Disusun oleh :
2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, yang atas
rahmat dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini merupakan hasil dari tugas mandiri/kelompok bagi para mahasiswa,
untuk belajar dan mempelajari lebih lanjut tentang topik penilaian kapabilitas lahan
berikut peninjauannya di lapangan. menyusunan makalah ini bertujuan untuk
menumbuhkan proses belajar mandiri kepada mahasiswa, agar kreativitas dan penguasaan
materi kuliah dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa menjadi sahabat dalam
belajar untuk meraih prestasi yang gemilang. Kritik dan saran dari dosen pengampu mata
kuliah dan juga teman-teman sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan
dalam belajar pada masa mendatang.
Wassalamualaikum wr.wb.
C. Tujuan ........................................................................................................................................ 6
A. Latar Belakang
Lahan merupakan sumber daya alam yang sangat penting untuk pengembangan
usaha pertanian, kebutuhan lahan pertanian semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk, namun luasan lahan yang sesuai bagi kegiatan dibidang
pertanian terbatas. Hal ini menjadi kendala untuk meningkatkan produksi pangan dalam
rangka memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Masyarakat petani yang tradisional
memenuhi kebutuhan pangannya dengan menanaman secara tradisional. Kegiatan
pertanian ini menyebabkan degrasi kesuburan tanah melalui erosi dan penggunaan tanah
yang terus menerus. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah mengelola lahan
sesuai dengan kemampuan lahan (Rayes, 2006). Tarigan (2013), menyatakan bahwa
pemanfaatan lahan memerlukan pertimbangan yang tepat, agar fungsi lahan dapat
berlangsung secara lestari. Pada sub DAS Yeh Ho masih banyak kegiatan budidaya
semusim dan bangunan permanen didaerah dekat dengan hulu. Hal ini dapat memicu
terjadinya longsor dan erosi dikarenakan lereng dan ketinggian tempat yang bervariasi.
Penggunaan lahan yang ada di wilayah DAS Yeh Ho secara berurutan mulai dari
penggunaan lahan terluas sampai pada penggunaan lahan yang paling sempit adalah
perkebunan (6.117,63 ha), sawah irigasi (4.529,15 ha), hutan (2.213,31 ha), sawah tadah
hujan (1.022,75 ha), permukiman (894,44 ha), tanah kering atau tegalan (392,06 ha),
semak (98,44 ha), badan air seperti sungai dan sebagainya (97,80 ha) dan padang rumput
(2,05 ha) (BPDAS, 2010). Faktor penghambat dalam melakukan evaluasi kemampuan
lahan dan arahan penggunaan lahan di DAS Yeh Ho antara lain kemiringan lereng curam,
penggunaan lahan tidak sesuai kaidah konservasi, dan curah hujan berkisar (2.300-2.500
mm/tahun). Oleh karena itu kualitas tanah menurun, tingkat erosi meningkat, dan
kandungan unsur hara di DAS Yeh Ho dapat berubah ubah maka untuk mengetahui
keadaan tersebut perlu dilakukan tindakan evaluasi untuk menjadikan lahan pada DAS
Yeh Ho sesuai dengan peruntukannya.
Sistem Informasi Geografis sangat membantu dan bermanfaat dalam mengolah
data spasial, serta membuat dan menampilkan hasil dalam bentuk peta kelas kemampuan
lahan. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sebuah sistem yang memiliki
kemampuan untuk menampilkan informasi dengan referensi geografis (Budianto, 2010).
Berdasarkan data dan informasi di atas, maka dilakukan penelitian tentang Evaluasi
Kemampuan Lahan dan Arahan Penggunaan Lahan di DAS Yeh Ho Kabupaten Tabanan.
Tujuan penelitian adalah menentukan kelas kemampuan lahan dan arahan penggunaan
lahan di DAS Yeh Ho. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai acuan untuk
masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya lahan di wilayah tersebut
berbasis kemampuan dan arahan penggunaan lahan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
A. Tinjauan Pustaka
1. Lahan
a. Tanah
b. Iklim
Dengan mempertimbangkan iklim sebagai salah satu elemen penting dari sumber
daya bumi, harus diakui bahwa dibandingkan dengan suhu dan curah hujan, tekanan
udara dan angin kurang penting sebagai elemen iklim. Semua bentuk kehidupan di bumi
mendapat pengaruh dari adanya iklim tersebut (Lakitan, 1994).
Komponen iklim yang paling berpengaruh terhadap kemampuan lahan adalah
suhu dan curah hujan. Suhu yang rendah berpengaruh terhadap jenis dan pertumbuhan
tanaman. Di daerah tropis, suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian suatu tempat terhadap
permukaan laut. Secara umum, makin tinggi letak suatu tempat makin rendah suhu
udaranya dengan laju penurunan 1ºC setiap kenaikan 100m dari permukaan laut
(Suripin,2001).
Iklim merupakan faktor yang dinamis yang sangat berpengaruh dalam proses
kehidupan. Cuaca dan iklim mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam pertanian.
Cuaca dan iklim tidak hanya memepengaruhi perkembangan tanaman tetapi juga
berpengaruh terhadap kegiatan manusia dalam usaha pertanian, tempat tinggal, budaya
dan makanan (Handoko, 1995).
Beberapa faktor berperan menentukan perbedaan iklim antara wilayah yang satu
dengan wilayah lainnya di muka bumi. Faktor-faktor yang dominan peranannya adalah :
(Lakitan, 2002).
tanah
(Harjadi, 1993).
Ketinggian di atas muka laut, panjang dan derajat kemiringan lereng, posisi pada
bentangan lahan, mudah diukur dan nilai sangat penting dalam evaluasi lahan. Faktor-
faktor topografi dapat berpengaruh tidak langsung terhadap kualitas tanah. Faktor ini
berpengaruh terhadap kemungkinan bahaya erosi atau mudah tidaknya diusahakan,
demikian juga di program mekanisasi pertanian. Data topografi ini hampir selalu
digunakan setiap sistem evaluasi lahan, terutama dalam kaitannya dengan nilai-nilai
kriteria kemiringan lereng atau ketinggian (altitude) (Sitorus, 1985).
d. Vegetasi
Vegetasi sampai sekarang masih dianggap sebagai cara konservasi tanah yang
paling jitu. Secara alamiah tanaman rumput cenderung melindungi tanah dan tanaman
dalam barisan memberikan perlindungan lebih kecil, tetapi pendapat umum ini berubah
oleh pengelolaan. Pergiliran tanaman mempengaruhi lamanya pergantian penutupan
tanah oleh tajuk tanaman (Hudson, 1989).
Vegetasi merupakan salah satu unsur lahan, yang dapat berkembang secara alami
atau sebagai hasil dari aktivitas manusia baik pada masa yang lalu atau masa kini.
Vegetasi perlu dipertimbangkan dengan pengertian bahwa vegetasi sering dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi lahan atau kesesuaian lahan bagi
suatu penggunaan tertentu melalui kehadiran tanaman - tanaman indikator. Vegetasi
dapat juga berfungsi sebagai sumberdaya, misalnya areal hutan dapat memberikan hasil
kayu untuk keperluan bangunan-bangunan atau menjadi sumber makanan ternak atau
penggembalaan.
(Sitorus, 1985).
2. Survei Tanah
Survei tanah adalah proses mempelajari dan memetakan permukaan bumi dalam
pola unit yang disebut tipe tanah (Foth, 1996). Sedangkan menurut Hardjowigeno (1995),
tujuan dari survei tanah adalah mengklasifikasi, menganalisis dan memetakan tanah dan
mengelompokkan tanah - tanah yang sama atau hampir sama sifatnya ke dalam satuan
peta tanah tertentu. Sifat - sifat dari masing-masing satuan peta secara singkat
dicantumkan dalam legenda, sedang uraian lebih detail dicantumkan dalam laporan
survei tanah yang selalu menyertai peta tanah tersebut. Disamping itu dilakukan
interpretasi kemampuan tanah dari masing - masing satuan peta tanah untuk penggunaan-
penggunaan tanah tertentu.
Survei tanah memisahkan jenis tanah dan menggambarkan dalam suatu peta
beserta uraiannya. Klasifikasi dan survei merupakan dwitunggal yang saling melengkapi
dan saling memberi manfaat bagi peningkatan daya gunanya. Survei tanah yang
dilaksanakan dapat bertujuan untuk meningkatkan pembukaan areal, penanaman baru,
rasionalisasi penggunaan tanah, pemecahan permasalahan kerusakan tanah dan
sebagainya yang akan menghasilkan suatu rekomendasi untuk pelaksanaan tujuan
tersebut (Darmawijaya, 1990).
Peta tanah adalah suatu peta yang menggambarkan penyebaran jenis-jenis tanah
di suatu daerah. Peta ini dilengkapi dengan legenda yang secara singkat menerangkan
sifat-sifat tanah dari masing-masing satuan peta. Peta tanah biasanya disertai pula dengan
laporan pemetaan tanah yang menerangkan lebih lanjut sifat-sifat dan kemampuan tanah
yang digambarkan dalam peta tersebut. Walaupun pada dasarnya peta ini dibuat untuk
tujuan pertanian, namun tidak menutup kemungkinan untuk dimanfaatkan dalam bidang-
bidang lain seperti halnya dalam bidang-bidang engineering (Hardjowigeno, 1995).
Peta survei tanah mengandung banyak tipe informasi, tetapi mungkin yang
bernilai tinggi adalah tipe tanah, lereng dan derajat erosi yang tercatat untuk setiap daerah
yang dibatasi pada peta. Peta ini sebagai dasar untuk mengembangkan peta bagi
bermacam-macam penggunaan. Area dapat dikelompokkan dalam klas-klas kemampuan
lahan (Foth, 1996).
Satuan peta tanah (soil mapping unit) tersusun dari unsur-unsur yang pada
dasarnya merupakan kesatuan dari tiga satuan, ialah satuan tanah, satuan bahan induk dan
satuan wilayah. Perbedaan satuan peta dalam berbagai peta tanah terletak pada ketelitian
masing-masing unsur satuan petanya. Penggunaan tiga unsur dimaksudkan untuk dapat
memberi gambaran yang jelas dari suatu wilayah tentang keadaan tanah dan wilayahnya
(Darmawijaya, 1997).
a. Tepat mencari site yang representatif, tepat meletakkan site pada peta yang harus
morfologinya,
(Abdullah, 1993).
Satuan tanah yang digunakan dalam peta tanah tertentu, dapat berupa jenis,
macam, rupa, seri tanah menurut kategori dalam system klasifikasi tanah. Jenis tanah
mempunyai persamaan horison-horison penciri dengan gejala-gejala pengikutnya dan
terbentuk pada proses pembentukan tanah yang sama. Macam tanah mempunyai
persamaan horison penciri atau lapisan sedalam kurang lebih 50 cm, terutama mengenai
warna, sifat horison tambahan atau horison peralihannya. Rupa tanah dalam pembagian
macam tanah dibedakan atas dasar perbedaan tekstur dan draenase tingkat rupa. Seri
tanah adalah segolongan tanah yang terbentuk dari bahan induk yang sama, mempunyai
sifat dan susunan horison sama (Darmawijaya, 1990).
c. Klasifikasi Tanah
Menurut Hardjowigeno (1987), tanah alfisols adalah tanah -tanah dimana terdapat
penimbunan liat di horison bawah (horison argilik) dan mempunyai kejenuhan basa
tinggi yaitu 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di
horison bawah ini berasal dari horison di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan
gerakan air. Tanah ini dulu termasuk tanah Mediteran Merah Kuning, Latosol, dan
Podzolik Merah Kuning.
Alfisols umumnya berkembang dari batu kapur, olivine, tufa dan lahar. Bentuk
wilayah beragam dari bergelombang hingga tertoreh, tekstur berkisar antara sedang
hingga halus, drainasenya baik. Reaksi tanah berkisar antara agak masam hingga netral,
kapasitas tukar kation dan basa-basanya beragam dari rendah hingga tinggi, bahan
organik pada umumnya sedang hingga rendah. (Munir, 1996).
Alfisols termasuk tanah yang subur untuk pertanian tetapi masih dijumpai kendala
– kendala yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaannya.
1. Pada beberapa tempat dijumpai kondisi lahan yang berlereng dan berbatu.
2. Horison B argilik dapat mencegah distribusi akar pada tanah yang bertekstur
berat.
3. Pengelolaan tanah yang intensif dapat menurunkan bahan organik pada lapisan
tanah atas (top soil).
d. Formasi Geologi
Keadaan bahan induk akan mempunyai efek yang menentukan pada sifat-sifat
tanah muda dan mungkin dapat menumbuhkan pengaruh terhadap tanah tertua sekalipun
pada tanah yang bukan induknya berasal dari batuan yang terkonsolidasi, pembentukan
bahan induk dan tanah mungkin terjadi bersamaan. Sifat - sifat bahan induk yang
menimbulkan pengaruh kuat terhadap perkembangan tanah meliputi tekstur, susunan
mineralogi, dan derajat stratifikasi (Foth, 1994).
3. Kemampuan Lahan
a. Kelas I, Merupakan lahan dengan ciri tanah datar, butiran tanah agak halus, mudah
diolah, sangat responsif terhadap pemupukan, dan memiliki sistem pengairan air yang
baik. Tanah kelas I sesuai untuk semua jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan
usaha pengawetan tanah. Untuk meningkatkan kesuburannya dapat dilakukan
pemupukan.
b. Kelas II, Merupakan lahan dengan ciri lereng landai, butiran tanahnya halus sampai
agak kasar. Tanah kelas II agak peka terhadap erosi. Tanah ini sesuai untuk usaha
pertanian dengan tindakan pengawetan tanah yang ringan, seperti pengolahan tanah
berdasarkan garis ketinggian dan penggunaan pupuk hijau.
c. Kelas III, Merupakan lahan dengan ciri tanah terletak di daerah yang agak miring
dengan sistem pengairan air yang kurang baik. Tanah kelas III sesuai untuk segala jenis
usaha pertanian dengan tindakan pengawetan tanah yang khusus seperti pembuatan
terasering, pergiliran tanaman, dan sistem penanaman berjalur. Untuk mempertahankan
kesuburan tanah perlu pemupukan.
d. Kelas IV, Merupakan lahan dengan ciri tanah terletak pada wilayah yang miring
sekitar 12-30% dengan sistem pengairan yang buruk. Tanah kelas IV ini masih dapat
dijadikan lahan pertanian dengan tingkatan pengawetan tanah yang lebih khusus dan
lebih berat.
e. Kelas V, Merupakan lahan dengan ciri terletak di wilayah yang datar atau agak
cekung, namun permukaannya banyak mengandung batu dan tanah liat. Karena terdapat
di daerah yang cekung tanah ini seringkali tergenang air sehingga tingkat keasaman
tanahnya tinggi. Tanah ini tidak cocok untuk dijadikan lahan pertanian, tetapi inipun
lebih sesuai untuk dijadikan padang rumput atau dihutankan.
f. Kelas VI, Merupakan lahan dengan ciri ketebalan tanahnya tipis dan terletak di daerah
yang agak curam dengan kemiringan lahan sekitar 30-45 %. Lahan kelas VI ini mudah
sekali tererosi, sehingga lahan inipun lebih sesuai untuk dijadikan padang rumput atau
dihutankan.
g. Kelas VII, Merupakan lahan dengan ciri terletak di wilayah yang sangat curam dengan
kemiringan antara 45-65 % dan tanahnya sudah mengalami erosi berat. Tanah ini sama
sekali tidak sesuai untuk dijadikan lahan pertanian, namun lebih sesuai ditanami tanaman
tahunan (tanaman keras).
h. Kelas VIII, Merupakan lahan dengan ciri terletak di daerah dengan kemiringan di atas
65 %, butiran tanah kasar, dan mudah lepas dari induknya. Tanah ini sangat rawan
terhadap kerusakan, karena itu lahan kelas VIII harus dibiarkan secara alamiah tanpa
campur tangan manusia atau dibuat cagar alam (Rayes, 2006).
4. Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk kegunaan
tertentu. Misalnya untuk pertanian tanaman tahunan atau semusim. Kesesuaian lahan
tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini atau setelah diadakan perbaikan. Lebih
spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya yang
terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi dan drainase sesuai untuk usaha tani atau
komoditas tanaman yang produktif (Rayes, 2006).
Salah satu konsep yang diperhatikan dalam identifikasi kesesuaian lahan yaitu
kesesuaian lahan aktual (saat ini) dan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual
didasarkan pada kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu pada saat ini, sedangkan
kelas kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu
setelah dilkukan perbaikan lahan terpenuhi (Djikerman dan Dianingsih, 1985).
Penilaian kesesuian lahan didasarkan atas data dan informasi yang diperoleh
langsung di lapangan, ditambah dengan data hasil analisis di laboratorium. Metode yang
digunakan adalah kerangka penilaian lahan CSR/FAO Staff (1983) dalam Arsyad 2006.
Dalam kerangka penilaian lahan ini dikenal kelas – kelas kesesuaian lahan sebagai
berikut :
a. S1 = Sangat Sesuai
b. S2 = Cukup Sesuai
d. N = Tidak Sesuai
Lahan mempunyai pembatas sangat serius, tetapi masih mungkin diatasi dengan
tingkat pengelolaan yang membutuhkan modal sangat besar; atau lahan yang mempunyai
pembatas permanen yang menutup segala kemungkinan penggunaan yang
berkelangsungan.
Kelas – kelas kesesuaian lahan tersebut di atas dibagi kedalam sub – kelas. Pada
tingkat ini terlihat dari jenis dari pembatas yang terdapat pada suatu satuan peta. Faktor
pembatas yang digunakan dalam metode penilaian kesesuaian lahan ini adalah :
b. wa : Ketersediaan air, meliputi curah hujan (mm) dan lama masa kering (bulan/tahun).
d. rc : Media perakaran, meliputi tekstur, bahan kasar (%), dan kedalaman tanah (cm).
e. nr : Retensi hara, meliputi KTK liat (C mol), kejenuhan basa (%), pH H2O, dan C-
organik.
h. lp : Penyiapan lahan, meliputi batuan di permukaan (%) dan singkapan batuan (%).
Metode Penelitian
2.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 1NaOH, H3PO4 pekat, H3BO3,
K2Cr2O7, Alkohol 80%, DPA, paraffin cair, peta jenis tanah skala 1 : 50.000, peta lereng
skala 1 : 50.000, peta penggunaan lahan skala 1 : 50.000, NaOH 50% dan H2SO4 pekat.
2.2.2 Alat
Alat yang digunakan adalah bor tanah untuk mengukur kedalaman tanah, cangkul
untuk mengambil sampel tanah, pisau untuk membantu mengambil tanah, plastik sebagai
wadah sampel tanah, alat tulis untuk mencatat parameter di lapangan (kemiringan lereng,
jenis tanah, dan penggunaan lahan), pH meter mengukur kemasaman tanah, kertas label
untuk menandai masing-masing sampel, ring sampel sebagai wadah sampel tanah,
meteran untuk mengukur luas masing-masing penggunaan lahan. GPS (Geographic
Positioning System) untuk mengarahkan ke lokasi titik sampel dan Aplikasi QGIS 2.18
sebagai alat membuat peta klasifikasi kemampuan lahan dan arahan penggunaan lahan,
setelah itu semua sampel dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah dan Lingkungan
Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
2.3 Metode
Data jenis tanah, kemiringan lereng hasil pengamatan lapangan dan data curah
hujan diskor dan diberi bobot untuk menentukan arahan penggunaan lahan yang
dianjurkan untuk daerah tersebut yang dikemukakan oleh (Sukartiko, 1988 dalam
Adnyana 1995). Berdasarkan faktor tersebut, unit lahan diklasifikasikan seperti yang
disajikan pada Tabel 2.
Arahan pengelolaan DAS adalah merupakan hasil kajian dari kemampuan lahan,
arahan penggunaan lahan dan kondisi eksisting di lapangan. Data arahan pengelolaan
DAS diharapkan dapat memberikan masukan terbaik dalam pengelolaan DAS Yeh Ho,
sehingga dapat dijadikan dasar rekomendasi kepada pihak akademis maupun masyarakat
dan instansi terkait.
1. Kelas kemampuan lahan di DAS Yeh Ho dapat diklasifikasikan kedalam kelas IIe (unit
lahan 1 dan 8), kelas IIIe (unit lahan 5 dan 7), kelas IVe-s-g (unit lahan 2, 9, 10, 11, dan
12), dan kelas VIe-g (unit lahan 3, 4, 6, dan 13).
a) Kelas kemampuan II pada unit 1 dan 8 dengan karakteristik lahan yaitu : kemiringan
lereng landai sampai berombak (5-8%), kepekaan erosi agak tinggi (0,34-0,39), tingkat
erosi sangat ringan (0,059-0,061) ton/ha/th), kedalaman dangkal sampai sedang (400-
600), tekstur halus (liat berpasir), permeabilitas sedang sampai cepat, drainase baik,
batuan tidak ada sampai sedikit, tidak ada ancaman banjir dan salinitas. Unit lahan 1
dan 8 memiliki sub-kelas (e) karena fakor pembatasnya adalah ancaman erosi yang
agak tinggi.
b) Kelas kemampuan III pada unit 5 dan 7 dengan karakteristik lahan yaitu: kemiringan
lereng agak miring atau bergelombang (12-15%), kepekaan erosi sedang (0,25-0,27),
tingkat erosi sangat ringan sampai ringan (0,06-31,98ton/ha/th), kedalaman tanah
dalam sampai sedang (60-100 cm), tekstur halus (liat berpasir-lempung), permeabilitas
agak lambat sampai cepat, drainase baik, batuan tidak ada sampai sedang, tidak ada
ancaman banjir dan salinitas. Unit lahan 5 dan 7 memiliki sub-kelas (e) karena fakor
pembatasnya adalah ancaman erosi yang agak tinggi.
c) Kelas kemampuan IV pada unit 2, 9, 10, 11 dan 12 dengan karakteristik lahan yaitu:
kemiringan lereng berbukit sampai agak curam (20-38 %), kepekaan erosi sedang
sampai tinggi (0,28-0,48), tingkat erosi sangat ringan sampai ringan (0,05-3,2
ton/ha/th), kedalaman tanah sedang sampai dalam (50-95 cm), tekstur halussampai
sedang (liat berpasir-lempung), permeabilitas sedang sampai cepat, drainase baik,
batuan tidak ada sampai sedang, tidak ada ancaman banjir dan salinitas. Memiliki sub
kelas (e) pada unit lahan 10, 11, dan 12, sub kelas (s) pada unit lahan 2, dan sub kelas
(g) pada unit lahan 9. Unit lahan 9 memiliki sub kelas IVg dengan faktor penghambat
nya adalah kemiringan lereng yang agak curam.
kemiringan lereng agak curam (35-45 %), kepekaan erosi rendah sampaisangat tinggi
(0,15- 0,69), tingkat erosi ringan (24,7 ton/ha/th), kedalaman tanahdalam (100-125
cm), tekstur halus sampai agak kasar (lempung liat berpasir),permeabilitas cepat,
drainase baik, batuan sedang, tidak ada ancaman banjir dan salinitas. Unit lahan 6 dan
13 memiliki sub kelas VIg dengan faktor penghambat yaitu kemiringan lereng yang
agak curam.
3.2 Hasil Arahan Penggunaan Lahan
Arahan penggunaan lahan pada DAS Yeh Ho dihitung berdasarkan tiga faktor
yaitu lereng lapangan, jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi dan, intensitas
hujan rata-rata. Arahan penggunaan lahan pada DAS Yeh Ho disajikanpada Tabel 5.
Hasil arahan penggunaannya disajikan pada peta arahan penggunaan lahan DAS Yeh
Ho (Gambar 2). Berdasarkan hasil analisis arahan penggunaan lahan DAS Yeh Ho ada
empat jenis penggunaan lahan yaitu budidaya tahunan, kawasan lindung, kawasan
penyangga, dan budidaya semusim karena skor perhitungan arahan penggunaan lahan
berada pada rentang 60-175.
a) Unit lahan 1, 5, 7, dan 8 (luas lahan 8.023 ha) diarahkan menjadi kawasan
b) Unit lahan 2, 3, 11, dan 12 (luas lahan 4.061 ha) diarahkan menjadi kawasan
c) Unit lahan 4, 9, 10, dan 13 (luas lahan 2.050 ha) diarahkan menjadi kawasan
d) Unit lahan 6 (luas lahan 1.625 ha) diarahkan menjadi kawasan lindung karena
arahan penggunaan lahan, dan kondisi lahan saat ini di lapangan. Data arahan
pengelolaan lahan disajikan pada Tabel 6. dan peta arahan pengelolaan lahan DAS
Yeh Ho pada Gambar 3.
a. Unit lahan 1, 5, 7, dan 8 memiliki kelas kemampuan lahan II (1 dan 8) dan III(5
dan 7) dari hasil skoring termasuk dalam kawasan budidaya semusim. Faktor
pembatasnya yaitu kemiringan lereng (agak miring atau
bergelombang),kepekaanerosi (kepekaan erosi agak tinggi), tekstur halus (liat
berpasir –lempung). Arahan pengelolaannya dengan cara pergiliran tanaman,
penambahan bahan organik, pemulsaan dan penanaman secara tumpang sari.
b. Unit lahan 2, 3, 11, dan 12 memiliki kelas kemampuan lahan IV (2, 11, dan 12)
dan VI (3) dari hasil skoring termasuk dalam kawasan penyangga dengantindakan
pengelolaan kebun campuran kerapatan tinggi. Faktor pembatasnya yaitu kemiringan
lereng (berbukit sampai agak curam), kepekaan erosi (sedang sampai agak tinggi),
kedalaman tanah (sedang sampai dangkal), tekstur (halus sampai sedang). Arahan
pengelolaan yang dapat dilakukan adalah penambahan kerapatan tanaman, perbaikan
teras tradisional menjadi teras guludan dengan penanaman tanaman penguat teras
(tanaman rumput dan legum : gamal, bahia, dan akar wangi), penanaman dengan
sistem tajuk bertingkat, pemulsaan, dan penambahanbahan organik.
c. Unit lahan 4, 9, dan 10 memiliki kelas kemampuan lahan IV (9 dan 10) dan VIdari
hasil skoring termasuk dalam kawasan penyangga dan tindakanpengelolaannya
dengan kebun campuran dan tanaman hutan kerapatan tinggi.Faktor pembatasnya
yaitu kemiringan lereng (berombak sampai agak curam),kepekaan erosi (sedang
sampai agak tinggi), tekstur (halus sampai sedang).Arahan pengelolaan yang dapat
dilakukan adalah penanaman tanaman hutan sedikitnya 40% contoh nya tanaman
dengan akar yang dapat meminimalisir erosi terhadap tanah (seperti: pohon pinus,
jati, dan sebagainya), perbaikan teras tradisional menjadi teras guludan dengan
tanaman penguat teras (tanaman rumput dan legum: gamal, bahia, dan akar wangi),
penambahan bahan organik dan penanaman dengan sistem tajuk bertingkat.
d. Unit lahan 6 dan 13 memiliki kelas kemampuan lahan VI dan dari hasil skoring
penggunaan lahan termasuk dalam kawasan penyangga dan lindung dengan
pengelolaan yang di rekomendasikan yaitu budidaya tanaman tahunan. Faktor
pembatasnya adalah kemiringan lereng (agak curam), kepekaan erosi (rendah sampai
sangat tinggi), permeabilitas (sedang sampai cepat). Arahan pengelolaan yang dapat
dilakukan adalah penanaman tanaman hutan sedikitnya 40%, penanaman dengan
sistem tajuk. Artinya penggunaan lahan harus sesuai dengan kemampuannya, untuk
mencegah terjadinya degradasi lahan. (Putri, 2020).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan