Anda di halaman 1dari 17

Kearifan Lokal Masyarakat Kalimantan Selatan

dalam
Pertanian di Lahan Pasang Surut
Kelompok 10 Proteksi Tanaman

Ananda Melko Dayando Tiwow 2110517310015


Andi Resti 2110517220016
Apriliana Vrisdayanty H 2110517220021
Aulia Rahmi 2110517220006
Awallia Puspita Sari 2110517120005
Benvica Regita Cahyani 2110517320007
Hawatul Jainap 2110517320003
Juwitani 2110517320012
Noor Anisa 2110517220001
Prasetyo Pangestu 2110517210002
Qorribuana Dewaji Kusuma 2110517120004
Yenny Nur Syahda Oktaviani 2110517220011
Latar Belakang
Peran lahan pasang surut bagi pengembangan pertanian
tanaman pangan khususnya produksi padi untuk mendukung
peningkatan ketahanan pangan nasional makin penting dan
strategis bila dikaitkan dengan perkembangan penduduk dan
industri serta berkurangnya lahan subur untuk pembangunan
non pertanian (Alihamsyah, 20002).
Kebijakan pemanfaatan lahan pasang surut untuk
pengembangan pertanian memerlukan banyak usaha dan
dukungan dari penelitian. Pola tradisional yang telah lama
dikembangkan petani perlu dipelajari untuk menghindari
kegagalan dalam pengelolaan lahan pasang surut menjadi
lahan pertanian.

Kearifan lokal di lahan pasang surut diperoleh dari hasil uji


coba yang terus –menerus dilakukan oleh masyarakat lokal
sehingga dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan
mengelola lahan pasang surut menjadi lahan pertanian yang
berkelanjutan.
Pengertian Lahan Pasang Surut

Lahan pasang surut merupakan suatu lahan yang terletak


pada wilayah sekitar pantai yang ditandai dengan adanya
pengaruh langsung limpasan air dari pasang surutnya air
laut ataupun hanya berengaruh pada muka air tanah.
Sebagian jenis tanah rawa pasang surut terdiri dari tanah
gambut dan tanah sulfat masam. Lahan pasang surut jika
dikembangkan secara optimal akan meningkatkan fungsi
dan manfaatnya maka akan menjadi lahan yang
potensial untuk dijadikan lahan pertanian.
Tipe-tipe Luapan Lahan Pasang Surut

Lahan pasang surut berdasarkan


jangkauan air dibedakan 4 tipe luapan
sebagai berikut :
1. Tipe A, lahan yang selalu terluapi air
pasang baik pasang besar maupun
pasang kecil.
2. Tipe B, lahan yang hanya terluapi oleh
pasang besar.
3. Tipe C, lahan yang tidak pernah
terluapi walaupun pasang besar. Air
pasang mempengaruhi secara tidak
langsung, kedalaman air tanah dari
permukaan tanah kurang dari 50 cm.
4. Tipe D, lahan yang tidak terluapi
pasang dan air tanahnya lebih dari 50 Lahan berdasarkan tipe A cocokuntuk padi; tipe B
cm. cocok untuk padi, palawija, hurtikultura; tipe C
cocok untuk palawija dan kebun; dan tipe D untuk
kebun atau konservasi jika gambutnya dalam.
Kearifan Lokal Petani Dayak Bakumpai
dalam Pengelolaan Padi di Rawa Pasang
Surut Kabupaten Barito Kuala

Kearifan lokal yang dimiliki petani Bakumpai di lahan


pasang surut adalah dalam pengolahan lahan yang dibagi ke
Siklus Pertanian Petani Bakumpai beberapa musim yaitu: wayah manugal, wayah malacak, mawah
maimbul, dan wayah mangatam.
Pola kearifan lokal yang dimiliki petani Bakumpai, ternyata
Fase Pertama Fase Kedua tidak hanya terletak pada kemampuan mereka dalam mengolah
Wayah Manugal Wayah Malacak lahan, tetapi jika dicermati terdapat satu siklus kehidupan antara
Bulan 10 Bulan 12 pertanian dan aktivitas kerja lainnya. Misalnya, dalam mengolah
(Oktober) (Desember)
lahan yang turun temurun, kearifan lokal didapatkan dari cara
memanfaatkan rumput yang ditebas menjadi pupuk alami. Alat
yang digunakan petani bakumpai untuk memotong rumput, tidak
sampai membalikkan permukaan tanah yang mempengaruhi
kadar keasaman. Dan pemilihan lahan.
Fase Keempat Fase Ketiga
Wayah Getam Wayah Manatak/Maimbul
Juli-September Februari dan Maret
Biodiveritas dan Kearifan Lokal dalam
Budidaya Pangan Lahan Rawa Pasang Surut
Kearifan lokal yang cukup tersedia dapat
dimanfaatkan sebagai dasar untuk memperkaya
Biodiveritas tanaman pangan di lahan rawa inovasi teknologi yang meliputi cara penilaian dan
pasang surut cukup luas meliputi padi dan non pemilihan lokasi, pembukaan lahan dan pengelolaan
padi yang dapat ditingkat baik produktivitas, air, perawatan dan perbaikan kesuburan tanah, dan
intensitas pertanian, diversivikasi serta integrasi pola tanam.
dengan ternak atau ikan.
 Penilaian dan Pemilihan lahan
Dalam pemilihan lokasi melakukan penilaian melalui vegetasi
yang tumbuh pada lahan tersebut
 Pembukaan Lahan Dan Pengelolaan Air
Pembukaan lahan pada awal-awalnya dipimpin oleh seorang
tokoh yang dijadikan pemimpin. Pekerjaan pertama yang
dikerjakan adalah menggali saluran yang disebut handil.
 Perawatan dan Perbaikan Kesuburan Tanah
kesuburan tanah terletak pada hasil biomassa, bukan yang
terkandung dalam tanahnya.
 Pola tanam
Petani lokal menganut sistem pertanian multikultural dan
multikomoditas.
Sistem Surjan: Kearifan Lokal Petani Lahan
Pasang Surut Dalam Mengantisipasi
Perubahan Iklim

Sistem surjan adalah salah satu bentuk penataan


lahan yang bisa dilakukan oleh petani lahan pasang surut
dan terbukti mampu mengantisipasi perubahan iklim.
Sistem ini memiliki perspektif budaya, ekologi, dan
ekonomi, yang memadukan antara kearifan lokal dengan
inovasi teknologi terkini.
Paket teknologi dalam sistem surjan meliputi:
pengelolaan air sistem satu arah yang dilengkapi pintu
otomatis (flapgates) dan tabat (stoplog), penggunaan
tabaman adiftif lahan pasang surut, pengelolaan tanah
minimum, kalender tanam rawa terpadu, dan
penggunaan pupuk biotara.
Kombinasi sistem surjan-handil sebagai
kecerdasar lokal dan kearifan lokal
masyarakat banjar kuala di kampung tamban
mekar sari pal 16, barito kuala

Masyarakat Tamban Mekarsari Pal 16, berhasil


memanfaatkan teknologi dan tata kelola lahan, dengan
mengkombinasikan sistem surjan dan handil. Sistem surjan
dan handil adalah bentuk kecerdasan lokal dan kearifan lokal
yang berakar dari tradisi turun temurun masyarakat Banjar
Kuala.
Masyarakat Tamban Mekarsari Pal 16, sebagai bagian
komoditas banjar kuala telah membentuk sistem sosial
ekonominya, melalui kepandaiannya nenek moyangnya sendiri.
Kepandaian tersebut mampu mengangkat martabat komonitas
tanban mekarsari pal 16 bersaing dalam produktivitas pertanian
dan perkebunan, khususnya kelapa, nenas, dan ubi kayu. Nyiur
Tamban, Kanas Tamban, Dan Gumbili Tamban merupakan
idiom yang telah melekat dan menjadi milik masyarakat
Tamban.
Konstribusi Penggunaan Tenaga Kerja dalam
Keluarga Terhadap Pendapatan Usaha Tani Padi
(Oriza Sativa. L) pada Lahan Pasang Surut di Desa
Batik Kec. Bakumpai Kab. Barito Kuala

Pada musim tanam biasanya terjadi kelangkaan tenaga


kerja, sehingga tingkat upah yang diberikan cukup tinggi.
Berdasarkan pengalaman dari permasalahan tersebut
mendorong adanya inisiatif yang mentradisi di masyarakat
untuk melaksanakan sistem tanam bergantian dengan
menggunakan tenaga petani setempat dengan cara gotong
royong, yaitu ketika musim tanam tiba, lahan sawah yng
sehamparan milik petani dilakukan penanaman secara
bergantian, misalnya 3 hari pada lahan A, kemudian 3 hari
berikutnya pada lahan B demikian seterusnya, yang disebut
nasyarakat setempat dengan istilah “Bahandipan”. Kegiatan
ini sudah merupakan kearifan lokal yang tetap
dipertahankan.
Kearifan Lokal Usaha Tani Jeruk pada Lahan
Pasang Surut di Kalimantan Selatan

Budidaya jeruk di lahan rawa pasang


pasang surut sudah lama dikenal
masyarakat setempat, terutama di
Kalimantan Selatan sejak ratusan tahun
silam. Melalui pembuatan tembukan
(guludan) atau tukungan (gundukan) di
sawah serta perlakuan teknik budidaya
lokal petani, jeruk dapat ditanam di
persawahan lahan rawa pasang surut dan
dapat tumbuh dan berkembang serta
menghasilkan buah yang baik, disamping
itu masa produktifnya lebih dari 30 tahun
bahkan ada yang samapai 50 tahun.
Kearifan Lokal Bahuma Suku Banjar
di Mekarsari Kabupaten Barito Kuala

Bentuk kearifan lokal yang dimiliki petani


Suku Banjar meliputi: pengelolaan air, pengelolaan
lahan, menanam padi, pemeliharaan, panen dan
pasca panen. Dalam kearifan lokal bahuma yang
dimiliki Suku Banjar juga terkandung nilai-nilai
konservasi terhadap lingkungan.
Kearifan lokal yang dimiliki Suku Banjar
dalam pemanfaatan lahan rawa pasang surut
memiliki nilai-nilai positif . Nilai-nilai dalam
kearifan lokal bahuma Suku Banjar dapat
diintegrasikan ke dalam pembelajaran Geografi
Pertanian antara lain: nilai relegius, nilai kerja
keras, nilai pantang menyerah, nili tanggung
jawab, nilai kepedulian terhadap lingkungan, nilai
gotong royong, nilai kebersamaan, nilai berbagi,
nilai sabar, nilai barelaan (ikhlas), nilai bubuhan
(kekeluargaan, dan bisa maandak awak (adaptasi).
Kearifan Lokal Menentukan Musim
Kemarau pada Lahan Rawa Pasang
Surut Kalimantan Selatan

Beberapa kearifan lokal mempredeksi musim kemarau


di ahan rawa pasang surut sebagai berikut:
1. Kolam perangkap ikan (beje) sudah surut. Beje
adalah kolam perangkap ikan yang airnya dari
sungai. Ikan-ikan masuk ke beje beserta aliean
sungai. Saat orang mulai menangkap ikan dari beje
itulah saat kemarau tiba.
2. Ikan banyak turun ke muara sungai. Saat hujan
berkurang aliran sungai di hulu sungai mulai surut.
Saat kemarau ikan bergerak ke muaha karena
disana masih cukup air.
3. Ikan sepat layang mengumpul di udara.
4. Rontoknya daun-daun pepohonan. Banyak
pepohonan merontokkan daun saat musim
kemarau. Pohon karet dan pantung (jelatung)
samapai haya menyisakan cabang dan rantingnya
di musim kemarau.
Kearifan Lokal Lahan Rawa Pasang
Surut di Daerah Pekauman Kec.
Martapura Timur

Lahan rawa pasang surut di daerah


Pekauman Kec. Martapura Timur memiliki ciri
pH rendah, genangan yabg cukup dalam, unsur
hara sedikit, dan perkembangan gulma yang
dominan. Oleh karena itu masyarakat mengolah
lahan mereka dimulai dari kegiatan pengapuran
(Ameliorasi) halin bertujuan untuk
meningkatkan nilai pH tanah yang terlalu
rendah agar bisa lebih netral dan bisa ditanami,
para petani daerah pekauman juga sudan
mengerti mengenai penggunaan pupuk yang
tepat baik dari segi jumlah maupun jenis pupuk
agar tidak terjadi kerusakan dan keracunan
unsur hara.
Lahan rawa pasang surut di derah
Pekauman Kec. Martapura Timur juga
dimanfaatkan sebagian penduduk lokal sebagai
objek wisata.
Konsestensi Sains Dengan Pengetahuan
Lokal Petani dalam Pengelolaan Lahan
Rawa Pasang Surut

Masuknya sains melalui pengembangan


pertanian moderen dalam keidupan petani di
rawa pasang surut menciptakan konsestensi
dengan pengetahuan lokal petani setempat.
Proses konsestensi di lahan rawa pasang surut
menghasilkan bentuk koeksiatensi, dominasi,
serta hibridasi antara sains dan pengetahuan
lokal.
Waktu Tanam Padi Sawah Pasang Surut
Investasi Petani Lahan Pasang Surut di
Kalimantan Selatan di Tengah
Kabupaten Banjar
Perubahan Iklim

Sumber pendapatan petsni lahan pasang Varietas yang dominan digunakan pada
surut berasal dari usaha tani padi, usaha tani lahan rawa pasang surut adalah varietas lokal
non padi, usaha ternak maupun dari luar usaha seperti Siam yang berumur sekitar 10 bulan
tani. Konstribusi terbesar bagi pendapatan dengan sistem tanam pindah sebanyak tiga
usaha petani non surjan berasal dari usaha tani kali penyemaian, yaitu persemaian I
padi, sedang petani pasang surut sistem surjan (taradakan), persamaian II (ampakan), dan
berasal dari usaha tani padi dan tanaman persemaian III (lacakan).
lainnya seperti jeruk. Pada iklim normal persemaian dimulai
Jenis investasi pertanian yang paling besar pada bulan Maret, jika adanya curah hujan
berupa ivestasi pembelian tanah, kemudian dibawah normal persemaian dimulai pada
diikuti investasi ternak, dan investasi alat bulan November, dan jika curah hujan diatas
pertanian. normal persemaian menjadi pada bulan
Februari atau April.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai