Anda di halaman 1dari 13

STRATEGI ADAPTASI PETANI DALAM PENGOLAHAN LAHAN KERING DI

KECAMATAN MANGGENG KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

TUGAS PROPOSAL TESIS

PUTRI APRILIA
2205202010009

Dosen Pengajar:
Dr. Ir. Indra, M.P

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Faktor produksi utama dalam produksi petanian adalah lahan. Kemampuan lahan yang
dikelola akan memberikan produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. Tanaman
pangan akan tumbuh optimal pada lahan subur yang dikenal sebagai lahan sawah atau lahan
basah. Sudah selayaknya jika selama ini pengembangan pertanian bertumpu pada lahan ini,
terutama padi yang masih menjadi pangan utama di Indonesia.
Meskipun potensi produksi lahan sawah atau lahan basah lebih besar dibanding lahan
kering, tetapi keberadaan lahan sawah ini dari sisi ketersediaan luasanya jauh lebih sedikit
dibandingkan lahan kering. Pertambahan jumlah penduduk dan sekaligus terjadinya alih fungsi
lahan produktif menjadi lahan non pertanian, menjadikan semakin menyempitnya ketersediaan
lahan sawah. Di beberapa wilayah terjadi penurunan kualitas lahan sawah akibat pengelolaan
lahan yang tidak memperhatikan faktor lingkungannya. Semua itu menyebabkan semakin tidak
tercukupinya ketersediaan lahan subur (sawah) untuk produksi pangan, sehingga alternatif
pilihan produksi pertanian di lahan kering menjadi makin diperlukan.
Keberadaan lahan kering di Indonesia cukup luas, sekitar 60,7 juta hektar (88,6 %),
sedangkan lahan sawah jauh lebih sedikit hanya 7,8 juta hektar (11,4 %) dari luas lahan. Dari
lahan sawah tersebut, 3,24 juta hektar (separuhnya) berada di Jawa (Utomo,2002). Realitas ini
menunjukkan bahwa potensi lahan kering sangat besar untuk dikembangkan dibanding lahan
sawah. Permasalahannya adalah bahwa potensi produksi lahan kering jauh lebih rendah di
banding lahan sawah. Komoditas yang dapat diusahakan pada lahan kering ini selain padi gogo,
beberapa tanaman pangan lainnya pada umumnya berupa palawija seperti jagung, ubi kayu,
kedelai, kacang tanah, dan tanaman tahunan pangan dan non pangan. Selama ini pemanfaatan
lahan kering kurang dapat diandalkan, hal ini karena sifat dan karakreristik lahan ini yang tidak
mendukung produksi. Tingkat kesuburan yang rendah menyebabkan produktivitas menjadi
rendah. Dari sisi letak, lahan kering pada umumnya memiliki tingkat kemiringan yang curam
sehingga peka terhadap erosi, terutama bila diusahakan untuk tanaman semusim. Faktor
keterbatasan sumber air menyebabkan usahatani tidak dapat dilakukan dengan optimal. Perlu
perhatian yang serius untuk dapat mengelola lahan ini sebagai penopang dalam memenuhi
kebutuhan pangan nasional, sekaligus untuk dapat meningkatkan pendapatan petani lahan
kering sehingga dapat hidup lebih sejahtera. Untuk dapat meningkatkan pendapatan petani
lahan kering tersebut, perlu dibuat sebuah pemetakan tentang pola-pola usahatani lahan kering
khususnya tentang padi dan palawija. Ada beberapa pola tanam pengusahaan padi dan palawija
yang dilakukan dalam satu tahun. Setiap pola tanam membutuhkan input yang berbeda dan
juga hasil yang berbeda. Manajemen di sektor hulu terkait dengan bagaimana menyediakan
faktor-faktor produksi yang diperlukan untuk proses produksi mulai dari penyediaan lahan,
penyediaan sarana produksi, kebutuhan tenaga kerja dan sebagainya. Sedangkan di sektor hilir
terkait dengan bagaimana memanfaatkan lebih lanjut hasil produksi yang diperoleh sehingga
dapat memberikan nilai tambah dan yang dibutuhkan pasar.
Manggeng adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh,
Indonesia. Pada januari 2022, sekitar 1.500 hektare sawah di Kecamatan Manggeng Kabupaten
Aceh Barat Daya (Abdya) mengalami kekeringan. Akibatnya, saat ini petani tidak bisa
menggarap sawahnya dan terancam gagal tanam. Pasalnya, 1.500 hektare sawah di kawasan
Manggeng tersebut, bergantung dari suplai air dari Irigasi Intake Krueng Baru, di kawasan
Gampong Kayee Aceh, Kecamatan Lembah Sabil. Hal ini dipicu, akibat saluran di Intake
Krueng Baru yang menyuplai air untuk kebutuhan pertanian 1.500 ha lebih areal persawahan
Manggeng itu, sejak beberapa bulan terakhir tersumbat. Hal ini imbas dari luapan sungai
dengan ketebalan sendimen kurang lebih satu meter. Bahkan, di beberapa titik saluran sekunder
irigasi dimaksud, ketebalan sendimen hampir memenuhi saluran selebar 2 meter dan tinggi 1,5
meter. Demikian juga, posisi pintu air irigasi saat ini jauh lebih rendah, dibandingkan saluran
irigasi, sehingga air tidak dapat dialiri lagi. Berbagai upaya untuk membersihkan saluran irigasi
yang tersumbat dimaksud, agar areal persawahan dapat dialiri sudah dilakukan petani dari
belasan desa di Manggeng. Sayangnya, upaya yang dilakukan ratusan anak tani tersebut, tidak
membuahkan hasil (Saputra dalam Serambinews, 2022).
Oleh karena itu, untuk menghadapi efek negatif dari pertanian lahan kering, petani harus
melakukan berbagai tindakan untuk adaptasi yang dapat dilakukan secara individu maupun
kelompok. Menurut Schneiders (1960) adaptasi merupakan suatu proses proses penyesuaian
diri yang dinamis oleh individu yang melakukaninteraksi untuk menyelaraskan kondisi
internalnya dengan lingkungan. Individu yang lebih terbuka terhadap terhadap perubahan akan
lebih mampu menghadapi perubahan dalam waktu yang relatif cepat, menyesuaikan dirinya
dengan perubahan lingkungan, dan menjalankan perannya dengan baik di lingkungan sosial.
Selanjutnya, adaptasi merupakan penyesuaian diri individu terhadap lingkungan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana tingkat adaptasi petani di kecamatan Manggeng terhadap lahan kering?
2. Bagaimana strategi adaptasi petani di kecamatan Manggeng terhadap lahan kering?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan
dari penelitian ini meliputi:
1. Menganalisis tingkat adaptasi petani di kecamatan Manggeng terhadap lahan kering.
2. Merumuskan strategi adaptasi petani di kecamatan Manggeng terhadap lahan kering.

1.4. Kegunaan Penelitian


1. Kegunaan dalam lingkungan akademis adalah untuk memperkaya keilmuan tentang
strategi adaptasi terhadap pengolahan lahan kering.
2. Memberikan informasi kepada lembaga penyuluhan dan lembaga pemerintah untuk
dapat membantu penyelesaian masalah petani dalam menghadapi lahan kering untuk
keberlanjutan usaha tani padi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


2.1.1. Adaptasi
Schneiders (1960) adaptasi adalah proses penyesuaian diri yang dinamis oleh individu
yang berinteraksi untuk menyesuaikan kondisi internalnya dengan lingkungan. Individu yang
lebih terbuka terhadap terhadap perubahan akan lebihmampu menghadapi perubahan dalam
waktu yang relatif cepat, menyesuaikan dirinya dengan perubahan lingkungan, dan
menjalankan perannya dengan baik di lingkungan sosial. Individu dalam penyesuaian diri
dapat bersikap agresif atau defensif terhadap lingkungannya. Sikap defensif cenderung
bertahan diri dan menghindari kecemasan, atau tidak mampu menghadapi perubahan. Ciri-
ciri individu yang bersikap defensif cenderung tidak menerima kritik, merespon secara
berebihan atas hal baru di lingkungannya, dan nyaman dengan kehidupannya saat ini.
Kemampuan adaptasi petani merupakan kemampuan petani dalam menyesuaikan
dirinya dengan perubahan dan mengatasi kendala dengan cara berinovasi menciptakan norma
dan aturan baru dalam perilakunya (Kusumastuti 2015). Adaptasi merupakan proses yang
dinamis karena individu terus berinteraksi untuk menyelaraskan kondisi internalnya dengan
tuntutan lingkungan. Kondisi internal individu berupa karakteristik pribadi yang didorong
oleh kebutuhan, harapan dan keyakinannya. Ketiga hal tersebut akan membentuk sikap
individu terhadaplingkungannya, yang kemudian akan ditunjukkan melalui perilakunya pada
perubahandan tuntutan lingkungan. Individu yang lebih terbuka pada perubahan akan mampu
mempelajari perubahan dalam waktu yang relatif cepat, menyesuaikan dirinya dengan
perubahan lingkungan dan menjalankan perannya dengan baik di lingkungan sosial
(Schneiders, 1960).
Petani dituntut memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungannya, baik itu
lingkungan fisik dan non fisik. Hal ini untuk memertahankan keberlanjutan usaha taninya.
Strategi adaptasi dengan lingkungan fisik merupakan tindakan petani dalam menerapkan
teknik budidaya yang tepat, membangun infrastruktur yag mendukung proses pertanian, serta
menggunakan teknologi pertanian yang tepat untuk menjaga keberlangsungan usaha taninya.
Strategi adaptasi non fisik merupakan tindakan petani dalam unsur budaya dan ekonomi usaha
tani melalui sistem pewarisan lahan dan pengelolaan modal usaha tani (Widayati et al. 2010;
Pertiwi et al. 2017).
Adaptasi adalah proses individu dalam menyesuaikan dirii dengan lingkungannya.
Manusia akan melakukan adaptasi sesuai dengan lingkungan yang ditempati. Bentuk adaptasi
serta reaksi dari individu terhadap lingkungan merupakan bentuk tingkahlaku yang dimiliki
oleh manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Manusia merupakan makhluk hidup yang
paling cepat menyesuaikan diri secaratingkah laku. Hal ini dikarenakan manusia memiliki
kemampuan untuk belajar dan berpikir dengan baik terhadap sesuatu yang dihadapi. Oleh
karena itu manusia dengancepat dapat beradaptasi pada semua tempat atau lingkungan yang
ditempati. Namun, kesanggupan manusia dalam beradaptasi bukan berarti tanpa batas,
adaptasi manusia juga didukung oleh kemajuan teknologi yang memiliki pengaruh dalam
lingkungan hidup (Pelly, 1998).
2.1.2. Lahan Kering
Lahan atau tanah merupakan sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan penting
dalam segala kehidupan manusia, karena lahan atau tanah diperlukan manusia untuk tempat
tinggal dan hidup, melakukan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan
sebagainya. Karena pentingnya peranan lahan atau tanah dalam kehidupan manusia, maka
ketersediaannya juga jadi terbatas. Keadaan ini menyebabkan penggunaan tanah yang rangkap
(tumpeng tindih), misalnya tanah sawah yang digunakan untuk perkebunan tebu, kolam ikan
atau pengembalaan ternak atau tanah hutan yang digunakan untuk perladangan atau pertanian
tanah kering. Di daerah lahan kering, peningkatan permintaan untuk produksi berkelanjutan
perlu untuk secara efektif memanfaatkan dan mengelola residu (Desta et al., 2020). Perubahan
penggunaan lahan dapat mengakibatkan erosi tanah dan hilangnya karbon organik tanah
(SOC). Namun, kontribusi individu dari jenis penggunaan lahan yang berbeda pada variabilitas
SOC serta dampak gabungan dari penggunaan lahan dan erosi tanah masih belum jelas (Li et
al., 2021).
Pendayagunaan lahan atau tanah yang kurang tepat akan menyebabkan lahan atau tanah
tersebut menjadi rusak (kritis) dan kehilangan fungsinya. Hilangnya fungsi produksi dari
sumber daya tanah dapat terus menerus diperbaharui, karena diperlukan waktu puluhan bahkan
ratusan tahun untuk pembentukan tanah tersebut. Karakteristik tanah mungkin juga memiliki
pengaruh penting pada emisi N2O. Kepadatan curah diidentifikasi sebagai faktor yang lebih
penting dalam emisi N2O dari pada sifat tanah lainnya (Qin et al., 2021). Intensifikasi
penggunaan lahan dapat terjadi dalam dua cara utama yang mungkin tidak eksklusif. Salah satu
caranya adalah melalui adopsi teknologi baru oleh petani untuk mengurangi kebutuhan
pembakaran lebih lanjut dengan mengurangi siklus budidaya menuju penanaman yang lebih
berkelanjutan. Idenya adalah untuk melonggarkan batasan lingkungan dengan menerapkan
prinsip-prinsip agroekologi modern (Pascual, 2005). Di berbagai pulau yang memiliki potensi
lahan kering dapat memproduksi biomassa tergantung seberapa luas dalam area tertentu
(Toivari et al., 2012).

2.2. Penelitian Terdahulu


Pertiwi, et al (2017) Pengolahan lahan kering yang dilakukan oleh petani kentang
ditanami tanaman kentang sepanjang tahun. Seiring berjalannya waktu maka lahan kering di
Dieng mengalami degradasi lahan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi adaptasi
petani Dieng dalam pengolahan lahan kering di Dieng. Penelitian menggunakan pendekatan
kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, dan studi
dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi adaptasi petani di Dieng meliputi
strategi fisik, ekonmi dan budaya. Namun, dalam melakukan strategi adaptasi fisik, petani
Dieng cenderung melakukan strategi yang bertentangan dengan prinsip ekologi sehingga
menimbulkan dampak bagi petani dan juga lingkungan sekitar. Dampak positifnya petani
memiliki peningkatan dalam segi ekonomi dan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka
sedangkan dampak negatifnya yaitu lahan kering di Dieng terus mengalami kerusakan.
(Biazin & Sterk, 2013) Lembah Celah Ethiopia adalah zona lahan kering di mana untuk
waktu yang lama komunitas pastoral mencari nafkah dari hutan berbasis akasia. Tetapi banyak
penggembala telah berubah dari cara hidup pastoral menjadi pertanian campuran dari waktu ke
waktu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi perubahan penggunaan lahan dan
tutupan lahan (LULC) di lahan kering Central Rift Valley di Ethiopia, dan menentukan peran
kerentanan kekeringan sebagai pendorong. Kombinasi GIS/teknik penginderaan jauh, analisis
kerentanan kekeringan, observasi lapangan dan survei digunakan. Karena kerentanan
kekeringan terkait lebih erat dengan jenis penggunaan lahan dan konteks sosial daripada hanya
peristiwa klimatologis, kerentanan tersebut diperiksa berdasarkan kriteria kekeringan yang
dirasakan secara lokal. Demikian, cara hidup pastoral rentan terhadap kekeringan parah selama
25% dari 28 tahun terakhir sementara sistem pertanian campuran (peternakan dan pertanian
jagung gabungan) rentan terhadap kekeringan parah hanya selama 4% tahun. Selama 5 dekade
terakhir, lahan budidaya meningkat menjadi tiga kali lipat sementara tutupan akasia yang lebat
menurun dari 42% pada tahun 1965 menjadi 9% pada tahun 2010. Perubahan LULC yang
diamati didorong oleh interaksi kekeringan yang berulang, dinamika sosial ekonomi dan
kelembagaan, akses ke pasar dan teknologi yang lebih baik seperti kultivar jagung pematangan
awal dan pengelolaan lahan yang lebih baik. Intervensi kebijakan dan teknologi yang tepat
diperlukan untuk mengembangkan strategi adaptasi kekeringan yang tepat dan mencegah
meningkatnya degradasi hutan di lahan kering Lembah Rift di mana cara hidup penggembalaan
masih ada.
(Sadras et al., 2003) Curah hujan yang rendah dan tanah dengan kapasitas menahan air
yang rendah merupakan ciri utama wilayah Mallee di tenggara Australia. Untuk mengurangi
risiko yang terkait dengan kemungkinan defisit air, banyak petani mengadopsi strategi tanam
konservatif berdasarkan tanaman sereal dengan input rendah. Namun, pendekatan ini memiliki
biaya peluang yang cukup besar karena kehilangan potensi keuntungan dari penanaman
serealia yang lebih intensif dan tanaman biji minyak hasil tinggi di musim yang lebih
menguntungkan. Kami menguji hipotesis bahwa profitabilitas seluruh pertanian dapat
ditingkatkan dengan penerapan strategi tanam dinamis yang bergeser dari hanya sereal, strategi
konservatif di tahun-tahun kering, ke strategi yang lebih berisiko yang melibatkan sereal dan
kanola di tahun-tahun basah. Untuk menguji hipotesis ini, kami menggunakan seri curah hujan
40 tahun untuk (1) menyelidiki fitur curah hujan di 11 lokasi di Mallee, (2) menguji
keterampilan aturan sederhana untuk memprediksi curah hujan musiman, seperti yang
dikembangkan oleh petani lokal, dan (3) menghitung keuntungan seluruh pertanian untuk
strategi tanam konservatif, berisiko dan dinamis. Curah hujan dan keuntungan dikaitkan
dengan model seluruh pertanian yang memperkirakan hasil panen sebagai fungsi dari curah
hujan musiman (yaitu curah hujan dari April hingga Oktober) dan efisiensi penggunaan air. Di
antara lokasi, curah hujan tahunan berkisar antara 259 hingga 358 mm. Untuk setiap lokasi,
dua jenis musim ditentukan: kemungkinan basah, saat hujan April berada di atas median, dan
kemungkinan kering sebaliknya. Kekuatan hubungan antara April dan hujan musiman sangat
bervariasi antar lokasi; itu lebih kuat di lokasi dengan musim hujan yang lebih nyata. Kontras
tanggapan laba seluruh pertanian terhadap strategi tanam ditemukan di lokasi dengan curah
hujan tahunan di bawah atau di atas ambang batas sekitar 300 mm. Untuk lokasi yang lebih
basah (hujan tahunan di atas ambang batas), strategi tanam yang lebih berisiko termasuk kanola
umumnya lebih menguntungkan daripada strategi yang lebih konservatif. Untuk pertanian di
daerah yang lebih kering, strategi konservatif berbasis sereal mengungguli strategi yang lebih
berisiko di musim yang diprediksi akan kering, tetapi kurang menguntungkan di musim hujan.
Strategi tanam dinamis memiliki efek substansial pada ekstrim tahun, mengurangi kerugian
ekonomi yang terkait dengan strategi berisiko di musim kemarau, sambil tetap # 2002 Elsevier
Science Ltd. Semua hak dilindungi undang-undang. memperhitungkan variasi skala kecil
dalam karakteristik curah hujan. mampu menangkap manfaat dari musim yang lebih
menguntungkan. Analisis pola curah hujan, pengembangan prosedur peramalan curah hujan,
dan kuantifikasi keuntungan seluruh pertanian di menanggapi strategi tanam, semua menyoroti
kebutuhan alat pendukung keputusan yang memperhitungkan variasi skala kecil dalam
karakteristik curah hujan.
(Tu et al., 2018) Karbon organik tanah (SOC) di lahan pertanian sangat dipengaruhi
oleh aktivitas manusia yang tidak menentu, sehingga sulit untuk memahami pola spasial SOC.
PH tanah dan kondisi topografi adalah indeks kunci dalam Sistem Klasifikasi Genetika Tanah
Cina (CSGCS) dan mengelola beberapa faktor penting yang mengontrol dinamika SOC baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk mengidentifikasi sejauh mana faktor pH dan
topografi mengontrol tingkat SOC di tanah pertanian pertanian kering di wilayah pegunungan
Cina Barat Daya, kami membandingkan perbedaan sepanjang gradien topografi, dan
menganalisis kontribusi berbagai faktor dalam menentukan status SOC menggunakan analisis
varians ( ANOVA) dan regresi linier. Hasil kami menunjukkan tingkat SOC berkisar antara
10,46 g•kgÿ1 hingga 37,60 g•kgÿ1 dan secara signifikan berkorelasi dengan pH tanah, posisi
lanskap, kemiringan dan ketinggian (p <0,05). Dalam skala besar, efek gabungan dari posisi
lanskap dan elevasi berkontribusi pada fluktuasi tingkat SOC di sepanjang gradien elevasi.
Level SOC sedikit, tetapi secara signifikan, menurun dari dasar ke puncak. Perbedaan tingkat
SOC sepanjang gradien elevasi 200 m menunjukkan signifikansi statistik (p <0,05). Kisaran
kemiringan 0 sampai 42°, dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu, 5° sampai 15°, 15°
sampai 30° dan lain-lain. Kisaran kemiringan 15° hingga 30° memiliki nilai SOC yang jauh
lebih besar dibandingkan kelompok lainnya. Variabel-variabel ini bersama-sama dapat
menjelaskan sekitar 40% dari total variasi SOC, di mana sekitar 70% disebabkan oleh pH
tanah, menunjukkan pH tanah memainkan peran kunci dalam membentuk pola spasial tingkat
SOC di lahan pertanian pertanian kering di pegunungan. wilayah Cina Barat Daya. Efek
gabungan dari posisi lanskap dan elevasi dapat menjelaskan lebih lanjut 7,3% variasi SOC,
yang lebih jelas daripada efek elevasi saja.
(Raiesi, 2021) Pemulihan tanah, khususnya bahan organik tanah (SOM), setelah
perubahan penggunaan lahan sangat penting untuk pemeliharaan fungsi dan keberlanjutan
ekosistem. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki pengaruh pertanian kering
gandum dan pengabaian pertanian kering berikutnya pada kuantitas dan kualitas SOM dan zat
humat (HS) di ekosistem padang rumput dataran tinggi semi-lembab. Sampel tanah
dikumpulkan pada kedalaman 0–15 dan 15–30 cm dari padang rumput budidaya di bawah
pertanian kering, padang rumput yang dipulihkan setelah pertanian kering ditinggalkan dan
padang rumput yang tidak pernah dibudidayakan sebagai situs referensi. Sampel dianalisis
untuk fraksi C organik total (TOC), C organik labil (LOC) dan non-labil C (NLC); dan
selanjutnya difraksinasi menjadi komponen asam fulvat (FA), asam humat (HA) dan humin
(HU) konvensional. Perubahan penggunaan lahan di padang rumput mengubah fraksi C yang
labil dan C yang sangat bandel, tergantung pada kedalaman pengambilan sampel tanah.
Pertanian kering jangka panjang mengurangi fraksi TOC tanah (33%), LOC (64%) dan NLC
(29%), sedangkan pengabaian pertanian kering menghasilkan peningkatan TOC tanah (18–
35%), LOC (45– 65%) dan NLC (17-33%), tergantung pada usia budidaya ditinggalkan.
Kuantitas fraksi FA dan HU menurun (40–43%) setelah pertanian kering di tanah
penggembalaan tetapi meningkat (17–81%) setelah ditinggalkannya pertanian kering jika
dibandingkan dengan tanah penggembalaan yang dibudidayakan. Namun demikian, baik
pertanian kering maupun mengabaikan pertanian kering tidak mempengaruhi fraksi HA.
Meskipun praktik pertanian kering meningkatkan rasio HA/FA, rasio (FA + HA)/TOC dan
rasio E4/E6 HA, ditinggalkannya pertanian kering mengurangi parameter kualitatif HS tanah
ini. Ditinggalkannya pertanian kering di padang rumput asli menyebabkan struktur HA menjadi
lebih aromatik dan stabil. Studi ini menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan di
padang rumput primer dapat mempengaruhi tidak hanya kuantitas, tetapi juga kualitas SOM
dan fraksi utamanya. Perubahan kuantitas dan kualitas SOM dan HS dapat digunakan sebagai
indikator sensitif degradasi tanah dan restorasi ekologi di padang rumput semi-lembab.
(Raigani et al., 2019) Wilayah studi: Daerah Aliran Sungai Kamish (308 km2 );
tangkapan pertanian pegunungan di bawah pertanian lahan kering dan padang rumput yang
terletak di provinsi Kermanshah, di Iran barat. Penulis yang sesuai. Fokus studi: Tujuan utama
dari studi ini adalah untuk membagi kontribusi relatif sumber spasial subcekungan untuk
sampel sedimen dasar saluran target menggunakan prosedur sidik jari komposit termasuk
model Bayesian un-mixing. Secara total, tiga puluh empat pelacak geokimia, sebelas rasio
unsur dan indeks pelapukan yang berbeda diukur atau diperkirakan untuk 43 sampel sedimen
anak sungai yang dikumpulkan untuk mengkarakterisasi tiga sumber sedimen spasial sub-
cekungan dan sebelas sampel sedimen dasar yang dikumpulkan di outlet cekungan utama.
Analisis statistik digunakan untuk memilih tiga tanda tangan komposit yang berbeda. Wawasan
hidrologi baru untuk wilayah: Menggunakan tanda tangan komposit berdasarkan KW-H dan
DFA, kontribusi relatif masing-masing (dengan rentang ketidakpastian) dari anak sungai sub-
cekungan 1, 2 dan 3 diperkirakan 54,3% (47,8–62,0), 11,4 % (4,2–18,7) dan 34,3% (27,6–
39,9), dibandingkan dengan 72,0% (61,6–82,7), 13,6% (9,0–18,5), dan 14,2% (3,1–25,4)
menggunakan kombinasi KW-H dan penambangan data , dan 50,8% (42,8–59,9), 28,7% (20,2–
37,3) dan 20,3% (12,7–27,2) menggunakan gerprint sirip yang dipilih oleh KW-H dan PCCA.
Perbedaan akar rata-rata kuadrat antara perkiraan sumber ini menyoroti sensitivitas terhadap
tanda tangan komposit. Evaluasi prediksi model un-mixing menggunakan uji campuran virtual
mengkonfirmasi kesepakatan antara proporsi sumber yang dimodelkan dan diketahui.

2.3. Kerangka Pemikiran


Penulis mengasumsikan bahwa tingkat strategi adaptasi petani diduga akan berpengaruh
terhadap keberlanjutan usaha tani padi. Petani yang melakukan strategi adaptasi yang baik pada
saat terjadinya lahan kering akan berdampak pada hasil produksi yang tinggi dan menerapkan
prinsip-prinsip pelestarian lingkungan atau bebas dari bahan kimia dalam pengelolaan usaha
taninya. Adapun kerangka pemikiran yang dituangkan oleh penulis yaitu sebagai berikut:

Menyebabkan hasil produksi tidak


Lahan stabil sehingga petani perlu Strategi Keberlanjutan
kering melakukan adaptasi untuk adaptasi usahatani
pengolahan lahan kering

Gambar 1. Kerangka Pemikiran


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Manggeng pada Oktober 2022,dengan pengambilan
sampel penelitian diambil pada tiga desa yaitu Gampong Padang, Gampong Tengah dan
Gampong Sejahtera. Dari tiga desa tersebut diambil dua kelompok tani yang akan dijadikan
sebagai sampel penelitian. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan
lokasi penelitian merupakan sentra produksi padi paling tinggi dan lahan yang luas
dibandingkan kecamatan lainnya di Kecamatan Manggeng.
3.2. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian
Objek dalam penelitian ini berfokus pada tindakan dan adaptasi masyarakat terhadap lahan
kering. Unit analisis yang digunakan adalah petani padi di Kecamatan Manggeng. Ruang
lingkup penelitian ini adalah memahami pengolahan lahan kering serta mengidentifikasi dan
tindakan adaptasi yang dilakukan untuk mempertahankan keberlanjutan pertanian.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini yaitu petani padi yang telah bergabung menjadi anggota
kelompok tani di Manggeng dengan jumlah 1.258. Penentuan lokasi penelitian dilakukan
secara sengaja (purposive sampling) pada tiga desa yaitu Gampong Padang, Gampong Tengah
dan Gampong Sejahtera. Penentuan desa dari masing-masing kecamatan yang terpilih
dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dikarenakan desa yang dipilih merupakan desa
yang memiliki luas tanam tinggi. Penentuan kelompok tani dipilih menggunakan metode
purposive sampling, dengan pertimbangan keaktifan kelompok berdasarkan data penyuluh
pada masing-masing wilayah. Pengambilan sampel untuk anggota dalam kelompok tani
diambil secara sensus yaitu semua petani yang terdata dalam kelompok tani sehingga sampel
pada penelitian ini berjumlah 150 petani. Penentuan jumlah sample dalam penelitian ini
menggunakan rumus Slovin dengan tingkat error sebesar delapan persen adalah sebagai
berikut:
N
𝑛=
N (e)2 + 1
Keterangan:
n= jumlah sampel

N = jumlah populasie

e= tingkat error

3.4. Metode Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Observasi dilakukan untuk melihat kondisi fisik dan realitas masyarakat terhadap akses dan
aktivitas usaha tani pada saat kondisi lahan kering. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan
gambaran umum kondisi dan karakteristik sosial petani termasuk aktivitas produksi dan
upaya-upaya yang dilakukan untuk menghadapi lahan kering. Selain itu, peneliti juga akan
melakukan pengumpulan data melalui dokumentasi terhadap kondisi alam dan kehidupan
masyarakat sekitar, dan juga mempelajari berbagai sumber data dan informasi terkait tujuan
penelitian dari berbagaisumber tertulis baik yang ada di desa, Balai Penyuluhan Pertanian dan
sumber-sumber lainnya.
3.5. Batasan Variabel
Adapun batasan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik individu; adalah yang ada pada petani yang berhubungan dengan kegiatan
usaha tani, diantaranya terdiri dari Umur, luas lahan, lama berusaha tani, tingkat
pendidikan formal, dan persepsi petani terhadap adaptasi.
2. Adaptasi petani terhadap lahan kering; adalah diukur dari cara yang dilakukan oleh petani
dalam mengatasi tekanan dari lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup dan
keberlangsungan usaha taninya. Adaptasi dalam penelitian ini terdiri dari adaptasi secara
sosial, secara fisik, dan secara ekonomi.
3. Keberlanjutan usaha tani padi; adalah mempertahankan keberlangsungan produksi padi
dalam memenuhi kebutuhan petani dan menjaga kelestarian lingkungan. Keberlanjutan
usaha tani dalam penelitian ini yaitu keberlanjutan ekonomi dan keberlanjutan ekologi.
3.6. Metode Analisis
Deskriptif Kuantitatif Data penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan
skala likert dan skala Guttman. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk
menjelaskan suatu kejadian atau fenomena dengan menggunakan angka-angka. Penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan suatu karakteristik yang ada (Sukmadinata, 2011). Salah
satu ciri dari penelitian kuantitatif adalah lebih bersifat spesifik, menunjukkan hubungan antar
variabel dan analisis dilakukan dengan pengumpulan data (Kasiram, 2008).
Skala likert adalah alat yang digunakan untuk mengklasifikasikan variabel yang akan
diukur agar tidak terjadi kekeliruan dalam menentukan analisis data menggunakan skala ini.
Skala likert pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat adaptasi petani
di kecamatan Manggeng terhadap lahan kering dan bagaimana strategi adaptasi petani di
kecamatan Manggeng terhadap lahan kering. Penelitian Skala Guttman tradisional adalah
penelitian bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalah ditanyakan,
dan selalu dibuat dalam pilihan ganda yaitu “ya dan tidak”, “benar dan salah”, “positif dan
negatif”, untuk penilaian jawaban misalnya untuk jawaban positif diberi skor 1 sedangkan
jawaban negatif diberi skor 0 dengan demikian bila jawaban dari pertanyaan adalah setuju
diberi skor 1 dan tidak setuju diberi skor 0 bila skor dikoversikan dalam persentase maka
secara logika dapat dijabarkan untuk jawaban setuju skor 1 = 1 x 100% = 100%, dan tidak
setuju diberi skor 0 = 0 x 0% = 0%. Berdasarkan sifat skala, maka Skala Guttman mempunyai
sifat Skala Rasio yang mempunyai tingkatan serta jarak antara suatu nilai dengan nilai yang
lain, diasumsikan bahwa setiap nilai variable diukur dari suatu keadaan atau titik yang sama
yaitu 0 (nol) sehingga mempunyai titik nol mutlak. Hasil yang diperoleh dari sejumlah
pertanyaan diajukan kepada sejumlah responden, dipindahkan ke tabel disribusi frekuensi
sehingga terlihat jumlah responden yang setuju dan tidak setuju kemudian dikonversikan
kedalam persentase sehingga terlihat persentase responden yang setuju dan tidak setuju,
persentase setuju dan tidak setuju kemudian ditempatkan ke dalam rentang skala persentase,
sehingga terlihat posisi hasil pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA

Kusumastuti A. 2015. Modal sosial dan mekanisme adaptasi masyarakat pedesaan dalam
pengelolaan dan pembangunan infrastruktur. MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi.
20(1): 81-97.
Pelly, Usman. 1998. Urbanisasi, dan Adaptasi ( Peranan Misi Budaya Minangkabau dan
Mandailing ). PT Pustaka LP3S. Jakarta.
Pertiwi, I., Prajanti, S. D. W., & Juhadi. (2017). Strategi Adaptasi Petani Dalam
Pengolahan Lahan Kering di Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten
Wonosobo. Journal of Educational Social Studies, 6(2), 87–91.
https://doi.org/10.15294/jess.v6i2.19776
Serambinews. 18 Maret 2006. 1.500 Hektare Sawah di Lembah Sabil dan Manggeng ABDYA
Kekeringan, Ini Penyebab dan Harapan Petani. www.Serambinews.com.

Schneiders AA. 1960. Personal Adjustment and Mental Health. New York (US): Holt,Rinehart
and Winston Inc.

Utomo, M. 2002. Pengelolaan Lahan Kering untuk Pertanian Berkelanjutan. Makalah utama
pada Seminar Nasional IV pengembangan wilayah lahan kering dan pertemuan ilmiah
tahunan himpunan ilmu tanah Indonesia di Mataram, 27-28 Mei 2002.

Widayati W, Kasto, Yunus HS, Hardyastuti S. 2010. Interrelasi faktor fisik, non fisik dan
perilaku petani dalam manajemen sumber daya pertanian di Muna Barat. Jurnal Manusia
dan Lingkungan. 17(1): 161 – 171.

Sitasi:

Biazin, B., & Sterk, G. (2013). Drought vulnerability drives land-use and land cover changes
in the Rift Valley dry lands of Ethiopia. Agriculture, Ecosystems and Environment, 164,
100–113. https://doi.org/10.1016/j.agee.2012.09.012
Desta, Y., Haile, M., Gebresamuel, G., & Sibhatleab, M. (2020). Potential, quality and
quantity assessment of sesame plant residue in dry land vertisols of Tigrai, Ethiopia;
Approach for sustainability of dry-land farming. Heliyon, 6(10), e05234.
https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e05234
Li, Y., Duan, X., Li, Y., Li, Y., & Zhang, L. (2021). Interactive effects of land use and soil
erosion on soil organic carbon in the dry-hot valley region of southern China. Catena,
201(August 2020). https://doi.org/10.1016/j.catena.2021.105187
Pascual, U. (2005). Land use intensification potential in slash-and-burn farming through
improvements in technical efficiency. Ecological Economics, 52(4), 497–511.
https://doi.org/10.1016/j.ecolecon.2004.09.012
Qin, X., Li, Y., Wang, B., Wan, Y., Gao, Q., Chen, X., Chen, H., & Song, C. (2021).
Nonlinear dependency of N2O emissions on nitrogen input in dry farming systems may
facilitate green development in China. Agriculture, Ecosystems and Environment,
317(May). https://doi.org/10.1016/j.agee.2021.107456
Raiesi, F. (2021). The quantity and quality of soil organic matter and humic substances
following dry-farming and subsequent restoration in an upland pasture. Catena, 202(July
2020), 105249. https://doi.org/10.1016/j.catena.2021.105249
Raigani, Z. M., Nosrati, K., & Collins, A. L. (2019). Fingerprinting sub-basin spatial
sediment sources in a large Iranian catchment under dry-land cultivation and rangeland
farming: Combining geochemical tracers and weathering indices. Journal of Hydrology:
Regional Studies, 24(June), 100613. https://doi.org/10.1016/j.ejrh.2019.100613
Sadras, V., Roget, D., & Krause, M. (2003). Dynamic cropping strategies for risk
management in dry-land farming systems. Agricultural Systems, 76(3), 929–948.
https://doi.org/10.1016/S0308-521X(02)00010-0
Toivari, M., Nygård, Y., Kumpula, E. P., Vehkomäki, M. L., Benčina, M., Valkonen, M.,
Maaheimo, H., Andberg, M., Koivula, A., Ruohonen, L., Penttilä, M., & Wiebe, M. G.
(2012). Metabolic engineering of Saccharomyces cerevisiae for bioconversion of d-
xylose to d-xylonate. Metabolic Engineering, 14(4), 427–436.
https://doi.org/10.1016/j.ymben.2012.03.002
Tu, C., He, T., Lu, X., Luo, Y., & Smith, P. (2018). Extent to which pH and topographic
factors control soil organic carbon level in dry farming cropland soils of the
mountainous region of Southwest China. Catena, 163(December 2017), 204–209.
https://doi.org/10.1016/j.catena.2017.12.028

Anda mungkin juga menyukai