Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN

DI DAS YEH HO KABUPATEN TABANAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geologi Rekayasa

Dosen Pengampu : Nevy Risna S.T., M.Sc.

Disusun oleh :

Abdul Aziz (21210016)

Febrian Adi K. (21210019)

Alvino Fikri M. (21210014)

Galang Eko P. (21210013)

PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DARUL ULUM ISLAMIC CENTRE SUDIRMAN GUPPI (UNDARIS)

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, yang atas
rahmat dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Makalah ini merupakan hasil dari tugas mandiri/kelompok bagi para mahasiswa,
untuk belajar dan mempelajari lebih lanjut tentang topik penilaian kapabilitas lahan
berikut peninjauannya di lapangan. menyusunan makalah ini bertujuan untuk
menumbuhkan proses belajar mandiri kepada mahasiswa, agar kreativitas dan penguasaan
materi kuliah dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan.

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam


mengetahui tentang penilaian kapabilitas lahan yang semestinya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa menjadi sahabat dalam
belajar untuk meraih prestasi yang gemilang. Kritik dan saran dari dosen pengampu mata
kuliah dan juga teman-teman sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan
dalam belajar pada masa mendatang.

Wassalamualaikum wr.wb.

Ungaran, 25 Juni 2022


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...............................................................................................................................i i

Daftar isi ........................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3

A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 5

C. Tujuan ........................................................................................................................................ 6

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 7


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lahan merupakan sumber daya alam yang sangat penting untuk pengembangan
usaha pertanian, kebutuhan lahan pertanian semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk, namun luasan lahan yang sesuai bagi kegiatan dibidang
pertanian terbatas. Hal ini menjadi kendala untuk meningkatkan produksi pangan dalam
rangka memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Masyarakat petani yang tradisional
memenuhi kebutuhan pangannya dengan menanaman secara tradisional. Kegiatan
pertanian ini menyebabkan degrasi kesuburan tanah melalui erosi dan penggunaan tanah
yang terus menerus. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah mengelola lahan
sesuai dengan kemampuan lahan (Rayes, 2006). Tarigan (2013), menyatakan bahwa
pemanfaatan lahan memerlukan pertimbangan yang tepat, agar fungsi lahan dapat
berlangsung secara lestari. Pada sub DAS Yeh Ho masih banyak kegiatan budidaya
semusim dan bangunan permanen didaerah dekat dengan hulu. Hal ini dapat memicu
terjadinya longsor dan erosi dikarenakan lereng dan ketinggian tempat yang bervariasi.

Penggunaan lahan yang ada di wilayah DAS Yeh Ho secara berurutan mulai dari
penggunaan lahan terluas sampai pada penggunaan lahan yang paling sempit adalah
perkebunan (6.117,63 ha), sawah irigasi (4.529,15 ha), hutan (2.213,31 ha), sawah tadah
hujan (1.022,75 ha), permukiman (894,44 ha), tanah kering atau tegalan (392,06 ha),
semak (98,44 ha), badan air seperti sungai dan sebagainya (97,80 ha) dan padang rumput
(2,05 ha) (BPDAS, 2010). Faktor penghambat dalam melakukan evaluasi kemampuan
lahan dan arahan penggunaan lahan di DAS Yeh Ho antara lain kemiringan lereng curam,
penggunaan lahan tidak sesuai kaidah konservasi, dan curah hujan berkisar (2.300-2.500
mm/tahun). Oleh karena itu kualitas tanah menurun, tingkat erosi meningkat, dan
kandungan unsur hara di DAS Yeh Ho dapat berubah ubah maka untuk mengetahui
keadaan tersebut perlu dilakukan tindakan evaluasi untuk menjadikan lahan pada DAS
Yeh Ho sesuai dengan peruntukannya.
Sistem Informasi Geografis sangat membantu dan bermanfaat dalam mengolah
data spasial, serta membuat dan menampilkan hasil dalam bentuk peta kelas kemampuan
lahan. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sebuah sistem yang memiliki
kemampuan untuk menampilkan informasi dengan referensi geografis (Budianto, 2010).
Berdasarkan data dan informasi di atas, maka dilakukan penelitian tentang Evaluasi
Kemampuan Lahan dan Arahan Penggunaan Lahan di DAS Yeh Ho Kabupaten Tabanan.
Tujuan penelitian adalah menentukan kelas kemampuan lahan dan arahan penggunaan
lahan di DAS Yeh Ho. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai acuan untuk
masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya lahan di wilayah tersebut
berbasis kemampuan dan arahan penggunaan lahan.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah kemampuan lahan di Das Yeh Ho Kabupaten Tabanan?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kemampuan lahan di Das Yeh Ho Kabupaten Tabanan.

D. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat membantu perkembangan ilmu analisis kemampuan lahan.

2. Diharapkan dapat membantu keberhasilan program penghijauan (konservasi tanah).


TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Lahan

Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencakup pengertian


lingkungan fisik termasuk tanah, iklim, topografi, dan bahkan keadaan vegetasi alami
yang semuanya secara potensial akan berpengaruh yang lebih luas termasuk yang telah
dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna, dan manusia baik dimasa lalu maupun
saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan
konservasi tanah pada suatu lahan tertentu (Djaenudin et al, 2003).

a. Tanah

Karakteristik tanah dapat diamati atau diukur, seperti tebal horison,


tekstur,struktur, kadar bahan organik, reaksi tanah, jenis lempung, kandungan hara
tanaman dan kemampuan mengikat air. Tanah mempunyai karakteristik yang berbeda
bagi masing-masing horison dalam profil tanah (Darmawijaya, 1997).

Kualitas tanah merupakan hasil interaksi antara karakteristik tanah, penggunaan


tanahnya, dan keadaan lingkungannya. Kelas drainase tanah yang banyak digunakan
sebagai kriteria klasifikasi kemampuan lahan adalah kualitas yang berdasarkan atas hasil
interaksi di atara permeabilitas, permukaan air tanah dan jumlah air yang meresap ke
dalam tanah. Kualitas tanah tidak dapat diukur langsung, tetapi harus diperhitungkan dari
karakteristik tanah (Darmawijaya, 1997).

b. Iklim

Dengan mempertimbangkan iklim sebagai salah satu elemen penting dari sumber
daya bumi, harus diakui bahwa dibandingkan dengan suhu dan curah hujan, tekanan
udara dan angin kurang penting sebagai elemen iklim. Semua bentuk kehidupan di bumi
mendapat pengaruh dari adanya iklim tersebut (Lakitan, 1994).
Komponen iklim yang paling berpengaruh terhadap kemampuan lahan adalah
suhu dan curah hujan. Suhu yang rendah berpengaruh terhadap jenis dan pertumbuhan
tanaman. Di daerah tropis, suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian suatu tempat terhadap
permukaan laut. Secara umum, makin tinggi letak suatu tempat makin rendah suhu
udaranya dengan laju penurunan 1ºC setiap kenaikan 100m dari permukaan laut
(Suripin,2001).

Iklim merupakan faktor yang dinamis yang sangat berpengaruh dalam proses
kehidupan. Cuaca dan iklim mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam pertanian.
Cuaca dan iklim tidak hanya memepengaruhi perkembangan tanaman tetapi juga
berpengaruh terhadap kegiatan manusia dalam usaha pertanian, tempat tinggal, budaya
dan makanan (Handoko, 1995).

Beberapa faktor berperan menentukan perbedaan iklim antara wilayah yang satu
dengan wilayah lainnya di muka bumi. Faktor-faktor yang dominan peranannya adalah :

a. Posisi relatif terhadap garis edar matahari (posisi lintang)

b. Keberadaan lautan atau permukaan air lainnya

c. Pola arah angin

d. Rupa permukaan daratan bumi

e. Kerapatan dan jenis vegetasi

(Lakitan, 2002).

Schmidt dan Ferguson menentukan jenis iklim di Indonesia berdasarkan


perhitungan jumlah bulan kering dan bulan basah. Mereka memperoleh delapan jenis
iklim dari iklim basah sampai iklim kering. Kemudian Oldeman juga memakai unsur
iklim curah hujan sebagai dasar klasifikasi iklim di Indonesia. Metode Oldeman lebih
menekankan pada bidang pertanian, karenanya sering disebut klasifikasi iklim pertanian
(agro-climatic classification) (Tjasyono, 2004).
c. Topografi

Pada dasarnya bentuk wilayah dikenal wilayah datar, berombak, bergelombang,


dan bergunung. Perbedaan wilayah di suatu daerah menyebabkan adanya perbedaan
gerakan air tanah bebas dan jenis - jenis tumbuhan diatasnya (di permukaan tanah). Hal
ini menyebabkan pengaruh yang berbeda dalam proses pembentukan tanah (Sutopo,
1997).

Topografi atau relief bentuk wilayah mempengaruhi proses pembentukan tanah


dengan cara :

a. mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap atau ditahan masa

tanah

b. mempengaruhi dalamnya air tanah

c. mempengaruhi besarnya erosi

d. mengarahkan gerakan air serta bahan yang larut di dalamnya

(Harjadi, 1993).

Faktor topografi umumnya dinyatakan ke dalam kemiringan dan panjang lereng.


Kecuraman, panjang, dan bentuk lereng (cembung atau cekung) semuanya
mempengaruhi laju aliran permukaan dan erosi. Kecuraman lereng dapat diketahui dari
peta tanah, namun keduanya sering dapat menjadi petunjuk jenis tanah tertentu, dan
pengaruhnya pada penggunaan dan pengolahan tanah dapat dievaluasi sebagai bagian
satuan peta (Suripin, 2001).

Ketinggian di atas muka laut, panjang dan derajat kemiringan lereng, posisi pada
bentangan lahan, mudah diukur dan nilai sangat penting dalam evaluasi lahan. Faktor-
faktor topografi dapat berpengaruh tidak langsung terhadap kualitas tanah. Faktor ini
berpengaruh terhadap kemungkinan bahaya erosi atau mudah tidaknya diusahakan,
demikian juga di program mekanisasi pertanian. Data topografi ini hampir selalu
digunakan setiap sistem evaluasi lahan, terutama dalam kaitannya dengan nilai-nilai
kriteria kemiringan lereng atau ketinggian (altitude) (Sitorus, 1985).
d. Vegetasi

Vegetasi sampai sekarang masih dianggap sebagai cara konservasi tanah yang
paling jitu. Secara alamiah tanaman rumput cenderung melindungi tanah dan tanaman
dalam barisan memberikan perlindungan lebih kecil, tetapi pendapat umum ini berubah
oleh pengelolaan. Pergiliran tanaman mempengaruhi lamanya pergantian penutupan
tanah oleh tajuk tanaman (Hudson, 1989).

Vegetasi merupakan salah satu unsur lahan, yang dapat berkembang secara alami
atau sebagai hasil dari aktivitas manusia baik pada masa yang lalu atau masa kini.
Vegetasi perlu dipertimbangkan dengan pengertian bahwa vegetasi sering dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi lahan atau kesesuaian lahan bagi
suatu penggunaan tertentu melalui kehadiran tanaman - tanaman indikator. Vegetasi
dapat juga berfungsi sebagai sumberdaya, misalnya areal hutan dapat memberikan hasil
kayu untuk keperluan bangunan-bangunan atau menjadi sumber makanan ternak atau
penggembalaan.

(Sitorus, 1985).

Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan


tanah dan air karena memiliki sifat : 1) memelihara kestabilan struktur tanah melalui
sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah 2) penutupan lahan oleh seresah
dan tajuk mengurangi erosi 3) disamping itu dapat meningkatkan aktifitas
mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga
memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi. Fungsi lain daripada
vegetasi berupa tanaman kehutanan tidak kalah pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi
sehingga dapat menambah penghasilan petani (Hamilton, et.al., 1997).

2. Survei Tanah

a. Pengertian dan Metode Survei Tanah

Survei tanah adalah proses mempelajari dan memetakan permukaan bumi dalam
pola unit yang disebut tipe tanah (Foth, 1996). Sedangkan menurut Hardjowigeno (1995),
tujuan dari survei tanah adalah mengklasifikasi, menganalisis dan memetakan tanah dan
mengelompokkan tanah - tanah yang sama atau hampir sama sifatnya ke dalam satuan
peta tanah tertentu. Sifat - sifat dari masing-masing satuan peta secara singkat
dicantumkan dalam legenda, sedang uraian lebih detail dicantumkan dalam laporan
survei tanah yang selalu menyertai peta tanah tersebut. Disamping itu dilakukan
interpretasi kemampuan tanah dari masing - masing satuan peta tanah untuk penggunaan-
penggunaan tanah tertentu.

Survei tanah memisahkan jenis tanah dan menggambarkan dalam suatu peta
beserta uraiannya. Klasifikasi dan survei merupakan dwitunggal yang saling melengkapi
dan saling memberi manfaat bagi peningkatan daya gunanya. Survei tanah yang
dilaksanakan dapat bertujuan untuk meningkatkan pembukaan areal, penanaman baru,
rasionalisasi penggunaan tanah, pemecahan permasalahan kerusakan tanah dan
sebagainya yang akan menghasilkan suatu rekomendasi untuk pelaksanaan tujuan
tersebut (Darmawijaya, 1990).

b. Satuan Peta Tanah (SPT)

Peta tanah adalah suatu peta yang menggambarkan penyebaran jenis-jenis tanah
di suatu daerah. Peta ini dilengkapi dengan legenda yang secara singkat menerangkan
sifat-sifat tanah dari masing-masing satuan peta. Peta tanah biasanya disertai pula dengan
laporan pemetaan tanah yang menerangkan lebih lanjut sifat-sifat dan kemampuan tanah
yang digambarkan dalam peta tersebut. Walaupun pada dasarnya peta ini dibuat untuk
tujuan pertanian, namun tidak menutup kemungkinan untuk dimanfaatkan dalam bidang-
bidang lain seperti halnya dalam bidang-bidang engineering (Hardjowigeno, 1995).

Peta survei tanah mengandung banyak tipe informasi, tetapi mungkin yang
bernilai tinggi adalah tipe tanah, lereng dan derajat erosi yang tercatat untuk setiap daerah
yang dibatasi pada peta. Peta ini sebagai dasar untuk mengembangkan peta bagi
bermacam-macam penggunaan. Area dapat dikelompokkan dalam klas-klas kemampuan
lahan (Foth, 1996).

Satuan peta tanah (soil mapping unit) tersusun dari unsur-unsur yang pada
dasarnya merupakan kesatuan dari tiga satuan, ialah satuan tanah, satuan bahan induk dan
satuan wilayah. Perbedaan satuan peta dalam berbagai peta tanah terletak pada ketelitian
masing-masing unsur satuan petanya. Penggunaan tiga unsur dimaksudkan untuk dapat
memberi gambaran yang jelas dari suatu wilayah tentang keadaan tanah dan wilayahnya
(Darmawijaya, 1997).

Sifat-sifat dari masing-masing satuan peta secara singkat dicantumkan dalam


legenda, sedang uraian lebih detail dicantumkan dalam laporan survai tanah yang selalu
menyertai peta tanah tersebut. Disamping itu dilakukan interpretasi kemampuan tanah
dari masing-masing satuan peta tanah untuk penggunaan-penggunaan tanah tertentu.
Survei tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik, dan biologi di
lapangan maupun dilaboratorium, dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum
maupun khusus. Suatu survai tanah baru memiliki kegunaan yang tinggi jika teliti dalam
memetakannya. Hal itu berarti :

a. Tepat mencari site yang representatif, tepat meletakkan site pada peta yang harus

didukung oleh peta dasar yang baik,

b. Tepat dalam mendeskripsikan profilnya atau benar dalam menetapkan sifat-sifat

morfologinya,

c. Teliti dalam mengambil contoh, dan

d. Benar menganalisisnya di laboratorium

(Abdullah, 1993).

Peta tanah menggambarkan penyebaran beberapa satuan tanah dalam berbagai


luasan lahan. Dengan skala tertentu peta tanah memberitakan keadaan tanah dan
lahansesuai dengan nama petanya. Berita tersebut dijelaskan dalam legenda peta yang
biasanya tertera di pojok bawah peta tersebut (Darmawijaya, 1990).

Satuan tanah yang digunakan dalam peta tanah tertentu, dapat berupa jenis,
macam, rupa, seri tanah menurut kategori dalam system klasifikasi tanah. Jenis tanah
mempunyai persamaan horison-horison penciri dengan gejala-gejala pengikutnya dan
terbentuk pada proses pembentukan tanah yang sama. Macam tanah mempunyai
persamaan horison penciri atau lapisan sedalam kurang lebih 50 cm, terutama mengenai
warna, sifat horison tambahan atau horison peralihannya. Rupa tanah dalam pembagian
macam tanah dibedakan atas dasar perbedaan tekstur dan draenase tingkat rupa. Seri
tanah adalah segolongan tanah yang terbentuk dari bahan induk yang sama, mempunyai
sifat dan susunan horison sama (Darmawijaya, 1990).

c. Klasifikasi Tanah

Menurut Hardjowigeno (1987), tanah alfisols adalah tanah -tanah dimana terdapat
penimbunan liat di horison bawah (horison argilik) dan mempunyai kejenuhan basa
tinggi yaitu 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di
horison bawah ini berasal dari horison di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan
gerakan air. Tanah ini dulu termasuk tanah Mediteran Merah Kuning, Latosol, dan
Podzolik Merah Kuning.

Alfisols umumnya berkembang dari batu kapur, olivine, tufa dan lahar. Bentuk
wilayah beragam dari bergelombang hingga tertoreh, tekstur berkisar antara sedang
hingga halus, drainasenya baik. Reaksi tanah berkisar antara agak masam hingga netral,
kapasitas tukar kation dan basa-basanya beragam dari rendah hingga tinggi, bahan
organik pada umumnya sedang hingga rendah. (Munir, 1996).

Alfisols termasuk tanah yang subur untuk pertanian tetapi masih dijumpai kendala
– kendala yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaannya.

Kendala – kendala tersebut antara lain :

1. Pada beberapa tempat dijumpai kondisi lahan yang berlereng dan berbatu.

2. Horison B argilik dapat mencegah distribusi akar pada tanah yang bertekstur
berat.

3. Pengelolaan tanah yang intensif dapat menurunkan bahan organik pada lapisan
tanah atas (top soil).

4. Kemungkinan terjadi fiksasi K dan amonium karena adanya mineral illit.

5. Kemungkinan terjadi erosi pada daerah berlereng.

6. Kandungan P dan K rendah.


(Munir, 1996).

d. Formasi Geologi

Keadaan bahan induk akan mempunyai efek yang menentukan pada sifat-sifat
tanah muda dan mungkin dapat menumbuhkan pengaruh terhadap tanah tertua sekalipun
pada tanah yang bukan induknya berasal dari batuan yang terkonsolidasi, pembentukan
bahan induk dan tanah mungkin terjadi bersamaan. Sifat - sifat bahan induk yang
menimbulkan pengaruh kuat terhadap perkembangan tanah meliputi tekstur, susunan
mineralogi, dan derajat stratifikasi (Foth, 1994).

3. Kemampuan Lahan

Kemampuan Lahan adalah suatu sistem klasifikasi lahan yang dikembangkan


terutama untuk tujuan konservasi tanah. Sistem tersebut mempertimbangkan kelestarian
lahan dalam menopang penggunaannya untuk pertanian secara luas, seperti untuk
budidaya tanaman pertanian umum, padang rumput, dan agroforestry (Fletcher and Gibb,
1990).

Kelas kemampuan lahan merupakan tingkat kecocokan pola penggunaan lahan.


Berdasarkan kelas kemampuannya, lahan dikelompokkan dalam delapan kelas. Lahan
kelas I sampai IV merupakan lahan yang sesuai bagi usaha pertanian, sedangkan lahan
kelas V sampai VIII merupakan lahan yang tidak sesuai untuk usaha pertanian.
Ketidaksesuaian ini bisa jadi karena biaya pengolahannya lebih tinggi dibandingkan hasil
yang bisa dicapai (Arsyad, 2006).

Secara lebih terperinci, kelas – kelas kemampuan lahan dapat dideskripsikan


sebagai berikut :

a. Kelas I, Merupakan lahan dengan ciri tanah datar, butiran tanah agak halus, mudah
diolah, sangat responsif terhadap pemupukan, dan memiliki sistem pengairan air yang
baik. Tanah kelas I sesuai untuk semua jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan
usaha pengawetan tanah. Untuk meningkatkan kesuburannya dapat dilakukan
pemupukan.
b. Kelas II, Merupakan lahan dengan ciri lereng landai, butiran tanahnya halus sampai
agak kasar. Tanah kelas II agak peka terhadap erosi. Tanah ini sesuai untuk usaha
pertanian dengan tindakan pengawetan tanah yang ringan, seperti pengolahan tanah
berdasarkan garis ketinggian dan penggunaan pupuk hijau.

c. Kelas III, Merupakan lahan dengan ciri tanah terletak di daerah yang agak miring
dengan sistem pengairan air yang kurang baik. Tanah kelas III sesuai untuk segala jenis
usaha pertanian dengan tindakan pengawetan tanah yang khusus seperti pembuatan
terasering, pergiliran tanaman, dan sistem penanaman berjalur. Untuk mempertahankan
kesuburan tanah perlu pemupukan.

d. Kelas IV, Merupakan lahan dengan ciri tanah terletak pada wilayah yang miring
sekitar 12-30% dengan sistem pengairan yang buruk. Tanah kelas IV ini masih dapat
dijadikan lahan pertanian dengan tingkatan pengawetan tanah yang lebih khusus dan
lebih berat.

e. Kelas V, Merupakan lahan dengan ciri terletak di wilayah yang datar atau agak
cekung, namun permukaannya banyak mengandung batu dan tanah liat. Karena terdapat
di daerah yang cekung tanah ini seringkali tergenang air sehingga tingkat keasaman
tanahnya tinggi. Tanah ini tidak cocok untuk dijadikan lahan pertanian, tetapi inipun
lebih sesuai untuk dijadikan padang rumput atau dihutankan.

f. Kelas VI, Merupakan lahan dengan ciri ketebalan tanahnya tipis dan terletak di daerah
yang agak curam dengan kemiringan lahan sekitar 30-45 %. Lahan kelas VI ini mudah
sekali tererosi, sehingga lahan inipun lebih sesuai untuk dijadikan padang rumput atau
dihutankan.

g. Kelas VII, Merupakan lahan dengan ciri terletak di wilayah yang sangat curam dengan
kemiringan antara 45-65 % dan tanahnya sudah mengalami erosi berat. Tanah ini sama
sekali tidak sesuai untuk dijadikan lahan pertanian, namun lebih sesuai ditanami tanaman
tahunan (tanaman keras).

h. Kelas VIII, Merupakan lahan dengan ciri terletak di daerah dengan kemiringan di atas
65 %, butiran tanah kasar, dan mudah lepas dari induknya. Tanah ini sangat rawan
terhadap kerusakan, karena itu lahan kelas VIII harus dibiarkan secara alamiah tanpa
campur tangan manusia atau dibuat cagar alam (Rayes, 2006).

4. Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk kegunaan
tertentu. Misalnya untuk pertanian tanaman tahunan atau semusim. Kesesuaian lahan
tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini atau setelah diadakan perbaikan. Lebih
spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya yang
terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi dan drainase sesuai untuk usaha tani atau
komoditas tanaman yang produktif (Rayes, 2006).

Salah satu konsep yang diperhatikan dalam identifikasi kesesuaian lahan yaitu
kesesuaian lahan aktual (saat ini) dan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual
didasarkan pada kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu pada saat ini, sedangkan
kelas kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu
setelah dilkukan perbaikan lahan terpenuhi (Djikerman dan Dianingsih, 1985).

Penilaian kesesuian lahan didasarkan atas data dan informasi yang diperoleh
langsung di lapangan, ditambah dengan data hasil analisis di laboratorium. Metode yang
digunakan adalah kerangka penilaian lahan CSR/FAO Staff (1983) dalam Arsyad 2006.
Dalam kerangka penilaian lahan ini dikenal kelas – kelas kesesuaian lahan sebagai
berikut :

a. S1 = Sangat Sesuai

Lahan tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan pengolahan


yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti yang tidak secara
nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan melebihi yang
biasa.

b. S2 = Cukup Sesuai

Lahan mempunyai pembatas – pembatas yang cukup serius untuk


mempertahankan tingkat pengolahan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi
produksi atau kelentingan atau meningkatkan masukan yang diperlukan.
c. S3 = Batas Ambang Sesuai

Lahan mempunyai pembatas – pembatas yang cukup serius untuk


mempertahankan tingkat pengolahan yang harus diterapkan, dengan demikian akan
mengurangi produksi dan keuntungan atau penambah masukan yang diperlukan.

d. N = Tidak Sesuai

Lahan mempunyai pembatas sangat serius, tetapi masih mungkin diatasi dengan
tingkat pengelolaan yang membutuhkan modal sangat besar; atau lahan yang mempunyai
pembatas permanen yang menutup segala kemungkinan penggunaan yang
berkelangsungan.

Kelas – kelas kesesuaian lahan tersebut di atas dibagi kedalam sub – kelas. Pada
tingkat ini terlihat dari jenis dari pembatas yang terdapat pada suatu satuan peta. Faktor
pembatas yang digunakan dalam metode penilaian kesesuaian lahan ini adalah :

a. tc : Suhu (0C), yaitu rerata suhu tahunan.

b. wa : Ketersediaan air, meliputi curah hujan (mm) dan lama masa kering (bulan/tahun).

c. oa : Ketersediaan oksigen, yaitu drainase.

d. rc : Media perakaran, meliputi tekstur, bahan kasar (%), dan kedalaman tanah (cm).

e. nr : Retensi hara, meliputi KTK liat (C mol), kejenuhan basa (%), pH H2O, dan C-

organik.

f. eh : Bahaya erosi, meliputi lereng (%) dan bahaya erosi.

g. fh : Bahaya banjir, yaitu genangan.

h. lp : Penyiapan lahan, meliputi batuan di permukaan (%) dan singkapan batuan (%).
Metode Penelitian

2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di DAS Yeh Ho Kabupaten Tabanan. Secara geografi


DAS Yeh Ho ini terletak pada posisi 1150 01’ 26,3”- 1150 09’ 04,9” BT dan 80 16’
30,2”- 80 34’ 03,7” LS dengan luas wilayah 5.330 ha. Secara administratif DAS Yeh Ho
terletak pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kerambitan pada daerah bagian hilirnya
Kecamatan Selemadeg Timur pada bagian tengah dan, Kecamatan Penebel pada bagian
hulunya (Alvin, 2020). Penelitian dilaksanakan mulai Agustus sampai dengan Oktober
2020.

2.2 Bahan dan Alat

2.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 1NaOH, H3PO4 pekat, H3BO3,
K2Cr2O7, Alkohol 80%, DPA, paraffin cair, peta jenis tanah skala 1 : 50.000, peta lereng
skala 1 : 50.000, peta penggunaan lahan skala 1 : 50.000, NaOH 50% dan H2SO4 pekat.

2.2.2 Alat

Alat yang digunakan adalah bor tanah untuk mengukur kedalaman tanah, cangkul
untuk mengambil sampel tanah, pisau untuk membantu mengambil tanah, plastik sebagai
wadah sampel tanah, alat tulis untuk mencatat parameter di lapangan (kemiringan lereng,
jenis tanah, dan penggunaan lahan), pH meter mengukur kemasaman tanah, kertas label
untuk menandai masing-masing sampel, ring sampel sebagai wadah sampel tanah,
meteran untuk mengukur luas masing-masing penggunaan lahan. GPS (Geographic
Positioning System) untuk mengarahkan ke lokasi titik sampel dan Aplikasi QGIS 2.18
sebagai alat membuat peta klasifikasi kemampuan lahan dan arahan penggunaan lahan,
setelah itu semua sampel dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah dan Lingkungan
Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
2.3 Metode

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei/observasi,melalui


pengamatan dan pengambilan sampel tanah secara langsung di lapangan dan dilanjutkan
dengan metode uji tanah di Laboratorium Ilmu Tanah dan Lingkungan,Fakultas
Pertanian, Universitas Udayana. Dari hasil analisis laboratorium dapatditentukan kelas
kemampuan lahan dengan menggunakan metode penilaian menurut (Hockensmith and
Steele, 1943 dalam Arsyad, 2010), dan arahan penggunaan lahanditentukan berdasarkan
curah hujan, lereng dan jenis tanah (Sukartiko, 1988 dalamAdnyana, 2001).

Klasifikasi kemampuan lahan dilakukan berdasarkan dari data hasilpengamatan


lapangan dan hasil analisis sampel tanah di laboratorium. Lahan di klasifikasikan
kedalam delapan kelas kemampuan lahan dan sub-kelas sesuai denganfaktor penghambat
yang menjadi pembatasnya. Pembagian kelas nya disimbolkan dengan angka romawi I-
VIII. Faktor penghambat e (erosi), w (drainase), s (tanah), c (iklim) dan g (kelerengan).
Urutan prioritas penghambat tersebut adalah (dari yang paling mudah diatasi) e-w-s-c-g.
Apabila hasil klasifikasi dalam satu unit lahan menunjukkan kelas IVe, IVw dan IVs,
maka akan ditetapkan sebagai kelas IVs karena mempunyai jenis penghambat yang
paling sulit ditangani (Arsyad, 2010).Kriteria klasifikasi kemampuan lahan disajikan
pada Tabel 1.

Arahan penggunaan lahan ditentukan berdasarkan kemiringan lereng, jenistanah


menurut kepekaannya terhadap erosi dan intensitas curah hujan. Hasil pehitungan nilai
skor terhadap ketiga faktor karakteristik tersebut diatas dan penetapan nilai skor yaitu
dengan mengalikan masing-masing kelas faktorkaraktersitik tersebut dengan nilai
timbangan (bobot) sesuai dengan besarnya pengaruh relatif terhadap kepekaan wilayah
bersangkutan terhadap erosi.Penetapan arahan penggunaan untuk setiap unit lahan
dilakukan dengan memperhatikan status tersebut. Status lahan dibedakan atas lahan di
dalam kawasan hutan dan lahan diluar kawasan hutan. Lahan didalam kawasan hutan
sesuai dengan peruntukannya dapat digolongkan menjadi hutan lindung, hutan produksi,
hutan suaka alam, dan hutan wisata. Lahan diluar kawasan hutan digolongkan menjadi
kawasan lindung, kawasan penyangga, kawasan budidaya tanaman tahunan, dan kawasan
budidaya tanaman semusim.
Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan

Data jenis tanah, kemiringan lereng hasil pengamatan lapangan dan data curah
hujan diskor dan diberi bobot untuk menentukan arahan penggunaan lahan yang
dianjurkan untuk daerah tersebut yang dikemukakan oleh (Sukartiko, 1988 dalam
Adnyana 1995). Berdasarkan faktor tersebut, unit lahan diklasifikasikan seperti yang
disajikan pada Tabel 2.

Arahan pengelolaan DAS adalah merupakan hasil kajian dari kemampuan lahan,
arahan penggunaan lahan dan kondisi eksisting di lapangan. Data arahan pengelolaan
DAS diharapkan dapat memberikan masukan terbaik dalam pengelolaan DAS Yeh Ho,
sehingga dapat dijadikan dasar rekomendasi kepada pihak akademis maupun masyarakat
dan instansi terkait.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil Klasifikasi Kemampuan Lahan

Klasifikasi kemampuan lahan di DAS Yeh Ho dibedakan menjadi empatkelas


dengan subkelas yang dikelompokan menurut faktor pembatasnya. Kelas kemampuan
lahan pada daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 3, dan sebarannya di lapangan
dapat dilihat pada peta Kelas Kemampuan Lahan disajikan pada Gambar

1. Kelas kemampuan lahan di DAS Yeh Ho dapat diklasifikasikan kedalam kelas IIe (unit
lahan 1 dan 8), kelas IIIe (unit lahan 5 dan 7), kelas IVe-s-g (unit lahan 2, 9, 10, 11, dan
12), dan kelas VIe-g (unit lahan 3, 4, 6, dan 13).

a) Kelas kemampuan II pada unit 1 dan 8 dengan karakteristik lahan yaitu : kemiringan
lereng landai sampai berombak (5-8%), kepekaan erosi agak tinggi (0,34-0,39), tingkat
erosi sangat ringan (0,059-0,061) ton/ha/th), kedalaman dangkal sampai sedang (400-
600), tekstur halus (liat berpasir), permeabilitas sedang sampai cepat, drainase baik,
batuan tidak ada sampai sedikit, tidak ada ancaman banjir dan salinitas. Unit lahan 1
dan 8 memiliki sub-kelas (e) karena fakor pembatasnya adalah ancaman erosi yang
agak tinggi.

b) Kelas kemampuan III pada unit 5 dan 7 dengan karakteristik lahan yaitu: kemiringan

lereng agak miring atau bergelombang (12-15%), kepekaan erosi sedang (0,25-0,27),
tingkat erosi sangat ringan sampai ringan (0,06-31,98ton/ha/th), kedalaman tanah
dalam sampai sedang (60-100 cm), tekstur halus (liat berpasir-lempung), permeabilitas
agak lambat sampai cepat, drainase baik, batuan tidak ada sampai sedang, tidak ada
ancaman banjir dan salinitas. Unit lahan 5 dan 7 memiliki sub-kelas (e) karena fakor
pembatasnya adalah ancaman erosi yang agak tinggi.
c) Kelas kemampuan IV pada unit 2, 9, 10, 11 dan 12 dengan karakteristik lahan yaitu:

kemiringan lereng berbukit sampai agak curam (20-38 %), kepekaan erosi sedang
sampai tinggi (0,28-0,48), tingkat erosi sangat ringan sampai ringan (0,05-3,2
ton/ha/th), kedalaman tanah sedang sampai dalam (50-95 cm), tekstur halussampai
sedang (liat berpasir-lempung), permeabilitas sedang sampai cepat, drainase baik,
batuan tidak ada sampai sedang, tidak ada ancaman banjir dan salinitas. Memiliki sub
kelas (e) pada unit lahan 10, 11, dan 12, sub kelas (s) pada unit lahan 2, dan sub kelas
(g) pada unit lahan 9. Unit lahan 9 memiliki sub kelas IVg dengan faktor penghambat
nya adalah kemiringan lereng yang agak curam.

d) Kelas kemampuan VI pada unit 3, 4, 6, dan 13 dengan karakteristik lahan yaitu:

kemiringan lereng agak curam (35-45 %), kepekaan erosi rendah sampaisangat tinggi
(0,15- 0,69), tingkat erosi ringan (24,7 ton/ha/th), kedalaman tanahdalam (100-125
cm), tekstur halus sampai agak kasar (lempung liat berpasir),permeabilitas cepat,
drainase baik, batuan sedang, tidak ada ancaman banjir dan salinitas. Unit lahan 6 dan
13 memiliki sub kelas VIg dengan faktor penghambat yaitu kemiringan lereng yang
agak curam.
3.2 Hasil Arahan Penggunaan Lahan

Arahan penggunaan lahan pada DAS Yeh Ho dihitung berdasarkan tiga faktor
yaitu lereng lapangan, jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi dan, intensitas
hujan rata-rata. Arahan penggunaan lahan pada DAS Yeh Ho disajikanpada Tabel 5.
Hasil arahan penggunaannya disajikan pada peta arahan penggunaan lahan DAS Yeh
Ho (Gambar 2). Berdasarkan hasil analisis arahan penggunaan lahan DAS Yeh Ho ada
empat jenis penggunaan lahan yaitu budidaya tahunan, kawasan lindung, kawasan
penyangga, dan budidaya semusim karena skor perhitungan arahan penggunaan lahan
berada pada rentang 60-175.

a) Unit lahan 1, 5, 7, dan 8 (luas lahan 8.023 ha) diarahkan menjadi kawasan

budidaya semusim karena memiliki nilai skor 60-105.

b) Unit lahan 2, 3, 11, dan 12 (luas lahan 4.061 ha) diarahkan menjadi kawasan

budidaya tahunan karena memiliki nilai skor 110-130.

c) Unit lahan 4, 9, 10, dan 13 (luas lahan 2.050 ha) diarahkan menjadi kawasan

penyangga karena memiliki nilai skor 130-160.

d) Unit lahan 6 (luas lahan 1.625 ha) diarahkan menjadi kawasan lindung karena

memiliki nilai skor 175.


3.3 Hasil Arahan Pengelolaan Lahan

Arahan pengelolaan DAS ditentukan berdasarkan hasil kelas kemampuan lahan,

arahan penggunaan lahan, dan kondisi lahan saat ini di lapangan. Data arahan
pengelolaan lahan disajikan pada Tabel 6. dan peta arahan pengelolaan lahan DAS
Yeh Ho pada Gambar 3.

a. Unit lahan 1, 5, 7, dan 8 memiliki kelas kemampuan lahan II (1 dan 8) dan III(5
dan 7) dari hasil skoring termasuk dalam kawasan budidaya semusim. Faktor
pembatasnya yaitu kemiringan lereng (agak miring atau
bergelombang),kepekaanerosi (kepekaan erosi agak tinggi), tekstur halus (liat
berpasir –lempung). Arahan pengelolaannya dengan cara pergiliran tanaman,
penambahan bahan organik, pemulsaan dan penanaman secara tumpang sari.

b. Unit lahan 2, 3, 11, dan 12 memiliki kelas kemampuan lahan IV (2, 11, dan 12)
dan VI (3) dari hasil skoring termasuk dalam kawasan penyangga dengantindakan
pengelolaan kebun campuran kerapatan tinggi. Faktor pembatasnya yaitu kemiringan
lereng (berbukit sampai agak curam), kepekaan erosi (sedang sampai agak tinggi),
kedalaman tanah (sedang sampai dangkal), tekstur (halus sampai sedang). Arahan
pengelolaan yang dapat dilakukan adalah penambahan kerapatan tanaman, perbaikan
teras tradisional menjadi teras guludan dengan penanaman tanaman penguat teras
(tanaman rumput dan legum : gamal, bahia, dan akar wangi), penanaman dengan
sistem tajuk bertingkat, pemulsaan, dan penambahanbahan organik.

c. Unit lahan 4, 9, dan 10 memiliki kelas kemampuan lahan IV (9 dan 10) dan VIdari
hasil skoring termasuk dalam kawasan penyangga dan tindakanpengelolaannya
dengan kebun campuran dan tanaman hutan kerapatan tinggi.Faktor pembatasnya
yaitu kemiringan lereng (berombak sampai agak curam),kepekaan erosi (sedang
sampai agak tinggi), tekstur (halus sampai sedang).Arahan pengelolaan yang dapat
dilakukan adalah penanaman tanaman hutan sedikitnya 40% contoh nya tanaman
dengan akar yang dapat meminimalisir erosi terhadap tanah (seperti: pohon pinus,
jati, dan sebagainya), perbaikan teras tradisional menjadi teras guludan dengan
tanaman penguat teras (tanaman rumput dan legum: gamal, bahia, dan akar wangi),
penambahan bahan organik dan penanaman dengan sistem tajuk bertingkat.

d. Unit lahan 6 dan 13 memiliki kelas kemampuan lahan VI dan dari hasil skoring
penggunaan lahan termasuk dalam kawasan penyangga dan lindung dengan
pengelolaan yang di rekomendasikan yaitu budidaya tanaman tahunan. Faktor
pembatasnya adalah kemiringan lereng (agak curam), kepekaan erosi (rendah sampai
sangat tinggi), permeabilitas (sedang sampai cepat). Arahan pengelolaan yang dapat
dilakukan adalah penanaman tanaman hutan sedikitnya 40%, penanaman dengan
sistem tajuk. Artinya penggunaan lahan harus sesuai dengan kemampuannya, untuk
mencegah terjadinya degradasi lahan. (Putri, 2020).
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan maka dapat disimpulkan yaitu kelas


kemampuan lahan pada DAS Yeh Ho diklasifikasikan kedalam kelas IIe (unit lahan 1 dan
8 pada bagian hilir), kelas IIIe (unit lahan 5 dan 7 pada bagian tengah), kelas IVe-s-g
(unit lahan 2, 9, 10, 11, dan 12 pada bagian hulu), dan kelas VIe-g (unit lahan 3, 4, 6, dan
13 pada bagian hulu). Faktor pembatas klasifikasi kemampuan lahan DAS Yeh Ho, Unit
lahan 2, 9, 10, 11, dan 12 memiliki sub kelas IVe-s-g dengan faktor penghambat nya
kemiringan lereng berbukit, kepekaan erosi sangat tinggi dan memiliki karena faktor
penghambat nya adalah kemiringan lereng yang agak curam. Arahan penggunaan lahan
pada unit lahan 1, 5, 7, dan 8 diarahkan menjadi kawasan budidaya semusim karena
memiliki nilai skor (60-105), Unit lahan2, 3, 11, dan 12 diarahkan menjadi kawasan
budidaya tahunan karena memiliki nilai skor (110-130). pada unit lahan 4, 9, 10, dan 13
diarahkan menjadi kawasan penyangga dan memiliki nilai skor (130-160), Unit lahan 6
diarahkan menjadi kawasan lindung karena memiliki nilai skor (175) dan diarahkan
menjadi kawasan lindung. Faktor pembatas arahan penggunaan lahan di DAS Yeh Ho,
Unit lahan 4, 9,10, dan 13 diarahkan menjadi kawasan penyangga dan memiliki faktor
pembatas yaitu kemiringan lereng yang curam.
Daftar Pustaka

Adnyana, I.W.S, M. Sri Sumarniasih, M. Trigunasih, N. Puja, Wijayanti dan I W.


Diara. 2001. Diktat Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar.
Adnyana, I.W.S. 1995. Penuntun Praktikum Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar.
Alvin, C. 2020. Kesesuaian Lahan Tanaman Buah Buahan dan Perkebunan Berbasis
Sitem Informasi Geografis Pada Lahan Kering di DAS Yeh Ho. Skripsi.
Konsentrasi Ilmu Tanah Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Udayana. Denpasar.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Unda Anyar, 2010. Rencana Pengelolaan DAS
Terpadu. Direktorat Jendral Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial.
Budianto, E. 2010. Sistem Informasi Geografis dengan Arc View GIS. Yogyakarta:
Andi Offset.
Budiarta, I. G. 2014. Analisis Kemampuan Lahan Untuk Arahan Penggunaan Lahan
Pada Lereng Timur Laut Gunung Agung Kabupaten Karangasem. Media
Komunikasi Geografi Vol 15. No. 1. Hal 19-32.
Harjianto, M., N. Sinukaban, S. D Tarigan, O. Haridjaja. 2016. Evaluasi
Kemampuan Lahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Daerah Aliran Sungai
Lawo, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea. Vol 5. No 1.
Hal 1-15.
Putra, C.D., D Mardiatno. 2012. Kemampuan Lahan Untuk Arahan Kawasan
Budidaya dan Non Budidaya di Daerah Aliran Sungai Petir di Yogyakarta.
Jurnal Bumi Indonesia. Vol 1. No 2. Hal 121-130.
Putri, A. M., M. Sri Sumarnasih, I. N Puja. 2020. Arahan Penggunaan Lahan

Anda mungkin juga menyukai