, Ampisilin, Frukloksasilin
Mekanisme kerja : obat bergantung dengan penicillin-binding protein
(PBPs) pada kuman. Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman kerena
proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu. Kemudian terjadi
aktivitasnya enzim proteolitik pada dinding sel.
14

2. Tetrasiklin : contoh obatnya : tetrasiklin


Mekanisme kerja : tetrasiklin mengambat sintesis protein dengan
menghalangi penambahan asam amino baru pada rantai peptida yang sedang
terbentuk, biasanya menghambat atau membunuh bakteri gram positif dan
gram negatif.
3. Aminoglikosida, contoh obatnya : gentamisin dan tobramisin
Mekanisme kerja : penetrasi pada dinding bakteri dan mengikat diri pada
ribosom dinding sel.

4. Makrolida, contoh obatnya : eritromisin dan azitromisin


Mekanisme kerja : melalui pengikatan reversible pada ribosom kuman,
sehingga sintesa proteinnya dirintangi.
5. Fluoroquinolones, contoh obatnya : ciprofloxacin dan levofloksasin
Mekanisme kerja : menghambat proses replikasi bekteri dengan proses
pembentukan DNA/sintesis DNA lewat penghambatan enzim.
6. Sefalosporin, contoh obatnya : cefadroxil
Mekanisme kerja : menghambat sintesis dinding sel mikroba.
7. Kloramfenikol, contoh obatnya : kloramfenikol

Mekanisme kerja : menghambat sintesis protein kuman (15).

Ciprofloxacin merupakan antibiotik generasi terbaru yang termasuk dalam


golongan kuinolon, yang merupakan suatu preparat sintetik.Obat ini memiliki
spektrum yang sangat luas, serta memiliki aktivitas yang tinggi untuk mengobati
berbagai penyakit infeksi.Efek antibakteri ciprofloxacin disebabkan oleh gangguan
terhadap enzim DNA topoisomerase atau biasa disebut DNA-gyrase yang dibutuhkan
untuk sintesis DNA bakteri. (Ciprofloxacin dengan rumus molekul = C 17H18FN3O3
adalah fluorokuinolon generasi ke-2 yang bekerja menon-aktifkan produksi enzim
DNA girase dan topoisomerase IV, dimana kedua enzim DNA dan protein bakteri.
Obat ini bekerja pada bakteri Gram negatif dan Gram positif. Suhu penyimpanan 2-8
15

ºC, didalam wadah kedap udara. Ciprofloxacin telah digunakan untuk mengobati
berbagai macam infeksi, termasuk infeksi saluran kemih, aliran darah, usus atau
saluran pernafasan. Mekanisme kerja fluorokuinolon yaitu memasuki sel dengan cara
difusi pasif melalui kanal protein terisi air (porins) pada membrane luar bakteri (16).

G. Simplisia
Simplisia adalah bahan yang belum mengalami perubahan apa pun kecuali bahan
alam yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani,
dan simplisia pelikan:
1. Simplisia nabati dapat berupa tanaman utuh, bagian dari tanaman (akar,
batang, daun dan sebagainya) atau eksudat tanaman, yaitu isi sel yang secara
spontan dikeluarkan dari tanaman atau dengan cara tertentu dipisahkan dari
tanaman.
2. Simplisia hewani yaitu simplisa yang dapat berupa hewan utuh, bagian dari
hewan atau zat berupa zat kimia murni.

3. Simplisia pelikan atau mineral yaitu simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral belum diolah atau telah diolah secara sederhana, akan tetapi
belum atau bukan zat kimia murni.

H. Parameter – Parameter Standar Simplisia

Parameter-parameter standar simplisia terdiri dari parameter spesifik dan


parameter non spesifik (17).

1. Parameter spesifik simplisia


Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan
aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung
terhadap farmakologis tertentu. Parameter spesifik ekstrak meliputi:
a. Identifikasi (parameter identifikasi ekstrak)
Deskripsi tata nama, nama estrak (generik,dagang,panen), nama lain
tumbuhan (sistematik botani), bagian tanaman yang digunakan (rimpang,
daun dan sebagainya) dan nama indonesia tumbuhan.
16

b. Organoleptis
Parameter organoleptis ekstrak meliputi penggunaan panca indra
mendekipsikan bentuk, warna, bau dan rasa guna pengenal awal yang
sederhana seobjektif mungkin.
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Melarutkan ekstrak dengan pelarut alkohol/air) untuk di tentukan jumlah
larutan yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara
gravimetrik. Dalam hal ini tentu dapat diukur senyawa terlarut dalam
pelarut lain misalnya heksan, diklorometan dan metanol. Tujuannya untuk
memberikan gambaran awal jumlah kandungan.

2. Parameter non spesifik simplisia


Penentuan parameter non spesifik simplisia meliputi :

a. Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada didalam
bahan yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang
besarnya kandungan air dalam bahan (17).
b. Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur dimana
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehinggaa sisa
unsur mineral dan anorganik yang memberikan gambaran kandungan
mineral internal dan eksternal yang berasal proses awal sampai
terbentuknya ekstrak. Parameter kadar abu ini terkait dengan kemurnian
dan kontaminasi ekstrak (17).
c. Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam

Parameter kadar abu tidak larut asam yaitu hasil dari kadar abu kemudian
dilarutkan dengan pelarut yang bersifat asam. Lalu amati kelarutannya.

Tabel 2.1 Persentase Minimal Parameter Non Spesifik Simplisia (18).


17

Parameter Persentase Minimal

Kadar Air ≤ 10%

Kadar Abu ≤ 8,6%

Kadar Abu Tidak Larut Asam ≤ 2,9%

I. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperolah dengan mengektraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Ekstrak dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Ekstrak kental adalah sedian kental yang dibuat dari simplisia kemudian
diuapkan pelarutnya. Sehingga mengandung 100% zat aktif.
b. Ekstrak kering adalah ekstrak berbentuk kering, yang diperoleh dari proses
penguapan penyari dengan atau tanpa bahan tambahan, sehingga memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.

c. Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol
sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet.
Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap mL ekstrak
mengandung bahan aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak
yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau
bagian yang bening dituangkan. Hasil yang diperoleh memenuhi persyaratan
Farmakope (19).

J. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan aktif baik dari tanaman maupun hewan
dengan menggunakan pelarut selektif sesuai standar prosedur ekstraksi. Sebagian
besar ekstrak dibuat dengan menggunakan perkolasi dan maserasi. Seluruh perkolat
dan maserat biasanya diuapkan dengan cara destilasi pengurangan tekanan, agar
18

bahan utama sedikit mungkin terkena panas. Ekstrak serbuk kering jaringan
tumbuhan dapat dilakukan secara meserasi, perkolasi, refluks, atau sokhletasi dengan
menggunakan pelarut yang tingkat kepolarannya berbeda beda. Teknik ekstraksi pada
penelitian ini adalah teknik maserasi.
Beberapa metode ekstraksi :
a. Cara Dingin
1. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperature ruangan (kamar).
2. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan.

b. Cara Panas
1. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
2. Sokhletasi adalah eksraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50 ºC.
4. Infus adalah eksraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-
98 ºC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
19

5. Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (+30 menit) dan temperatur
sampai titik didih air (19).

K. Fraksinasi
Fraksinasi adalah tekhnik pemisahan dan pengelompokan kandungan kimia
ekstrak berdasarkan kepolalaran. Pada proses fraksinasi digunakan dua pelarut yang
tidak tercampur dan memiliki tingkat kepolaran yang berbeda (20). Fraksinasi
ditujukan untuk mendapatkan suatu senyawa yang lebih murni dari ekstrak dengan
menghilangkan senyawa-senyawa lain. Metode fraksinasi yang digunakan bergantung
pada bahan yang akan difraksinasi dan tujuan fraksinasi. Metode yang dapat
digunakan untuk fraksinasi antara lain ekstraksi cair-cair dan kromatografi.

Pada prakteknya dalam melakukan fraksinasi digunakan dua metode yaitu


dengan menggunakan corong pisah adalah peralatan laboratorium yang digunakan
dalam ekstraksi cair-cair untuk memisahkan komponen-komponen dalam suatu
campuran antara dua fase pelarut yang tak campur. Untuk memakai corong ini,
campuran dan dua fase pelarut dimasukkan ke dalam corong ini kemudian dibalik dan
keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang berlebihan. Corong ini kemudian
ditutup dan digoyang dengan kuat untuk membuat dua fase larutan tercampur.
Corong ini kemudian dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang
berlebihan. Corong ini kemudian didiamkan agar pemisahan antara dua fase
berlangsung. Penyumbang dan keran corong kemudian dibuka dan dua fase larutan
ini dipisahkan dengan mengontrol keran corong (21).

L. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang
memisahkan, yang terdiri atas bahan butir-butir (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan
dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau
lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang
cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan pipa kapiler
(pengembangan). Untuk mendapatkan kondisi jenuh bejana kromatografi, dinding
20

bejana dilapisi dengan lembaran kertas saring, fase gerak dituang ke dalam bejana
sehingga kertas saring basah dan dalam bejana terdapat fase gerak setinggi 5-10 mm,
bejana ditutup selama 30 menit pada suhu kamar, selanjutnya lempeng yang telah
siap untuk digunakan ditempatkan dalam bejana yang sudah jenuh dan segera ditutup
kembali. Bila pelarut pengembang telah merambat naik dari titik awal penotolan,
lempeng dikeluarkan dan kemudian bejana dikeringkan di udara dalam lemari asam.
Identifikasi senyawa yang tak berwarna pada kromatogram dilakukan di bawah
lampu UV (254 dan 366 nm ), ditandai dengan ada atau tidaknya fluoresensi. Untuk
menampakkan senyawa yang hampir tidak tampak atau hanya nampak lemah di
bawah lampu UV, digunakan bahan penyemprot. KLT sangat bermanfaat untuk
analisis obat dan bahan lain dalam laboratorium karena hanya memerlukan peralatan
sederhana, waktu cukup singkat dan jumlah zat yang diperiksa cukup kecil. Di
samping itu tidak diperlukan ruang besar dan teknik pengerjaannya sederhana (22).
Nilai Rf (Reterdation factor) merupakan parameter karakteristik kromatografi
lapis tipis. Nilai ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu suatu senyawa pada
kromatogram. Nilai Rf ini didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak yang
ditempuh senyawa dengan jarak yang ditempuh pelarut pengembang.

jarak yang ditempuh senyawa


Rf =
jarak yang ditempuh pelarut pengembang

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai Rf adalah :


a. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan
b. Sifat dari penyerap (adsorben) dan derajat aktifitasnya
c. Pelarut sebagai fase gerak dan derajat kemurniannya
d. Kejenuhan dari uap dalam chamber
e. Jumlah cuplikan yang digunakan.

M. Bioautografi
Metode bioautografi merupakan metode sederhana yang digunakan untuk
menunjukkan adanya aktivitas antibakteri atau kapang. Metode ini menggabungkan
21

penggunaan teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan respon dari


mikroorganisme yang diuji berdasarkan aktivitas biologi dari suatu analit yang dapat
berupa antibakteri, antikapang, dan antiprotozoa. Bioautografi dapat digunakan untuk
mencari antibakteri atau antikapang baru, kontrol kualitas antimikroba, dan
mendeteksi golongan senyawa. Ciri khas dari prosedur bioautografi adalah
didasarkan atas teknik difusi agar, dimana senyawa antimikroba (antibakteri)
dipindahkan dari lapisan plat KLT ke medium agar yang telah diinokulasikan dengan
merata bakteri uji di dalamnya. Dari hasil inkubasi pada suhu dan waktu tertentu akan
terlihat zona hambatan di sekeliling spot noda dari plat KLT yang telah ditempelkan
pada media agar. Zona hambatan ditampakkan oleh aktivitas senyawa aktif yang
terdapat di dalam bahan (isolat) terhadap pertumbuhan bakteri uji .
Metode bioautografi dibedakan menjadi bioautografi kontak, bioautografi agar
overlay, dan bioautografi langsung.

a. Bioautografi Kontak
Bioatografi kontak dilakukan dengan meletakkan lempeng kromatogram hasil
evaluasi senyawa yang akan diuji di atas media padat yang sudah diinokulasi
dengan mikroba uji. Adanya senyawa antimikroba ditandai dengan adanya
daerah jernih yang tidak ditumbuhi mikroba.
b. Bioautografi Overlay
Pada bioautografi overlay, lempeng kromatogram dilapisi dengan agar yang
masih cair yang sudah diinokulasi dengan mikroba uji. Setelah agar mengeras,
lempeng kromatogram diinkubasi dan diwarnai dengan tetrazolium dye.
Penghambatan dapat dideteksi dengan terbentuknya pita (band).
c. Bioautografi Langsung
Bioautografi langsung dapat dilakukan dengan menyemprot lempeng
kromatogram dengan mikroba uji dan diinkubasi. Zona hambat yang terbentuk
divisualisasikan dengan menyemprot lempeng kromatogram dengan
tetrazolium dye (23).
22

N. Spektrofotometer IR
Spektrofotometer IR adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur serapan
radiasi inframerah pada pembagian panjang gelombang (24). Spektrofotometer
inframerah pada umumnya digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa
organik, mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan
membandingkan daerah sidik jarinya. Cahaya tampak IR terdiri dari beberapa range
frekuensi elektromagnetik yang berbeda setiap frekuensi bisa dilihat sebagai warna
yang berbeda. Radiasi inframerah juga mengandung beberapa range frekuensi tetapi
tidak dapat dilihat oleh mata. Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada
daerah cahaya inframerah tengah ( mid-infrared ) yaitu pada panjang gelombang 2.5-
50 cm. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran
pada molekul atau bilangan gelombang 4000-200 cm. Pita absorbsi inframerah sangat
khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Metode ini sangat
berguna untuk mengidentifikasi senyawa organik dan organometalik. Sebagai sumber
cahaya yang umum digunakan adalah lampu tungsten, Narnst glowers, atau glowbars.
Dispersi spektrofotometer inframerah menggunakan monokromator, yang berfungsi
untuk menyeleksi panjang gelombang (10).
Analisis menggunakan spektrofotometer IR memiliki dua kelebihan utama
dibandingkan metode konversional yaitu.
a. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan
sehingga analisis dapat digunakan lebih cepat dari pada menggunakan sekuensi
atau scanning.
b. Sensitifitas dari spektrofotometri IR lebih besar dari pada cara dispersi, sebab
radiasi yang masuk ke sistem deteksi lebih banyak karea tanpa harus melalui
celah (24).

Sumber Sel rujukan


Ke detektor
I.R kisi dan
Sel contoh
perekaman
Pemotong
23

Gambar 2.4 Alat spektrofotometer inframerah

Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi inframerah pada


pembagian panjang gelombang disebut spektrofotometer inframerah. Suatu bagan alat
spektrofotometer IR ditunjukan pada Gambar 2.4.Pada ujung kiri nampak sumber
cahaya yang memancarkan cahaya inframerah pada semua panjang gelombang.
Cahaya dari sumber ini dipecah oleh sistem cermin (tak ditunjukkan) menjadi dua
berkas cahaya, berkas rujukan (referensi) dan berkas contoh, atau kosong jika contoh
tak menggunakan pelarut) dan sel contoh, kedua berkas ini digabung kembali dalam
pemisahan (chopper; suatu sistem cermin lain), menjadi suatu berkas yang berasal
dari kedua berkas itu, yang selang-seling bergantian. Berkas selang seling ini
didifraksi oleh suatu kisi sehingga berkas itu terpecah menurut panjang gelombang.
Detektor mengukur beda intensitas antara kedua macam berkas tadi pada tiap-tiap
panjang gelombang dan meneruskan informasi ini ke perekam, yang menghasilkan
spektrum (24).

O. Rencana Penelitian
1. Prinsip Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni.

a. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah: Fraksi etanol
dan n-heksan daun kacang panjang dengan konsentrasi 100%
b. Variabel terikat: Diameter zona hambat
c. Variabel terkendali yaitu :
1. Media pertumbuhan bakteri B.Subtilis dan E. coli.
2. Suhu untuk menumbuhkan B. subtilis dan E. coli (37 ºC).

3. Waktu yang ditentukan untuk mengamati B.subtilis dan E. coli yaitu


24 jam.

2. Sampel Penelitian
24

Sampel dari penelitian ini yaitu daun kacang panjang yang didapat dari Desa
Tulung Agung Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu. Fraksi daun
kacang panjang kemudian diujikan terhadap bakteri B. subtilis dan E. coli.
Fraksi daun kacang panjang dibuat dengan konsentrasi 100%. Masing masing
perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

3. Cara Pengambilan Sampel


Sampel diambil menggunakan teknik selective random sampling dengan
kriteria daun kacang panjang yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut:
a. Daun kacang panjang yang berwarna hijau tua

b. Daun kacang panjang yang masih segar

4. Definisi Operasional
a. Daya antibakteri adalah kemampuan suatu bahan yang digunakan untuk
membasmi bakteri.
b. Daun kacang panjang diperoleh dari Desa Tulung Agung Kecamatan
Gadingrejo Kabupaten Pringsewu yang diekstrak dengan metode
Maserasi.
c. Zona hambat adalah daerah bening yang terdapat disekitar lubang
sumuran yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan
pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat
antibakteri. Semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk
bakteri tersebut semakin sensitif.
d. Biakkan bakteri B. subtilis dan E. coli diperoleh dari Laboratorium
Kesehatan Daerah Bandar Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi
FKUI Jakarta yang kemudian ditanam pada media NA.
e. Kontrol positif adalah media padat Nutrient Agar (NA) yang ditambah
dengan bakteri uji dan ciprofloxacin.

f. Kontrol negatif adalah media padat Nutrient Agar (NA) yang ditambah
dengan bakteri uji dan dimetil sulfoksida (DMSO).
25

5. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi F-MIPA Farmasi


Universitas Tulang Bawang Lampung.

6. Pengumpulan Data

Zona hambat pada uji antibakteri yang terbentuk diukur sebanyak dua
kaliyaitu pengukuran berdasarkan garis tengah dan hasil di rata-ratakan.Alat
pengukuran zona hambat adalah jangka sorong.

Gambar 2.5 Simulasi cara pengukuran zona hambat terhadap bakteri

Keterangan : a = Diameter zona hambat yang panjang

b = Diameter zona hambat yang pendek

= Lubang sumuran

= = Zona hambat

Kemudian diameter zona hambat tersebut dikategorikan kekuatan daya


antibakterinya berdasarkan penggolongan, yaitu sebagai berikut:
1. Diameter zona bening 20 mm atau lebih artinya daya hambat sangat kuat.
2. Diameter zona bening 10 – 20 mm artinya daya hambat kuat.
3. Diameter zona bening 5 – 10 mm artinya daya hambat sedang.

