Anda di halaman 1dari 14

EFEKTIVITAS EKSTENSIFIKASI LAHAN UNTUK BUDIDAYA TANAMAN PADI

Disusun oleh :

Lintang Putri Andini 23020223130057

AgroekoteknologiB

Dosen :

PROGRAM STUDI S1 AGROEKOTEKNOLOGI

DEPARTEMEN PERTANIAN

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik
dalam rangka memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Bahasa Indonesia.

Penulis menyadari bahwa proses penulisan laporan penelitian ini telah melibatkan
berbagai pihak. Maka dengan kerendahan hati yang terdalam, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Prof. . selaku dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia. Tanpa
beliau, penulis tidak akan bisa menyelesaikan laporan ini.

Penulis dengan sekuat tenaga telah melakukan upaya yang terbaik untuk menyusun
makalah ini. Namun demikian, hasilnya masih jauh dari kesempurnaan. Semua itu tak lepas
dari kekurangan dan keterbatasan penulis baik dalam pengalaman dan pengetahuan. Untuk
itu, segala saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan
penyempurnaan laporan ini.

Akhir kata, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan kata. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat dan bagi pembaca dan utamanya bagi penulis sendiri.

Semarang, 19 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Padi merupakan tanaman potensial yang dikembangkan sebagai sumber pangan


utama. Ketahanan pangan Indonesia sangat bergantung pada produksi padi. Jika pemerintah
tidak memberikan perhatian yang cukup pada perbaikan teknologi pertanian untuk tanaman
padi, maka produksi per hektar tidak akan meningkat. Ini berdampak signifikan pada
pendapatan petani. Jika pendapatan petani tidak mengalami peningkatan, sementara
kebutuhan mereka terus bertambah, maka petani mungkin akan mencari alternatif lain dalam
bentuk komoditi atau usaha lain, yang bisa mengakibatkan pengurangan luas lahan pertanian.
Pada tahun 2021, luas panen padi mencapai sekitar 10,41 juta hektar atau mengalami
penurunan sebanyak 245,47 ribu hektar (2,30 persen) dibandingkan tahun 2020. Sementara
itu, produksi padi tahun 2021 yaitu sebesar 54,42 juta ton GKG (BPS, 2021).

Terjadi juga perkembangan fisik yang besar-besaran, yang mengakibatkan lahan


produktif untuk pertanian semakin menyusut karena pengalihan fungsi lahan tersebut.
Kamilah (2013) menjelaskan bahwa nilai lahan untuk industri dan perumahan jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai lahan untuk pertanian khususnya sawah. Karena secara
manfaat langsung yang diterima nilai lahan pertanian lebih kecil maka konversi lahan akan
lebih mudah terjadi (Rustiadi 2011). Dipihak lain jumlah lahan yang terbatas sehingga
menimbulkan penggunaan lahan yang seharusnya beralih ke penggunaan non-pertanian. Alih
fungsi lahan pertanian ke non-pertanian merupakan isu yang perlu diperhatikan karena
ketergatungan masyarakat terhadap sektor pertanian. Akibatnya, kemampuan Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan pangan secara konsisten menjadi terancam, terutama karena
pertumbuhan penduduk yang lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan produksi padi.

Perubahan iklim dan degradasi lahan mengancam produktivitas pertanian. Degradasi


lahan merupsksn penurunan kualitas lahan yang sifatnya sementara atau tetap. Hal inilah
yang mendorong upaya untuk mencari lahan baru yang dapat digunakan untuk lahan
pertanian. Peningkatan produktivitas padi dapat menggunakan cara ekstensifikasi lahan.
Ekstensifikasi pertanian merupakan cara peningkatan hasil dengan memperluas lahan
pertanian yang sebelumnya belum dimanfaatkan untuk produksi pertanian (Kurniawan, 2015)

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana efektivitas ekstensifikasi lahan terhadap pertumbuhan produksi tanaman padi?

2. Bagaimana dampak ekstensifikasi lahan terhadap lingkungan dan keberlanjutan pertanian?

3. Apa solusi-solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam


ekstensifikasi lahan untuk budidaya tanaman padi?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui efektivitas ekstensifikasi lahan untuk pertumbuhann produksi tanaman padi

2. Mengetahui dampak ekstensifikasi lahan terhadap lingkungan dan keberlanjutan pertanian

3. Mengetahui solusi-solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam


ekstensifikasi lahan untuk budidaya tanaman padi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Ekstensifikasi Lahan

Ekstensifikasi pertanian merupakan usaha peningkatan hasil pertanian dengan cara


menambah luasan lahan pertanian baru, misalnya dengan cara membuka hutan dan semak
belukar, membuka lahan daerah sekitar rawa-rawa, atau daerah pertanian baru yang belum
termanfatkan (Hidayati dkk., 2019). Membuka luasan lahan untuk produksi atau budidaya
tanaman harus memeperhatikan beberapa hal, antara lain perluasan areal pertanian harus
sesuai dengan peruntukkannya. Perluasan lahan linear dengan produktifitas tani, namun
perluasan lahan harus memperhatikan kesesuaian lahan dengan jenis tanaman dan
menguntungkan petani (Sarasutha, 2002). Kawasan yang diarahkan untuk pertanian lahan
basah dan lahan kering tanaman pangan semusim harus dimanfaatkan untuk tanaman
semusim (pangan dan hortikultura). Komoditas bioenergi non pangan dan perkebunan
lainnya diarahkan pada lahan kering potensial untuk tanaman tahunan.

Ekstensifikasi pertanian ini bisa dilakukan oleh perseorangan (petani) maupun


mengikuti program yang telah dilakukan oleh pemerintah. Ekstensifikasi pertanian atau
perluasan lahan pertanian ini dilakukan secara mandiri, berkesinambungan dan mendapat
pengawasan penuh dari pemerintah. Salah satunya adalah dengan menggerakkan program
transmigrasi (Badan Penyuluh Pertanian, 2012).

Badan Penyuluh Pertanian (2012) mengidentifikasi beberapa jenis ekstensifikasi


pertanian, yaitu:

● Perluasan lahan pertanian dengan membuka hutan baru

kstensifikasi pertanian ini melibatkan perluasan lahan pertanian dengan cara


membuka hutan yang masih asli atau belum digunakan sebelumnya untuk pertanian.
Praktik ini mencakup sistem nomaden atau perpindahan lahan pertanian yang telah
lama menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Pembukaan hutan baru ini
dapat dilakukan oleh kelompok masyarakat secara bersama-sama atau individu.
Diharapkan bahwa membuka lahan hutan yang masih subur dapat meningkatkan
produksi pertanian.
● Perluasan lahan pertanian dengan membuka lahan kering

Ekstensifikasi pertanian ini melibatkan perluasan lahan pertanian


dengan membuka lahan yang kering. Lahan kering adalah tanah yang kurang
subur, kering, dan rentan terhadap erosi atau terpengaruh oleh air. Untuk
meningkatkan produksi pertanian di lahan kering, perlakukan khusus
diperlukan. Salah satu pendekatannya adalah dengan menanam jenis tanaman
tertentu, seperti kacang-kacangan, atau memperkaya nutrisi tanah dengan
menanam pohon Lamtoro.

● Perluasan lahan pertanian dengan membuka lahan gambut

Lahan gambut merupakan lahan yang sangat subur dan memiliki ketersediaan
air yang baik. Lahan ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan hasil produksi
tanaman. Di Indonesia, lahan gambut umumnya dapat ditemukan di wilayah Sumatera
dan Kalimantan.

2.2. Tanaman Padi

Padi merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk dunia. Tanaman


padi (Oryza Sativa L.) adalah tumbuhan pangan yang mempunyai peran penting
karena sudah menjadi santapan pokok lebih dari separuh penduduk dunia. Indonesia
sendiri padi termasuk komoditas utama dalam menyokong kebutuhan pangan rakyat
Indonesia (Anggraini dkk., 2013). Tanah yang baik untuk pertumbuhan padi adalah
tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan
tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup, kandungan tersebut biasa
terdapat pada tanah grumusol. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi
adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam
perbandingan tertentu, yakni pasir sebanyak 35%, debu sebanyak 25%, dan lempung
sebanyak 40%. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan
atasnya antara 18 – 22 cm dengan pH antara 4 – 7 (Purwansyah dkk., 2021)
Padi tumbuh di lahan basah dan tergenang air yang umumnya padi ditanam di
daerah yang kondisi tanahnya selalu basah. Kondisi padi dapat tumbuh secara
maksimal pada suhu 19- 27oC dengan iklim tropis. Suhu udara yang baik untuk
pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 19-27°C, namun suhu paling ideal adalah
sekitar 23°C dengan iklim tropika. Oleh karena tanaman padi hidup di daerah yang
beriklim tropis, maka penanaman padi berada pada ketinggian tertentu, yakni berkisar
0-1500 mdpl (Suwarto, 2018)

BAB III
HASIL PEMBAHASAN

3.1. Pengaruh ekstensifikasi lahan terhadap pertumbuhann produksi tanaman padi


3.1.2. Pembukaan hutan
Berdasarkan hasil pemantauan hutan Indonesia tahun 2020, luas lahan berhutan di
Indonesia mencapai 95,6 juta hektare atau 50,9% dari total daratan. Sebanyak 92,5% dari
luas lahan berhutan tersebut, atau 88,4 juta hektare, berada di dalam kawasan hutan.
Kawasan hutan ini umumnya terletak di wilayah pedesaan, baik di dataran maupun di
perbukitan. Luas lahan berhutan di Indonesia berkurang 1,6 juta hektare sepanjang tahun
2014-2019. Kawasan hutan merupakan sebagai penyangga ekosistem lingkungan dan hutan
sekaligus juga bisa sebagai modal (lahan) yang penting sebagai penyangga perekonomian
(Mustopa, 2011).
Ekstensifikasi hutan untuk tanaman padi perlu memperhatikan ketersediaan lahan
yang memadai. Perlu diperhitungkan apakah hutan tersebut masih memiliki lahan yang
cukup untuk diperluas tanaman padi tanpa mengganggu ekosistem hutan yang ada. Alih
fungsi hutan untuk padi harus memperhatikan keberlanjutan lingkungan di sekitar area yang
akan dialihfungsikan. Diperlukan analisis dampak lingkungan yang komprehensif, seperti
analisis terhadap ekosistem, biodiversitas, dan ketersediaan air. Upaya pengelolaan
lingkungan yang baik harus dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dan
mempertahankan fungsi ekosistem yang penting.

3.1.2. Pembukaan lahan kering

Indonesia memiliki dua jenis lahan utama, yaitu lahan kering


dan lahan basah. Lahan kering menempati 78% dari total luas
daratan Indonesia, sedangkan lahan basah menempati 22%. Dari luas
lahan kering 148 juta hektare, hanya sekitar 76,22 juta hektare
(52%) yang sesuai untuk budi daya pertanian. Lahan kering yang
sesuai untuk pertanian ini sebagian besar terdapat di dataran
rendah (93%). Di wilayah dataran rendah, lahan datar sampai
bergelombang (lereng < 15%) yang sesuai untuk pertanian tanaman
pangan mencakup 23,26 juta hektare, sedangkan lahan dengan lereng
15−30% lebih sesuai untuk tanaman tahunan (47,45 juta hektare).

Usaha ekstensifikasi pertanian di lahan basah lebih efektif daripada di lahan kering.
Hal ini dikarenakan lahan kering umumnya memiliki tingkat kesuburan rendah, kelerengan
curam, dan kedalaman tanah yang dangkal. Lahan kering berlereng curam sangat peka
terhadap erosi, terutama apabila diusahakan untuk tanaman pangan semusim. Keterbatasan
air pada lahan kering juga mengakibatkan usaha tani tidak dapat dilakukan sepanjang tahun.

Faktor penting dalam pembukaan lahan kering adalah ketersediaan air. Lahan sawah
membutuhkan pasokan air yang cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman padi. Jika
tidak ada sumber air yang cukup, maka pembukaan lahan kering tidak akan efektif. Penting
untuk memastikan adanya sumber air yang memadai seperti sungai, danau, atau sistem irigasi
yang dapat menyediakan air secara terus-menerus.

3.1.3. Pembukaan lahan gambut

Lahan gambut adalah ekosistem lahan basah yang terbentuk dari tanah gambut, yaitu
tanah yang sebagian besar terdiri dari bahan organik yang membusuk. Tanah gambut
terbentuk dalam kondisi tergenang air dan kekurangan oksigen. Pembukaan lahan gambut
untuk tanaman padi tidak selalu efektif karena lahan gambut memiliki karakteristik khusus
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Karakteristik tersebut antara lain:

● Sifat pengairan/drainase: Lahan gambut memiliki sifat hidrolik yang unik, yaitu dapat
menyerap dan menahan air dalam jumlah besar. Hal ini dapat menyebabkan genangan
air yang berlebihan, yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi.
● Daya dukung tanaman: Lahan gambut memiliki daya dukung yang rendah, sehingga
mudah ambles. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan tanaman padi.
● Ketebalan dan tingkat kematangan: Ketebalan dan tingkat kematangan lahan gambut
akan mempengaruhi sifat kimia lahan gambut. Lahan gambut dengan ketebalan yang
lebih besar dan tingkat kematangan yang lebih tinggi memiliki sifat kimia yang lebih
asam, yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi.

Pemanfaatan lahan gambut untuk sektor pertanian sangat ditentukan oleh karakteristik
tersebut. Lahan gambut umumnya lebih sesuai untuk tanaman yang memiliki masa tanam
lama (tahunan), seperti tanaman perkebunan (Syahza et al., 2020).

3.2. Dampak ekstensifikasi lahan terhadap lingkungan dan keberlanjutan pertanian

3.2.1 Dampat ekstensifikasi hutan

Dampak buruk ekstensifikasi hutan:

● Hilangnya habitat: Hutan merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan
hewan. Pembukaan hutan dapat menyebabkan penyusutan habitat alami ini,
mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem yang unik.
● Pelepasan karbon: Hutan berperan penting dalam mengatur iklim global. Mereka
menyerap karbon dioksida dan melepaskan oksigen melalui proses fotosintesis.
Pembukaan hutan kemudian dapat menyebabkan pelepasan karbon yang disimpan
dalam pohon dan tanah, serta mengurangi kemampuan penyerapan karbon dioksida,
yang berkontribusi pada perubahan iklim.
● Erosi tanah: Pembukaan hutan dapat menyebabkan hilangnya vegetasi dan sistem akar
yang stabil, meningkatkan risiko erosi tanah yang dapat mengurangi kesuburan dan
produktivitas tanah.

3.2.2. Dampak ekstensifikasi lahan kering

Dampak buruk pembukaan lahan kering untuk sawah, antara lain:

● Hilangnya habitat: Pembukaan lahan kering untuk sawah seringkali memerlukan


penebangan pohon dan pemusnahan veget yang ada. Hal ini dapat menyebabkan
hilangnya habitat alami bagi berbagai spesies flora dan fauna, serta mengurangi
keanekaragaman hayati di daerah tersebut.
● Degradasi lahan: Pembukaan lahan kering untuk sawah seringkali melibatkan
penggalian dan perubahan struktur tanah yang stabil. Akibatnya, tanah dapat menjadi
rentan terhadap erosi, hilangnya kesuburan tanah, serta degradasi lahan secara
keseluruhan.
● Perubahan aliran air: Pembukaan lahan kering untuk sawah seringkali melibatkan
perubahan aliran air. Pembangunan saluran irigasi dan sistem drainase dapat
mempengaruhi pola aliran air di daerah tersebut, yang pada gilirannya dapat
mempengaruhi sumber daya air baik di permukaan maupun di dalam tanah.

3.2.3. Dampak ekstensifikasi lahan gambut

Dampak buruk pembukaan lahan gambut, antara lain:

● Perubahan fungsi ekosistem gambut: Pembukaan lahan gambut dilakukan dengan cara
mengeringkan lahan gambut. Hal ini dapat menyebabkan perubahan fungsi ekosistem
gambut, yang berdampak negatif ke masyarakat sekitar.
● Kekurangan air: Lahan gambut memiliki kemampuan menyimpan air yang tinggi.
Pembukaan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya kemampuan ini, sehingga
dapat menyebabkan kekeringan.
● Kebakaran lahan: Lahan gambut yang kering rentan terhadap kebakaran. Kebakaran
lahan gambut dapat menyebabkan kerugian materi dan lingkungan yang besar.

Ekstensifikasi lahan memiliki dampak buruk bagi ekosistem. Oleh karena itu, perlu dilakukan
studi dampak lingkungan yang komprehensif sebelum keputusan ekstensifikasi lahan
dilakukan.

3.3. Solusi-solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam


ekstensifikasi lahan untuk budidaya tanaman

3.3.1. Solusi dampak buruk ekstensifikasi lahan hutan

Dampak ekstensifikasi hutan, seperti hilangnya habitat, pelepasan karbon, dan erosi tanah,
dapat menjadi signifikan. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan alternatif lain seperti
intensifikasi pertanian untuk meningkatkan produksi pertanian. Intensifikasi pertanian dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti penggunaan teknologi pertanian yang tepat,
perbaikan sistem irigasi, dan penerapan pertanian organik. Intensifikasi pertanian dapat
menjadi alternatif yang lebih berkelanjutan untuk meningkatkan produksi pertanian, karena
dapat dilakukan tanpa merusak ekosistem

3.3.2. Solusi dari dampak ekstensifikasi lahan kering

Lahan kering memiliki karakteristik yang berbeda dengan lahan basah, sehingga
memerlukan pengelolaan yang khusus. Terdapat beberapa upaya penting dalam pengelolaan
lahan kering, antara lain:

● konservasi tanah dan air. Konservasi tanah dan air bertujuan untuk mengurangi erosi
dan kehilangan unsur hara, yang merupakan masalah utama pada lahan kering.

Menurut Syekhfani (1991), konservasi tanah dan air dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain:

➢ Cara mekanik: Pengolahan tanah, pengolahan tanah menurut kontur,


pembuatan guludan, terras dan tanggul.
➢ Cara vegetatif: Penanaman tanaman yang dapat menutupi tanah secara terus
menerus, pola pergiliran tanaman, penanaman strip/alley cropping, sistem
penanaman agro¬forestry dan pemanfaatan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa
dan bahan organik.
➢ Pemanfaatan Agrokimia: Penggunaan pupuk dan pestisida yang tepat.
● Mengatur pola tanam.

Pola tumpangsari atau tumpang gilir dapat membantu mengurangi risiko kegagalan
panen.

● Memilih tanaman yang sesuai

Tanaman yang toleran terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik akan memiliki
peluang panen yang lebih besar.

● Mengubah cara tanam, cara pengolahan tanah, dan waktu tanam

Perubahan-perubahan ini dapat membantu meningkatkan produktivitas lahan kering.


3.3.3. Solusi dari dampak ekstensifikasi lahan gambut

Ektensifikasi lahan gambut yang berdampak pada ekosistem dan lingkungan dapat
ditanggulangi dengan hal-hal berikut:

● Pengembangan pertanian berbasis partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan


melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan pelaksanaan
kegiatan pertanian.
● Pengembangan pertanian yang sesuai dengan kesesuaian lahan dapat dilakukan
dengan memilih tanaman yang sesuai dengan karakteristik lahan.
● Penerapan teknologi dan kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan
dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan
menerapkan kebijakan yang mendukung kelestarian lingkungan.

Page, S. E., & Baird, A. J. (2016). Peatlands and global change: Response and resilience. Annual Review
of Environment and Resources, 41, 35–57
Anggraini, F., A. Suryanto, N. Aini. 2013. Sistem tanam dan umur bibit pada
tanaman padi sawah (Oryza Sativa L.) varietas inpari 13. J. Produksi Tanaman, 1
(2) : 52 – 60.
Cole, L. E. S., Bhagwat, S. A., & Willis, K. . (2015). Long-term disturbance
dynamics and resilience of tropical peat swamp forests. Journal of Ecology, 103,
16–30

Rizki Angga Kurniawan, 0914013049 (2015) UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANONITROFOS DAN
KOMBINASINYA DENGAN PUPUK ANORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
TANAMAN KACANG TANAH(Arachis hypogaea L.) PADA TANAH ULTISOL NATAR. Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung. Lampung

Rustiadi E. 2001. Alih Fungsi Lahan dalam Perspektif Lingkungan Perdesaan. Lokakarya Penyusunan
Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lingkungan Kawasan Perdesaan. 10-11 Mei. Bogor

Kamilah A. 2013. Analisis Ekonomi Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kota Bekasi: Kasus Kecamatan Bekasi
Utara dan Gebang. J. Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. 5(1) : 36-49.

Hidayati, F., Yonariza, Y., Nofialdi, N., & Yuzaria, D. (2019). Intensifikasi Lahan Melalui Sistem Pertanian
Terpadu: Sebuah Tinjauan. Unri Conference Series: Agriculture and Food Security, 1, 113–119

Sarasutha, I. G. P. (2002). Kinerja usaha tani dan pemasaran jagung di sentra produksi. Jurnal Litbang
Pertanian, 21(2), 39–47.

Syahza, A., Suwondo, Bakce, D., Nasrul, B., & Mustofa, R. (2020). Utilization of peatlands based on local
wisdom and community welfare in Riau Province, Indonesia. International Journal of Sustainable
Development and Planning, 15(7), 1119–1126

Suwarto, S. N. Chasanah, I. Dinuriah, R. Pramesthi, Soraya. 2018. PErakaran Dan Indeks


Panen Tanaman Padi Pada Kondisi Tergenang Dan Tidak Tergenang. J. Pengembangan
sumber daya perdesaan dan kearifan lokal berkelanjutan. 8(1) : 14-15

Purwansyah, T. S., D. Rosanti, T. Kartika. 2021. Morfometri beberapa varietas tanaman padi
(Oryza sativa L.) di Kecamatan Pulau Rimau Banyuasin. J. Indobiosains. 3(2) : 28-38.

Badan Penyuluh Pertanian. 2012. Program Penyuluh Pertanian, Perikanan, Perkebunan dan Kehutanan
Kecamatan Padang Batung: Padang Batung 2012.

Mustopa Z. 2011,Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Di Kabupaten
Demak, Skripsi. Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai