Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

“An Outline Of Geology Of Indonesia”


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Gemoorfologi Indonesia
Dosen Pengampu:
Dr. H. Sidharta Adyatama, S.Pd., M.Sc

Disusun Oleh:
Winanda Nathania
21110115220001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2023
PENDAHULUAN

Indonesia dunia yang adalah terdiri negara dari lima kepulauan pulau
besarterbesar di dan sekitar 300 kelompok pulau yang lebih kecil.
Semuanya ada 13.667 pulau dan pulau kecil yang sekitar 6.000
berpenghuni. Kepulauan lalu terletak di persimpangan antara dua
samudera, samudera Pasifik dan Hindia, dan menjembatani dua benua,
Asia dan Austra lian. Indonesia memiliki total luas 9,8 juta km persegi,
dimana lebih dari 7,9 juta km persegi berada di bawah air. Secara
fisiografis, pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan melekat pada Paparan
Sunda benua Asia. Di daratan ini kedalaman air tidak melebihi 200 meter.
Di sebelah timur, Irian Jaya dan daratan Aru terbentang di Paparan Sahul
yang merupakan bagian dari benua Australia. Terletak di antara dua rak
ini adalah gugusan pulau Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan
Halmahera.

Pulau-pulau ini dikelilingi laut dalam yang di banyak tempat


mencapai 5.000 meter. Sekitar 60 cekungan sedimen Tersier, tersebar dari
Sumatera di barat hingga Irian Jaya di timur, teridentifikasi di Indonesia.
Sejauh ini baru 38 ba sin yang telah dieksplorasi dan dibor untuk petro
leum dan 14 di antaranya kini telah menghasilkan minyak dan gas. 73
persen cekungan ini terletak di lepas pantai, sekitar sepertiganya berada di
laut yang lebih dalam, dengan kedalaman air melebihi 200 m.(Translated,
2022)
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kondisi Geologis Indonesia

Kondisi geologis Indonesia adalah kondisi Indonesia berdasarkan batuan


yang ada di dalam Bumi, Kepulauan Indonesia memiliki kondisi yang menarik
sebab kepulauannya dibentuk oleh tumbukan lempeng-lempeng tektonik yang
besar. Menurut teori tektonik lempeng, permukaan bumi terpecah menjadi
beberapa lempeng besar. Indonesia merupakan daerah pertemuan tiga lempeng
tektonik besar, yakni Lempeng Indo-Australia, Aurasia, dan Pasifik. Lempeng
Indo-Australia bertumbukan dengan Lempeng Eurasia di lepas Pantai Sumatra,
Jawa, dan Nusa Tenggara. Sementara Lempeng Pasifik bertumbukan Lempeng
Eurasia di utara Papua dan Maluku. Tumbukan lempeng tersebut membentuk
rangkaian pegunungan yang sebagian menjadi gunung berapi di sepanjang
Pulau Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara.

B. Blok Basement Indonesia/ Asia Tenggara, zona sutura


Wilayah kepulauan Indonesia dan Asia Tenggara-Australia/New Guinea
di sekitarnya merupakan mosaik blok benua dan mikrokontinental yang sangat
kompleks, busur vulkanik aktif dan punah, serta kompleks subduksi terkait
(umumnya dengan ofiolit, menandai zona sutura di mana bekas cekungan
samudra terkonsumsi) dan samudra tua dan muda serta cekungan samudra
marjinal (Gambar I.1.3)

Pola Pretertiary Basement ditutupi dan diperumit oleh kejadian-kejadian


selanjutnya, seperti pembentukan cekungan Tersier yang meluas (terutama sejak
waktu Eosen Tengah-Akhir), pecahnya margin oleh pembentukan cekungan
marjinal, metamorfisme akibat aktivitas magmatik, diimbangi oleh beberapa strike
slip besar zona patahan, dll. Asia Tenggara Daratan juga merupakan kumpulan
blok benua yang kompleks, yang semuanya mungkin pernah menjadi bagian dari
superbenua Gondwana, tetapi terpisah dari batas barat laut Australia-Nugini
selama episode-episode rifting dan penyebaran dasar laut Devonian-Jurassic
berturut-turut (Cina Selatan, Indochina, Sibumasu, W Burma, dll.). Setelah
bergeser ke Utara dari Belahan Bumi Selatan ke garis lintang khatulistiwa
(dicatat oleh perubahan flora dan fauna dari iklim yang lebih dingin ke yang lebih
hangat), berbagai blok asal Gondwana bergabung dengan daratan Eurasia
selama beberapa episode tumbukan Paleozoikum-Eosen Akhir.
Adapun unsur-unsur tektonik utama wilayah Indonesia Raya:
1. Dua blok benua Pretertiary utama yang bertemu: Sundaland/Eurasia di NW
dan Australia-New Guinea di SE;
2. Kapur dan kerak akresi yang lebih muda di sepanjang tepian Sundaland dan
Nugini (termasuk terran Woyla di Sumatera Barat, Jawa Timur, Pegunungan
Meratus dan lebih jauh ke Timur di Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, seluruh
Kalimantan Utara;
3. Cekungan marjinal samudera Kenozoikum (Laut Cina Selatan, Laut Sulu, Laut
Sulawesi (kemungkinan termasuk Selat Makassar Utara) dan Laut Banda
Utara dan Selatan)
4. Blok-blok mikrokontinental yang memisahkan kedua Sundaland (Palawan (4) ,
Sumba (11), Timor allochthon (12));
5. Blok mikrokontinental yang memisahkan Australia-New Guinea (Banggai-Sula
(6), Seram-Buru (9), dll.) 6. Lempeng-lempeng samudera utama: ke arah
utara menunjam Samudera Hindia di SW dan ke arah barat menunjam
Samudera Pasifik/Philippine SeaPlate di NE.(Gorsel, 2018)

Indonesia Barat ('Sundaland') merupakan kompleks blok benua


Paleozoik-Trias Akhir yang menyatu dengan penutupan sutura Samudra
Paleotethys pada masa Trias Akhir. Setelah periode tenang relatif yang lama,
Sundalandia dipengaruhi oleh rifting Eosen Tengah-Miosen Awal yang meluas,
menciptakan banyak cekungan sedimen yang mengandung hidrokarbon
(misalnya Hutchison 1984, 1986, Hall and. Morley, 2004, Sunarjanto et al. 2008,
Pubellier and Morley 2014, Rangin 2015).
Konfigurasi Indonesia Timur masa kini terbentuk lama kemudian, dan
masih terus berkembang. Ini adalah kolase lempeng mikro benua yang relatif
kecil yang berasal dari margin Gondwana Australia-New Guinea, sisa-sisa busur
vulkanik yang telah punah, busur vulkanik aktif, dan cekungan marjinal samudera
Kenozoikum.

C. Model tektonik wilayah Indonesia


Banyak penulis telah mencoba sintesis evolusi geologis dan tektonik
Kepulauan Indonesia, sejak tahun 1800- an. (Earle 1845, Volz 1912, Elbert 1913,
Abendanon 1914, 1915, dll.). (Gambar I.1.7). Sayangnya semua model tektonik
pra-1970-an sekarang harus dilihat sebagai sebagian besar usang, dan terutama
kepentingan sejarah, meskipun banyak dari model ini didorong oleh pengamatan
geologis yang benar-benar valid. Banyak teori tektonik paling awal yang diajukan
untuk Indonesia/Asia Tenggara ditinjau dalam Blom 1934 dan Umbgrove (1934,
1938) dan Katili (1971). Umbgrove (1938) menyesali hal itu 'dalam dekade
terakhir setidaknya satu atau dua hipotesis baru telah diajukan setiap tahun
untuk menjelaskan struktur Kepulauan Hindia Timur'. Terlepas dari keluhan
Umbgrove, tren ini terus berlanjut hingga hari ini, dan model-model baru terus
diterbitkan setiap tahun (lihat bab Rekonstruksi lempeng di bawah). Banyak
diskusi awal tahun 1900-an tentang tektonik kepulauan Indonesia yang
melibatkan geosinklin atau membahas keunggulan teori pergeseran benua
Wegener, sebuah konsep yang telah ada sejak tahun 1915, tetapi tidak diterima
secara umum hingga sekitar tahun 1968.
Banyak ahli geologi Eropa yang bekerja di wilayah Indonesia pada tahun
1920-an-1930-an adalah 'mobilis' awal, percaya pada model pergerakan
lempeng horizontal yang kontroversial dari Wegener. dan mengakui wilayah
Indonesia sebagai wilayah antara benua Asia dan Australia yang bertemu,
seperti yang awalnya dikemukakan oleh Wegener sendiri pada tahun 1915, 1922
(Wing Easton 1921, Brouwer, Molengraaff, Van Waterschoot Van der Gracht
(1928), Smit Sibinga 1927, 1933; Gambar I.1.8), Escher (1933), dll.). Namun, ahli
geologi struktur Belanda terkemuka lainnya pada masa itu (Umbgrove 1935, Van
Bemmelen 1933, 1949, dll., dan Kuenen 1950) skeptis terhadap pergeseran
benua.
Di sini perlu disebutkan teori 'grand master' geologi Indonesia, RW van
Bemmelen. Dia menentang pergeseran benua dan kemudian juga lempeng
tektonik, sampai kematiannya pada tahun 1983. Sebagai gantinya dia
mengusulkan 'teori undasi' pada tahun 1932, yang terus dia promosikan, dengan
beberapa modifikasi, sampai tahun 1978. Teori ini menjelaskan semua tektonik
sebagai hasil dari pengangkatan vertikal yang didorong oleh mantel, diikuti oleh
geseran gravitasi lateral penutup 'undasi' yang terangkat. Teori ini tidak pernah
menemukan banyak penerimaan di dunia geologis. Untuk detail lebih lanjut
tentang sejarah teori Wegener dan Van Bemmelen di 'Hindia Belanda' lihat
Barzilay (2008, 2009, 2010).
Banyak model tektonik yang lebih baru telah diajukan sejak 'era tektonik
Pra-Lempeng', dan model-model baru terus diusulkan dan diperdebatkan hingga
saat ini. Sementara ini semua adalah latihan yang berharga dalam
mengintegrasikan sejumlah besar data geologis, 'tingkat keberhasilan' jangka
panjang dari model tektonik (pelat) mana pun di kawasan Indonesia/Asia
Tenggara belum terlalu tinggi, meskipun elemen dari banyak di antaranya terus
berlanjut. diterima. Namun banyak kemajuan yang telah dicapai, terutama
setelah munculnya teori tektonik lempeng dan model rekonstruksi lempeng sejak
tahun 1970-an. Tetapi bagian dari sejarah geologi dan tektonik Indonesia masih
kurang dipahami dan terus diperdebatkan, sehingga kita tidak mungkin mencapai
'jawaban akhir' hari ini.

D. Lempeng tektonik utama saat ini dan gerakan lempeng GPS


Saat ini Indonesia berada pada konvergensi tiga lempeng tektonik utama:
Eurasia di Barat, Pasifik (Laut Filipina) di NE dan Australia di SE. Wilayah
Sulawesi Timur-Laut Banda merupakan 'persimpangan tiga', tempat pertemuan
tiga lempeng (Gambar I.1.9). Sejak ~1993 teknologi pemosisian satelit GPS telah
memungkinkan penentuan posisi mana pun di lokasi mana pun di dunia dengan
akurasi <2-3mm. Perbedaan jarak antara stasiun-stasiun GPS dari waktu ke
waktu kini dapat diukur, yang kemudian memungkinkan rekonstruksi laju
pergerakan relatif stasiun-stasiun tersebut, dan dengan demikian menentukan
arah dan kecepatan permukaan relatif lempeng tektonik. Batas lempeng yang
berasal dari pergerakan lempeng relatif masa kini belum tentu sama dengan
batas lempeng bersejarah atau sutura tektonik. Contohnya:

1. Palung Timor adalah batas lempeng antara lempeng Australia- Samudera


Hindia yang bergerak Utara dan lempeng Busur Eurasia/Banda selama 10
juta tahun, tetapi sejak terkunci ~3 Juta tahun yang lalu, Timor dan sebagian
Banda Busur dan Laut Banda kini sebagian besar bergerak bersama
Lempeng Australia (misalnya Gambar I.1.10).

2. banyak konvergensi miring antara Lempeng Samudra Hindia dan Eurasia di


Sumatera diambil oleh zona Patahan Besar Sumatera, yang dengan demikian
berlaku sebagai batas lempeng saat ini. Namun, zona sesar ini tampaknya
mengikuti zona pelemahan termal busur vulkanik modern dan mungkin tidak
mencerminkan batas terran dasar bawah tanah yang lebih tua.
E. Dampak Kondisi Geologis Indonesia

Berikut ini adalah dampak dari kondisi geologis Indonesia.

1. Pertemuan Rangkaian Pegunungan Muda

Indonesia terletak pada pertemuan dua rangkaian pegunungan muda


yaitu Pegunungan Sirkum Mediterania dan Sirkum Pasifik. Sirkum Mediterania
berawal dari Pegunungan Alpen di Eropa menyambung Pegunungan Himalaya di
Asia lalu memasuki Indonesia melalui Pulau Sumatra dan membentang ke Jawa,
Bali, Nusa Tenggara juga Maluku. Wilayah yang dilalui oleh Sirkum Mediterania
tersebut berdampak banyaknya gunung api aktif di Indonesia bagian barat.
Bahkan, terdapat gunung api di tengah laut. Sirkum Pasifik dimulai dari
Pegunungan Andes di Amerika Selatan ke Pegunungan Rocky di Amerika Utara
lalu Jepang, Filipina hingga Indonesia melalui Sulawesi, Pulau Halmahera dan
berakhir di Papua. Aktivitas gunung api menghasilkan tanah vulkanik yang
menyuburkan tanah untuk pertanian dan perkebunan.

2. Pertemuan tiga lempeng litosfer

Kondisi geologis Indonesia juga dipengaruhi oleh pertemuan tiga lempeng


litosfer yaitu Lempeng Samudra Indo-Australia, Lempeng Samudra Pasifik dan
Lempeng Eurasia. Lempeng Samudra Indo-Australia dan Lempeng Samudra
Pasifik termasuk sebagai lempeng samudra. Sementara Lempeng Eurasia
adalah lempeng daratan. Pertemuan tiga lempeng itu mengakibatkan gempa
bumi yang sering terjadi di Indonesia. Gempa yang terjadi di Jawa, Sumatra dan
Nusa Tenggara terjadi akibat tumbukan lempeng Indo-Australia dan Lempeng
Eurasia. Ketika bertumbukan dengan Lempeng Pasifik, gempa terjadi di Maluku
dan Papua. Selain itu, pertemuan tiga lempeng ini juga menyebabkan tsunami
dan longsor. Dampak lainnya adalah banyaknya sumber daya berupa tambang
dan mineral karena cekungan sedimen oleh aktifitas tektonik dari Indonesia.

3. Tiga daerah dangkalan


Indonesia terletak di tiga daerah dangkalan yaitu Dangkalan Sunda,
Sahul, dan Daerah Laut Pertengahan Australia-Asiatis. Dangkalan Sunda
merupakan daerah yang menghubungkan wilayah Indonesia bagian barat
dengan Benua Asia. Dangkalan Sahul adalah daerah yang menghubungkan
wilayah Indonesia bagian timur dengan Benua Australia. Daerah Laut
Pertengahan Australia-Asiatis merupakan daerah yang terletak di wilayah tengah
antara Dangkalan Sunda dan Sahul. Dangkalan itu berpengaruh pada
persebaran flora dan fauna di Indonesia. Wilayah barat yang merupakan
Dangkalan Sunda memiliki kemiripan flora fauna dengan Benua Asia. Wilayah
timur yang termasuk Dangkalan Sahul memiliki kemiripan flora fauna dengan
Benua Australia. Wilayah tengah yang termasuk daerah peralihan memiliki flora-
fauna yang khas. Dampak daerah dangkalan untuk Indonesia adalah memiliki
laut dalam di bagian barat dan laut dangkal di wilayah Indonesia tengah dan
timur yang dilalui oleh Dangkalan Sunda dan Sahul.Selain itu, Indonesia memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Gorsel, J. T. V. A. N. (2018). B IBLIOGRAFI DARI G EOLOGI HAI F SAYA


NDONESIA JT VAN GORSEL. 0–99.

Translated, M. (2022). Machine Translated by Google ‫االجت ماعية مﻮﻠﻌﻟا ﺒ ﻤﻟا ءادﻷ او‬
‫ ت ﺎﻛﺮﺸﻟا‬: ‫ ت ارﺎﻜﺘ ﺑ ﻻا ت ﺎﻗﻮﻌﻣ ارد‬Machine Translated by Google.

Anda mungkin juga menyukai