4. Diameter zona bening 2 – 5 mm artinya daya hambat lemah


26

7. Analisis Data

Data hasil pengamatan fraksi etanol dan n-heksan daun kacang panjang
terhadap bakteri B. Subtilis dan E. coli dianalisis menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) kali pengulangan. Data yang di peroleh
kemudian dianalisis dengan metode One Way Anova dengan uji lanjut Duncan
untuk mengetahui fraksi etanol daun kacang panjang terhadap bakteri E. coli
dan Tukey untuk bakteri B. Subtilis. Analisis ini menggunakan software SPSS
versi 24.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi F-MIPA Farmasi
Universitas Tulang Bawang Lampung. Uji determinasi dilakukan di Laboratorium
Botani-FMIPA Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan Penelitian


27

1. Alat

Alat yang telah digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, botol gelap,
jangka sorong, rotary evaporator, pipet mikro, pipet tetes, pipa kapiler, jarum
ose, autoklaf, tabung reaksi, rak tabung reaksi, inkubator, erlenmeyer, gelas ukur,
gelas beker,hot plate, timbangan, lemari pendingin, bunsen, labu ukur, kertas
HVS, karet gelang, plastik tahan panas, alumunium foil, tisu, kapas, kertas
saring, kertas label, corong pisah, kaca arloji, gunting, benang kasur, kain kasa,
penggaris, lampu UV, LAF (Laminar Air Flow), oven, chamber, pelat silika gel
G60F254 dan spektrofotometer FTIR.

2. Bahan

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah daun kacang panjang,
blue tip, ciprofloxacin, biakan bakteri Bacillus subtilis, biakan bakteri E. coli,
media Nutrien Agar (NA) dan Nutrient Broth (NB), dimetil sulfoksida (DMSO),
etanol 70% (C2H6O), kloroform (CHCl3) ,n-Heksan (CH3(CH2)4CH3),
Liebermann-Burchard, besi (III) clorida (FeCl3), dan pereaksi Bouchardat.

C. Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Bahan Uji
Bahan uji yang akan digunakan adalah daun kacang panjang yang telah
dikeringkan. Bahan uji diperoleh dari Desa Tulung Agung kecamatan Gadingrejo
kabupaten Pringsewu.
2. Uji Determinasi
Daun kacang panjang terlebih dahulu di determinasi. Determinasi dilakukan
di Laboratorium Botani-FMIPA Universitas Lampung. Uji ini bertujuan untuk
membuktikan bahwa jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian telah sesuai
28

dengan yang dimaksudkan, sehingga tidak terjadi kesalahan penggunaan


tanaman.
3. Pembuatan Simplisia daun kacang panjang
Pembuatan simplisia daun kacang panjang diawali dengan pengambilan daun
kacang panjang sebanyak 4 kg, lalu dikumpulkan. Setelah itu, daun kacang
panjang dibersihkan dari kotoran yang menempel, kemudian dicuci dengan air
mengalir, tiriskan lalu dirajang. Daun kacang panjang selanjutnya dikeringkan di
bawah sinar matahari dengan ditutup dengan kain berwarna gelap hingga kering.
Setelah itu lakukan sortasi kering untuk memisahkan benda-benda asing seperti
bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain yang
masih ada dan tertinggal pada simplisia kering, kemudian simplisia disimpan
dalam wadah bersih.

4. Uji Parameter Non Spesifik Simplisia

Batas minimal standar uji karakteristik simplisia yang akan dilakukan adalah
tiga pengujian yaitu :
a. Pengujian Kadar Air Simplisia Daun Kacang Panjang
Timbang daun segar yang telah dicuci. Kemudian timbang simplisia
dengan seksama dalam wadah yang telah ditara. Lalu hasil dari
penimbangan dimasukkan ke dalam rumus berikut:

A−B
% Kadar Air = x 100 %
A
Keterangan :
A. Berat penimbangan daun segar

B. Berat penimbangan simplisia


b. Pengujian Kadar Abu Simplisia Daun Kacang Panjang
29

Kurang lebih 2 sampai 3 g simplisia yang telah dihaluskan dan ditimbang


seksama (W1), dimasukkan kedalam kurs porselin (W0). Pijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan dan timbang (W2). Jika
cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas dan saring
melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring
dalam cawan porselin yang sama. Masukan filtrat ke dalam cawan
porselin, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap dan timbang. Hitung kadar
abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (17).

w 2−w 0
% Kadar abu= x 100%
w1

Keterangan :
W0 = Bobot cawan kosong (gram)
W1 = Bobot simplisia awal (gram)

W2 = Bobot cawan + simplisia yang telah diabukan (gram)


c. Pengujian Kadar Abu yang Tidak Larut Dalam Asam
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml
asam sulfat encer P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut
dalam asam, saring menggunakan kertas saring bebas abu, cuci dengan air
panas, pijarkan hingga bobot tetap dan timbang. Hitung kadar abu yang
tidak larut dalam pelarut asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara (17).

Berat abu( g)
% Kadar Abu Tidak Larut Asam= x 100 %
Berat simplisia(g)

5. Pembuatan Ekstrak Daun kacang panjang


Simplisia daun kacang panjang sebanyak 500 gram dimasukkan dalam wadah
berwarna gelap kemudian dimaserasi dengan cairan penyari etanol 70% sampai
30

simplisia terendam sempurna dalam pelarut. Setiap 24 jam dilakukan


pengadukan sesekali dan penggantian pelarut dengan cara penyaringan. Ampas
yang diperoleh kemudian dilakukan perendaman kembali dengan etanol 70%,
sedangkan maserat ditampung dalam botol penampung. Maserasi dilakukan
sampai pelarut jernih. Untuk mengetahui zat tersari sempurna, maserat terakhir
diambil sebanyak 5 mL, dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian
dipanaskan atas bunsen. Jika tidak terdapat endapan, maka maserasi dinyatakan
tersari sempurna. Ekstrak yang didapat kemudian diuapkan dengan menggunakan
rotary evaporator sampai didapat ekstrak cair.

6. Pembuatan Fraksi daun kacang panjang


Ekstrak cair yang didapat kemudian difraksinasi menggunakan pelarut yang
berbeda kepolarannya yaitu n-heksan, kloroform dan etanol. Masukkan 50 mL
ekstrak cair daun kacang panjang ke dalam corong pisah, ditambahkan 50 mL
etanol dan 100 mL n-heksan lalu kocok hingga terjadi pemisahan antara fraksi
etanol dan fraksi n-heksan. Lakukan pengulangan hingga pelarut jernih. Fraksi n-
heksan dipisahkan sedangkan fraksi etanol difraksinasi kembali dengan pelarut
kloroform sebanyak 100 mL kemudian dikocok hingga terdapat fraksi etanol dan
kloroform dan dilakukan pengulangan hingga pelarut jernih. Fraksi n-heksan,
kloroform dan etanol kemudian di uapkan menggunakan hot plate sampai
seluruh pelarut menguap ditandai dengan tidak adanya bau pelarut dan ketika
fraksi disentuh tidak dingin lagi.

7. Sterilisasi Alat dan Bahan


Alat gelas yang akan digunakan seperti cawan, tabung reaksi, erlenmeyer,
gelas ukur, cawan petri, dan tip mikropipet yang dimasukkan kedalam gelas
beaker, lalu ditutup menggunakan alumunium foil disterilkan terlebih dahulu
menggunakan autoklaf pada suhu 121 ºC dan tekanan 1 atm selama 15 menit.
Jarum ose dan pinset disterilkan dengan cara pemijaran, sedangkan bahan yang
31

tahan panas seperti NA dan NB dimasukkan kedalam autoklaf pada suhu 121 ºC
selama 15 menit.

8. Pembuatan Media

a. Media NA

Media NA dibuat dengan cara melarutkan NA bubuk sebanyak 2 gram


dalam 100 mL aquadest lalu dipanaskan sambil diaduk-aduk hingga larut
dan mendidih kurang lebih 10-15 menit. Medium disterilkan dengan autoklaf
pada suhu 121 ºC tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah itu NA yang
masih hangat masukkan ke dalam cawan petri lalu diamkan sampai memadat
kemudian media NA tersebut disimpan pada lemari pendingin.

b. Media NB

Dibuat dengan cara melarutkan NB bubuk sebanyak 0,8 gram dalam 100 mL
aquadest, dan dipanaskan hingga mendidih kurang lebih 10˗15 menit.
Setelah itu disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 ºC
selama 15 menit.

9. Penyiapan Biakan Bakteri

Bakteri B. subtilis dan E. Coli diperoleh dari Laboratorium Kesehatan Daerah


Bandar Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta. Biakan bakteri
ini diperbanyak dan diinokulasi pada media agar miring dan diinkubasi selama
24 jam pada suhu 37ºC. Biakan bakteri B. subtilis dan E. coli diambil dengan
menggunakan jarum ose sebanyak satu mata ose. Kemudian digoreskan pada
media agar miring dalam tabung reaksi dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37 ºC.

10. Pembuatan Suspensi bakteri

Biakan murni bakteri yang telah diperbanyak dalam media agar miring NA
yang telah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ºC, biakan diambil 1 mata ose
32

kemudian disuspensikan kedalam media NB dan diinkubasi selama 24 jam pada


suhu 37 ºC.

11. Uji Daya Antibakteri

Uji daya antibakteri menggunakan metode difusi yaitu metode lubang.


Disiapkan cawan petri steril kemudian dituangkan 100 µL suspensi bakteri B.
subtilis dan E. Coli lalu ditambahkan media NA, lalu dihomogenkan dan
dibiarkan memadat. Beberapa lubang dibuat pada media dengan menggunakan
blue tip. Kemudian dimasukkan larutan uji fraksi etanol dan n-heksan daun
kacang panjang yang telah dipekatkan dan ciprofloxacin sebagai kontrol positif
dan dimetil sulfoksida (DMSO) sebagai kontrol negatif ke dalam lubang-lubang
tersebut dengan menggunakan mikropipet. Semua cawan petri diinkubasi selama
24 jam pada suhu 37 ºC. Selanjutnya dilakukan pengamatan dan pengukuran
zona hambat yang terbentuk di sekeliling lubang sumuran dengan menggunakan
jangka sorong.

12. Pemisahan Senyawa Secara Kromatografi Lapis Tips (KLT)

Sampel yang digunakan pada uji KLT ini adalah fraksi yang memberikan
diameter zona hambat terbesar pada uji antibakteri sebelumnya. Fase diam yang
digunakan yaitu pelat silika gel G60F254 dengan ukuran 1 cm × 2,5 cm yang
diaktifkan terlebih dahulu dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100 ºC
selama 30 menit. Fase gerak yang digunakan yaitu kloroform:metanol:air dengan
perbandingan (2:5:3) (v/v) yang dimasukkan kedalam chamber(25). Kemudian
pelat silika ditotolkan dengan sampel menggunakan pipa kapiler secara hati-hati.
Dibiarkan beberapa menit hingga kering dan masukkan ke dalam chamber yang
telah jenuh dengan fase gerak yang digunakan sampai terdapat bercak noda pada
KLT. Plat KLT dikeluarkan dari chamber, noda yang tampak pada kromatogram
kemudian diamati dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm dan
366 nm (25). Hasil analisis bercak dideteksi dengan reagen sebagai berikut :
a. FeCl3 untuk polifenol akan menghasilkan warna hijau, merah, ungu,
biru atau hitam kuat.
33

b. Liebermann-Burchard untuk saponin.


c. Liebermann-Burchard untuk steroid.
d. Bouchardat untuk alkaloid akan menunjukkan warna coklat.
Kemudian hitung masing masing Rf yang diperoleh.

13. Pengujian Secara KLT-Bioautografi

Bioautografi merupakan metode sederhana yang digunakan untuk


menunjukkan adanya aktivitas antibakteri atau antikapang, dan digunakan untuk
mendeteksi golongan senyawa dengan menggunakan plat KLT. Plat silika
terlebih dahulu diaktivasi dengan cara di oven pada suhu 100 ºC selama 30 menit
kemudian plat dikeluarkan dan sampel ditotolkan menggunakan pipa kapiler
berisi fraksi etanol dan n-heksan. Kemudian dielusi menggunakan pelarut
kloroform:metanol:air dengan perbandingan (2:5:3) (v/v) (25) dan untuk
senyawa non polar di elusi menggunakan pelarut n-heksan: kloroform (7:3) (26),
sampai terdapat bercak pada plat KLT. Kemudian plat KLT dikeluarkan dan
dikeringkan. Plat KLT yang telah kering ditempelkan pada permukaan media
agar dalam petri yang masing-masing telah diinokulasi dengan suspensi bakteri
B. subtilis dan E. coli. Setelah 3 jam lempeng tersebut diangkat dan dipindahkan
kemudian media agar diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam lalu diamati
zona hambat yang terbentuk. Zona hambat yang terbesar kemudian dicocokkan
dengan nilai Rf yang sudah didapat dari uji KLT sebelumnya.

14. Identifikasi senyawa aktif dengan spektrofotometer FTIR

Identifikasi gugus fungsi dilakukan dengan mengerok plat hasil KLT yang
memiliki kandungan senyawa aktif sebagai antibakteri dari fraksi terbaik dalam
memberikan zona hambat terbesar dari daun kacang panjang lalu dianalisis
dengan spektrofotometer IR.
34
35

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman
Hasil determinasi daun kacang panjang yang telah dilakukan di Laboratorium.
Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung menunjukkan bahwa
tanaman yang digunakan adalah benar daun kacang panjang dari famili Fabaceae,
genus vigna dan spesies Vigna unguiculata (L.) Walp.
B. Pembuatan simplisia
Daun kacang panjang yang masih segar diambil sebanyak 4 kg. kemudian daun di
lakukan sortasi basah bertujuan untuk membersihkan daun dari pengotor lainnya
seperti krikil-krikil, tanah dan lain-lain. Kemudian dilakukan pencucian, dengan
menggunakan air mengalir. Tahap ini bertujuan mengurangi jumlah mikroba pada
daun. Kemudian dilakukan perajangan, bertujuan untuk memudahkan proses
pengeringan. Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari menggunakan wadah
yang ditutup dengan kain hitam.. Bertujuan untuk mengurangi kadar air dan
menghindari timbulnya jamur sehingga dapat disimpan dalam waktu lama, kain hitam
digunakan agar panas terserap sempurna dan mencegah masuknya pengotor pada saat
pengeringan. Daun kacang panjang kering didapat 900g, selanjutnya simplisia
disimpan di wadah yang tertutup rapat dan disimpan pada suhu kamar jika belum
akan digunakan agar simplisia tetap dalam mutu yang terstandarisasi.

C. Hasil Uji Parameter Non Spesifik Simplisia Daun Kacang Panjang


Pengujian karakteristik simplisia yang dilakukan adalah uji kadar air, kadar abu,
dan kadar abu yang tidak larut dalam asam (27). Hasil dari pengujian ditunjukkan
pada Tabel 4.1.
36

Tabel 4.1 Hasil Uji Parameter Non Spesifik Simplisia (27)

Parameter Hasil Syarat


Kadar Air 5,4% ≤ 10 %
Kadar Abu 2,6% ≤ 8,6 %
Kadar Abu Tidak Larut Asam 2,6% ≤ 2,9 %

Tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil uji parameter non spesifik terhadap
simplisia daun kacang panjang telah memenuhi syarat standar mutu simplisia
tumbuhan obat. Kadar air simplisia merupakan salah satu parameter non spesifik
yang tujuannya memberikan batasan minimal (rentang) tentang besarnya kandungan
air pada bahan (27). Pada penentuan parameter kadar air pada simplisia daun kacang
panjang didapat kadar air sebesar 5,4% menunjukkan bahwa kadar susut simplisia
dalam batas normal tidak melebihi dari nilai standar yang telah ditetapkan oleh
parameter standar umum simplisia tumbuhan obat yaitu ˂10% (27). Kadar abu
simplisia daun kacang panjang yang didapat yaitu 2,6% dan masih dalam batas
normal tidak melebihi dari nilai standar yang telah ditetapkan yaitu kurang dari 8,6%
(27). Uji kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan eksternal yang berasal dari awal sampai terbentuknya simplisia dan
menentukan jumlah pengotor pada saat proses pembuatan simplisia (27). Kadar abu
tidak larut dalam asam simplisia daun kacang panjang memenuhi standar syarat yaitu
2,6% dan tidak melebihi nilai syarat standar yaitu 2,9%. Pada pengujian kadar abu
tidak larut dalam asam bertujuan untuk menentukan tingkat pengotoran oleh pasir
atau pengotoran lainnya (27). Berdasarkan uraian diatas, maka simplisia daun kacang
panjang memenuhi syarat pada pengujian parameter non spesifik.

D. Ekstraksi dan Fraksinasi


Setelah didapat simplisia selanjutnya dilakukan ekstraksi. Simplisia daun kacang
panjang sebanyak 500 gram diekstraksi dengan cara meserasi menggunakan pelarut
etanol 70% sampai simplisia terendam sempurna didalam wadah berwarna gelap.
Metode maserasi dipilih karena memiliki kelebihan tersendiri diantaranya
pengerjaannya cukup sederhana, murah, mudah dilakukan dan tidak menggunakan
37

suhu tinggi yang memungkinkan dapat merusak senyawa-senyawa kimia yang


terdapat dalam ekstrak (28). Pemilihan etanol dengan konsentrasi 70% sebagai
pelarut dikarenakan yang diuji merupakan bahan kering, sehingga 30% kandungan air
berfungsi untuk membuka pori-pori simplisia yang mempermudah proses penarikan
senyawa pada saat ekstraksi (29). Sedangkan pemilihan etanol sebagai pelarut adalah
karena pelarut etanol merupakan pelarut universal yang dapat menarik senyawa-
senyawa yang larut dalam pelarut polar hingga non polar (30).
Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan senyawa yang bersifat polar, semi
polar dan non polar. Pada penelitian ini digunakan ketiga pelarut yang dimulai dari
pelarut polar yaitu etanol, n-heksan (non polar), kloroform (semi polar). Fraksinasi
pada penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali, karena pada ulangan ketiga warna
pelarut sudah jernih. Fraksi pertama menggunakan etanol dan n-heksan yakni untuk
memisahkan senyawa polar dan non polar. Senyawa polar akan ketarik dengan etanol
dan senyawa non polar akan ketarik dengan n-heksan. Fraksi kedua yakni
memisahkan senyawa polar dan semipolar dengan menggunakan etanol dan
kloroform. Senyawa polar akan ketarik dengan etanol sedangkan senyawa semipolar
akan ketarik dengan kloroform. Fraksi yang diperoleh yakni fraksi etanol (100 ml),
kloroform (100 ml) dan n- heksan (100 ml). Kemudian fraksi etanol yang diperoleh di
uapkan hingga diperoleh volume fraksi cair 80 ml dan fraksi n-heksan yang diperoleh
di uapkan hingga diperoleh volume fraksi cair 50ml.

E. Hasil Uji Daya Antibakteri


Uji daya antibakteri daun kacang panjang dilakukan dengan menggunakan fraksi
etanol dan fraksi n-heksan dengan konsentrasi 100% dengan ciprofloxacin sebagai
kontrol positif dan DMSO sebagai kontrol negatif. Pengujian dilakukan ke kedua
jenis bakteri yang berbeda yaitu B.subtilis yang mewakili gram positif dan E.coli
yang mewakili gram negatif dengan menggunakan metode sumuran dan media NA
dalam uji antibakteri. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.1
38

K+
K 100% K- K 100%

K+ K-

(A) (B)

Gambar 4.1 Hasil uji antibakteri fraksi etanol daun kacang panjang terhadap bakteri
(A). B. Subtilis (B). E. Coli konsentrasi 100% K+ Ciprofloxacin dan K- Aquadest

Hasil penelitian uji daya antibakteri menunjukkan bahwa fraksi etanol daun
kacang panjang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif B. Subtilis dan
bakteri gram negatif E. Coli. Hal ini terbukti dengan terbentuknya zona bening
disekitar sumuran dengan konsentrasi fraksi 100%.

K- K-
K 100% K 100%

K+
K+

A B
39

Gambar 4.2 Hasil uji antibakteri fraksi n-heksan daun kacang panjang terhadap bakteri (A).
B. Subtilis (B). E. Coli konsentrasi 100% K+ Ciprofloxacin dan K- Aquadest

Hasil penelitian uji daya antibakteri menunjukkan fraksi n-heksan daun kacang
panjang tidak menghasilkan diameter zona hambat terhadap bakteri B. Subtilis dan E.
Coli. Hal ini terbukti dengan tidak terbentuknya zona bening disekitar sumuran
dengan konsentrasi fraksi 100%.
Hasil uji antibakteri fraksi etanol daun kacang panjang dari masing masing
konsentrasi terhadap B. Subtilis B. E. Coli dapat dilihat dari Tabel 4.2

Tabel 4.2 Rata rata diameter zona hambat fraksi etanol terhadap bakteri B.subtilis dan
E.coli.
Diameter Zona Hambat (mm)

Bakteri Perlakuan 1 2 3 Total Rata-rata

K- 0 0 0 0 0a
E.coli
K+ 23.67 23.55 23.70 70.92 23,64b

K 100% 12.90 12.98 12.78 38,66 12,88c

B.subtilis K- 0 0 0 0 0a

K+ 34.42 36.98 40.67 112,07 37,35b

K100% 14.60 15.45 15.88 45,93 15,31c

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf tika atas yang sama
(dibelakang simpangan baku) tidak berbeda nyata.

K (-) : Menggunakan aquades


K (+) : Menggunakan antibiotik ciprofloxacin
K 100%: Fraksi etanol daun kacang panjang dengan konsentrasi 100%

Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat diameter zona hambat pada fraksi
etanol terhadap bakteri bakteri E. coli dengan konsentrasi 100% dikategorikan kuat
dengan diameter zona hambat 12,88 mm, sedangkan pada bakteri B. subtilis dengan
konsentrasi 100% dikategorikan kuat dengan diameter zona hambat 15,31 mm.
40

Setelah diperoleh data diameter zona hambat fraksi etanol daun kacang
panjang dilakukan analisis data secara statistik menggunakan uji One Way Anova
dikarenakan hanya satu variabel penguji yaitu konsentrasi fraksi etanol daun kacang
panjang. Syarat dalam uji One Way Anova ialah data yang diperoleh harus homogen.
Oleh sebab itu dilakukan terlebih dahulu uji Homogenitas terhadap bakteri E. coli.
Berdasarkan uji homogenitas data pada fraksi etanol daun kacang panjang
yang didapat memiliki varian yang sama dengan nilai sig. 0, 085 > 0,05 sehingga hal
ini membuktikan bahwa data yang diperoleh homogen. Hasil uji One Way Anova
diperoleh nilai sig. 0,000 < 0,05 sehingga hasilnya signifikan. Hal tersebut
membuktikan ada pengaruh penggunaan fraksi etanol daun kacang panjang terhadap
pertumbuhan bakteri E.coli. Kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan
Duncan dikarenakan nilai KK (Koefisien Keragaman) yang diperoleh besar (10,55%)
> 10%, dengan nilai sig < 0,05 menunjukkan bahwa setiap konsentrasi menunjukkan
perbedaan yang nyata. Adapun interpretasi dari uji Duncan yaitu pada K- memiliki
zona hambat yang berbeda dengan konsentrasi 100% dan Kontrol +. Kontrol +
memiliki zona hambat yang berbeda dengan Konsentrasi 100%.
Hasil Uji homogenitas pada bakteri B.subtilis daun kacang panjang yang
didapat memiliki varian yang sama dengan nilai sig. 0, 061 > 0,05 sehingga hal ini
membuktikan bahwa data yang diperoleh homogen. Hasil uji One Way Anova
diperoleh nilai sig. 0,000 < 0,05 sehingga hasilnya signifikan. Hal tersebut
membuktikan ada pengaruh penggunaan fraksi etanol daun kacang panjang terhadap
pertumbuhan bakteri B.subtilis. Kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut
menggunakan Tukey dikarenakan nilai KK (Koefisien Keragaman) yang diperoleh
kecil (0,58%) < 5%, dengan nilai sig < 0,05 menunjukkan bahwa setiap konsentrasi
menunjukkan perbedaan yang nyata. Adapun interpretasi dari uji Tukey yaitu pada K-
memiliki zona hambat yang berbeda dengan konsentrasi 100% dan Kontrol+. Kontrol
+ memiliki zona hambat yang berbeda dengan K100%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etanol daun kacang panjang
memilki daya hambat antibakteri terhadap E.coli dan B. subtilis. Hal tersebut
dikarenakan didalam daun kacang panjang mengandung senyawa polifenol, saponin,
41

dan senyawa alkaloid yang bersifat sebagai antibakteri (8). Berdasarkan penelitian
sebelumnya konsentrasi terendah ekstrak daun kacang panjang terhadap bakteri E.
coli dan B. subtilis pada konsentrasi 25% mampu menghambat pertumbuhan bakteri,
pada konsentrasi 50% dan 100% mampu membunuh bakteri E.coli dan B. subtilis (1).
Uraian diatas menunjukkan bahwa fraksi etanol daun kacang panjang menghasilkan
diameter zona hambat yang lebih kecil dibandingkan ekstrak daun kacang panjang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etanol daun kacang panjang
memiliki daya hambat antibakteri terhadap bakteri B. subtilis. Hal tersebut
dikarenakan dalam daun kacang panjang mengandung senyawa polifenol, saponin,
dan alkaloid yang bersifat sebagai antibakteri (8).
Senyawa polifenol yang memiliki fungsi sebagai senyawa antibakteri dengan
cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein, saponin menurunkan tegangan
permukaan membran lipid bakteri sehingga menghambat pertumbuhan bakteri, dan
alkaloid bekerja dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada
sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel tersebut. (8).

F. Pengujian Secara KLT


KLT yaitu metode yang digunakan untuk memisahkan senyawa secara fisika-
kimia berdasarkan dengan komponen fase diam dan fase gerak. Analisis KLT
bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa dari fraksi etanol dan fraksi n-
heksan daun kacang panjang. Sebelum dilakukan penotolan sampel, fase diam yang
akan digunakan diaktivasi terlebih dahulu didalam oven selama 30 menit dengan suhu
100º C. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air pada plat sehingga
proses absorbsi dari fase diam maksimal. Kemudian chamber yang akan digunakan
dijenuhkan terlebih dahulu menggunakan fase gerak terbaik. Tujuan penjenuhan
chamber yaitu mencegah terjadinya penguapan pelarut. Tertahannya uap eluen akan
mempengaruhi proses distribusi fase diam menjadi semakin baik dan hasilnya pun
teliti. Penjenuhan chamber juga bertujuan untuk menghilangkan uap air dan gas lain
yang mengisi fase penjerap yang akan menghalangi laju eluen.
42

Optimasi fase gerak dilakukan dengan berbagai perbandingan, dan didapatkan


pemisahan paling baik yaitu kloroform:metanol:air (2:5:3) (v/v/v) (25) untuk fraksi
etanol. Fase gerak untuk fraksi n-heksan didapatkan pemisahan paling baik yaitu fase
gerak n-heksan: kloroform (7:3) Fase gerak kloroform, metanol, dan air dipilih karena
disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis yaitu bersifat polar, dan
fase gerak kloroform dipilih karena disesuaikan sengan sifat kelarutan yang dianalisis
yaitu bersifat semipolar (26). Plat KLT yang telah dielusi dengan fase gerak
kloroform:metanol:air (2:5:3) (v/v/v)) untuk fraksi etanol dan fase gerak n-heksan:
kloroform(7:3) untuk fraksi n-heksan kemudian diamati bercaknya di UV 254 dan di
UV 366 nm. Selanjutnya bercak tadi ditetesi dengan reagen semprot Libermann-
Bouchard akan menghasilkan warna ungu untuk senyawa saponin, Bouchardat untuk
alkaloid dan akan menunjukkan warna coklat, dan FeCl3 untuk polifenol akan
menghasilkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam kuat.

(A) (B) (C) (D) (E) (F)

Gambar 4.3 Hasil Penampang Bercak Uji Kromatografi Lapis Tipis Fraksi Etanol daun
kacang panjang Dengan Fase Gerak Kloroform:Metanol:Air (2:5:3). A : sinar
tampak, B : UV 366, C : UV 254, D : FeCl3, E. Bourchardat F: liberman
burchard
43

(A) (B) (C) (D)


Gambar 4.4 Hasil Penampang Bercak Uji Kromatografi Lapis Tipis Fraksi n-heksan Daun
kacang panjang Dengan Fase gerak n-heksan: kloroform(7:3) A : sinar tampak, B
: UV 254, C : UV 366, D : liberman burchard
Tabel 4.3 Hasil Penampang Bercak Kromatografi Lapis Tipis

Senyawa Deteksi Hasil positif Hasil Keterangan


penelitian
Polifenol FeCl3 Hijau, merah, Hitam kuat +
ungu, biru
atau hitam
kuat
Alkaloid Bouchardat Coklat Coklat +
Saponin Libermann- Ungu Tidak -
burchard mengalami
perubahan
Steroid Libermann- Hijau Tidak -
burchard mengalami
perubahan
Hasil penampang bercak kromatografi lapis tipis menunjukkan hasil positif
mengandung senyawa polifenol setelah disemprot dengan FeCl3 yang ditandai dengan
terbentuknya warna hitam kuat pada plat. Hasil penampang bercak kromatografi lapis
tipis menunjukkan hasil positif mengandung senyawa alkaloid setelah disemprot
dengan bouchardat dengan terbentuknya warna coklat pada plat dan hasil
kromatografi lapis tipis menunjukkan hasil negatif mengandung saponin setelah
disemprot dengan Libermann-Burchard karena tidak terbentuknya warna ungu pada
44

plat, dan hasil penampang bercak negatif mengandung Steroid karena tidak terbentuk
warna hijau pada plat.
Bercak noda pada fraksi etanol daun kacang panjang dengan melihat hasil uji
semprot dapat dinyatakan mengandung senyawa polifenol dengan Rf 0,81. Salah satu
bercak noda fraksi etanol daun kacang panjang Rf 0,81 memiliki Rf yang sama
dengan Rf polifenol. Penelitian sebelumnya tentang phytochemical screening and
TLC profiling of Various Extracts of Reinwardtia indica menunjukkan adanya
senyawa yang sama dengan polifenol yaitu dengan harga Rf 0,80 (31).
Fraksi etanol daun kacang panjang setelah disemprot dengan Bouchardat
memberikan warna bercak coklat yang menandakan adanya senyawa alkaloid, Rf
yang dihasilkan yaitu 0,54. Penelitian sebelumnya tentang phytochemical screening
and TLC profiling of Various Extracts of Reinwardtia indica menunjukkan adanya
senyawa yang sama dengan alkaloid yaitu dengan harga Rf 0,56 (31).
Hasil uji penampang bercak fraksi etanol daun kacang panjang menunjukkan
bahwa terdapat senyawa polifenol dan senyawa alkaloid yang bersifat sebagai
antibakteri.

G. Pengujian Secara KLT-Bioautografi


Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa fraksi etanol daun kacang
panjang memiliki aktivitas antibakteri, sehingga dilanjutkan ke uji bioautografi.
Bioautografi merupakan metode untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil
KLT yang memiliki aktivitas antibakteri dengan cara menempelkan plat KLT pada
permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Letak senyawa aktif
akan tampak sebagai zona bening dengan latar belakang keruh.
Pada penelitian ini digunakan metode bioautografi kontak karena lebih mudah,
sederhana dan paling sering digunakan. Keuntungan menggunakan bioautografi
kontak dibandingkan dengan bioautografi langsung dan pencelupan yaitu proses
perpindahan senyawa aktif ke dalam medium agar yang dapat menghasilkan zona
hambat yang lebih besar dan ketersebaran bakteri dapat dijamin serta zona hambat
dapat langsung diamati pada media agar. Sedangkan pada bioautografi langsung
penyebaran bakteri pada lempeng sering tidak merata dan kemungkinan terjadinya
45

kontaminasi lebih besar, begitu pula halnya dengan bioautografi pencelupan yang
zona hambatnya agak sulit diamati.
Hasil bioautografi fraksi etanol daun daun kacang panjang yang diuji dengan
bakteri B. Subtilis dan E. coli dengan kombinasi fase gerak berupa
kloroform:metanol:air (2:5:3) (v/v/v)). Gambar hasil bioautografi dapat dilihat pada
gambar 4.5

(A) (B)
Gambar 4.5 Hasil bioautografi fraksi etanol daun kacang panjang dengan fase gerak
kloroform: metanol : air (2:5:3) (v/v/v) terhadap bakteri (A) B.subtilis dan (B) E.coli.

Zona bening yang terbentuk pada Gambar 4.6 menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri di kedua cawan dengan harga Rf yang terbentuk yaitu 0,81, hasil uji KLT
bercak pada Rf 0,81 merupakan senyawa polifenol, sehingga senyawa aktif yang
paling berperan sebagai antibakteri pada daun kacang panjang adalah senyawa
polifenol. Hal ini dapat disebabkan karena konsentrasi senyawa polifenol cenderung
lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa lainnya. Pada penelitian
sebelumnya yaitu skrining fitokimia dari daun kacang panjang menunjukkan bahwa
daun kacang panjang mengandung senyawa saponin, alkaloid, polifenol dan steroid,
namun setelah dilakukan pengujian KLT Fraksi etanol daun kacang panjang
mengandung senyawa alkaloid dan polifenol.
Pengujian secara bioautografi menunjukkan bahwa kandungan kimia yang
terdapat dalam fraksi etanol daun kacang panjang yang memiliki aktivitas antibakteri
46

terhadap B. Subtilis dan E. coli adalah senyawa polifenol, terbukti dengan


terbentuknya zona bening pada media dengan harga Rf sebesar 0,81 dan memiliki
harga Rf yang sama dengan uji KLT pada senyawa polifenol yang menunjukkan
warna hitam setelah disemprot dengan Fecl3 positif mengandung senyawa polifenol.

H. Identifikasi gugus fungsi dengan spektrofotometer IR


Analisis serapan spektrofotometer IR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi
yang terkandung dalam fraksi etanol daun kacang panjang. Serapan yang muncul
pada spektrum fraksi etanol daun kacang panjang terdapat pada wilayah 4000-650.
Hasil pengukuran spektrofotometer IR dari fraksi etanol daun kacang panjang dapat
dilihat pada Gambar 4.6

Gambar 4.6 Hasil spektrum IR fraksi etanol daun kacang panjang


47

Hasil pengujian spektrofotometer diatas dapat dilihat bahwa terdapat 3


panjang gelombang pada fraksi etanol daun kacang panjang yaitu terdapat gugus O-H
dengan bentuk pita melebar pada panjang gelombang 3354 cm -1, pada kisaran daerah
frekuensi 3200-3600 cm-1 termasuk kedalam golongan fenol. Dugaan tersebut
diperkuat oleh serapan pada panjang gelombang 1058 cm-1 menunjukkan adanya
gugus C-O-C termasuk kedalam golongan karbonil karena terletak pada daerah 1040-
1300 cm-1 . serapan pada panjang gelombang 1632 cm-1 menunjukkan adanya gugus
C=C, pada kisaran daerah frekuensi 1500-1600 termasuk kedalam golongan
aromatik. Dugaan tersebut diperkuat oleh serapan panjang gelombang 790.2 cm -1
yang menunjukkan adanya gugus C=C termasuk kedalam golongan aromatik karena
terletak pada daerah frekuensi 675-995 cm-1 (32).
Pola serapan spektrofotometer IR dari fraksi etanol daun kacang panjang
dapat dilihat pada Tabel 4.4
NO Fraksi Gugus fungsi
Bilangan gelombang (cm-1 )

1 Etanol 3354 O-H fenol


2 Etanol 1058 C-O-C karbonil
3 Etanol 1632 C=C aromatik

Hasil analisis spektrofotometer IR fraksi etanol daun kacang panjang


menunjukkan adanya gugus O-H fenol, C-O-C karbonil dan C=C aromatik. Penelitian
lain tentang karakterisasi senyawa fenolik dari fraksi metanol bunga nusa indah
(Mussaenda erythrophylla) menjelaskan bahwa gugus fungsi O-H fenol, C-O-C
aromatik dan C=C aromatik termasuk kedalam senyawa fenolik (33).
48

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Fraksi etanol daun kacang panjang memiliki aktivitas antibakteri terhadap B.
Subtilis dan E.coli
2. Fraksi etanol daun kacang panjang terbukti mengandung senyawa alkaloid dan
polifenol, dan golongan senyawa aktif yang paling efektif menghambat bakteri
pada fraksi etanol daun kacang panjang adalah senyawa polifenol dengan harga
Rf 0,81.
3. Gugus fungsi senyawa aktif berdasarkan karakterisasi spektrofotometer IR pada
fraksi etanol daun kacang panjang pada Rf 0,81 menunjukkan adanya gugus
OH fenol, C-O-C karbonil dan C=C aromatik.
B. Saran.
1. Perlu dilakukan isolasi dan identifikasi lebih lanjut mengenai senyawa
antibakteri yang terdapat dalam ekstrak maupun fraksi daun kacang panjang
yang mempunyai aktivitas antibakteri.
49

DAFTAR PUSTAKA

1. Kuroidah F. 2016. Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun kacang panjang


(Vigna cylindrica (L.) Skeels terhadap bakteri Bacillus subtilis dan
Eschericia coli. Skripsi. Ungaran. Universitas Ngudi Waluyo.
2. Tan, Hoan Raharjo, K. 2002. Obat-obat penting edisi 5. Gramedia. Jakarta.
3. Rantam DFA. 2005. Virologi. Surabaya: Airlangga University. Hlm. 263.
4. Sofyan M, Alvarino, Erkadius. 2014. Perbandingan Levofloxacin dengan
Ciprofloxacin peroral dalam menurunkan Leukosituria Sebagai Profilaksis Isk
pada Kateterisasi di RSUP. Jurnal KesehatanAndalas.3(1).
5. Yulianingsih I.2016. Studi Etnofarmasi penggunaan tumbuhan obat oleh Suku
Tengger di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Jurnal Pharmacy. 13(01):10-
20.
6. Dinda Widya Rizky. 2018. Uji aktifitas antibakteri dan antioksidan ekstrak
metanol daun kacang panjang (Vigna unguculata (L) Walp). Skripsi. Medan.
Universitas Sumatra Utara.
7. Mufti N, Bahar E, Arisanti D. 2017. Uji daya hambat ekstrak daun sawo
terhadap bakteri Escherichia coli secara In vitro. Jurnal Kesehatan Andalas.
6(2):289-94.
50

8. Nafessa saeed k Allah, M ikram and Hassan hamad. 2017.Phytochemical


screening and hypolipidemic activity of extract from seeds and leave Vigna
unguiculata growing in Sudan. Journal of pharmacognosy and
phytochemistry. p 488-491
9. Cahyono B. Teknik budidaya dan analisis usaha tani kacang panjang. CV
Aneka Ilmu. Semarang. hlm.16-18.
10. Prof. Dr. Dachriyanus. 2004. Analisis struktur senyawa organik secara
spektroskopi. Penerbit Lembaga pengembangan teknologi informasi dan
komunikasi (LPTIK) Padang : Universitas Andalas.
11. ST. Subaedah. 2016. Uji biofungisida formulasi Bacillus subtilis terhadap
intensitas serangan Fusarium moniliforme pada tanaman jagung (Zea mays
L.). Skripsi. Universitas Islam Negri Alauddin : Makassar.
12. Fajeriyati N dan Andika. 2017. Uji aktifitas antibakteri ekstrak etanol rimpang
kencur (Kaempferia galanga L.) pada Bakteri Bacillus subtilis dan
Escherichia coli (Antibacterial Activity of Ethanol Extract of Kencur
Rhizome (Kaempferia galanga L.) in Bacillus subtilis dan Escherichia coli.
Journal of Current Pharmaceutical Science. 1(1):36-41.
13. Sutedjo MM, dan Kartadjapoetra SA. 1991. Mikrobiologi Dasar. Jakarta :
Penerbit Rieka Cipta
14. Bennet P, Brown M, Sharma P. 2012. Clinical Pharmacology. London :
Elsevier.
15. Waluyo. Lud. 2004. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah :
Malang
16. Sofyan M, Alvarino, Erkadius. 2014. Perbandingan levofloxacin dengan
ciprofloxacin peroral dalam menurunkan leukosituria sebagai profilaksis isk
pada kateterisasi di RSUP. Dr. M. Djamil padang. Jurnal kesehatan Andalas.
3(1).
17. Ditjen POM Depkes. 1985. Cara pembuatan simplisia. Departemen
Kesehatan, editor. Jakarta. 24p.
18. Dr. Ir. Prasetyo, MS, Ir. Entang Inoriah S M. 2013. Pengelolaan budidaya
tanaman obat obatan (Bahan Simplisia). Bengkulu: Badan Penerbitan
Fakultas Pertanian UNIB. 18p.
19. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter
standard umum ekstrak tumbuhan obat. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta.
20. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1977.Materia Medika Indonesia
Jilid 1.Jakarta:Hlm13
21. Mukhriani. 2014. Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa
aktif. Jurnal Kesehatan. Vol 7 No.2.
51

22. Wulandari L. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. PT Taman Kampus Presindo.


Fakultas Farmasi Universitas Jember. Hlm. 86
23. Harborn J. 1987. Metode fitokimia cara modern menganalisis tumbuhan.
Bandung : Institut Teknologi Bandung.
24. Ralp J. Fessenden, Joan S. Fessenden. 1982. Organic chemistry. University of
Montana. Third edition.
25. Febrianasari T. 2018. Aktivitas antibakteri dan bioautografi fraksi etanol
bunga soka (Ixora coccinea L.) terhadap bakteri S. aureus dan E. coli.
(skripsi). Universitas tulang bawang Lampung
26. Fatma kumalasari. 2014. Aktivitas antibakteri fraksi polar, semipolar, dan
nonpolar ekstrak etanol daun buni (Antidesma bunius (L.) Spreng) terhadap
Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa sensitif serta bioautografinya.
Malang : Universitas Muhammadiyah Surakarta.

27. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. 2000. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta : p 5-11.
28. Alvira Widjaya RR. 2012. Uji Antifertilitas ekstrak etanol 70% biji delima
(punica granatum L.) pada tikus jantan strain sprague-dawley secara in vivo.
(skripsi). Jakarta : Fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah.
29. Mukhilifa. 2014. Identifikasi senyawa tanin dan penentuan eluen terbaik dari
ekstrak etanol 70% daun pepaya (Carica papaya) dengan menggunakan
metode kromatografi lapis tipis. Malang : UIN Maulana Malik Ibrahim.

30. Galuh Gondo Kusumo, M.A. Hanny Ferry, Heppy Asroriyah. 2017.
Identifikasi Senyawa Tanin Pada Daun Kemuning (Murayya panicullata L.
Jack) Dengan Berbagai Jenis Pelarut Pengekstraksi. Journal of pharmacy
and Science. 2(1):29-32.
31. Sonam mehta, Rana PS, Saklani pooja. 2017. Phytochemical screening and
TLC profiling of Various Extracts of Reinwardtia indica. International
Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research 9(4); 523-527.
32. Grale TJ, Swartzlander EE. Parallel GF (2n) multipliers. 2017. Conference
Record of 51st Asilomar Conference on Signals, System and Computers,
ACSSC. Hal 1029-1033.
33. Sri Utami, Widiyantoro Ari, J Afgani. 2016. Karakterisasi senyawa fenolik
dari fraksi metanol bunga nusa indah (Mussaenda erythrophylla). JKK Vol
6(4) hal 83-88.
52

LAMPIRAN
53

Lampiran A. Skema Pembuatan Ekstrak Daun Kacang Panjang

Daun kacang
panjang

- Dicuci dengan air mengalir


- Ditiriskan
- Dirajang
- dikeringkan

Daun kacang panjang

Maserasi dengan etanol70%


kemudian disaring

Ampas Maserat

Di maserasi kembali
hingga pelarut jernih
(tidak berubah warna)

Ampas
Maserat
54

Rotari evaporator

Ekstrak cair

Lampiran B. Skema Pembuatan Fraksi Daun Kacang Panjang

Ekstrak cair daun kacang


panjang 50ml+ 50ml etanol+
100 mL n-heksan

Fraksi n-heksan
Fraksi etanol cair

+ 100 mLkloroform

Fraksi etanol Fraksi


cair kloroform
cair
55

Di uapkan menggunakan hot plate

Uji daya antibakteri

Lampiran C. Skema Uji Daya Antibakteri Fraksi Daun Kacang Panjang


Terhadap Bacillus subtilis dan Escherichia coli

Suspensi bakteri

-Ditambahkan

Media NA

-Dihomogenkan
Media NA yang telah memadat dan
berisi suspensi bakteri

Dibuat lubang dengan menggunakan


blue tip

Larutan uji ekstrak daun kacang panjang dengan


konsentrasi 100% fraksi etanol dan fraksi n-heksan,
antibiotik ciprofloxacin sebagai kontrol (positif), dimetil
sulfoksida (DMSO) kontrol (negatif) dan pelarut
dimasukkan ke dalam lubang-lubang sumuran.
56

-Dinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C

-Diukur diameter zona hambat

-Dilakukan Analisa data

Hasil analisa data

Lampiran D. Skema Pembuatan Kromatografi Lapis Tipis

Aktifkan pelat
silika gel

Pada suhu 110 °C selama 30 menit

Jenuhkan chamber
-lapisi chamber dengan kertas saring
-jenuhkan dengan fase gerak
-akhiri jika kertas saring telah basah
dengan uap fase gerak

Totolkan sampel ke
plat silika gel

Masukkan ke dalam chamber


yang telah dijenuhkan dengan
fase gerak

-Keluarkan plat
-keringkan

Deteksi bercak
57

Hitung Rf

Lampiran E. Skema Pembuatan Bioautografi

Aktifkan pelat
silika gel

Pada suhu 110 °C selama 30menit


Jenuhkan chamber
-lapisi chamber dengan kertas saring
-jenuhkan dengan fase gerak
-akhiri jika kertas saring telah basah
dengan uap fase gerak

Totolkan sampel ke
plat silika gel

Masukkan ke dalam chamber


yang telah dijenuhkan dengan
fase gerak

-Keluarkan plat
-keringkan
Masukkan plat KLT
diatas permukaan media
yang telah di suspensi
bakteri B.subtilis dan
E.coli
58

-Plat KLT diangkat


-dikeringkan

Cawan yang telah


ditempel oleh KLT lalu
di inkubasi pada suhu
37°C selama 24 jam

Amati zona hambat

Lampiran F. Skema Pembuatan spektrofotometer IR

Sampel senyawa aktif sebagai


antibakteri hasil uji bioautografi

Analisis dengan
spektrofotometer IR

Spektrum IR

Analisis gugus fungsi


59

Lampiran G. Besar Sampel Penelitian

Jumlah pengulangan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan rumus Federer:

(t-1) (n-1) ≥ 15

Keterangan :

n= jumlah perlakuan ulang (sampel)

t= jumlah perlakuan dalam penelitian

(t-1) x (n-1) ≥ 15

(8-1) x (n-1) ≥ 15

7 x (n-1) ≥ 15

7n – 7 ≥ 15

7n ≥ 15 +7

n≥ 22/7

n≥ 3, 14 ̴ 3

Dari hasil perhitungan diatas jumlah perlakuan ulang (n) yang digunakan adalah
3.Dan jumlah perlakuan dalam penelitian (t) adalah 8.
60

Lampiran H. Komposisi dan Pembuatan Media


No Bahan Cara Pembuatan
1 Media NA Pembuatan 2 gram dan agar-agar dilarutkan dalam 100 ml
aquades hingga menjadi larutan yang homogen. Panaskan
dalam penangas air hingga larutan media mendidih
selama 5 menit. Dinginkan, tempatkan volume dengan
aquadest hingga 100 ml kemudian disterilkan
menggunakan autoklaf pada suhu 121 ºC dan tekanan 1
atm selama 15 menit.
2 Media NB 0,8 gram ekstrak daging dilarutkan dalam 100 ml aquades
hingga menjadi larutan yang homogen. Panaskan dalam
penangas air hingga larutan media mendidih selama 5
menit. Dinginkan, tempatkan volume dengan aquadest
hingga 100 ml kemudian disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121 ºC dan tekanan 1 atm selama 15
menit.
3 Liebermann- Mencampurkan 20 ml asam asetat anhidrat dengan 1 ml
Burchad asam sulfat pekat dan 50 ml kloroform.
4 Amoniak Amoniak
5 Vanillin asam 0,4 gr vanillin yang dilarutkan dalam 20 ml asam asetat
glacial glacial ditambahkan dengan 1 ml H2SO4
61

Lampiran I. Perhitungan Kadar Air, Kadar Abu dan Kadar Abu Tidak Larut Asam

A. Perhitungan Kadar Air Simplisia Daun Kacang Panjang


Berat awal simplisia = 10 g
Berat Kurs porselen kosong = 20,97 g
Berat Kurs + simplisia = 30,97 g
Penimbangan ke-1 = 30,97-21,43
= 9,54g
Penimbangan ke-2 = 30,97-21,52
= 9,45 g
Penimbangan ke-3 = 30,97-21,58
= 9,39g
Rata-rata penimbangan = (9,54+9,45+9,39 g) : 3
= 9,46 g
Berat awal simplisia−rerata penimbangan
% Kadar Air = X 100 %
Berat awal simplisia
10 g−9,46 g
= X 100%
10 g
= 5,4%

Jadi, kadar air simplisia daun kacang panjang sebesar 5,4% ≤ 10% (Parameter
standar simplisia)
B. Perhitungan Kadar Abu Simplisia Daun Kacang panjang
Berat awal simplisia =3g
62

Berat Kurs porselen kosong = 20,97 g


Berat Kurs + simplisia = 23,97 g
% Kadar Abu = 23,97-21,05
berat kadar abu
= X 100%
berat simplisia
0,088
= X 100%
3
= 2,6%
Jadi, kadar abu simplisia daun kacang panjang sebesar 2,6% ≤ 8,6% (Parameter
standar simplisia)
C. Perhitungan Kadar Abu Larut Dalam Asam Simplisia Daun Kacang
panjang
Berat kertas saring = 1,10 g
Berat abu = 0,08 g
Berat kertas saring + abu = 1,18 g
Berat simplisia =3g
berat kadar abularut asam
% Kadar abu larut asam = X 100%
berat simplisia
0,08
= X 100%
3
= 2,6%
Jadi, kadar abu larut dalam asam simplisia daun kacang panjang sebesar 2,6% ≤
2,9%.
63

Lampiran J. Analisis Data


Tabel 4.1 Hasil Descriptives E. Coli

Descriptives
zona hambat
95% Confidence Interval
for Mean
Std. Std. Lower Upper Minimu Maximu
N Mean Deviation Error Bound Bound m m
K- 3 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
K+ 3 37.356 3.14198 1.81402 29.5516 45.1618 34.42 40.67
7
K100 3 15.310 .65138 .37608 13.6919 16.9281 14.60 15.88
% 0
Total 9 17.555 16.34229 5.44743 4.9938 30.1174 .00 40.67
6

Test of Homogeneity of Variances


zona hambat
Levene Statistic df1 df2 Sig.
4.608 2 6 .061

ANOVA
zona hambat
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 2115.972 2 1057.986 308.261 .000
64

Within Groups 20.593 6 3.432


Total 2136.565 8

zona hambat
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
konsentrasi fraksi etanol N 1 2 3
K- 3 .0000
K100% 3 15.3100
K+ 3 37.3567
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

TABEL 4.2 HASIL DESKRIPTIVES B. Subtilis

Descriptives
Zona Hambat
95% Confidence Interval
for Mean
Std. Std. Lower Upper Minimu Maximu
N Mean Deviation Error Bound Bound m m
K- 3 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
K+ 3 23.6400 .07937 .04583 23.4428 23.8372 23.55 23.70
K100 3 12.8867 .10066 .05812 12.6366 13.1367 12.78 12.98
%
Total 9 12.1756 10.25051 3.41684 4.2963 20.0548 .00 23.70

Test of Homogeneity of Variances


Zona Hambat
65

Levene Statistic df1 df2 Sig.


3.820 2 6 .085

ANOVA
Zona Hambat
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 840.550 2 420.275 76723.627 .000
Within Groups .033 6 .005
Total 840.583 8

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Zona Hambat
Tukey HSD
95% Confidence
Mean Interval
(I) Konsentrasi (J) Konsentrasi Difference Std. Lower Upper
Fraksi Etanol Fraksi Etanol (I-J) Error Sig. Bound Bound
K- K+ -23.64000* .06043 .000 -23.8254 -23.4546
*
K100% -12.88667 .06043 .000 -13.0721 -12.7012
*
K+ K- 23.64000 .06043 .000 23.4546 23.8254
*
K100% 10.75333 .06043 .000 10.5679 10.9388
K100% K- 12.88667* .06043 .000 12.7012 13.0721
*
K+ -10.75333 .06043 .000 -10.9388 -10.5679
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Zona Hambat
Tukey HSDa
Subset for alpha = 0.05
Konsentrasi Fraksi Etanol N 1 2 3
K- 3 .0000
K100% 3 12.8867
K+ 3 23.6400
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
66

LAMPIRAN K. Dokumentasi Alat Alat penelitian

Rak & tabung reaksi Erlenmeyer Gelas ukur

Beaker gelas Corong Labu Ukur


67

Pipet tetes Hotplate Timbangan Digital

Timbangan LAF (Laminar Air Flow) Inkubator

Jangka Sorong Kapas Bluetip


68

Semprotan Kain Kasa Benang Kasur

Kulkas Tisu Jarum Ose

Cawan petri Corong pisah Bunsen


69

Autoklaf Rotary Evaporator Mikropipet

Botol gelap Gunting Alumunium foil

Kertas label chamber pipa kapiler


70

Plat KLT Botol Semprot UV Cabinet

Oven Kloroform

Metanol NB NA

pisau kater vaselin


71

LAMPIRAN L. Pembuatan Simplisia Daun Kacang Panjang

Pengambilan bahan Penimbangan Bahan


72

Pencucian Ditiriskan

Perajangan Pengeringan
73

Sortasi Kering Penimbangan Simplisia

LAMPIRAN M. Proses Maserasi Daun Kacang Panjang


74

Maserasi Daun Kacang Panjang Maserat Pertama

Maserat Kedua Maserat Ketiga


75

Maserat Keempat Maserat Kelima

Maserat keenam Maserat ketujuh

Hasil Ekstrak
76

Lampiran N. Proses Fraksinasi Daun Kacang Panjang

Fraksi etanol + fraksi n-heksan fraksi kloroform + etanol


77

Fraksi etanol fraksi n-heksan

Fraksi kloroform

Lampiran O. Uji Kadar Air, Kadar Abu, Kadar Abu Larut Dalam Asam

Uji Kadar Air Uji Kadar Abu


78

Uji Kadar Abu Larut Asam

Lampiran P. Uji Daya Antibakteri

Sterilisasi alat Biakan bakteri B.subtilis


79

Biakan bakteri E.coli Suspensi bakteri

Memasukkan suspensi Penuangan media NA Memadatkan media

Pembuatan Lubang Sumuran Hasil lubang sumuran


80

K+ K 100% K 100% K+

K-
K-

A B
Fraksi etanol pada bakteri B.subtilis Fraksi etanol pada E.coli
81

K 100% K 100%
K-
K-

K+ K+

A B
Fraksi n-heksan pada bakteri B.subtilis Fraksi n-heksan pada E.coli

Lampiran Q. Uji KLT

Aktivasi plat Penjenuhan chamber Penotolan sampel


82

Hasil penotolan sampel Proses elusi

Hasil elusi UV 254 UV366 FeCl3 Burchardat Lieberman Burchat


83

Lampiran R. Uji KLT-Bioautografi

Aktivasi plat penjenuhan chamber penotolan sampel


84

Penjenuhan chamber penuangan media NA media NA padat

Masukkan suspensi bakteri ratakan dengan cuttonbud penempelan plat KLT

Lampiran S. Surat Keterangan Penelitian Determinasi Tumbuhan di Laboratorium


Botani Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lampung
85
86
87

Lampiran T. Identifikasi kandungan senyawa dengan spektrofotometer IR

Hasil spektrum spektrofotometer IR Fraksi Etanol Daun Kacang Panjang


88

Lampiran U. Surat Keterangan Penelitian Analisis Fraksi Etanol Daun Kacang Panjang
Dengan Spektrofotometer IR di Laboratorium Terpadu Dan Sentra Inovasi Teknologi
89

Anda mungkin juga menyukai